[FF] Pedhopobhia | A

Title: Pedhopobia

Author: Izumi Chieko.

Chapter: A

Fandom: Bleach

Pair: Grimmjow x Neliel

Rated: PG

Disclaimer: I just own the story line and the barbie, and cemewew thereeeeee *plak* Oke oke, I don't own them.

Genre: Romance | Slash of Life | Fluff

Warning: INCEST! XD Muahaha.

Author note: Well, ide ini tercipta ketika baca status nya kawanku yang tentang Anak, Ayah, handphone, dan Oreo XD Lol. Terimakasih. Statusmu membuatku bahagia, akakak.

Enjoy then ┏( ˆ▽ˆ)┛

ƪ(^▽^)ʃƪ(^o^)ʃ

Aku sedang mencoba untuk mengetahui setiap nama-nama untuk suatu ketakutan. Atau kau akan menyebutnya phobia. Aku punya satu ketakutan. Nama untuk ketakutan itu adalah Pedhophobia. Ketakutan terhadap anak-anak.

Ada satu teori mengatakan, menyembuhkan phobia itu harus dengan melawan ketakutan yang kau miliki itu sendiri. Ulquiorra, sahabatku, dia sudah melakukan itu. Dan berhasil. Meskipun pada awalnya dia tetap berteriak seperti orang kesurupan saat anjing, atau kucing berbulu tebal menghampirinya.

Tapi aku tidak. Aku tidak mencoba untuk melawan rasa risih saat seorang anak kecil, yang mungkin semua orang menyebutnya lucu, menghampiriku. Aku bisa saja—kalau aku kalap, dan mungkin sedang gila—memukulnya supaya dia pergi.

Namun, aku terjebak dalam suatu keadaan yang sulit. Keadaan yang membuat seorang Grimmjow tidak bisa mengatakan 'tidak' dan 'ya' untuk suatu hal. Sepertinya aku harus menemukan nama untuk phobia akan dihadapkan dengan suatu pilihan.

Jelas saja, jika aku diperintah untuk mengurus seorang anak kecil. Tentu aku akan mengatakan tidak, kalau saja si Ibu tidak dalam keadaan yang mengenaskan. Dia sekarat saat menyerahkan putri kecilnya padaku.

Saat itu aku masih menjadi mahasiswa semester pertama di universitasku. Jalan-jalan menuju apartemenku akan menjadi sangat licin ketika kalender di kamarku menunjukan bulan Desember. Ada satu kecelakaan saat itu, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya melihat asap, api, mobil yang terguling, dan salju. Ada seorang wanita muda yang kukira akan terlihat cantik kalau wajahnya tidak berlumuran darah. Dia terjebak didalam mobil.

Kemudian aku sadar, hanya ada aku disini. Pihak yang kumintai pertolongan lewat panggilan telpon tadi bilang, setidaknya mereka akan sampai dalam waktu 15 menit kurang. Sial. Aku sendirian, berusaha untuk mengeluarkan wanita ini semampuku. Tapi tak lama kemudian dia berbicara. Suaranya serak, seperti tertahan diujung kerongkongannya.

"Jaga anakku—" Dia terbatuk. Aku masih menarik tubuhnya keluar. "—kumohon anak muda. Dia..sendirian." Terlalu banyak asap. Tapi untungnya aku memakai syal untuk memfilter udara. Namun aku sempat terbatuk lama sebelum menahan napas lagi. Dan wanita itu tetap berbicara. "dia tidak punya…siapa-siapa."

Itu yang dikatakannya. Setelahnya aku sadar kalau wanita ini tertelungkup didalam mobilnya, dia sedang melindungi sosok mungil bayi. Kurasa bayi itu tidak sadar karna dia tidak bereaksi apapun saat si Ibu mencium wajahnya. Mungkin dia pingsan.

Lalu kusimpulkan kalau wanita itu meninggal. Aku tidak mendengar deru napasnya sama sekali. Aku gagal menjadi pahlawan. Tapi aku harus menyelamatkan nyawa satu orang lagi. Aku tidak berniat untuk menuruti kemauan wanita tadi agar menjaga bayinya. Aku sedang tidak memikirkan itu. Hanya saja otak didalam kepalaku berteriak: seorang Grimmjow harus bisa membawa tubuh kecil itu keluar dari himpitan mobil, atau kau akan menjadi pengecut karna membiarkannya mati.

Dan aku melakukannya. Aku berhasil untuk tidak menjadi pengecut. Yah, aku berhasil menyelamatkan seorang anak. Aku berhasil menggendongnya dengan tanganku sendiri. Ada perasaan geli yang menyerangku, tapi tidak ada risih. Mungkin karna mata kecilnya tertutup rapat. Bibir mungilnya yang basah sedikit terbuka. Bibir-bibir itu, mereka punya warna merah yang alami. Kalau dia tumbuh, pasti akan sangat cantik. Kalau dia tumbuh, dia juga pasti akan berubah menjadi monster bagiku.

Ah, cukup. Aku tidak harus memikirkan anak ini. Aku hanya perlu menunggu. Menunggu ada mobil ambulance atau mobil polisi datang. Menunggu mereka berhenti memberiku pertanyaan. Menunggu sampai mereka berhenti menjadikanku saksi. Dan menunggu sampai akhirnya hati nuraniku mengkhianati otak, pikiran, dan ketakutanku sendiri.

"Aku yang akan menjaganya. Kalian tidak bisa mengambil anak ini dariku. Ibunya sendiri yang mengatakan padaku untuk menjaga anak ini. Aku akan menjadi ayahnya. Dan aku berani bersumpah untuk ucapanku."

Bahkan karena Pobhia ku ini, aku pernah berpikir tidak akan menikah dan mempunyai anak.

Tapi sekarang aku seorang Ayah? Lucu sekali.

ƪ(^▽^)ʃƪ(^o^)ʃ

"Wow! Kau benar-benar sudah menjadi Ayah-rumah-tangga yang baik, Grimm."

Kalau harga susu formula itu murah, aku akan langsung mengguyur Ulquiorra atas pernyataannya barusan. Aku menuangkan air hangat lagi secara hati-hati kedalam botol kecil ditanganku. Harga susu yang baru kubeli ini sama dengan harga tiga box penuh kit-kat. Belum selimut, tissue basah, bedak, sabun, body-oil. Tabunganku habis. Dan orangtua ku sedang menghukumku karna itu. Sepertinya kedua orangtuaku belum tahu kalau sebenarnya mereka punya 'cucu'.

Aku sengaja tidak memberitahu. Bisa-bisa aku dibunuh karna disangka menghamili anak orang kalau bilang sekarang. Jadinya aku pindah apartemen, untuk menutupi kehadiran anak ini. Kalau aku masih tinggal diapartemen lamaku aku bisa membuat ratusan wanita patah hati karna mengetahui si Prince Grimmjow sudah punya anak. Haha.

Ha, apa? Biarkan aku bahagia sebentar.

"Kau masih belum memberinya nama, Grimm." Ulquiorra selonjoran di sofa sambil mengutak-atik iPadnya. Ah, iPadku kujual untuk beli roda bayi dan biaya kuliah kemarin. Menyedihkan. "Ini sudah hampir enam bulan."

Benar. Enam bulan aku memperjuangkan hak atas anak-tanpa-nama ini. Setiap kali ingat, aku selalu berpikir kenapa aku melakukan ini? Kenapa aku mau? Dan kenapa harus aku? Tapi setiap kali aku mendengarnya menangis, atau tertawa, seperti ada sesuatu yang menarik jiwaku agar terus disampingnya. Aku seperti..gila. Mungkin Ibu anak-tanpa-nama ini menerorku dari alam lain. Memborgolku supaya aku menuruti keinginannya.

Anak-tanpa-nama itu—oke, aku harus segera memberinya nama. "Kau punya usul?" Tanya ku pada Ulquiorra.

"Hm, ada." Ulqui menjawab. "Kau bisa memberinya nama Sora, Aoi, atau Maria, Ozawa juga boleh. Terus—"

Aku menyela. "Kau akan dibunuh Orihime kalau terus mencerocos tentang mereka, Ulqui." Aku sedang memegang botol susu yang sedang diminum anak itu dikasurku. Ulquiorra terkekeh tidak jelas dibelakang sana.

"Sebelum kami bertunangan, dia sudah menerima konsekuensi itu, Grimm."

"Hime yang malang." Aku mencibir.

Ulquiorra menghampiriku dan memerhatikan anak kecil itu."Dia cantik" ucapnya, Ulquiorra mengelus-ngelus dagunya sambil terus tersenyum. "kau juga tahu itu, Grimm." Jari tangannya mendorong kepalaku hingga si bayi itu terkekeh geli, khas seorang bayi.

Kalau dilihat-lihat dia memang seorang bayi perempuan yang lucu. Kulitnya halus—bayi memang seperti itu sih—wajahnya juga lembut, matanya coklat sayu. Baru-baru ini aku jadi menyukai hazel karna sering melihat mata mungilnya yang bening.

"Cantik.." Aku menggumam dan tenggelam dalam pikiranku sendiri. Aku sedang memikirkan kata-kata tadi, dan.. Aku mengambil pena, secarik kertas, dan menuliskan nama pada secarik kertas itu dan memberikannya pada Ulquiorra. " Nelliel Tu"

"Ha?"

"Aku akan memberinya nama itu."

Ada sepasang tangan kecil yang menggapai-gapai udara. Aku meraihnya dan tersenyum. Aku baru sadar aku bisa tersenyum karna anak kecil. Sebenarnya, dia bisa jadi obat terapy. "Nelliel.. kau harus jadi anak yang baik, oke?"

"Haaah.. Aku jadi ingin segera menikahi Orihime!" kini Ulquiorra yang bergumam.

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°"°"°•.¸¸.•°

Ini sedikit bangetttt. Nanti yang B nya lagi dipikirin dulu xD lagi ngumpulin secuil scene buat mereka, wkwk.