Disclaimer: J. K. Rowling
-oOo-
Hermione Granger selalu menjadi cewek yang menarik di seantero sekolah. Dengan mata coklat hangat yang besar, rambut ikal cokelat yang sedikit lebih terang dari matanya, tubuh tinggi semampai, ia bukan hanya cewek paling cantik, tapi juga paling populer. Ditambah dengan nilai-nilai yang menyilaukan mata, dengan mudah ia membuat guru-guru jatuh hati padanya. Hermione Granger yang di sekolahku sangat populer, brilian dan dipuja semua orang—dari mulai petugas kebersihan, sampai guru paling killer sekalipun.
Sementara aku, well, apa yang dilihat dari seorang cowok pucat-penyakitan seperti Draco Malfoy? Bukan berarti aku benar-benar penyakitan. Tapi kau tahu maksudku. Aku benar-benar kebalikan dari Hermione Granger. Aku benar-benar payah dalam bergaul, pendiam, berkacamata, gampang gugup dan—tentu saja—hanya diketahui segelintir orang. Bahkan aku yakin banyak guru yang tidak akan mengenalku kalau saja nilaiku tidak berada di atas nilai menyilaukan Hermione Granger.
Aku dan Hermione Granger berada di kasta yang berbeda. Ia berada di kasta di mana semua orang mengenalnya, semua orang ingin menjadi temannya. Kasta yang paling susah kau dapat kalau bukan karena bakat alam. Sementara aku berada di kasta yang paling tidak diinginkan. Culun, pendiam, freak, gagap dan dijauhi semua orang.
Perbedaan kasta juga dapat dilihat dengan telanjang mata dari posisi duduk di kelas. Anak-anak populer yang dikagumi semua orang menempati kursi-kursi di barisan depan. Barisan di mana anak-anak itu akan selalu diperhatikan guru. Sementara anak-anak culun dan aneh sepertiku akan menempati bangku-bangku belakang dan pojok, berusaha sejauh mungkin dari peradaban kelas. Terlupakan.
Hermione Granger mempunyai jadwal pelajaran yang sama denganku. Mungkin hanya aku dan dia yang mempunyai jadwal paling padat sepanjang sejarah Hogwarts High School. Walau begitu, kami tidak pernah sekaipun bertukar satu patah kata. Atau paling tidak, aku yang tidak pernah menukarkan kembali kata-kata yang diucapkan Hermione Granger dengan ramah padaku—kata-kata remeh seperti, "Maaf, bisakah kau memberiku pisau bedahmu?" di kelas Biologi atau "Tolong pegangi peta ini sebentar, Malfoy." di kelas Geografi. Setelah dia mengatakan seperti itu, aku akan melakukan apa yang ia minta dalam diam dan pergi juga dalam diam.
Tapi di kelas biasa seperti Matematika sekerang ini—di mana semua anak wajib mengambilnya—Hermione Granger tidak pernah meminta bantuanku. Masih terlalu banyak anak yang bersedia membantunya dengan senang hati.
Hermione Granger tertawa santai dari tempat duduknya. Ia sedang asyik mengobrol dan bergurau dengan dua temannya yang sama-sama populer, Harry Potter dan Ron Weasley. Aku bisa merasakan tatapan semua cowok mengarah padanya—kecuali mungkin cowok gay. Aku tak bisa menyalahkan mereka, Hermione Granger memang mempesona.
Mungkin karena merasakan tatapanku yang aneh sendiri, Hermione Granger memutar kepalanya padaku dan tau-tau saja matanya bertatapan dengan mataku. Mata coklat besar dan hangat yang melelehkan hati semua orang—bahkan Mr Snape, guru Kimia yang legendaris itu. Ia tersenyum ramah dan melambai ceria padaku, seolah menganggapku salah satu teman populernya. Pipiku langsung terasa panas. Aku segera membuang muka, menundukkan kepala dalam-dalam menatap sepatu Converse lusuhku.
Dari ujung mata, aku melihat Hermione Granger memasang ekspresi kecewa, sebelum berbalik menanggapi guyonan Ron Weasley.
-oOo-
Aku sudah menjadi teman Blaise Zabini semenjak masih di dalam perut. Blaise Zabini sendiri adalah remaja cowok yang tampan dengan kharisma di atas rata-rata. Dengan mata gelap, rambut hitam, tulang pipi tinggi dan tawa renyah, Blaise Zabini sudah memacari setengah populasi cewek di sekolah. Dari mulai cewek pintar berjerawat seperti Eloise Midgen, sampai cewek berotak kosong dan banyak gaya seperti Pansy Parkinson—yang omong-omong orangtuanya dalah teman lama orangtuaku.
Pacar Blaise Zabini juga termasuk Hermione Granger. Tapi itu sudah lama. Hermione Granger mencampakkan Blaise Zabini tanpa perasaan setelah ia memergoki Blaise Zabini berciuman panas dengan Cho Chang, kakak kelas kami yang sekarang bekerja di McDonald's. Aku tidak bisa lebih setuju lagi dengan Hermione Granger. Maksudku, aku pun akan mencampakkan Blaise Zabini kalau ia ketahuan selingkuh. Bukan berarti aku mau pacaran dengan Blaise Zabini—tapi kau tahu maksudku.
Dan sepertinya, Blaise Zabini tidak suka aku memihak Hermione Granger. Ia mulai menganggapku culun dan memutuskan untuk berhenti menjadi temanku tiga tahun yang lalu. Membuat orangtua kami bingung. Bukan berarti aku dan Blaise Zabini peduli.
Setelah 6 bukan menjalani hidup sendiri tanpa seorang kawan, aku bertemu dengan Theodore Nott di kelas olahraga. Waktu itu kami sedang bermain voli dan kami dibagi dalam kelompok-kelompok oleh Madam Hooch—guru olahraga kami yang kekar dan galak. Aku, yang biasanya berkelompok dengan sesama anak culun, panik bukan main ketika satu kelompok dengan anak-anak yang bisa main voli. Kami berenam—aku, Harry Potter, Ernie Macmillan, Padma Patil, Hannah Abbot dan Theodore Nott. Walaupun tak ada dari mereka yang benar-benar jago voli, tak ada pula dari mereka yang benar-benar idiot bermain voli. Harry Potter, Padma Patil dan Theodore Nott yang paling menonjol. Ernie Macmillan dan Hannah Abbot membantu di sana-sini, sementara aku hanya menghabiskan tempat dan waktu mereka.
Tak disangka-sangka, Theodore Nott yang baik hati—atau tidak waras—memberiku kesempatan untuk memukul bola voli putih itu sekali. Aku lupa kejadiannya. Yang jelas, ketika bola datang—dan bola itu datang ke arahku—bukannya menyongsong bola itu dan menyelamatkan semua orang dari apa saja yang kuperbuat, Theodore Nott malah berteriak, menyuruhku menyelamatkan si bola. Dalam keadaan panik dan bingung, aku mengayunkan tanganku dengan membabibuta, memukul bola itu dan melambungkannya entah ke mana. Dua detik selanjutnya, terdengar bunyi debuk menyakitkan dan teriakan "OUCH!" yang keras.
Bolaku mengenai hidung Hermione Granger, membuatnya berdarah.
Walaupun aku tidak berani menatap wajahnya selama setahun, Theodore Nott dengan rendah hati menawarkan diri menjadi temanku.
Theodore Nott, selain menjadi Kapten Voli, termasuk dalam jajaran The-Most-Wanted-Boys versi Hogwarts Gossip karya Parvati Patil—kembaran Padma Patil. Berada di urutan ke empat, di bawah Cedric Diggory dan di atas Blaise Zabini. Theodore Nott tidak pernah peduli dengan reputasinya. Ia bahkan tertawa ketika membaca majalah itu, mengunyah hotdog sambil berkata padaku, " Seharusnya kau yang masuk ke daftar ke empat itu, Draco."
Aku—yang sedang menyendokkan sup bawang pelan-pelan—mengeryit bingung. "Memangnya kenapa?"
"Kau sangat tampan. Menurutku."
Dan begitulah. Pengalaman pertamaku dibilang tampan—selain ibuku sendiri.
-oOo-
"Selamat pagi, Malfoy."
Aku menoleh dan mendapati Hermione Granger yang populer berdiri di sebelah lokerku. Rambutnya dikuncir rapi di belakang, menyisakan sedikit poni di dahinya. Ia mengenakan kaus merah tanpa lengan, jins hitam, jaket tipis dan flat-shoes. Tasnya diselempangkan di bahu dan ia memeluk buku-buku. Wajah cantiknya tersenyum ramah.
Aku langsung membuang muka dan menatap lokerku yang berantakan.
"Se-selamat pagi juga untukmu, Granger," sahutku dengan suara pelan, dengan gugup menaikkan kacamataku.
Aku bisa merasakan Hermione Granger terkikik pelan di sebelahku. "Sebenarnya aku tak punya banyak waktu, Malfoy. Maafkan aku. Jadi aku akan langsung menanyakannya saja padamu."
Dengan gemetar, aku mengambil buku-buku untuk kelasku selanjutnya dan memasukkannya ke dalam tas. "A-ada apa?"
"Kau tau, sekolah ini kekurangan orang untuk Klub Jurnalistik. Aku diminta Miss Sinistra untuk mengajak anak lain bergabung di dalamnya," kata Hermione Granger bersemangat. "Nah, aku bertanya-tanya apakah kau mau bergabung dengan kami, Malfoy?"
Aku menatap bagian belakang buku Biologi dengan tatapan kosong sambil mencerna ucapannya. "Maks—Maksudmu?"
Hermione Granger tersenyum minta maaf. "Maaf, aku memang tidak pandai basa-basi. Aku—"
"Kau mengajakku bergabung dengan Klub Jurnalistik?" potongku, mengagetkan diriku sendiri.
Hermione Granger mengangguk pelan. "Ya. Dan walaupun aku tak akan memaksamu, Malfoy, aku akan bohong kalau bilang aku tidak mengharapkanmu ikut."
Akhirnya, aku memutar kepala dan benar-benar melihatnya. Ia tidak terlalu pendek, tapi juga tidak terlalu tinggi. Puncak kepalanya hanya mencapai hidungku. Dan ini membuatku sadar, kalau ia berdiri terlalu dekat.
Aku buru-buru mundur.
Hermione Granger tampak bingung. "Kenapa kau—ah, sudahlah. Begini saja. Aku harus menemui Dr Dumbledore sekarang, jadi kuharap kau memikirkannya, Malfoy. Kami sangat menghargai itu. Kalau kau benar-benar tertarik, datang saja ke Ruang Serba Guna hari Jumat setelah pulang sekolah."
Aku mengangguk kaku.
"Nah, kurasa aku benar-benar harus pergi sekarang," ujar Hermione Granger lagi, kembali ceria. "Sampai jumpa hari Jumat, Malfoy. Kuharap begitu." Kemudian ia pergi meninggalkanku.
Entah berapa lama aku menatap kosong lokerku yang masih sama berantakkannya. Baru ketika seseorang menepuk punggungku, aku tersadar dari pikiran kosongku. Theodore Nott bersandar di loker di sebelahku.
"Hermione Granger, hm?" seringainya. "Tidak buruk juga seleramu, Draco."
"Dia mengajakku bergabung dengan Klub Jurnalistik," gumamku, mengunci lokerku.
Theo terkekeh. "Jangana pedulikan yang itu. Kau tau apa yang kumaksud."
Aku berjalan pelan meninggalkannya, menuju laboraturium Kimia. Theodore Nott mengejarku.
"Hei, kau seharusnya bersyukur karena ia bersedia mengajakmu bergabung dengan klub payah itu. Klub yang masih tidak begitu berhasil bahkan setelah Hermione Granger bergabung di dalamnya," ocehnya. "Tambahan lagi, ia berada di daftar paling atas The-Most-Wanted-Girls di Hogwarts Gossip."
Aku mengangkat satu alis padanya. "Apakah aku baru saja mengatakan padaku kalau kau membaca majalah itu, Theo?"
Theo terkekeh lagi. "Aku hanya mengintip sebentar majalah yang menganggur. Biar kutunjukkan padamu. Hei, kau," panggilnya pada seorang cewek berambut pirang-kemerahan yang lewat. "Berikan padaku Hogwarts Gossip edisi terbaru."
Cewek itu jelas-jelas kaget disapa begitu oleh sobatku yang gila ini. Ia menatap Theo dengan mata menyipit. Menilainya dengan pandangan tidak suka. Well, aku tidak bisa menyalahkan responnya. Siapa juga yang suka ada orang asing tiba-tiba meminta sesuatu padamu dengan begitu tidak sopan dan seenaknya sendiri?
"Siapa kau?" tanyanya kasar.
Theo, yang suda biasa menangani masalah cewek, menebarkan senyum miring yang aku tau pasti akan melelehkan hati si cewek galak. "Theodore Nott," jawabnya sambil mengulurkan tangan.
Benar saja, cewek itu seperti terhipnotis. Ia menyambut uluran tangan Theo dan mendesah, "Marietta Edgecombe."
Membiarkan Marietta Edgecombe yang masih terhipnotis, Theo menyeringai lebar padaku. Aku balas menyeringai.
"Well, Miss Edgecombe, bolehkah aku minta Hogwarts Gossip milikmu?"
Marietta Edgecombe menarik napas tajam. Ia buru-buru meraih tasnya dan mengeluarkan majalah itu dengan nyaris membabibuta. Ia mengulurkannya dengan tangan gemetar pada Theo. "I—ini. Ambil saja, Theodore."
Theo mengambilnya dengan tidak peduli. "Terima kasih."
"Apa saja, Theodore. Apa saja akan kuberikan padamu," katanya dengan mata berbinar-binar penuh harap.
Theo nyengir penuh kemenangan. "Ya, tentu. Sampa jumpa, Edgecombe."
Dan dengan itu, Theo menarikku cepat-cepat, pergi menjauh dari Marietta Edgecombe.
"Dia benar-benar terpesona," komentarku.
"Aku memang mempesona," balas Theo cuek. "Seperti aku peduli. Nah, di sini saja. Duduk sini, Draco."
Theo duduk di salah satu kursi di laboraturium yang masih kosong. Aku menempatkan diri di sebelahnya.
Theo membuka dengan kasar halaman di majalah gosip itu satu per satu. Tidak sabar dengan kecepatan tangannya sendiri.
"Nah, ini dia," seru Theo bangga, menempatkan halaman itu di bawah hidungku. "The-Most-Wanted-Girls di HHS. Lihat kan, apa kataku. Hermione Granger berada di urutan teratas."
Mataku mengikuti telunjuk Theo yang berada tepat di atas foto Hermione Granger. Di foto itu, Hermione Granger mengenakan gaun santai yang pendek berwarna abu-abu gelap. Kakinya yang jenjang terekspos dengan jelas, berakhir tepat di bawah mata kaki di mana ia mengenakan sneakers yang entah bagaimana bisa cocok dengan gaun itu. Rambutnya lebih panjang dari yang kulihat tadi pagi, terurai lembut di belakang punggung. Ia sedang duduk di kursi taman sekolah, membaca dengan serius sebuah buku tebal. Posisi duduknya semakin membuat pahanya terlihat makin jelas.
Aku baru sadar memandangi paha Hermione Granger ketika Theo bersiul di sebelahku. Aku buru-buru mengalihkan pandang.
"Aku tau kau memandangi pahanya, Draco," ejek Theo. "Dan aku tidak bisa menyalahkanmu."
Aku cepat-cepat mencari apa saja yang bisa mengalihkan komentar Theo. "Oh, aku baru tau ini nama tengahnya. Hermione Jean Granger…"
"Yeah. Nama yang cantik. Sama sepertinya pahanya, huh?"
"Theo," erangku. "Lupakanlah."
Theo malah tertawa. "Baiklah. Tapi aku akan membahasnya suatu hari nanti."
Pipiku panas.
"Hei, apakah kau mau melihat The-Most-Wanted-Boys juga?" tawa Theo.
"Bukankah kau sudah membacanya?"
"Belum. Aku masih normal, aku hanya membaca yang cewek."
"Baiklah. Terserah padamu."
Dengan sama yang sama ketika ia mencari halaman sebelumnya, Theo membolak-balik majalah mencari majalah yang dimaksud. Ia berhenti di halaman di mana terdapat foto Hermione Granger lagi, namun dengan judul "The-Most-Dashing-Boys in Hermione Granger's Opinion."
"Well, setidaknya di sini Hermione Granger mengenakan jins," celetuk Theo tidak penting.
Aku mengabaikannya. "Apa ini?"
Theo membaca artikel itu sebentar. "Oh. Ini daftar sepuluh cowok tampan menuut Hermione Granger."
Dadaku terasa aneh mendengar ini. "Bacakan untukku, Theo."
Theo memberikanku tatapan sebal sebelum mulai membaca artikel itu. "Dalam rangka ulangtahun Hermione Granger yang ketujuh belas pada September kemarin, Hogwarts Gossip memutuskan unt—"
"Langsung ke daftarnya saja, Theo," pintaku dengan penuh harap.
Theo melemparkan pandangan aneh padaku. "Oke…"
"Tempat ke sepuluh ditempati oleh Kapten Baseball HHS yang terkenal, Roger Davies. Hermione mengatakan bahwa Davies adalah cowok yang manis dan pengertian—omong kosong, Davies sangat idiot dan kasar," cetus Theo. "Lanjut—Sementara itu, Ron Weasley, salah satu sahabat Hermione, menempati posisi sembilan—aku yakin ini hanya karena Granger simpati dan tiak enak hati pada Weasley yang bau itu—delapan ditempati oleh calon wakil siswa, Ernie Macmillan. Macmillan sendiri pernah menjadi pacar Hermione beberapa bulan yang lalu—hah, seperti aku peduli—"
"Theo," potongku. "Bacakan saja daftarnya. Jangan artikelnya."
"Kau tidak sabaran sekali, Draco," seringai Theo. "Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa," sergahku. "Kau harus cepat. Bel sudah berbunyi dan Mr Snape akan datang sebentar lagi."
"Atau itu karena Hermione Granger sudah datang?" dengan pandangannya, Theo menunjuk Hermione Granger yang duduk dengan teman-temannya jauh dari kami.
"Tidak," jawabku. "Ayolah, Theo."
"Baik, baik," sahut Theo, setengah-kesal setengah-mengesalkan.
Aku mendelik padanya.
"Sampai mana aku tadi? Ah ya. Posisi tujuh oleh Neville Longbottom—astaga, Granger butuh kacamata. Enam ditempati Blaise Zabini—demi kaus kaki Mr Snape yang paling bau. Lima adalah Dean Thomas—akhirnya ada yang normal juga. Posisi empat ditempati Harry Potter—kasusnya sama dengan Ron Weasley tadi."
Aku memandang Hermione Granger yang sedang berbisik-bisik dengan Harry Potter. Mereka tampak sangat cocok dan serasi, pikirku sedih.
"Sekarang yang paling menengangkan, tiga teratas. Oke. Posisi nomor tiga adalah Cedric Diggory—tidak mengherankan. Sementara posisi runner-up adalah—eh? Tidak salah?"
Aku kembali memandangi Theo. "Ada apa?"
Theo menatapku dengan mata bersinar jahil. "Aku tau selama ini Hermione Granger naksir padaku," ia mengedipkan satu matanya. "Lihat, Theodore Nott menempati posisi ke dua. Ha!"
Aku mengangkat kedua alisku, tidak percaya.
Theo menatapku dengan panangan jengkel. "Kau tidak percaya? Dengarkan ini: Pada posisi runner-up alias posisi kedua, Hermione memilih Theodore Nott, Kapten Voli HHS. Sangat mengherankan mengingat mereka berdua tidak pernah berkencan—juga dengan fakta bahwa Nott sepertinya tidak tertarik pada Hermione. Nott sendiri memang cowok tampan yang disukai banyak gadis HHS, walaupun tidak pernah ada kabar ia pernah menjalin hubungan dengan siapau pun. Banyak spekulasi bahwa Nott sebenarnya gay dan pasangannya adalah Draco Malf—ah, shit! Aku normal, idiot!"
Theo memberikan tatapan marah pada majalah itu. Aku tertawa.
"Aku tidak peduli kau benar-benar gay, Theo," kataku di sela-sela tawa. "Tapi aku tidak mau menjadi pasanganmu."
Theo tidak mengindahkanku, ia malah terus membaca majalah itu dengan serius. Lama-lama, seringainya muncul di wajahnya dan ia menyeringai dari telinga-ke-telinga sambil menatapku.
"Kau tak akan percaya ini, Draco," sergah Theo.
Aku mengeryit melihat ekspresinya. "Mengapa kau memasang ekspresi seperti itu?"
"Baiklah, dengarkan ini," sahut Theo, seringainya maskin lebar. "—adalah Draco Malfoy. Banyak orang yang tidak mengenal Mafoy. Namun sebenarnya, Malfoy sendiri mudah dikenali dengan rambut pirang-pucat, tubuh tinggi tegap, kacamata dan, tentu saja, wajah tampan. Mungkin ini juga alasan Hermione memilih Malfoy sebagai posisi nomor satu di daftarnya. Ya, memang mengagetkan ketika mengetahui bahwa Hermione yang cantik dan populer, memilih Malfoy sebagai cowok paling tampan dalam daftarnya. Mengutip kata-katanya, Hermione mengatakan bahwa Malfoy adalah 'tipe-cowok-yang-selalu-menjadi-tipe-cowok-idamannya-sejak-kecil'."
Aku hanya bisa berkedip-kedip tolol setelah Theo menyelesaikan bacaannya.
"Tidak mengherankan dia repot-repot mengajakmu ke Klub Jurnalisti yang payah itu, Draco," ujar Theo dengan nada menggoda, masih menyeringai.
"Apa—apa maksudnya itu, Theo?" tanyaku setelah menemukan suaraku kembali.
Theo memutar bola mata gelapnya. "Artinya, Granger menganggapmu tampan, bodoh. Dan kemungkinan besar ia suka padamu."
Mataku langsung menatap Hermione Granger yang sedang menulis. Pikiranku berkabut, jantungku berdegup. Jawaban Theo tidak benar-benar menjawab pertanyaanku. Apa maksudnya?
Seperti sadar diperhatikan, Hermione Granger menoleh. Matanya lagi-lagi bersiborok dengan mataku. Mata coklat yang hangat dan besar. Ujung-ujung bibirnya yang terpoles lip-gloss tertarik ke atas. Hermione Granger tersenyum lagi padaku.
Tanpa sadar, aku balas tersenyum.
-oOo-
Dramione pertama. Aku tidak menyangka bisa bikin Dramione seaneh dan segila ini.
Pertama, aku ingin berterima kasih pada semua orang yang telah mereview fic-fic abalku sebelumnya. Terima kasih utk semua saran dan nasihatnya. Aku senang sekali. Aku memang selalu bermasalah dengan garis saat ganti adegan itu. Ketika aku ketik di Ms Word, semuanya baik-baik saja. Tapi ketika muncul di FFn, gari itu menghilang semua entah ke mana. Jadi aku pakai cara baru.
Kedua, aku berencana membuat fic ini jadi multi-chapter. Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa tentang kelanjutannya dan jujur aja, aku juga nggak tau kelanjutannya bakal kayak apa. Aku butuh sara-sarannya.
Ketiga, supaya lebih jelas aja, karakter Draco di sini bukan yang seperti biasanya. Draco adalah cowok culun, pinter, berkacamata, tapi seksi dan ganteng ampun-ampunan. Dan aku suka sekali Draco yang seperti ini. Hermione sendiri juga beda dari karakter aslinya, tapi ngga jauh-jauh amat. Aku tau ini beda dan tidak biasa, tapi aku masih berharap kalian suka.
Ketiga, review please? Aku sedang berusaha keluar dari zona nyamanku. Aku butuh, saran, nasihat, apa saja. Jadi, sekali lagi, review please? *puppyface*
DarkBlueSong
