Disclamer: Vocaloid belongs to Yamaha and Crypton Future Media
Warning: AU, OOC, Shoujo-ai
Ket: Luka dan Miku seumuran 16 tahun
Distorted Princess
'Aku benci padamu!' batin seorang gadis berambut biru yang dikuncir dua.
Ia menatap ke arah kelasnya dan melihat seorang gadis berambut pink panjang yang sedang asyik mengobrol dengan teman sekelas yang lain. Ada rasa sebal di hati gadis berambut biru itu.
Gadis itu bernama Hatsune Miku, dialah gadis manis berambut biru itu. Dia gadis yang cantik dan banyak orang yang suka padanya, hanya saja Miku mampu membuat para pemuda patah hati karena ia selalu menolaknya.
Dan gadis berambut pink panjangitu adalah saingannya, Megurine Luka. Dari SD hingga sekarang kelas 2 SMA seperti saat ini mereka selalu satu sekolah, bahkan sekelas. Miku tidak menginginkannya, tentu saja karena Luka adalah rival beratnya.
Kenapa Miku selalu menggangap Luka rival-nya? Tentu saja, karena Luka bersikap seolah-olah dia jauh lebih baik dari Miku dan terlalu baik terhadap siapapun. Peringkat di sekolah sebagai murid terpintar dan gadis populer juga direbutnya, Miku menjadi sebal pada Luka.
"Luka-sama, kau terlihat manis hari ini." ujar seorang pemuda berambut ungu panjang.
"Ah, kau bisa saja memuji." ujar Luka.
"Jujur kok. Kau lebih cantik diantara berlian."
Luka hanya tersenyum saja, dia sudah biasa mendengar rayuan gombal dari pemuda satu itu, Kamui Gakupo. Luka tahu Gakupo sangat mencintainya dan meski sudah ditolak berkali-kali tetap saja Gakupo pantang menyerah.
Miku masih menatap Luka dari kursinya, tentu saja dengan pandangan sebal. Dia heran kenapa Luka bersikap layaknya Tuan Putri? Miku langsung bangun dari kursinya dan berjalan meninggalkan kelas.
Luka yang melirik ke arah Miku hanya terdiam, wajahnya terlihat bingung melihat sikap Miku yang sedikit kekanak-kanakkan. Luka hanya tersenyum tipis dan menatap ke arah Gakupo sejenak.
"Aku keluar sebentar." ujar Luka.
Ia langsung keluar dan berusaha mencari seseorang yang sudah pasti akan memarahinya, siapa lagi kalau bukan Miku. Luka ingin tertawa jika melihat kemarahan Miku jika melihat sosoknya.
Ayolah, mereka sudah bersama dari SD hingga sekarang? Sebegitu bencinya Miku pada Luka? Luka terkadang heran dengan sikap Miku yang keras kepala itu. Tapi, itulah sisi diri Miku yang manis menurut Luka.
Luka berusaha mencari Miku dimanapun, tapi tidak ketemu. Sebentar lagi juga waktunya bel masuk sekolah berbunyi. Tidak mungkin Miku akan bolos pelajaran, ia anak yang pandai dan bukan tipe yang suka membolos.
"Miku..." panggil Luka ketika ia melihat sosok Miku yang ada di dekat taman sekolah.
Miku langsung menoleh dan betapa terkejutnya dia melihat sosok seseorang yang dibencinya itu. Wajahnya terlihat cemberut, dan menatap Luka dengan ekspresi datar.
"Ada apa?" tanya Miku dengan nada datar.
"Kenapa kau diluar? Sudah mau masuk." ujar Luka.
"Terserah aku kan? Itu bukan urusanmu!"
Luka hanya tersenyum saja, toh dia sudah biasa mendengar omelan Miku dari kecil. Luka yakin Miku lebih manis jika tersenyum seperti gadis yang lain. Luka jarang melihat Miku tersenyum untuknya, selalu untuk orang lain.
"Aku hanya mengingatkan." ujar Luka.
Miku tetap saja terdiam, dan bel masuk sudah berbunyi. Miku dan Luka bergegas masuk ke kelas, tentu saja Miku masih menjaga jarak dengan Luka. Luka memperhatikan sosok Miku yang berjalan lebih dulu darinya dan hanya tersenyum kecil.
Setelah berbagai macam pelajaran yang mereka lalui, akhirnya waktu istirahat tiba. Miku hanya berada di kelas untuk makan bekal buatannya, seorang gadis berambut hijau pendek mendekati Miku.
"Hai Miku-chan, makan siang bareng yuk?" ajaknya.
"Baiklah, Gumi-chan." ujar Miku pada gadis bernama Gumi.
Mereka berdua makan bekal bersama, beberapa teman yang lain juga sama seperti mereka. Miku memperhatikan kelasnya, tidak ada tanda-tanda dari Luka. Ia hanya tersenyum tipis, berarti ia tidak akan melihat Luka saat istirahat.
"Bahagianya..." ujar Miku.
"Kenapa?" tanya Gumi.
"Tidak ada Luka disini."
"Ahaha... Kau masih benci padanya? Padahal kalian teman sejak kecil, kan?
"Tidak... Kebetulan yang mengerikan kami selalu satu sekolah."
Miku masih memakan bekalnya, kali ini lebih cepat karena emosi ketika memikirkan Luka. Gumi sudah selesai makan, ia segera ke bangkunya dan mempersiapkan buku teks untuk pelajaran nanti.
"Miku-chan, kamu sudah mengerjakan PR Matematika?" tanya Gumi.
"Hmm? Sudah..." jawab Miku, ia sudah selesai makan sekarang.
"Wah... Boleh lihat? Ada beberapa soal yang tidak kumengerti."
Tapi Miku baru ingat buku teks Matematikanya ada di loker. Ia langsung saja bangun dari bangkunya. "Ah, buku teksku ada di loker. Tunggu ya." ujar Miku.
"Iya." ujar Gumi.
Miku langsung saja bergegas menuju lokernya untuk mengambil buku teksnya. Ia membuka lokernya dan sedikit terkejut di atas buku teksnya ada sebuah surat dengan amplop berwarna pink.
'Surat cinta?' batin Miku.
Dear Hatsune Miku-san.
Apa kau punya waktu sepulang sekolah nanti?
Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.
Kutunggu sepulang sekolah di atap sekolah.
From your secret admirer
"Apa-apaan ini?" ujar Miku dengan wajah datar.
Ia sudah sering mendapat banyak surat cinta seperti itu, dan semuanya Miku tolak. Begitu juga dengan sang pengirim surat ini. Ketika pulang sekolah Miku akan langsung menolaknya terang-terangan.
Tiba-tiba bel masuk sudah berbunyi, Miku bergegas mengambil buku teksnya dan kembali ke kelasnya. Dia sudah membuat Gumi menunggu, padahal Gumi meminta Miku untuk mengajarinya.
"Gumi-chan, aku kembali." ujar Miku.
"Ah, bagus. Tolong ajari..." ujar Gumi manja.
"Ok..."
Miku mengajari Gumi soal yang sulit, untungnya Gumi hanya belum menyelesaikan dua soal sehingga ketika diajari oleh Miku dia hanya perlu mencatatnya di bukunya.
"Terima kasih, Miku-chan." ujar Gumi.
"Sama-sama..."
Akhirnya waktu pulang sekolah tiba. Gumi sudah sukses dengan PR-nya itu langsung saja pulang menuju rumahnya. Miku yang teringat dengan isi surat itu langsung bergegas ke atap sekolah, siapa pemuda yang mengirimnya surat itu.
Tapi, begitu Miku tiba di atap sekolah ia terkejut melihat sosok Luka. Ia melihat Luka sedang berdiri dan tersenyum ke arahnya. Miku merasa kesal, kenapa dia harus bertemu Luka lagi disini? Padahal Miku ingin menemui pemuda yang mengirimnya surat itu.
"Kau datang juga, Miku." ujar Luka.
"Untuk apa kau disini?" tanya Miku sinis. "Aku mencari si pengirim surat ini." ia menunjukkan surat dengan amplop pink tadi.
"Itu surat dariku."
"EH?"
Miku kaget mendengar ucapan Luka. Jadi surat itu dari Luka? Miku langsung saja merobek surat itu dan menatap Luka dari kejauhan. Pandangan matanya masih saja terlihat kesal, khas Miku jika melihat Luka.
"Lalu ada perlu apa?" tanya Miku lagi.
"Aku mau mengatakan yang sejujurnya, Miku." ujar Luka yang berjalan mendekati Miku.
"Hal yang sejujurnya?"
"Iya..."
Luka sudah berada di hadapan Miku, ia menatap mata biru Miku dengan lekat. Miku terdiam ditatap seperti itu oleh Luka. Tiba-tiba saja Luka langsung mendekatkan wajahnya pada Miku dan mencium gadis itu di bibirnya.
Miku sangat terkejut atas tindakan Luka. Apa yang dipikirkannya? Miku sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan dicium oleh orang yang dibencinya, apalagi seorang gadis sama seperti dirinya. Ia langsung saja mendorong Luka, wajahnya sudah sangat merah.
"Apa yang kau lakukan, hah?" ujar Miku marah.
"Maaf Miku, aku mencintaimu." ujar Luka.
"Eh?"
"Jujur saja Miku, aku sudah lama memiliki perasaan ini padamu."
Wajah Miku masih memerah, ia hanya bisa terdiam. Entah kenapa jantungnya berdetak kencang mendengar ucapan Luka. Tapi, ia kesal mendengarnya. Ia langsung saja menampar Luka.
"Aku benar-benar membencimu!" ujar Miku dan ia langsung saja berlari meninggalkan Luka.
Luka hanya terdiam menatap kepergian Miku itu. Ia menyentuh pipinya yang ditampar oleh Miku, sakit memang tapi Luka berusaha menerimanya. Ia tahu mungkin ia telah mengambil first kiss milik Miku. Tapi, Luka tidak akan menyerah untuk mendapatkan Miku.
"Aku serius Miku, dan aku tidak akan menyerah." gumam Luka.
.
.
.
Miku sudah berlari sejauh mungkin dari Luka dan sekarang dia berada di depan gerbang sekolah. Wajahnya terlihat lelah, tapi semburat merah masih terlihat di wajahnya. Jantungnya juga masih berdetak lebih cepat, ia masih teringat ketika Luka menciumnya.
'Kenapa? Kenapa aku masih mengingat hal tadi?' batin Miku panik.
Ia tidak tahu kenapa. Luka, seseorang yang ia benci telah mengambil first kiss-nya dan menyatakan cinta padanya. Kenapa? Miku masih bisa merasakan jantungnya terus berdetak kencang.
'Apa aku juga... mencintaimu?'
Miku langsung menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin ia bisa jatuh cinta pada rival-nya terutama seorang gadis seperti dirinya. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Miku berjanji pada dirinya sendiri.
Keesokan paginya Miku berangkat sekolah seperti biasa. Ketika ia sedang berjalan tidak sengaja ia bertemu dengan Luka, wajah Miku langsung saja memerah dan pergi meninggalkan Miku. Luka yang kebingungan itu segera menyusul Miku.
"Miku..." panggil Luka.
"Jangan ikuti aku!" seru Miku.
"Kenapa? Kita satu sekolah, kenapa tidak berangkat bersama?"
Miku terdiam, dia malas berdebat dengan Luka hari ini. Luka berjalan di samping Miku, ia memperhatikan sosok Miku yang tampaknya masih terganggu dengan hal kemarin. Luka menundukkan wajahnya.
"Maaf ya..." gumam Luka.
"Eh?" tanya Miku.
"Kemarin aku tiba-tiba..."
"Kau memang harus minta maaf, bodoh!"
Suasana menjadi hening, memang suasana diantara mereka tidak pernah bagus. Selalu saja Miku memusuhi Luka, tapi kali ini bisa saja Miku tambah membenci Luka. Harusnya begitu, tapi entah kenapa tidak bisa. Seperti ada satu sisi di hati Miku yang tidak membenci tindakan Luka kemarin.
.
.
.
Akhirnya mereka berdua sudah sampai di sekolah dan bergegas berjalan menuju kelas mereka. Teman-teman langsung saja menyapa mereka, dan dengan sikap Luka yang memang sangat ramah itu langsung saja teman-teman banyak yang berkumpul.
Miku langsung menuju bangkunya dan menaruh tasnya, entah kenapa dia merasa kesal. Dia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan sekarang. Perasaannya seperti terasa campur aduk, kesal, marah, mungkin iri.
'Kenapa kau terlalu baik pada semua orang?' batin Miku sambil menatap Luka.
Miku bisa melihat Luka yang sedang mengumbar senyum ke semua orang. Seharusnya Miku berpikir Luka adalah orang yang murah senyum, tapi kenapa Miku merasa kesal melihat Luka yang seperti itu.
"Kau terlalu baik." gumam Miku.
Tampaknya Luka mendengar ucapan Miku, ia melirik ke arah Miku dan tersenyum ke arahnya. Wajah Miku memerah dan ia menghindari tatapan Luka. Entah kenapa jantungnya berdetak kencang dan ia kembali mengingat kejadian kemarin.
'Uh... Itu kecelakaan.' batin Miku.
"Miku?" panggil Luka.
"Ah... Ada apa?" tanya Miku.
"Kau baik-baik saja, kan?"
"Tentu saja. Kau mengejekku?"
Luka terdiam mendengar amarah Miku, ia tahu mungkin ada kesalahan yang ia perbuat. Bukankah Miku memang selalu menganggap Luka itu sebagai suatu kesalahan? Luka hanya tersenyum dan mengelus rambut Miku.
"Aku tidak mengejek, hanya khawatir." ujar Luka sambil tersenyum.
Ia pergi meninggalkan Miku dan kembali berbicara dengan teman-teman yang lain. Miku masih menatap sosok Luka. Ia memegang rambutnya yang tadi disentuh oleh Luka. Wajahnya terasa panas.
'Seandainya kau hanya bersikap baik padaku.' batin Miku.
Waktu istirahat sudah tiba. Miku sudah memakan bekalnya dan ia hanya duduk di bangkunya sambil mendengarkan musik melalui earphone yang ia bawa. Meski Miku populer, tapi ia sedikit kurang bisa bersosialisasi dengan orang lain.
Meski Gumi dekat dengannya tapi Miku belum terlalu akrab dengan yang lain, hanya sebatas teman ngumpul saja istilahnya. Tiba-tiba saja Miku teringat sosok Luka yang memiliki banyak teman dan mudah bergaul itu.
'Kenapa aku mengingat dirinya?' batin Miku kesal.
Miku terdiam, ia merasa dunia tidak adil. Kenapa Luka harus menjadi seorang gadis yang cantik, pintar dan juga populer? Semua hal yang bagus ada pada dirinya. Sedangkan Miku, ia merasa biasa saja.
'Kenapa aku tidak bisa menjadi manis sepertimu?'
Setiap kali Miku memikirkan Luka ada sisi di hatinya yang merasa sakit. Sakit karena iri atau cemburu? Miku mengingat apa yang Luka lakukan padanya. Hal itu terus membuat dirinya menjadi kacau seperti ini.
"Miku..." panggil Luka sambil menepuk bahu Miku.
"Ah? Kau..." ujar Miku datar dan melepas earphone-nya.
"Kau tidak bergabung dengan yang lain?"
"Tidak..."
"Apa tidak kesepian?"
"Kumohon, jangan bicara seperti itu."
Suasana diantara mereka menjadi sunyi, meski suasana kelas ramai dengan beberapa teman sekelas yang lain. Entah kenapa Miku lebih menyukai suasana yang tenang. Luka memperhatikan wajah Miku dengan seksama, yang ditatap merasa malu.
"Kenapa melihatku begitu?" tanya Miku.
"Kau manis, Miku. Tapi, kau lebih manis lagi jika sering tersenyum." ujar Luka.
"Jangan bercanda!"
Luka sedikit terkejut dengan ucapan Miku itu. Ia melihat Miku langsung bangun dari bangkunya dan menatap Luka dengan wajah yang kesal. Selalu seperti itu. Kapan Luka bisa melihat Miku tersenyum untuk dirinya sendiri?
"Miku, kau..." ujar Luka.
"Jangan bicara sembarangan tentang diriku. Memangnya kau mengenalku?" desis Miku.
"Tentu, selama tujuh tahun terakhir ini."
"Kau menyebalkan!"
Miku langsung saja pergi meninggalkan Luka di kelas, Luka pun berusaha menyusul Miku. Tentu saja ia ingin tahu apa yang sebenarnya Miku rasakan. Tidak adil jika ia bilang ia menyukai Miku tapi ia sama sekali tidak mengetahui perasaan Miku yang sesungguhnya.
"Miku, tunggu..." panggil Luka.
"Jangan ikuti aku!" seru Miku.
"Kenapa kau tidak jujur dengan dirimu sendiri?"
Miku langsung menghentikan langkahnya, ia membalikkan badannya dan menatap ke arah Luka. Luka merasa senang Miku akhirnya berhenti dan menatapnya, tapi wajahnya masih saja datar.
"Kau suka gadis yang jujur? Kau mau menghinaku? Maaf kalau aku tidak jujur!" seru Miku dengan amarahnya.
"Aku tidak bermaksud..." gumam Luka. "Lagipula kenapa kau selalu marah?"
"Marah? Kau kira karena siapa?"
Suasana diantara mereka terasa menegangkan, auranya terasa tidak mengenakkan. Miku merasa Luka seperti menghinanya. Mentang-mentang Miku tidak bisa jujur dengan dirinya, ia ingin juga jujur dengan dirinya sendiri, terutama perasaannya.
Miku merasa tidak mampu berkata-kata, ia tidak berdaya. Ia segera berjalan meninggalkan Luka, tapi Luka menahan tangan Miku sehingga Miku tidak pergi lagi.
"Jangan lari, Miku." ujar Luka.
"Lepaskan aku!" seru Miku.
"Tidak, sebelum kau jujur dengan dirimu sendiri."
"Berhentilah mengurusi diriku dan tinggalkan aku sendiri!"
Entah kenapa hati Miku terasa sakit setelah mengucapkan kalimat itu. Luka melepaskan tangan Miku dan menatapnya dengan wajah yang sedih. Baru pertama kali Miku melihat Luka berwajah seperti itu.
"Luka..." panggil Miku.
"Kalau itu keinginanmu, baiklah. Aku akan pergi." ujar Luka.
Luka langsung saja meninggalkan Miku sendiri. Miku menoleh ke arah Luka hendak memanggilnya, tapi Luka sudah jauh dari pandangannya. Entah kenapa Miku merasa sedih setelah mengucapkan kalimat itu.
"Jangan tinggalkan aku, baka!" gumam Miku sedih, terlihat air mata di wajah cantiknya.
Miku langsung saja menghapus air matanya. Betapa memalukannya ia menangis karena Luka akan pergi darinya. Bukannya itu hal bagus? Miku tidak akan melihat Luka yang sok ramah dengan teman-teman dan tidak akan diganggunya dan tidak akan... dicium lagi.
"Memang harusnya seperti ini."
Tapi entah kenapa ada satu sisi hati Miku yang menolaknya. Ucapan Miku pada Luka tadi hanya semata-mata agar Luka berhenti menanyakan hal aneh. Semua ucapannya hanya kebohongan semata.
'Sial, ternyata aku mencintaimu...'
TBC
A/N: Huwaa...
Setelah sekian lama tidak menulis fic Luka x Miku, akhirnya aku bisa menulisnya.
Dapat ide dari lagu dengan judul yang sama...^^
Niatnya bikin oneshoot, tapi jadi 2 chapter.
Ditunggu saran dan kritiknya lewat review...^^
