"Segitiga"

Disclaimer : tokoh bukan milik saya, of course. Kecuali ceritanya, ehe.

Warning : bottom!v, muehehe. Dan ini plotless demi apa 8"D juga typo yang mungkin keselip.

.

Buat datgurll yang udah nerima request si saya buat cover fic Scrapbook. Semoga prompt tentang 'cinta di antara MinV sama KookV dan mereka gak rebutan' ini tidak mengecewakan ya 8"D

.

.

.

[Ada yang mengatakan, kisah di setiap sisi segitiga tak selamanya buruk]

.

.

.

Taehyung mencium bau kafein yang kuat, dimanjakan oleh aroma karamel dan likuid sukrosa kental, bercampur dengan panggangan butir hazelnut, dan tak lupa pula hangat yang menjalar di setiap jengkal sel epidermisnya kala pintu kaca kedai kopi itu berhasil ia dorong dengan bahu kanan.

Ting. Lonceng kecil berbunyi nyaring. Beberapa detik kemudian, Taehyung sadar semuanya sepi.

"Ah, Tae,"

Yang dipanggil mendongak lesu, tak butuh waktu sampai satu detik sampai dua sudut bibirnya melengkung lugas. Lengkap dengan kekehan kecil dan langkah kaki diseret paksa menuju meja terdekat konter kasir.

"Malam, Seokjin-hyung," sapa Taehyung lugu. Menarik kursi lalu mendudukinya dengan nyaman. "Maaf datang di saat kedai mulai tutup."

Kim Seokjin, pria berprofesi sebagai manajer itu mendengus kecil sebagai balasan awal. "Sudah biasa," kelakarnya. Ia mencatat sejenak di buku catatan kecilnya; sejenis hasil penjualan dan nominal uang masuk; yang sepuluh detik kemudian kembali mengarahkan atensi sepenuhnya kepada Taehyung. Pemuda itu tampak lelah dengan kepala telungkup di atas meja dengan kedua lengan melengkung; menutupinya sengaja; dan Seokjin tak perlu penjelasan lebih alasan di balik kedatangan Taehyung pada malam-malam seperti ini.

"Jadi, siapa lagi yang menyuruhmu kemari, Tae?" tanya Seokjin akhirnya, menunduk sejenak pada buku catatan kecil. "Jimin atau Jungkook?"

Alih-alih menjawabnya langsung, Taehyung hanya mengangkat sebelah tangan; jari telunjuk digerak asal ke kanan dan kiri, membentuk posisi layaknya jentikkan, dan terakhir sengaja menarik simbol abjad V sebagai akhir.

Alis Seokjin terangkat heran; batinnya bertanya bingung, anak ini kenapa, sih?

"Tebak kalau bisa, Hyung,"

Twitch. Seokjin mendumel; dasar bocah kurang ajar.

"Waktuku terlalu berharga untuk menjawab pertanyaan bodoh itu, Tae—ah, kalian datang juga. Demi Tuhan, apa sih yang kalian berdua pikirkan sampai membuat alien kalian seperti ini?"

"Ouh, ada apa dengan uri Taehyungie?"

Taehyung mengenali suara itu. Sangat mengenalnya. Maka ketika ia mendongak malas dan menemukan dua pasang mata yang menatapnya lebih dulu dan entah sejak kapan telah berdiri di samping kanan dan kirinya, ia tak ragu bercerocos tanpa tedeng aling-aling.

"Berisik, Jimin. Pulang nanti, kau yang seharusnya memasak," gerutunya sebal, setelah memutar tubuh ke arah kiri sambil mendelik sinis. "Dan kau Jungkook, jangan lupa kerjakan tugas kuliahmu sampai selesai."

"Aigoo, kau cerewet sekali." Jungkook terkekeh, gemas sendiri sampai tangannya tidak bisa diam untuk mengacak puncak kepala Taehyung (meski berujung pada tepisan kasar), tapi—hei, duo Park dan Jeon itu tak pernah merasa jera.

"Cepat selesaikan pekerjaan kalian," imbuh Taehyung akhirnya. Separuh serius dan separuhnya lagi lelah. Satu tangan dikibaskan asal, yang detik berikutnya mengundang decak kesal ketika Jungkook berhasil meraih pergelangan tangannya. Jimin bilang tangan Taehyung terlalu kurus untuk ukuran laki-laki, Jungkook menyutujuinya meski Taehyung berkata implikasi.

"Nah, nah, siapa yang marah di sini?" Jungkook terkekeh kecil, sebelum mengecup punggung tangan Taehyung dengan lembut; antara sengaja menggoda dan memang tulus. "Menunggu sepuluh menit tidak akan membuatmu cepat tua, kan?"

"Astaga, dasar anak muda." Seokjin melengos pergi, lengkap dengan serentetan kalimat sarkastik seperti 'kenapa hubungan mereka kelihatannya rumit sekali, astaga' atau 'sepertinya aku mulai gila' dan kurang lebih kembali lagi dengan kalimat 'dasar anak muda'. Meskipun, toh, pada dasarnya, ia tidak pernah menganggap dirinya bukan lagi anak muda. Secara sadar ataupun tidak.

"Benar-benar," Jimin menggeleng dramatis. "Sepertinya Seokjin-hyung harus mulai mencari pacar."

"Jaga ucapanmu, Jim," peringat Taehyung, berjengit geli ketika Jungkook mencondongkan tubuh dan mencium pelipis kanannya singkat. "Kau mungkin tidak akan menyadarinya, tapi pasti ada saja—pasti—ada seseorang yang akan datang menemui Seokjin-hyung dan memintanya menjadi kekasih—oi, oi! Hentikan Jungkook! Bibirmu itu basah, shit!"

Jimin refleks membekap wajah Taehyung. "Mulutmu itu perlu dijaga ternyata."

"Aku selalu menjaga mulutku dengan baik,"

Jimin mencibir.

"Jujur saja, itu meragukan, Tae."

"Berisik, Jungkook."

"Hanya menyebutkan kenyata—"

"Aiiish! Hentikan! Cepat beres-beres sana! Aku lelah. Sepuluh menit tidak selesai aku akan pulang lebih dulu."

"Ancamanmu tidak berlaku."

"Jungkook, dengar—"

Kalimatnya tidak tuntas. Ia tertegun ketika Jimin mencuri satu kecupan singkat di pipi kirinya, sedangkan Jungkook pada pipi kanan.

Cepat, cepat sekali.

Secepat mereka berdua menarik diri kembali lantas mengulas cengiran polos tanpa dosa di hadapan raut muka lugu seorang Kim Taehyung.

"Sepuluh menit," Jimin mengedipkan sebelah mata. "Dengan senang hati."

"Kau bisa sangat cerewet juga, ya." Jungkook terkekeh, tak lepas pula dengan sebelah tangannya yang—lagi-lagi—mengusak puncak kepala Taehyung gemas. Mengacak rambut cokelatnya asal.

"Tunggu di sini, Tae."

"Kami akan segera kembali dan pulang ke rumah. Maksudku, rumah kita."

Taehyung; yang tak tahu lagi harus bersikap seperti apa dan membalas perlakuan manis itu dengan sikap yang bagaimana pula; menunduk dengan kedua lengan menelungkup, menutupi seluruh wajahnya, lalu berdecak dan merutuk sepuas mungkin dalam hati dengan segala rentetan kalimat maki.

Orang mungkin boleh saja bilang segitiga di antara mereka adalah anomali. Ketika rasa suka dan saling memiliki itu terjadi dengan begitu lancarnya. Akan tetapi, Taehyung selalu berusaha mengabaikan. Apa yang menjadi pilihan Jungkook dan Jimin, akan selalu juga menjadi pilihannya.

Ia juga mengabaikan keadaan sekitar yang mulai hening.

Mengabaikan tatapan Seokjin yang tidak disadarinya. Belum ia sadari.

"Mereka itu …" Taehyung menyembunyikan wajah lebih dalam. "… bagaimana mungkin aku tidak bisa menyukai keduanya, ukh."

Mengabaikan merah yang memoles kedua pipinya tanpa permisi.

O-oh, Taehyung merona.


end


A/N : maaf Nis kalo mengecewakan *sungkem* lagi seneng buat Taehyung jadi maruk/staph. Terima kasih bagi yang sudah membaca, kotak review selalu terbuka kok~ *wink*