WARNING!
Terlalu banyak unsur receh ala negeri kita tercinta dan bahasa yang dicampur aduk
BanG Dream bukan milik saya
Enjoy~
PROLOG
"Chisato, cepat bangun! Ayo, temani ibu ke acara arisan bulanan!" ibu dari Shirasagi Chisato itu mengguncang-guncang pundak mungil yang masih berada di bawah selimut.
"Mmmh… bukankah ibu biasanya pergi sendiri ke sana? Aku lelah sekali karena syuting sampai larut malam, Bu…" Chisato mencoba menolak permintaan ibunya itu dengan semelas mungkin.
"Ayolah, teman-teman ibu juga pada bawa anak-anaknya, kok!" sang ibu tetap tak mau kalah. "Gaya berpakaian mereka juga modis seperti kamu, ibu yakin kalian pasti bisa cepat akrab!"
Karena sudah terlalu malas untuk berdebat dengan ibunya, Chisato pun beranjak dari ranjangnya dan mulai mandi serta bersiap-siap.
Modis dari mananya? Jelas-jelas mereka setipe dengan Maya-chan dan Ako-chan semua… desah Chisato yang duduk di meja yang berbeda dengan anak-anak itu.
"Maaf! Apakah saya terlambat?" ucap seorang wanita bersurai ungu yang sebaya dengan ibunya Chisato kepada ibu-ibu arisan itu.
"Ah, Seta-san! Iya, nih, Anda telat banget!" gerutu ibu-ibu yang lain dengan nada bercanda.
Eh? Se—Seta kata mereka? Jangan-jangan… Chisato menelan ludah begitu melihat gadis tinggi besar dengan warna surai yang sama dengan ibu-ibu yang datang terlambat tadi telah berdiri di depannya.
"Yo, Chisato~" sapa Seta Kaoru, sahabatnya sejak kecil sambil duduk di kursi yang berada di hadapan Chisato. "Diseret paksa juga sama ibumu ke sini?"
Chisato menghela nafas dengan berat. "Benar juga dugaanku…"
"Dugaan karena kita akan berjodoh di tempat ini?" goda Kaoru.
"Dugaan bahwa menemani ibu pergi ke arisannya adalah pilihan yang benar-benar buruk." Jawab Chisato dengan nada kesal yang ditahan-tahan.
"Karena bertemu denganku?"
"Salah satunya itu, masalah?"
"Ahahaha… Chisato memang pemalu seperti biasa, ya?"
"Ngaca sana."
"Jangan, kasihan cerminnya nanti pecah karena pesonaku, fufufu~"
"Sakarepmu, dah." Ucap Chisato yang sudah malas berdebat dengan sahabatnya yang narsis dan flamboyan itu.
"Dih, galak…"
"Bodo."
Anak-anak dari teman-teman ibu Chisato pun mulai bisik-bisik membicarakan Chisato yang notabene terlihat sombong di mata mereka kini terlihat lebih enjoy sejak kedatangan Kaoru.
"Wah, ada apa, wahai para koneko-chan?" Kaoru menghampiri para gadis geeks itu.
Sesuai dugaan Chisato, banyak dari gadis-gadis geeks itu yang mimisan plus pingsan karena didatangi makhluk Tuhan yang paling sekseh itu. Sedangkan, yang tidak pingsan malah komat-kamit mantra yang entah apa artinya (karena mereka anak-anak goth loli yang… chuunibyou).
"Memang susah ya kalau jadi makhluk Tuhan yang paling indah, ah… benar-benar hakanai~" dan pose andalan Kaoru pun keluar.
Gusti nu Agung… tolong biarkan hamba-Mu ini pulang… Chisato yang sudah lelah hanya bisa berdoa dalam hati.
Setelah ibu-ibu arisan yang lain pulang, ibunya Kaoru mengajak Chisato dan ibunya untuk makan sore bersama karena mereka sudah lama sekali tidak bertemu semenjak Chisato dan Kaoru bersekolah di SMA yang berbeda satu sama lain.
"Tidak terasa anak-anak kita sudah mau lulus SMA ya, Bu?" ibunya Kaoru mengawali pembicaraan sambil memasang serbet pada pahanya.
"Iya, ya, Bu? Anak-anak mah kalau sudah duduk di bangku sekolah menengah pasti tidak terasa tahu-tahu sudah mau lulus saja, berbeda saat mereka masih SD." Ujar ibunya Chisato.
"Oh ya, nak Chisato sudah dapat pengumuman dari universitas yang dituju, 'kan? Kamu lolos ke universitas mana ngomong-ngomong?"ibunya Kaoru beralih ke Chisato.
"Ah, ke universitas ini, tante." Chisato sambil menunjukan website kampusnya.
"Eh? Se—seriusan kamu?" ibunya Kaoru terlihat sangat senang. "Kaoru juga lolos ke universitas itu, lho! Wah, akhirnya kalian bisa satu sekolah lagi, ya!"
Mampus gue… Chisato pun membatu.
"Berhubung kalian sudah ketahuan kuliah di kampus yang sama, bagaimana kalau kalian kami sewakan satu kamar apartemen yang sama?" usul ibunya Chisato.
Enggak, enggak, enggak! Aku pokoknya enggak mau! Chisato auto geleng-geleng.
"Waduh, saking senangnya sampai geleng-geleng begitu ah kamu~" ibunya Kaoru terkekeh.
Ini jelas-jelas gestur penolakan, tante! Ucap Chisato dalam hati.
"Anu, ibu dan tante… aku rasa Chisato tidak setuju dengan usulan kalian?" Kaoru mencoba menyampaikan maksud Chisato. "Lagipula, Chisato sepertinya tidak suka jika bersamaku…"
Kamu mau belain aku atau mau ngadu, sih?! Gerutu Chisato.
"Eh?! Lho, kenapa?" tanya keduanya kaget. "Sejak kapan kalian enggak akur begini?"
"Bu—bukannya enggak akur…" ujar Chisato. "Aku dan Kaoru memang sudah agak enggak cocok sejak pisah sekolah."
"Nah, justru itu kami mau kalian tinggal satu atap supaya klop lagi!" ibunya Kaoru memutuskan seenak jidatnya.
"Chisato, ibu tuh khawatir kalau kamu tinggal di suatu tempat saat mulai kuliah di luar kota nanti dan di sana enggak ada siapa-siapa yang kenal dekat sama kamu." Jelas ibunya Chisato.
"Tapi aku sudah besar, Bu… aku bisa menjaga diriku sendiri…" desah Chisato.
"Patuhi ibu atau kamu enggak usah lanjut kuliah?!" ibunya Chisato sedikit membentak.
Chisato dengan berat hati menurutinya. "Baiklah…"
Tiga minggu kemudian…
"Wah, hakanai banget apartemen kita~!" Kaoru terlihat sangat senang sambil membuka setiap ruangan yang ada di tempat tinggal baru mereka.
"Enggak usah banyak omong, cepat bantu aku bersih-bersih dan membereskan perabotan, Kaoru." Ucap Chisato dingin sambil memakai masker dan menyalakan vacuum cleaner.
"Siap, my princess~" Kaoru menggulung lengan bajunya dan mulai membantu Chisato.
"Nih, tolong patuhi peraturan yang aku buat untuk kita berdua selama tinggal di sini." Ucap Chisato seraya memberikan selembar kertas kepada Kaoru begitu selesai beres-beres.
"Lho, kok kamu main buat aja tanpa minta pendapatku?"
"Bisa makan waktu kalau aku diskusikan dulu sama kamu."
Kaoru menghela nafas. "Baiklah, baiklah… aku mengerti, tapi—"
"Tapi apa? Mau protes?"
"Bukan begitu, kalau seandainya kamu sakit atau ada masalah aku boleh 'kan langsung nyelonong ke kamarmu?" terlihat dari matanya, Kaoru begitu mengharapkan persetujuan dari Chisato.
"Justru malah aku yang akan cukup sering main masuk ke kamarmu."
"Lho, kenapa?"
"'Kan kamu bego, penakut pula." Ejek Chisato. "Paling sedikit-sedikit teriak ketakutan kalau ada yang ngetuk-ngetuk jendela kamarmu, hihihi~"
"Ma—mana ada yang begituan? Toh, kemarin ibuku sudah mengadakan acara syukuran sekaligus berdoa untuk menolak bala di sini." Balas Kaoru.
"Oh, bagus, deh~ berarti aku enggak perlu ke kamarmu."
Kaoru hanya bisa menunduk begitu Chisato berlalu ke kamar.
Karena hari mulai larut, Kaoru pun memasak makan malam sekaligus mengusir kebosanan karena buku-buku sastranya belum sampai ke apartemen.
"Kamu masak apa? Sepertinya enak." Chisato menghampiri Kaoru.
"Umm… hanya kari, kok." Jawab Kaoru sambil terus mengaduk kari di dalam panci dan sesekali mencicipinya. "Boleh aku minta tolong keluarkan salad yang ada di kulkas?"
"Tentu, Kao-chan~" sepertinya mood Chisato mulai membaik.
Kaoru pun mematikan kompor dan mulai mengambilkan nasi untuk masing-masing.
"Chisa—Chii-chan, nasi kamu segini cukup?" tanya Kaoru sambil menunjukan piring bagian Chisato.
"Iya, cukup, kok." Jawab Chisato. "Nanti karinya aku ambil sendiri, ya."
Suasana makan malam pertama mereka di sana terasa agak canggung.
"Re—repot juga, nih… buku-bukuku belum pada sampai." Celetuk Kaoru.
"Buku-buku sastramu?"
"I—iya…"
"Besok masih pertemuan pertama, 'kan? Rileks lah sedikit." Ucap Chisato sambil meminum jus melonnya. "Belum tentu juga buku-buku kamu jadi referensi, bukan?"
"Me—memang, sih…"
"Bukannya buku-buku kamu sudah ada e-book-nya di Internet?"
"Ah… karena rata-rata buku-buku lama dan para penulisnya tidak mau untuk dipublikasikan secara online, jadinya aku tak bisa mendapatkannya."
"Owalah… benar juga sih, repot, ya?"
"Makanya…" desah Kaoru.
Chisato tiba-tiba menyentuh tangan Kaoru.
"Maafkan aku, Kao-chan…"
"E—eh? Untuk apa?" Kaoru agak kaget.
"Untuk sikapku selama ini kepadamu…" mata Chisato berkaca-kaca karena menahan gengsi dan merasa bersalah. "Padahal dulu aku yang menyapamu pertama kali, namun begitu lulus dari SMP aku—"
"Ssssh… sudah, sudah." Kaoru bangkit dari kursinya dan memeluk Chisato dari samping. "Kamu pasti lelah, bagaimana kalau kamu istirahat saja sekarang?"
"Jangan alihkan pembicaraan."
"Ba—baik!"
Chisato mengatur nafasnya. "Apakah kamu mau memaafkanku?"
"Bodoh, aku enggak pernah marah kok sama kamu." Jawab Kaoru sambil menyeka air mata Chisato dengan jarinya.
"Ma—mataku perih, Kao-chan…" ringis Chisato. "Ini kamu bego atau gimana, sih? Tanganmu masih belepotan kari, tahu! Ugh…"
"EEEEH?! Ma—maafkan aku!" Kaoru auto panik.
Setelah membersihkan tangannya, Kaoru membantu meringankan iritasi pada mata Chisato dengan meniup mata yang kena saus kari perlahan.
"Su—sudah, ah, Kao-chan…" wajah Chisato merona merah. "I—ini memalukan… aku akan pakai obat tetes mata saja…"
"Eh? Ah, baiklah."
Chisato memejamkan matanya karena masih malu.
Kaoru pun tersenyum tipis dan mengecup pipi Chisato. "Cepat sembuh, ya, Juliet-ku. Selamat malam."
Ugh… Kao-chan bodoh… wajah Chisato kembali merah padam.
Hey-Ho, kembali lagi bersama saya Puppet Maker (Geppeto) yang kali ini sedang emo-emonya dan mulai terobsesi untuk menjadi Gloomy Monkey.
Dan yap, ini fanfict pertama saya untuk BanG Dream sendiri, jadi mohon bantuannya!
Saya juga minta maaf atas ke-OOC-an setiap chara yang ada karena saya hanyalah seorang fans, bukan bagian dari produksi dalam pembuatan cerita original di franchise BanG Dream
Please do look forward to the next chapters~ I hope you guys will have a good day after reading my fanfict :)
