TITLE: The Rival Next Door

NOTE: hehe, ini pertama kalinya aku buat fandom, jadi bahasanya rada-rada kaku sih, nggak kayak pas mbuat fanfict (kalo fanfict kan lebih gampang dibuat OOC). Yah, mirip novel terjemahan gitu. Ntar kalo ditambahin bahasa yang agak gaulan dikit pasti aneh, jadi bingung mau ngasih humornya dimana -,- ya udahlah, reviev aja buat yang udah mbaca fandom ini. Need ur critic desperately!

RATE: T

GENRE: Humor (err..kayaknya ga ada deh), Adventure (rada gaje & alay)

WARNING: gajeness, typo ancur, ga pake EYD, lebay, OOC + OON

SUMMARY: Bagaimana jika Mort, Julien dan Maurice itu bukan hanya sekedar geng mamalia aneh, tapi mereka juga ditugasi untuk menjadi mata-mata seperti para pinguin? Check this out! Don't forget to review :D

.

.

.

.

.

"Mort! Menjauhlah dari kakiku!" bentak Raja Julien saat Mort mulai memeluk kakinya.

"Tapi aku suka kaki Raja Julien~~" rengek Mort.

"Tidak...tidak...tidak. Maurice!" Raja Julien berteriak memanggil Maurice, padahal yang bersangkutan dari tadi sudah ada di depan Raja Julien.

"Ada apa, Raja Julien?"

"Singkirkan Mort dari kakiku!" Dengan sigap Maurice langsung menarik Mort dari kaki Raja Julien. Mort langsung menatap Raja Julien dengan 'puppy eye'nya yang legendaris. Raja Julien yang sebenarnya tidak tahan terhadap benda-benda imut hampir tergoda untuk memeluk Mort. Tapi kegengsiannya membuat ia tidak jadi melakukannya dan malah memarahi Mort,

"Mort! Jangan tatap aku seperti itu!"

"Tapi..."

"Maurice! Bawa dia pergi" perintah Raja Julien lagi. Tanpa banyak cincong, Mort langsung digiring keluar oleh Maurice. Mort yang sedih berjalan lunglai tanpa melihat jalan. Tiba-tiba ia menubruk Marlene yang sedang membawa setumpuk kardus besar. Marlene langsung terjungkal dan kardus-kardusnya berjatuhan.

"Oh, Marlene! Maaf-maaf-maaf" jerit Mort panik sambil berusaha membereskan bawaan Marlene, tapi yang terjadi malah sebaliknya.

"Tidak apa-apa Mort, biar aku saja" cegah Marlene sambil membereskan bawaannya. Mort hanya diam saja ngeliat Marlene sibuk sendiri. Setelah selesai, Marlene bertanya dengan keheranan,

"Ngomong-ngomong, Mort, apa yang kamu lakukan disini? Bukannya kamu biasanya sama Raja Julien dan Maurice?"

"Mmh...Raja Julien...Raja Juling, eh Julien marah sama aku" kata Mort pelan sambil menundukkan kepala. Marlene langsung menatapnya iba.

"Apa itu?" tanya Mort memecah keheningan sambil menunjuk kardus-kardus yang dibawa Marlene.

"Oh, ini? Ini persediaan senjata Skipper dan teman-temannya. Aku ditugasi oleh Rico uintuk membawa semua ini ke markasnya" terang Marlene. "Maaf Mort, aku tak bisa disini lebih lama lagi. Skipper membutuhkan ini secepatnya" ucap Marlene sambil bergegas pergi. Mort masih tetap diam sampai Marlene benar-benar hilang dari kejauhan. Setelah dirasa aman, ia langsung bersembunyi dan mengambil HT dari balik ekornya. Setelah tersambung, ia langsung memanggil seseorang,

"Disini Golden Mice, copy'

"Golden Mice, copy. Apa ada berita baru tentang mereka?"

"Kurasa mereka baru membeli persenjataan terbaru. Pistol semi-otomatis, dinamit, granat, dan senapan"

"Siapa pengirimnya?"

"Entahlah, tapi tadi kulihat banyak logo bertuliskan Arab. Mungkin dari Irak atau Afghanistan"

"Kerja bagus, Golden Mice. Sekarang tugasmu adalah menyelinap ke markas mereka dan pasang kamera tersembunyi dan penyadap. Aku ingin mengetahui cara kerja mereka secara langsung"

"Copy that. Apa ada yang lain, Sensei?"

"Sementara hanya itu dulu. Nanti kabari aku jika ada perkembangan terbaru. Selamat siang" Sejurus kemudian orang yang diseberang HT itu memutuskan sambungan. Mort hanya termangu mendengar perintah orang yang dipanggilnya 'Sensei' tadi kalau ia harus menyelinap kedalam markas para pinguin dan memasang kamera tersembunyi dan penyadap. Mort hampir setiap hari keluar-masuk markas mereka, tapi kalau memasang kamera tersembunyi dan penyadap? Bahkan dalam mimpi pun Mort tidak berani membayangkannya. Jangankan kamera, bungkus permen karet yang dimakan Mort semalam di balik lemari es saja dapat diketahui Skipper dengan mudah. Mort menghela nafas berat, mengingat tugas kali ini lebih sulit dari yang sebelumnya.


"Huaah...aku capek dengan semua penyamaran ini! Dimana Mort?" keluh Raja Julien sambil melempar semua atribut aneh yang dipakainya ke hadapan Maurice. Maurice yang mengenakan jas lab itu kerepotan memunguti mahkota buah rajanya itu.

"Mungkin sebentar lagi ia kesini. Bukankah ia sudah mendapat perintah dari Sensei?" tanya Maurice memastikan.

"Memang, dan seharusnya ia membicarakannya kepada kita! Bukankah hanya Mort yang dipercaya oleh Sensei untuk menerima kabar dari luar?"

"Iya sih..." Suara Maurice terpotong oleh suara derit pintu yang ada di samping. Saai itu mereka berdua sedang ada di markas bawah tanah, tepat dibawah 'singgasana' Raja Julien.

"Maaf aku terlambat..." kata Mort lirih saat ia memasuki markas itu.

"Mort! Dari mana saja kau? Ini sudah jam 2 malam!" teriak Raja Julien dan Maurice bersamaan.

"Maaf, tadi siang aku diberi tugas oleh Sensei. Dia bilang aku harus memasang kamera tersembunyi dan penyadap di markas mereka"

"Itu mustahil! Lalu bagaimana kau melakukannya?"

"Yah, tidak segampang itu sih, aku memasangnya saat mereka semua sudah tidur. Karena itulah aku sampai datang larut malam seperti ini dan tidak memberitahu kalian" kata Mort enteng. Raja Julien dan Maurice hanya ternganga.

"Ta-tapi...itu juga tidak mungkin! Kau tahu sendiri kan, mereka semua –terutama Skipper –bisa mendengar suara sekecil apapun, bahkan saai ia tidur!" sanggah Maurice.

"Tenang saja, aku sudah memyemprot gas kedap suara di seluruh ruangan. Mereka tidak akan bisa mendengar apapun, meskipun aku berteriak dengan toa"

"Tapi Rico kan bisa mencium bau semprotan itu! Dia pasti curiga dan membangunkan Skipper!"

"Kan sudah kubilang, selain Skipper, tidak ada orang, eh maksudku, pinguin yang bangun tengah malam"

"Bagaimana kalau Skipper sampai tahu saat ia mengecek esok harinya?" tanya Raja Julien khawatir. Mort hanya tersenyum tipis.

"Aku sudah menyembunyikannya di tempat yang aman, yang bahkan mereka sendiri tidak menyadarinya! Oh sudahlah, bisakah kita melanjutkan pembicaraan ini esok harinya?" protes Mort sambil menguap. Raja Julien dan Maurice pun terdiam mendengar perkataan Mort.

"Oke,oke, selamat tidur, Mort. Oh iya, Mort, Julien, terima kasih atas kerjasamanya tadi siang. Akting yang bagus. Aku bisa mengerjakan penelitianku dengan lebih mudah" kata Maurice sebelum ia masuk kedalam laboratoriumnya. Mort dan Raja Julien mengangguk puas dan kembali ke kamar masing-masing.