Author note:
Halo semua! Lutanima's back! Hehehe~
Mmm buat yang belum kenal Author, Author ini biasanya mendem di fandom Harvest Moon. Tapi kali ini Author ingin mencoba sesuatu yang baru dengan terjun ke dalam fandom mainstream dambaan semua kakak-kakak, adik-adik, mbak-mbak, mas-mas, dan orang-orang yang punya televisi dan kerjaannya selalu nonton Globa* TV dulu (?).
Yap, inilah ff pertama Author dalam fandom Naruto!
Selamat membaca!
-Lutanima-
.
.
.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Story by: Lutanima
Warning: AU , typo overdosis, GAJE, EYD amburadul, OOC, dan lain-lain (?)
.
.
.
PROLOG
"Herghh-…. GAH!"
BRUK!
Pemuda berambut hitam itu menghela napasnya. Dia meletakkan kopernya di tanah, lalu menghapus keringat yang bercucuran di seluruh permukaan wajah putih super mulus miliknya itu. Terik matahari masih terus menemaninya. Sendirian. Di depan sebuah rumah tua yang terlihat kokoh itu.
Pemuda itu merogoh sakunya dan mengambil sebuah handphone android touchscreen hitam megah merk 'Alibaba Grand 8', lalu dia berulang kali melirik layar handphone dan rumah yang ada di depannya itu secara bergantian.
"… Seharusnya alamatnya tidak salah… "
Pemuda itu menggenggam erat handphone miliknya, lalu menengadahkan kepalanya ke atas langit, dan mulai menghirup napasnya.
"KAU TIDAK BERCANDA KAN, KAKEKKK?!"
.
.
.
-Dua hari yang lalu-
"Kakek? Ada perlu apa memanggilku?"
"Hmm.. Duduklah, Sasuke."
Perlahan, Sasuke memasuki ruangan kerja kakeknya sambil berusaha menutupi rasa tegangnya. Kakek Sasuke, Madara Uchiha, merupakan perintis pertama perusahaan lensa kontak terkenal yang berhasil meraih penghargaan sebagai penghasil Lensa Kontak terbaik di dunia, Uchiha Contact Lens. Dan saat ini, Madara masih memegang kekuasaan sebagai pemimpin perusahaan tersebut, karena Ayah Sasuke, Fugaku Uchiha, meninggal dalam kecelakaan lalu lintas saat Sasuke masih kecil.
Dan karena Ayah Sasuke adalah anak tunggal, pewaris perusahaan tersebut sudah pasti akan jatuh ke tangan anaknya, yang tidak lain adalah Itachi, kakak Sasuke, atau Sasuke. Dan tentunya, Sasuke mengetahui tentang hal itu, dan berusaha untuk mengalahkan kakaknya dan menjadi pewaris perusahaan itu.
"Kamu tidak akan bisa menjadi pewaris perusahaan milik keluarga kita."
"He?" Sasuke plengo. Dia sudah berusaha menjaga image-nya agar tetap gagah di hadapan kakeknya, namun… Perkataan kakeknya barusan sungguh membuatnya melupakan hal tersebut.
"Hmm." Madara hanya mengangguk dan memutar kursi putarnya, hingga kini ia membelakangi Sasuke.
"T-Tunggu dulu Kakek! Tapi kenapa? Selama ini aku sudah berusaha menjadi yang terbaik untuk menjadi pewaris perusahaan Uchiha! Kakek tau sendiri kan?! Nilai-nilaiku sudah sempurna! Dan tampangku lumayan oke!" Madara sedikit tersedak mendengar pernyataan terakhir Sasuke. Dia pun menggaruk-garuk janggutnya yang sudah memutih semua itu. Gatal, men.
"Bukan itu masalahnya, Sasuke." Setelah memastikan janggutnya sudah tidak gatal lagi, Madara kembali memutar kursinya dan menatap cucunya dalam-dalam. Dia menyipitkan matanya. Ah, pantas burem. Dia lupa pakai kacamata.
"Lalu, apa Kakek?! Beritahu aku!" Sasuke mulai gak sabaran, karena Madara sibuk sendiri mencari kacamatanya, dan tidak menghiraukannya. "Di kepalamu, Kek." Ujar Sasuke sambil mengambilkan kacamata milik kakeknya yang bertengger dengan indah di atas kepala kakeknya itu.
"Ah, terima kasih. Aku lupa, kenapa bisa ditaruh di kepala ya?" Sifat pikun Madara mulai kumat. Sasuke hanya menghela napas. Dia kembali menatap kakek tercinta-ohok-nya itu. Dia bingung. Keluarganya memiliki perusahaan lensa kontak. Tetapi kenapa kakeknya malah memilih memakai kacamata? Ah, sudahlah. Sasuke tidak peduli.
"Mmm… Kalau kau serius ingin menjadi pewaris perusahaan Uchiha Contact Lens…" Madara berdiri dari kursinya, mendekati Sasuke, dan menyuruh Sasuke untuk membungkukkan badannya sedikit. Maklum, Madara udah bungkuk, udah tua. Pendek deh.
"Kau harus pergi ke sini." Bisik Madara di telinga Sasuke sambil menyelipkan sesuatu di saku celana Sasuke. Panik, Sasuke segera mengambil sebuah kertas yang diselipkan si sakunya, dan membaca sebuah alamat yang tertulis di kertas itu.
"T-tempat apa ini Kek?" Ujar Sasuke ragu. Desa Daun Ketiup? Kenapa namanya sangat mencurigakan seperti itu?!
"Itu tempat kenalan kakek dulu. Pergilah, dan carilah ilmu untuk menjadi pewaris perusahaan keluarga kita. Disana juga ada sekolah, kau bisa pindah kesana kalau hanya untuk satu tahun terakhir. Itu pun kalau kau mau." Ujar Madara sambil berjalan kembali ke tempat duduknya.
Sasuke terdiam. Dia mengepalkan tangannya. Seharusnya di saat seperti ini, dia menghabiskan waktunya untuk belajar agar dia bisa memasuki universitas ternama karena dirinya sudah berada di kelas 12 SMA. Tapi… Demi menjadi pewaris perusahaan keluarga yang sangat ia dambakan itu…
"Baiklah, Kek!" Sasuke mengangkat kepalanya.
"Aku akan pergi ke Desa Daun Ketiup ini, dan menjadi pewaris perusahaan keluarga kita, mengalahkan kakak!"
-flashback off-
.
.
.
"Aku memang bilang begitu… Tapi…"
Tap!
Sasuke berdiri di depan pintu masuk rumah tua itu. Sesekali, dia melihat ke sekeliling. Kenapa dari diantara banyak rumah lainnya, harus rumah ini yang tertulis di alamat yang dituliskan Kakek!?
Rumah ini terletak lumayan jauh dari pertengahan desa. Dan jalan menuju ke rumah ini cukup menanjak. Terlebih, karena melewati hutan, tidak ada angkutan umum yang bisa digunakan untuk bisa sampai ke rumah tua ini. Itulah yang membuat Sasuke hampir terkapar di tengah hutan, karena dia kemari dengan mengandalkan kekuatan pada kedua kakinya, sepanjang perjalanan.
Tok tok
"Mmm… Permisi…"
…
Hening.
Sasuke mengacak-acak rambutnya. Mustahil sepertinya ada orang yang tinggal di gubuk tua ini. Memang cukup kokoh untuk bertahan bila ada badai besar, tapi… Siapa juga yang mau tinggal di tengah hutan seperti ini?!
DOK DOK DOK
"PERMI…"
KRAAAKKK
"Maaf tadi aku sedang makan rame-…"
Sasuke terdiam. Begitu juga pemuda yang baru saja membukakan pintu kayu tersebut. Sasuke menatapnya dari atas ke bawah.
Rambut kuning berantakan, kulit sawo matang, baju tidur yang sudah dekil, dan yang paling menonjol di antara semuanya.. Adalah kedua pipinya. Apa yang sudah dia lakukan? Apa dia dicakar oleh beruang di hutan?
"Mmm.. Kau siapa?" Sasuke tersadar dari lamunannya dan mulai menggaruk kepalanya. Dia bingung harus memulai dari mana.
"Mmm... Itu, mm... Aku kemari karena Kakek… Mmm…"
Nyuutt
Sasuke memegang perutnya. Kalau sudah panik, perutnya pasti bermasalah. Dia mulai berkeringat karena panik. Bagaimana dia menjelaskan semuanya?
"Ooh! Mau pinjam kamar mandi ya? Masuk saja, lurus teruss, dan di pojok lorong itu kamar mandinya-..."
"BUKAN!" Teriak Sasuke di depan wajah pemuda itu. Pemuda itu hanya berkata,
"Ohh.." Lalu menggaruk perutnya. Sasuke memukul dahinya.
Sekarang apa?!
"Mmm… Bagaimana kalau kau masuk dulu?" Sasuke menghela napasnya. Dia menggangguk, meng-iya-kan, lalu melepas sepatunya dan memasuki rumah tua itu. Mungkin pemuda ini tidak seburuk yang dia bayangkan-..
Byek.
Sasuke merinding. Dia yakin sekali telinganya mendengar suara aneh, dan telapak kakinya menginjak sesuatu yang bahkan dia tidak ingin lihat. Dia pun membatu di tempat.
"Wah! Keinjak ya?! Maaf ya, aku lupa membuang sisa makan malam tiga hari yang lalu. Hehe." Ujarnya sambil tersenyum tanpa rasa bersalah. Sasuke menahan air matanya. Dia mengangkat kakinya perlahan, lalu menggosokkan kakinya ke lantai yang bersih.
Tidak apa Sasuke. Ini tidak akan membunuhmu. Tidak akan. Tidak akan. Tidak akan.
Yakinnya dalam hati.
Sasuke mulai memerhatikan sekeliling isi rumah itu.
Sangat berantakan.
Sampah dimana-dimana, pakaian kotor berserakan. Ditambah lagi, bau busuk yang sudah menyengat ini tersebar di seluruh ruangan. Sasuke bersumpah tangannya sudah gatal dan kakinya sudah bersiap untuk keluar dari rumah itu kapan pun juga. Sampai tiba-tiba pemuda itu bersuara,
"Ah, aku lupa. Kenalkan, aku Naruto. Salam kenal!" Naruto mengulurkan tangannya, sambil menunjukkan gigi putihnya itu. Paling tidak ada satu bagian dari dirinya yang 'cukup bersih'. Sasuke memandang ngeri tangan yang disodorkan di hadapannya itu. Entah apa yang sudah pemuda ini lakukan dengan tangan itu selain untuk menggaruk perutnya tadi?
"Mmm.. Sasuke." Ujar Sasuke singkat sambil menyentuh sedikit tangan Naruto dan dengan secepat kilat, dia langsung mengelap tangannya pada bajunya. Pemuda berambut kuning itu hanya plengo melihat tingkahnya.
"Mau duduk?" Tanya Naruto sambil duduk di karpet yang penuh dengan bungkus bekas ramen itu. Dengan sekuat tenaga Sasuke menggelengkan kepalanya.
"T-Tidak. Berdiri saja."
"Ohhh.. Oke. Lalu, untuk apa kau kemari?" Sasuke mulai menenangkan pikirannya, dan memberikan kertas dari kakeknya kepada Naruto.
"Aku datang dari kota. Aku kemari karena kakekku menyuruhku datang dan tinggal di alamat ini. A-Aku salah alamat tampaknya, haha.." Tampak terdengar ada nada pengharapan di dalam perkataan Sasuke. Dia berharap pemuda di depannya ini akan tertawa dan berkata 'Ya, anda salah alamat', kemudian dia akan segera berlari keluar dan pergi dari rumah ini, lalu-…
"Mmm.. Alamatnya benar disini kok."
"He?" Sasuke plengo lagi.
"Ini memang dulunya penginapan, tapi sudah lama kujadikan tempat tinggal. Yah, rumah ini cukup besar dan ada banyak kamar kosong kalau kau mau!"
"T-tunggu du-.."
"Lagipula aku sangat senang bila ada teman yang akan menemaniku disini!"
Dia bercanda kan?
"Kau tau? Sudah lama aku tinggal sendiri disini! Aku tidak keberatan kalau kau mau mengungsi disini! Tidak perlu bayar!"
Aku? Tinggal selama setahun?
"Dan terlebih, kau keliatannya masih SMA? Apa kau siswa pindahan? Jangan-jangan kita satu sekolah! Di desa ini hanya ada satu sekolah! Kebetulan sekali kan! Hahaha!"
Disini? Di rumah kotor ini? Bersama orang macam dia?!
"Jadi.. Siapa namamu? Sabuke? Sapuke? Sanuke? Samuke?"
"… Sasuke." Jawab Sasuke jutek.
"Ohh! Ya ya! Aku Naruto! Uzumaki Naruto! Ayo kita berteman baik Sacuke! Hahaha~!" Naruto merangkul Sasuke dan mengacak-acak rambutnya. Bahkan dia masih salah menyebut nama Sasuke.
Geram, Sasuke mulai bergumam,
"Jangan…."
"He?"
Syuuttt
BRUK!
Sasuke melempar tubuh Naruto ke bawah. Naruto masih terbingung-bingung dan menatap Sasuke yang saat ini sudah tampak kehilangan akalnya. Yap, dia stress kawan-kawan.
"JANGAN SENTUH AKU DENGAN TANGAN KOTORMU ITU!"
"Hee?!" Naruto tersentak, Sasuke tampak seperti ibu-ibu mengamuk sekarang.
"INI! ITU! ITU! ITUUUUU!" Sasuke menunjuk ke arah kumpulan sampah dan baju-baju kotor di dalam rumah itu.
"Kenapa dengan i-…"
"BERESKAANNNN!"
"Tapi ka-.."
"SEKARANNGGGGG!"
"Tunggu du-.."
"KAU PASTI BELUM MANDI KAN!?"
"Iya sih, sudah lima ha-…"
"MANDIII! SEKARANGG!"
"Tapi a-"
"SEKARANGGG!"
"I-iya!"
Naruto segera berlari ke arah kamar mandi, sementara Sasuke sibuk mengatur napasnya dan menghapus air matanya.
Ini adalah ujian terberat yang bahkan lebih susah dari soal-soal olimpiade Internasional Sains sekalipun. Sasuke menatapi dirinya yang kini sudah mulai hancur itu.
"Kakek… Begitu bencinya kah kau padaku…?"
Tidak tau harus berbuat apa lagi, Sasuke pun sibuk melompat-lompat tidak karuan, mengacak-acak rambutnya, sambil terus berkomat-kamit tanpa akhir. Sementara, Naruto yang diam-diam mengintipnya dari pintu kamar mandi, mulai mundur menjauh dan segera menutup pintu kamar mandinya.
"Dia bukan pengusir setan kan?" Ujar Naruto sambil meletakkan tangannya pada dadanya. Panik.
Yah,
Tampaknya kisah persahabatan konyol mereka berdua, baru akan dimulai sekarang.
-bersambung-
