Another SasuIno fic.

Declaimer : Masashi Kishimoto owns Naruto

Happy Read Minna-san

Mawar Hitam

Satu tahun telah berlalu. Dan sekarang ia sedang memakai kimono putih dengan motif bunga mawar hitam. Rambutnya diatur sedemikian rupa. Membiarkan sebagian dari rambut pirang panjangnya terurai di bahu kanannya. Walaupun cuacanya sedang cerah, ia tetap memakai payung merah muda yang sesuai dengan kimono yang dipakainya. Dan di tangan kanannya, bunga mawar hitam tergenggam erat.

Pikirannya berjalan ke masa lalu, ketika dia memakai kimono yang sama namun dengan motif mawar yang berwarna merah muda. Payung yang sama dan tempat yang sama dimana ia sedang bersama seorang lelaki bermata hitam, tinggi, tegap, dan tampan yang pernah mengisi relung hatinya sebelum kenyataan pahit bahwa lelaki tersebut mempunyai hubungan dengan kematian ayahnya.

Sungguh tak disangka seseorang yang pernah memberinya sekuntum bunga mawar merah indah di tanggal yang sama pada tahun lalu telah merenggut nyawa satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa, ayahnya. Dan kenyataan bahwa ia tetap mempertahankan lelaki tersebut untuk membalas dendam.

Samar-samar terdengar dengungan memori masa lalu di jembatan tempat ia berdiri saat ini. Bunga mawar hitam tetap kokoh digenggamnya. Mawar merah yang menjadi hitam, cinta menjadi benci.

"Hari ini kau begitu cantik, Ino," ujar si lelaki.

"Benarkah? Terima kasih." Pipi Ino besemu merah seiring dengan ucapannya.

"Aku tak akan bohong padamu. Lalu, bagaimana denganku?" tanya si lelaki dengan senyum menggodanya.

"Hmm…apa ya? Kau itu…" Ino terlihat berpikir, mengulur waktu agar si lelaki mengerti maksudnya.

Tak berapa lama si lelaki mengeluarkan sekuntum bunga mawar merah kepadanya, langsung saja ia menerimanya dan menjawab,

"Kau itu tampan sekali hari ini, Sasuke." Si lelaki yang dipanggil Sasuke tersenyum penuh arti saking tahunya ia dengan sifat si gadis yang bernama Yamanaka Ino.

Mereka berhenti di tengah-tengah jembatan. Yang di sekitarnya tumbuh pohon Sakura yang berjumlah banyak. Mereka tengah merayakan datangnya musim semi di jembatan bersungai dengan air yang begitu jernih tersebut. Dan saling mengutarakan isi pikiran masing-masing yang didahului oleh Ino,

"Musim semi kali ini sepertinya akan menyenangkan ya, Sasuke?"

"Bagaimana kau bisa yakin?" Sasuke balik bertanya.

"Tentu saja aku yakin. Buktinya di awal musim semi ini, cuaca terlihat cerah, ramalan cuacapun normal untuk beberapa hari mendatang, dan aku mempunyai semangat musim semi. Bukankah itu berarti musim semi tahun ini akan menyenangkan?" jawab Ino panjang lebar. Sasuke hanya tersenyum tulus menanggapi jawaban Ino. Dan Ino pun tak ambil pusing atas sikap kekasihnya yang sudah sangat ia kenal dengan sedikit bicara.

Ia menengadahkan kepalanya, memandang bunga Sakura yang mulai menampakkan sosok bunga Sakura yang mekar. Senyum tersungging di bibirnya. Senyum tulus sebagai tanda terimakasih pada sang kuasa atas nikmatnya berupa musim semi yang indah, bunga Sakura indah akan bermekaran. Berharap sang kuasa mengerti tanpa harus diucapkannya langsung.

Begitu pun bagi Sasuke, berharap Ino mengerti maksud bunga mawar tadi tanpa ia harus mengucapkannya. Walau Sasuke tahu Ino yang pencinta bunga mustahil untuk tidak mengerti, tapi rasanya masih mengganjal dan kurang tanpa ia utarakan sendiri langsung dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Ia mendekatkan diri pada Ino yang tengah memandang ke arah lain dan berbisik di telinganya, "Aku mencintaimu Ino, sangat mencintaimu."

Tak heran bagi Sasuke bila Ino tidak terkejut mendengarnya. Ino sudah berkali-kali mendengarnya, namun masih terasa kurang bagi Sasuke. Serakah kah? Ya, Sasuke akan menjadi serakah karena cinta.

Ino berbalik menatap Sasuke, "Aku juga mencintaimu Sasuke."

Senyum Sasuke semakin berkembang, menyertai mimik bahagianya.

"Bunga ini menjadi simbol cinta kita di awal musim semi ini. Aku akan menamainya 'mawar musim semi'. Dan aku akan merawatnya agar tidak layu hingga musim semi tahun depan," kata Ino dengan semangatnya.

"Kau yakin?" perkataan serta perubahan mimik Sasuke berubah menjadi khawatir, atau lebih tepatnya ragu-ragu.

"Hah? Apa itu artinya kau meragukan cintaku, Sasuke?" kini justru raut wajah memelas Ino yang meluluhkan hati Sasuke.

"Tentu saja tidak, aku percaya." Senyum itu kembali menghiasi wajahnya.

"Itu HARUS."

Terjadi kesunyian yang tak begitu lama. Ino mulai angkat bicara,

"Bagaimana bisa ya, aku mencintai seseorang sepertimu?" tanya Ino tanpa menoleh langsung pada Sasuke.

"Hmm…karena aku telah berhasil menembakmu dengan pistol cintaku. DOR!" tangan Sasuke menunjukkan seolah-olah sedang menembak. Gayanya mirip anak-anak yang tengah bermain tembak-tembakan.

"Haa? Kau dapat keahlian darimana cara menembak hati seseorang dengan cara seperti itu?" Ino terlihat tidak percaya, walaupun hatinya sedang berbunga-bunga karena rayuan gombal si pacar.

"Hey! Jangan meremehkanku ya…begini-begini aku juga pernah ikut pelatihan menembak lho… bahkan aku pernah menjuarai kompetisi antar kota sebagai perwakilan dari Nagano," jawab Sasuke dengan sikap soknya.

"Huh…aku tak peduli." Walaupun Ino menunjukkan sikap cueknya, tapi Sasuke tahu, Ino akan tetap mempercayainya, sekecil apapun hal itu.

Dan begitulah, hari-hari mereka, mereka jalani seperti biasanya mereka menjalaninya.

Beberapa bulan telah mereka lalui bersama. Bahkan sekarang musim mulai berganti ke musim gugur, dimana dedaunan yang menguning mulai melepaskan diri dari tangkainya. Dan sebagai bekal di musim dingin mendatang agar tumbuhan tak begitu banyak melakukan penguapan.

Dan pasangan Sasuke-Ino pun masih langgeng beberapa bulan ini. Walaupun musim telah dua kali berganti, yaitu musim semi ke musim panas, dan musim panas ke musim gugur, perasaan mereka tidak akan berganti. Walau musim panas yang begitu panas, mereka akan tetap kokoh memegang payung mereka bersama. Dan walau musim gugur mulai menggugurkan dedaunan yang kuning, cinta mereka tidak akan pernah gugur.

Hingga suatu hari, ayah Ino berubah pikiran. Awalnya beliau merestui hubungan mereka, namun di awal musim gugur ini, ayahnya justru menentang hubungan mereka. Sasuke dan Ino menjadi jarang keluar bersama karena Ino terus diawasi oleh ayahnya. Yang pasti hal ini sangat menyakitkan bagi Ino, hingga ia pernah mengurung diri di kamar dan hanya pergi ke kebun bunga di halaman belakang rumahnya.

Ia mengunjungi bunga yang selama ini ia rawat. Bunga mawar pemberian Sasuke.

"Hey mawar…kau tahu kau ini siapa? Kau adalah bunga mawar pemberian Sasuke yang kutanam." Ino berbicara sendiri dengan pohon mawar kecil di hadapannya. Matanya terlihat sendu seraya ingatannya kembali ke kenangan beberapa bulan lalu, di awal musim semi masih di tahun yang sama.

Namun, mawar itu tak menjawab. Ia hanya menari-nari karena angin yang bersemilir menggerakkannya. Merasa tak ada jawaban, Ino meneruskan ucapannya,

"Kau tahu kenapa ayah tidak merestui kami?" lagi-lagi tak ada jawaban yang berarti.

"Aku sendiri juga tidak tahu, mawar." Ia menundukkan kepalanya, menyembunyikannya di dekapannya sendiri dan mulai terisak menangis.

"Ke-kenapa ini ha-harus terjadi…hiks…hiks…"

DOR

Sontak, Ino terkejut. Tangisannya berhenti dan ia segera berlari ke arah sumber suara yang tak lain dari rumahnya sendiri. Ia yakin suara barusan adalah suara tembakan. Tapi, kenapa di rumahnya? Jangan-jangan sesuatu yang buruk telah terjadi. Sesuatu yang buruk yang menyangkut ayahnya, karena hanya ada ia dan ayahnya saja di rumah itu. Sementara ibunya sudah meninggal sejak ia masih kecil.

"AYAAH…Ayah dimana?" Ino berlari sambil berteriak menuju ruang tengah dimana ayahnya sering bersantai dan membaca koran. Perasaan takut dan khawatir merayapi hati Ino. Pikirannya sudah melayang ke hal-hal buruk yang mungkin terjadi karena suara tembakan tadi.

"Suara tembakan? Mungkinkah ada yang jadi korban? Tapi siapa? Semoga bukan ayah…ayah, semoga engkau baik-baik saja." Ino terus menerus berdo'a hingga ia menemukan sesosok yang terkapar dari ruang tengah.

Ia mendekati sosok tersebut dan menemukan sebilah pisau dengan darah tak jauh dari kepala korban. Diperhatikannya siapa sosok yang terkapar dengan koran yang berlumuran darah, dan di bagian dada terlihat bekas tembakan pistol.

"A…ayah?" Ino mendekati sosok tersebut dan berlutut di sampingnya. Menggoncang-goncangkan tubuh yang terbujur kaku itu, berusaha untuk mendapat respon kehidupan. Namun, nihil. Ia tak melihat tubuh ayahnya bergerak sedikitpun, suara jantungnya juga tak terdengar. Hanya isakan tangis Ino yang mengisi ruangan tersebut. Ia terus menangis, memanggil-manggil nama ayahnya. Berusaha dengan isakan tangis yang mengeras tersebut dapat meluluhkan hati ayahnya agar tak lagi meneruskan akting berpura-puranya.

"Ayah, jangan bercanda, ayah. Ayah! Buka matamu! Ini semua tidak lucu. Kau adalah polisi, tidak mungkin kau ma-…" mata Ino terbelalak, ia baru saja menyadari apa yang akan ia ucapkan. Mati? Terlalu berat pikirannya saat ini, fakta yang sulit ia terima. Tiba-tiba pandangannya memburam, kepalanya terasa pusing sekali, apalagi bebrapa hari ini ia mogok makan karena masalah hubungannya dengan Sasuke, menambah lemas tubuhnya. Matanya perlahan menutup. Dan yang ia sadari terakhir kalinya yaitu tubuhnya yang mulai linglung dan tak merasakan apa-apa lagi. Ia pingsan.

Kurang panjangkah Minna? Ann akan segera update~

RnR please?