Dia memandang keadaan disekitarnya, mengedarkan pandangan. Matanya yang jernih dan tatapan lembutnya menelanjangi beberapa objek benda yang dapat tertangkap oleh lensa optiknya. Mata itu, mata yang biasanya selalu memancarkan kehidupan sedikit meredup. Walau tak terlihat ketika kau melihat eksperesi wajahnya yang tanpa emosi, tapi ketika kau jeli kau akan menemukan setitik noda emosi, tentu saja itu karena kedua bola matanya tidak dapat berbohong.

sendu.

Masih mengedarkan pandangannya, berusaha menangkap apa saja yang bisa ia tangkap oleh mata telanjangnya untuk menenangkan pikiran walau sedikit begitu pikirnya. Tapi ternyata tidak membantu malah atmosfer di sekitarnya semakin menghimpit rongga dada hingga serasa mengurangi pasokan Oksigen yang dikonsumsi oleh paru-paru. Usaha menenangkan diri tidak berhasil membuat pancaran sorot matanya makin tidak fokus. Memejamkan bola matanya, dan "huuhh" menghembuskan nafas kuat-kuat. Berharap kekalutannya ikut terpental keluar bersama Karbondioksida yang dihasilkaan.

Mata itu terbuka perlahan bersamaan dengan tangan rapuhnya yang terbungkus oleh kaus putih lengan panjang dibalut coat musim semi berwarna hijau tua mengangkat kertas yang sebelumnya ia pegang. Iris blue shapphire itu memindai setiap kata yang tercetak dikertas dengan serius. Berdoa agar apa yang tertulis disana berubah. Namun ternyata tidak, hasilnya tetap seperti yang sebelum-sebelumnya, sama.

…positif.

Kenapa bisa?

.

.


.

.

Shiawase ke mede

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

A fanfiction presented by

Azalea Xafier

Pair: Akakuro slight AkaFuri

Rate : M (untuk masalah dalam cerita)

warning!

Mengandung Unsur YAOI / BoysLove, typo (s), AU, OC, OOC, MPREG,

Disetting cerita boysLove dianggap hal biasa.

Apabila terjadi kesamaan dan hal-hal lainnya saya tidak bermaksud seperti itu karena ide cerita ini murni dari saya.

Karena ini tulisan pertama saya, maaf bila begitu buruk dan acak-acakan. Kritik dan saran akan diterima, Mohon bimbingannya.

.

don't like don't read

.

please enjoys

'

'


.

.

Semua diawali ketika diadakan makan malam keluarga dirumahnya, lebih tepatnya rumah yang aku tinggali bersama dengan keluargaku, ayah, ibu, nenek, kakak perempuan dan kakak sepupu laki-lakiku. Aku tidak merasakan sebuah firasat atau perasaan yang aneh dengan makan malam waktu itu, hanya saja ketika melihat hidangan yang disajikan, merasa kalau makan malam kali ini terlihat lebih mewah. Tapi tidak dipikirkan sampai-sampai kening berkerut terlihat tua. Toh tidak masalah bagiku karena ayah dan Ibu beberapa kali mengundang teman dekat ataupun teman bisnis untuk makan malam bersama. Menambah teman dan saudara begitu kata mereka. Sebelumnya bagaimana kalau aku mengenalkan anggota keluargaku terlebih dahulu, yang pertama adalah Ayah.

Ayahku bernama Kuroko Akira. Beliau menyelesaikan pendidikan di University of California dibidang UC San Diego School of Medicine. Aktif ikut serta dalam berbagai riset dibidang kesehatan maupun berdiskusi dengan professor terkenal.

Ibuku bernama Mayuzumi Sayuri, sekarang menjadi Kuroko Sayuri. Sebelum bertemu dengan Kuroko Akira yang sekarang telah menjadi suaminya adalah seorang apoteker disebuah perusahaan Farmasi yang cukup besar.

Setelah menikah, Sayuri mengundurkan diri dari pekerjaannya dan bersama dengan sang suami memutuskan untuk membuka sebuah klinik kesehatan, tidak terlalu besar dan menamainya BLUME MEDICINE. Setelah bertahun-tahun klinik sederhana tersebut berkembang, dibangunlah rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap dan didukung oleh teknologi canggih BLUME MEDICAL CENTRE.

Dari pernikahan ini Ibu melahirkan kakak pertamaku, bayi pertama dengan jenis kelamin perempuan. Kuroko Tetsuna, bayi perempuan cantik dengan visual menyerupai sang ibu baik fisik maupun tingkah laku. Rambut birunya, mata blue shappire—nya, senyum manisnya, prilaku ramah dan cerianya, semua yang ada pada Kuroko Sayuri ter—copy secara sempurna pada diri Kuroko Tetsuna. Sekarang sedang menyelesaikan program graduate, Skaggs School of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences ditempat Ayah belajar dulu University of California San Diego.

Kemudian lahirlah aku sebagai anak kedua, dengan jenis kelamin laki-laki tentu saja. Walau banyak yang mengatakan kalau aku tidak terlihat seperti laki-laki pada umumnya. Ketika fakta mengatakan kalau Kuroko Tetsuna itu sangat cantik sebagai seorang gadis, maka aku dengan kesal mengakui kalau apa yang ada pada visualku adalah Kuroko Tetsuna versi laki-laki. Bishounen. Mereka memanggilnya begitu. Yang membedakan kami adalah hawa tipis dan wajah minim ekpresi milik Ayah yang menempel padaku. Sekarang aku sedang menempuh pendidikan undergraduate di University of Tokyo Fakultas Ekonomi.

Dari kecil aku mempunyai keinginan dan bercita-cita untuk menjadi seorang chef. Aku selalu merasa ketika berhubungan dengan dapur dan bahan-bahan masakan adrenalinku seakan tertantang untuk mencoba dan mencoba resep baru sehingga menghasilkan hasil masakan yang baru pula. Keahlian memasak yang aku punya adalah turunan dari nenek pihak ayah. Nenek sangat pintar memasak.

Ketika berumur 6 tahun,Ibu meminta izin dari Ayah untuk mendaftarkanku pada sekolah kursus memasak untuk anak-anak. Ayah terlihat setuju karena sadar bahwa mereka sibuk dan jarang berkumpul bersama, beliau berfikir dengan ikut kursus memasak ini aku melakukan kegiatan yang aku sukai. Tentunya jadwal kursus memasak disesuaikan dengan jadwal les privat di Rumah yang mulai aku jalani. Kegiatan ini berlangsung hingga aku mulai memasuki SEIRIN KŌKŌ.

Di ulang tahunku yang ke 17, Ayah dan Ibu memberiku hadiah yang tidak pernah aku fikirkan. Sungguh, sebuah café sederhana yang tidak terlalu besar namun didesain dengan gaya vintage yang sangat nyaman. Ayah mengatakan café ini adalah usaha pribadiku, selain untuk menyalurkan hobby dan kemampuan memasak yang aku punya juga karena beliau merasa aku tidak pernah meminta sesuatu padanya.

Yahh… aku juga tidak tahu harus meminta apa kepada beliau ketika semua yang aku butuhkan sudah mereka penuhi tanpa aku memintanya. Aku sangat berterimakasih.

Karena Ayah mengatakan kalau café ini milikku, maka semua pengelolaannya juga diserahkan padaku. Ayah memberiku modal awal sekaligus petuah-petuah cara berbisnis. Jangan segan untuk meminta saran padanya atau pada siapapun yang lebih berpengalaman apabila mengalami kesulitan. Aku mengangguk meng—iyakan. Ahhh…aku terlalu panjang bercerita tentangku ternyata.

Selanjutnya Nenek, tidak banyak yang dapat aku ceritakan tentang Nenek. Nenek sangat dekat denganku. Banyak kegiatan yang aku lakukan bersama dengannya ketika kecil.

Kemudian yang terakhir adalah Mayuzumi Chihiro. Tenang…dia bukan anak hasil hubungan gelap Ayah karena nama keluarganya berbeda. Chihiro adalah kakak sepupuku dari pihak Ibu. Orang tuanya tidak akur dan akhirnya bercerai. Chihiro kecil tidak diperhatikan sehingga memilih ikut dengan keluarga kami yang sangat dekat dengannya waktu itu ketika orang tuanya memutuskan berpisah sampai menikah lagi dengan pasangan baru masing-masing.

Ibunya hanya sesekali melihat dan menanyakan kabar, namun ketika Ibunya dikabarkan memiliki anak dengan suami barunya, sang ibu tidak lagi menjenguknya. Tanpa kabar sedikitpun. Ayahnya? tidak sekalipun menampakkan wujudnya.

Chihiro-nii, begitu aku memanggilnya, berada 4 tahun diatasku dan 1 tahun diatas Tetsuna. Sekarang sudah bekerja di Rumah sakit milik Ayah. Dialah yang akan menggantikan posisi Ayah suatu saat nanti. Tidak dapat menolak atau lebih tepatnya tidak ingin menolak sama sekali. Chihiro-nii berkata kalau dia ingin melakukan apa yang bisa Ia lakukan untuk membalas semua hal baik yang selama ini Ia dapatkan dari Ayah dan Ibu yang tidak ia dapatkan dari orang tua yang sesungguhnya. Chihiro-nii juga sangat protective terhadap aku dan juga Tetsuna, lebih-lebih terhadapku.

"Chihiro-nii, aku ini laki-laki. Aku bisa menjaga diriku dengan baik," begitu protesku suatu waktu ketika melarangku untuk ikut acara Camping musim panas yang diadakan oleh sekolah saat masih di TEIKO HIGH SCHOOL, "Chihiro-nii harusnya lebih menjaga nee-san yang memasuki masa puber," Lanjutku lagi.

Dan jawaban yang aku dapat membuatku ingin sekali melemparinya dengan kotoran hidung.

"Tet-chan, wajah manismu itu lebih rawan dan mengundang bahaya daripada wajah Tetsuna yang cantik. Sadar dirilah. Jadi batalkan saja rencananya, kemarikan tasmu," melenggang berlalu setelah berhasil menarik perlengkapan tas dan segala perlengkapan camping musim panasku. Sempat terjadi tarik menarik terlebih dahulu, tapi kekuatan tak bisa berbohong. Dan aku dipihak yang kalah. Lagi. Dan aku hanya bisa menurut.

Kembali ke acara makan malam kali ini, aku tersentak kaget ketika Ayah dan Ibu berdiri untuk menyambut tamu setelah diberi tahu oleh kepala pelayan kalau keluarga Akashi sudah tiba. Ahhh… Aku melamun. Ternyata tamu yang ditunggu untuk makan malam kali ini dari keluarga Akashi. Mereka terlihat saling menyapa menanyakan kabar dengan sangat akrab berlanjut hingga ke meja makan yang sudah tersedia dengan hidangan makan malam.

Akashi Masaomi sang kepala keluarga yang masih terlihat sangat tampan dan gagah meski sudah berusia memasuki kepala lima. Akashi Shiori, Istri yang sering menemani sang suami ketika melakukan perjalanan bisnis tetap terlihat dewasa dan cantik serta yang terakhir adalah Akashi Seijurou. Lulusan undergraduate di University of Oxford jurusan Bisnis dan Manajemen dengan presdikat cumlaud kemudian melanjutkan program graduate di Universitas yang sama untuk mengejar gelar Master of Business Administration. Lulus satu tahun setelahnya.

Sebentar lagi Akashi seijurou akan menjabat sebagai Direktor menggantikan sang ayah yang berencana untuk mengundurkan diri dengan alasan menikmati masa tua dan anaknya lebih dari mampu untuk menempati posisi tersebut. Akan tetapi Akashi Masaomi tidak lepas tangan begitu saja, beliau tetap mengawasi dan memantau perusahaannya yang bergerak dibidang pariwisata walau secara tidak langsung. Beliau percaya anaknya mampu.

Ketika dia berfikir bahwa makan malam kali ini sama dengan makan malam yang sebelum-sebelumnya, ternyata salah. Selepas makan malam selesai kami diharuskan berkumpul diruang keluarga ditemani dengan teh panas dan cemilan ringan. Obrolan yang awalnya ringan menjadi berat ketika Ayah dan Ibu serta Akashi-san mengutarakan maksudnya. Aku masih mengingat jelas pembicaraan kami waktu itu.

…perjodohan.

Dengan alasan mempererat persahabatan Ayah dan Ibu dengan keluarga Akashi yang sudah terjalin sejak lama, mereka bermaksud menikahkan aku dengan pewaris tunggal perusahaan CHERVEN CORPORATION , AKASHI SEIJUROU.

Aku ingin berkata tidak tapi ternyata memang tidak ada satupun alasan yang bisa aku gunakan untuk menolaknya setelah semua kebahagiaan melimpah yang selama ini Ayah dan ibu beri.

Dan aku KUROKO TETSUYA. Inilah ceritaku…

.

.


.

.

Mobil sedan hitan mewah itu melaju dengan kecepatan konstan, sang pengemudi membawa mobil tersebut dengan tenang. Berusaha tetap serius menyetir walau sesekali sang sopir melirikkan matanya kearah sang tuan muda yang duduk dikursi penumpang. Tuan mudanya terlihat banyak pikiran akhir-akhir ini. Terlihat kacau dan terlihat beberapa kali menghembuskan nafas dengan kasar. Membelokan arah mobil ketika tempat tujuan terlihat, melajukan pelan-pelan mobil hitam itu tak terlalu jauh dari area kampus tempat tuan mudanya menuntut ilmu di University of Tokyo.

Mobil berhenti, sang sopir hendak membuka pintu di sampingnya ketika dihentikan oleh suara dari arah belakang.

"Tidak perlu turun, aku bisa membukanya sendiri Fujiwara-san," sebelah kaki keluar, "jemput setelah aku mengirimkan pesan," keluar sepenuhnya dan menutup pintu mobil itu kemudian.

Kaca hitam mobil disamping kemudi turun, Fujiwara sang sopir menolehkan kepalanya, "baik tuan muda, semoga hari anda menyenangkan." Katanya kemudian. Melajukan mobil setelah tuan mudanya melangkah menjauh menuju Fakultas Ekonomi. Seperti biasa.

Hari ini ada jadwal perkuliahan setelah jam makan siang. Tak berniat sedikitpun untuk mengisi perut siang ini walau Ia merasa sedikit lapar. Difikirannya terus memproses setiap kejadian yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Tentang Dia, tentang dirinya, tentang pendidikannya, tentang pernikahanya dan juga tentang… -sesuatu yang hadir di dalam dirinya.

"... Tsuya!"

… hening.

"Tetsuya ... Oi Tetsuya! Kau mendengarku."

Sesuatu menepuk pundak kirinya, sedikit terlonjak dengan cepat menolehkan kepalanya kearah si tersangka penepuk pundak.

"Ogiwara-kun, kau mengagetkanku." Jengkelnya, walau masih dengan wajah datar tanpa emosi.

"Maaf," cengiran tanpa dosa diberikan kepada Kuroko, "Aku sudah memanggilmu beberapa kali tapi tak ada respon. Kau melamun?" Tanya Ogiwara.

"Tidak, aku hanya berpikir untuk membolos mata kuliah Mr. Kagetora siang ini."

"HAHHH."

Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Ogiwara Shigehiro. Bagaimana tidak? Setelah bertahun-tahun bersahabat dari semasa mereka masih mengenakan pampers kesana-kesini hingga sekarang, baru kali ini Ogiwara mendengar perkataan melenceng seorang Kuroko Tetsuya, ah tidak lagi tapi Akashi Tetsuya. Berdiri mematung seraya memperhatikan baik-baik anggota tubuh Tetsuya, siapa tahu saja terdapat goresan tak kasat mata yang menyebabkan sahabat masa kecilnya bertingkah aneh.

"Oii tunggu Tetsuya," berlari mengejar Tetsuya yang telah berjalan kembali menuju ruang perkuliahan, "Apa kepalamu terbentur sesuatu," menangkup kepala berhelaian biru lembut dan memindainya seakan mesin scan.

Menepis tangkupan tangan itu dari kepalanya,

"Kau berlebihan Ogiwara-kun. Aku tidak terbentur sesuatu."

"Benarkah, tapi kau bertingkah aneh."

Bagaiman tidak aneh, seorang Kuroko Tetsuya yang dia kenal adalah anak paling penurut yang dia kenal, hidupnya sangat lurus, tiba-tiba mengatakan ingin bolos kuliah. Ini benar-benar seperti bukan Tetsuya.

"Tetsuya, apakah terjadi sesuatu."

Hening. Tetsuya tetap melangkah dengan tenang.

"Tetsuya, kau bisa bercerita kepadaku kalau kau mau!"

Masih hening. Hanya saja sekarang Tetsuya memandang balik tepat kearah Ogiwara. Mereka saling menatap tepat kearah bola mata masing-masing. Kelereng coklat menatap blue shappire dengan serius, berusaha untuk menyelami apa yang dipikirkan Tetsuya melalui kontak mata tersebut.

"Sampai kapan kalian akan saling menatap penuh cinta seperti itu."

Ogiwara yang baru akan membuka mulutnya kaget langsung menoleh kerah sumber suara. Disana berdiri tidak jauh dari posisi saling tatapnya dengan Tetsuya Mr. Kagetora dosen mata kuliah siang ini dengan beberapa buku dan perlengkapan mengajar lainnya. Ogiwara berdiri kikuk.

"Bapak tidak masalah kalian mesra-mesra, lain kali jangan ditengah-tengah pintu. Cobalah ditempat yang penuh bunga."

Terdengar tawa pecah disekitarnya. Ogiwara hanya mampu tersenyum dan berdiri kikuk, ia malu, sungguh. Ia baru tersadar kalau sekarang telah menjadi tontonan mahasiswa di sekitarnya. Matanya melirik ke arah Tetsuya disampingnya, namun anak itu sudah hilang tak berbekas dari tempat semula dan sekarang malah sudah duduk santai dikursi siap menerima ceramah tentang bisnis dari Mr. Kagetora.

Ahh, kemampuan misderectionnya sangat berguna untuk hal-hal terjepit seperti ini. Ogiwara buru-buru membungkuk sopan ke Mr. Kagetora dan langsung melesat menuju kursi tak jauh dari Tetsuya.

Dan belajar itu berlangsung setelahnya.

.

.

Kelas sudah lengang walau masih ada beberapa mahasiswa yang berada diruangan, mereka terlihat sedang membahas materi yang baru saja mereka pelajari selebihnya hanya duduk untuk membicarakan hal-hal ringan seraya bergossip. Perkuliahan Mr. Kagetora telah selesai beberapa saat yang lalu.

"Kemana setelah ini Tetsuya? Langsung pulang!"

Ogiwara berjalan menghampiri Kuroko yang sedang membereskan perlengkapan alat tulisnya dengan perlahan dan telaten.

"Mau mampir ke MajiBa," tawarnya, "Segelas vanilla Milkshake ukuran jumbo bisa menghiburmu." Katanya lagi.

Kuroko berpikir sejenak, berdiri dan menenteng vintage tote bag berdesain simple ditangan kirinya. Berjalan keluar kelas dengan Ogiwara disisi kanannya.

"Satu gelas ukuran jumbo gratis dari Ogiwara untukku," cetus Kuroko setelah terdiam cukup lama, "Aku tidak menerima penolakan." Sambungnya lagi tak memberi kesempatan kepada Ogiwara untuk menolak.

"Baiklah, satu gelas saja"

Ogiwara hanya mampu pasrah.

"Seharusnya kau yang mentraktirku Tetsuya, Suamimu itu kaya," –ternyata tidak karena menyerukan protes.

"Ya, sangat kaya." Sambung Kuroko datar.

Canggung. Keduanya meneruskan berjalan ke arah luar area Fakultas menuju tempat yang mereka jadikan tujuan dengan pikiran masing-masing.

"apakah jemputanmu sudah datang?" akhinya Ogiwara memecahkan keheningan nan canggung itu. Mengedarkan kepalanya guna mencari apakah mobil hitam yang biasa menjemput sang sahabat ada disekitarnya. Walau sudah bersahabat sangat lama dan terbiasa dengan seorang Kuroko yang selalu to the point ketika mengatakan sesuatu, tapi untuk masalah ini Ogiwara selalu merasa ada dinding tak kasat mata yang dibangun oleh Kuroko. Menatap lirih punggung itu, punggung yang terlihat kuat namun sebenarnya sangat rapuh.

"Belum, aku belum mengirim pesan untuk menjemput, nanti saja." Sambil terus berjalan meninggalkan Ogiwara sedikit dibelakangnya.

"Baiklah, beritahu Fujiwara untuk menjemputmu di MajiBa saja atau kita bisa pulang bersama naik bus, arah rumah kita sama,"

Walau terus berjalan tak urung Tetsuya memikirkan tawaran sahabatnya.

"Naik bus bukan ide yang buruk, sudah lama sekali dari terakhir aku bepergian menggunakan bus."

"Ya, sudah lama sekali dan jarang," sahut Ogiwara dengan tersenyum ringan dan berjalan sedikit cepat untuk menyusul Tetsuya yang beberapa langkah didepannya.

"Bagaimana lagi, Ayah dan Ibu melarangku naik bus sendirian. Mereka baru memberi izin kalau ada Ogiwara-kun apalagi Chihiro-nii ."

"Itu takdir mu Tetsu-Chan, Terima Saja. Hahaha-...

BUUAKK!

...-ouchhhh."

Ogiwara memekik keras ketika kepalan tangan Tetsuya mendarat dengan cantik diperutnya, "Itu sakit Tetsu-chan," badannya menunduk dengan tangan mengelus pelan-pelan perut yang terkena ciuman tangan Tetsuya, "ohhh…ampun Tetsuya cukup sekali saja," berkata cepat seraya menjauhkan sedikit badannya ketika melihat si pemuda biru mengangkat tangan kanannya lagi.

Jujur walau tangan putih mulus Tetsuya itu terlihat kecil nan ringan tapi ketika pukulannya menyapa anggota tubuhmu percayalah keesokan harinya akan ada hal yang terjadi pada tubuhmu seperti efek samping.

Ini menurut pengakuan beberapa korban sebut saja Aomine Daiki yang demam keesokan harinya padahal sebelum itu dia masih semangat bermain basket dan merasa tubuhnya sehat-sehat saja, atau Chihiro sang sepupu yang mengalami masalah pencernaan alias diare padahal ia menjaga pola makannya dan seingatnya seharian itu ia tidak mengkonsumsi sesuatu yang aneh.

Ada juga Kagami Taiga yang tidak bisa bangun seharian karena merasakan tulang-tulangnya serasa dilolosi dari tubuhnya padahal sebelumnya dia tidak merasa melakukan kegiatan yang membuatnya banyak bergerak karena seharian itu ia bermalas-malasan sambil membaca majalah olahraga yang baru dibelinya dan juga Ogiwara sendiri. Dulu ia memuntahkan isi perutnya berkali-kali hingga lemas, tubuhnya waktu itu tidak manunjukkan panas karena demam ataupun memiliki tanda penyakit lainnya karena sudah diperiksa oleh dokter yang berpengalaman dan itu adalah Kuroko Akira tidak lain tidak bukan merupakan Ayah kandung Tetsuya sendiri.

Untuk sekarang ini Ogiwara berharap tidak terjadi sesuatu dengan dirinya esok hari. Namun pukulan Tetsuya tadi memang sakit tapi tidak cukup keras seperti dulu. Tetsuya memang tidak memukul sekuat tenaga lagi setelah mendapat petuah dan amanah dari Nyonya Sayuri tentang bahayanya pukulan maut penuh cinta miliknya terhadap beberapa korban yang pernah ditangani.

.

.


.

.

Berjalan pelan ketika melewati ruang tamu, matanya menangkap objek merah dan coklat yang terlihat berbincang dengan akrab. Familiar, warna yang familiar dikesehariannya. Terlihat sedang membicarakan sesuatu yang menarik dan kemudian tertawa bersama, tawa yang terlihat sangat bahagia seolah tak memiliki masalah. Tak mempedulikan keadaan di sekitarnya ketika apa yang ada didekatmu bisa membuatmu bahagia. Tertawa bebas, sederhana saja, seperti itu.

"Akashi-Cchi, Furihata-Cchi Ayo Makan Malam Bersama, Pelayan Sudah Selesai Menyiapkan Makan Malamnya-Ssu ,"

Terdengar teriakan menggelegar diikuti dengan suara langkah yang sedikit menghentak terburu dari arah dapur menuju arahnya, ruang tamu. Kise Ryouta pemuda ikemen yang memili rambut seperti warna bunga matahari. Terang yang menyilaukan, seorang model.

"Aka—ahhhhh... Kuroko-kun, kau mengagetkanku. Sejak kapan kau disana?" serunya keras karena kebiasaan berbicara dengna nada sedikit tinggi dan juga efek kaget.

Tawa bahagia itu berhenti setelahnya, dirinya menjadi objek tatapan seperti seorang tersangka yang telah menghancurkan kebahagiaan yang terjalin. Selalu seperti itu jika mereka yang melakukannya. Tetsuya berusaha tetap untuk berdiri tenang dan memasang wajah tanpa emosi seperti biasanya.

"Tetsuya-Sama anda Sudah Pulang, Okaerinasai,"

Fujiwara datang disaat yang tepat. Membungkuk badan sekilas kearah tuan mudanya yang sekarang melihatnya, lalu meraih tote bag yang ada ditangan Tetsuya dan maju lebih dekat untuk melepaskan coat hitam yang masih melekat ditubuh mungil tuannya.

"Tadaima," sahut Tetsuya pelan setelah Fujiwara berhasil melepas garment lapisan luar yang membungkus tubuhnya seharian ini.

Mengacuhkan sekitarnya, berjalan kembali kearah kamarnya yang sempat tertunda dilantai atas. Fujiwara mengikuti dibelakangnya setelah menunduk sopan kearah Akashi dan tamunya. Berlalu.

"Tuan ingin langsung mandi atau makan malam terlebih dahulu?"

Fujiwara kembali bertanya setelah meletakkan tas dan juga coat milik Tetsuya pada tempatnya. Memandang wajah yang terlihat sendu didepannya.

"Mandi, aku sedikit lelah dan ingin berendam dengan air hangat terlebih dahulu."

"Baik, saya akan menyiapkannya secepatnya."

Berbalik menuju kamar mandi dibelakangnya untuk menyiapkan semua yang dibutuhkan. Kembali setelah beberapa menit menghabiskan waktu, didapatinya Tetsuya yang sedang duduk sedikit melorot disofa empuk dengan mata terpejam.

"Air hangatnya sudah siap, saya melihat wajah tuan pucat dan terlihat banyak pikiran jadi saya menambahkan minyak bergamot beraroma sitrus agar anda lebih rilaks,"

Bangkit berdiri dari sofa empuk itu dengan malas seraya melepaskan kancing kemeja putih yang dipakainya. Berjalan kekamar mandi, "Makan malam dikamar saja. Terimakasih."

Setelahnya pintu kayu itu sepenuhnya tertutup dari dalam.

"Baik."

Berdiri sejenak kemudian keluar dari kamar untuk menyiapkan apa yang telah dipesankan.

.

.

.

TBC


.

.

—Cerita pertama, semoga bisa diterima

—Kedepannya untuk menunjang jalan cerita akan ada sedikit bashing beberapa karakter, sungguh tidak bemaksud begitu

Terimakasih

.

.

Azalea xafier