KAISOO

We Met in A Fire

Kitty!Soo, Firefighter!Kai

-.o0o.-

-.o0o.-

Happy Reading!

-.o0o.-

Suara sirine alarm empat mobil pemadam kebakaran angkuh berwarna merah mengaung kencang bersahutan sepanjang jalan mendekati kobaran api di tengah pemukiman Yongsan dini hari. Kawasan itu ramai dengan teriakan para penduduk yang berlari berhamburan keluar dari sebuah apartemen lima lantai dan banyak warga sekitar yang ingin menyaksikan kobaran sang merah melahap bangunan tua itu. Matahari bahkan belum memamerkan sinarnya seakan dikalahkan oleh cahaya kobaran panas api yang menjalar pada gedung yang telah berdiri kokoh hampir sepuluh tahun itu.

Enam belas pasukan pemadam kebakaran dilengkapi dengan pakaian kebanggaan berwarna orange kemerahan yang dikerahkan telah sampai lokasi. Apartemen itu hampir seluruhnya terlalap si jago merah. Mereka segera bertindak membentangkan selang dan sebagian masuk ke dalam apartemen untuk mengevakuasi para korban yang masih terjebak di dalamnya.

Kim Jongin salah satu anggota tim pemadam turut serta terjun ke lapangan. Selain pakaian anti panas dan anti api sebagai seragam, ia juga dilengkapi dengan helm penutup wajah dan masker yang terhubung pada tabung di punggung. Sebagai ketua tim, ia mengerahkan pasukannya agar menyebar di seluruh penjuru apartemen sedangkan lima pasukan sisanya yang berada di luar sudah memegang selang untuk menyemprotkan Aqueous Film Forming Foam meredakan api yang menjalar. Semuanya bergerak terarah dan profesional. Mereka sudah terlatih untuk bekerja pada keadaan darurat serta nyawa sebagai taruhan. Tak ada rasa takut dan ragu dalam setiap tindakan mereka. Menyelamatkan nyawa korban dan memadamkan api, itu tugas mereka sekarang.

Empat mobil ambulan pun sudah tiba untuk memberi pertolongan pertama kepada korban yang telah berhasil diselamatkan dari penjara api. Isak tangis terdengar dari mereka yang berkumpul dengan keluarganya kembali dan ada juga yang menangis pilu melihat tempat tinggal yang menjadi tempat mereka berteduh kini di lalap api.

Brak.

"Jongin Hyung! Ada korban di kamar sebelah!" Jongin yang semula hendak berjalan lurus, terhenti saat mendengar rekannya memberi informasi. Ia berjalan mengikuti dibelakang masuk ke sebuah ruangan. Salah satu dari mereka sudah terlebih dahulu menggendong seorang nenek dengan mata terpejam dan kaki terbakar untuk segera dibawa turun ke bawah. "Korban tak bisa diselamatkan, Hyung," ujar salah satu dari mereka.

"Langsung bawa turun!" Jongin yang tertinggal mengamati sekeliling kamar yang sudah hampir terbakar seluruhnya. Ia ingin pergi dari kamar itu tapi sebuah kilatan menghentikannya. Membungkukan badan mengamati ke bawah meja. Betapa terkejutnya Jongin melihat sosok manusia bertelinga kucing di bawah sana dengan memeluk cake krim putih yang mengotori bajunya. Ia bersandar lemas pada tembok dan sesak napas kesakitan menghirup kepulan asap yang tebal. Jongin melangkah mendekat dan meraih sosok yang ia yakini hybrid kucing.

Tangannya gesit melepas cadangan oksigen yang terletak pada ikat pinggangnya. "Pakailah dan hirup oksigen di dalamnya." segera ia raih tubuh mungil hybrid itu menggeser agar lebih dekat dengannya. "Lepaskan cake itu."

Kepala bertelinga kucing yang mengenakan alat penghirup oksigen menggeleng lemas.

Jongin mendengus, dengan paksa ia tarik paksa cake itu, "Aku ingin kau selamat dan ayo kita cepat turun ke bawah." mengabaikan rontaan hybrid kucing itu, Jongin berlari keluar kamar. Baru ia sadari jika sepertinya si pemilik kamar sedang merayakan sebuah pesta kecil terlihat dari hiasan-hiasan yang masih tersisa. Sebisa mungkin Jongin tak memikirkan itu karena tujuan utamanya adalah berlari keluar dari apartemen yang terbakar ini dengan menggendong hybrid kucing hitam yang baru pertama kali ini ia lihat.

-.o0o.-

"Kemarilah. Aku akan mengobati lenganmu," petugas klinik unit pemadam kebakaran, Zhang Yixing berusaha mengajak berbicara hybrid kucing yang telah di selamatkan Jongin.

Nenek yang diidentifikasikan bermarga Do itu telah menghembuskan napas terakhir dan tak bisa di selamatkan. Jasadnya di bawa pergi ambulans untuk dikremasi. Anak perempuan dari nenek datang, tapi dia menolak membawa serta hybrid yang telah Jongin selamatkan.

Ketua pemadam kebakaran itu tak tahu dengan konflik antara mereka. Namun melihat seberapa rapuhnya hybrid yang terbuang itu, Jongin merasa iba dan menolongnya. Hybrid kucing hitam itu, menempel memeluk erat tubuh Jongin sehingga mau tidak mau ia membawa ikut pulang ke kantor pemadam kebakaran.

Saat ini Jongin sedang istirahat dan berganti pakaian. Ia menitipkan hybrid itu pada Yixing untuk ditangani, tapi sepertinya hybrid kucing itu terlihat lebih sulit dijinakkan daripada kelihatannya.

Tubuh mungilnya yang mengenakan sweater kuning lembut kotor bekas cake dengan celana pendek putih semakin merapatkan diri pada pojok ranjang klinik yang menempel pada dinding. Telinga hitam menunduk dengan ekor melingkari tubuh. Terlihat baju itu koyak bagian bahu karena api telah membakarnya tapi hybrid kucing itu seakan bisa menahan rasa sakit yang ia rasakan.

Srak.

Suara pintu klinik yang di geser terbuka. Jongin yang telah mengganti bajunya dengan kaos putih polos tertutupi long coat hitam dan celana jeans biru tua melangkah memasuki ruangan klinik dengan membawa kaos putih terkecil yang dapat ia temukan di gudang persediaan. "Bagaimana?" ia menatap Yixing dan mendekati pria berkebangsaan China.

Yixing menggelengkan kepala mengendikan bahu, "Dia tetap seperti itu sejak kau pergi. Aku tidak bisa memaksanya,"

Pandangan Jongin jatuh menatap hybrid kucing yang masih ketakutan melingkarkan tubuhnya di pojok. "Aku akan mencoba membujuknya." Jongin berjalan lurus mendekati ranjang.

"Siapa namamu?" Jongin mendudukkan dirinya di tepi ranjang.

Telinga hitam kucing itu berkedut saat mendengar suara Jongin. Kepalanya menoleh takut-takut menatap Jongin yang tersenyum lembut kepadanya. Jelas saja ia bingung melihat sosok pria yang tak pernah dilihat tapi suaranya tak asing dipendengarannya.

"Kau tak ingat aku?"

Hybrid kucing itu berusaha mengingat-ingat suara yang belum lama ia dengar, "Pe—pe-pemadam keba—bakaran?" lirih hybrid itu di sela isak tangisnya. Sejak ia tahu neneknya meninggal dan ditolak putri nenek Do, kucing itu menahan tangis.

Hybrid malang itu kebingungan setelah ini ia akan tinggal dimana. Tak ada yang menginginkan makhluk aneh sepertinya.

Ia baru saja mengeluarkan air matanya saat berada di klinik apalagi dengan pemadam kebakaran yang baik hati juga meninggalkannya pergi. Ia sangat ketakutan di tempat asing setelah mengalami kejadian yang mengerikan.

Jongin menjawab dengan anggukan. Senyum tak lekang dari wajah rupawannya. Ia memang dikenal dengan sikap ramah selain julukan si tukang tidur, tapi loyalitas dalam tim tak boleh diragukan. Maka dari itu ia menjadi kandidat kuat untuk ketua pemadam kebakaran lagi untuk kedua kalinya tahun depan. "Kemarilah. Tak usah takut padaku." tangan Jongin terulur berharap tangan hybrid itu meraihnya.

Sesuai yang Jongin harapkan, si pemilik telinga segitiga hitam itu meski terkesan ragu dan takut tapi mulai memberikan respon. Ia meraih telapak Jongin, merangkak mendekat ke arah sosok yang menyelamatkan hidupnya. Kebiasaan seekor kucing adalah bermanja kepada orang yang memberinya kasih sayang, jadi hybrid itu mendudukkan dirinya di atas pangkuan Jongin dan mengusakan wajahnya pada dada Jongin. Ia meneruskan tangisnya karena bingung setelah ini ia akan tinggal dimana. Isakannya terhenti setelah menghirup aroma asing yang melewati indra penciumannya. Aroma baru yang khas terhirup pada hidung sensitifnya. Ia akan mengingat aroma ini seumur hidupnya, aroma penolong.

Di pihak lain, Jongin mengangkat alis kebingungan dengan sikap hybrid kucing itu. Sifatnya sangat manja tapi entah mengapa ia jadi gemas sendiri. Kepalanya menoleh ke arah Yixing tapi pria bermata sipit itu memincingkan mata tersenyum menggodanya.

Tak tahu harus bagaimana, ia mengelus surai hitam senada dengan telinga yang sedikit terlipat ke bawah. Hybrid itu semakin mengeratkan pelukannya. "Siapa namamu?" Jongin memulai pendekatan.

"Ung.. Kyungsoo."

"Ayo kita obati lenganmu?"

Hybrid yang bernama Kyungsoo itu menggeleng, "Ne-nenek…. Kyungsoo ingin nenek hiks," isakan tangis Kyungsoo membuat Jongin turut prihatin.

"Kita obati lenganmu dulu agar besok kau bisa ikut menghadiri pemakaman nenek. Bagaimana?"

Hati Jongin hampir saja mencelos keluar melihat Kyungsoo yang kini menatapnya dengan mata bulat berlinang dan wajah sembabnya. "HiksHyung—"

"Jongin. Namaku Kim Jongin, Kyungsoo-ya."

Kyungsoo sedikit menaikan sudut bibirnya, "Jongin Hyung mau… hiks mau menemani Kyungsoo ke pe-pemakaman nenek?" tanya Kyungsoo penuh harap.

Entah apa yang Jongin pikirkan, tapi kepalanya refleks mendekat dan mengecup puncak kepala Kyungsoo. "Dengan senang hati aku akan menemanimu."

-.o0o.-

Mungkin Jongin terlalu baik, mungkin juga Jongin terlalu perduli hingga ia mengizinkan Kyungsoo tinggal dirumahnya. Kyungsoo menolak Yixing untuk menyentuhnya apalagi mengobatinya. Hybrid itu juga menolak berlama-lama di klinik yang tak membuatnya nyaman. Lagi pula aroma klinik begitu sensitif untuk makhluk penciuman tajam sepertinya. Ia ingin pulang ke rumah. Namun semua tahu jika rumah Kyungsoo itu terbakar, Yixing menyarankan Jongin untuk mengadopsi Kyungsoo dan detik selanjutnya Jongin menggendong Kyungsoo, berjalan hingga sampai ke apartemennya yang berjarak sekitar satu kilometer dari kantor pemadam kebakaran. Tenaganya masih kuat untuk berjalan dan Kyungsoo bukanlah beban untuknya karena hybrid itu sangat ringan dan nyaman untuk digendong.

Sebatang kara hidup di tengah hiruk pikuk kota metropolitan mengajarkan Jongin kemandirian yang sesungguhnya. Berbekal tenaga dan tekat kuat serta jiwa sosial, ia lolos seleksi dan bekerja dalam tim pemadam kebakaran di pusat kota. Dengan kegigihan ia berhasil masuk dalam tim utama pemadam kebakaran dan juga terpilih sebagai anggota teladan pemadam kebakaran se-Korea Selatan.

Walaupun Kyungsoo adalah seorang hybrid, Jongin merasa sedang bercermin dalam dirinya di masa lalu. Sendirian, tertinggal dan rapuh. Ia mengeratkan pelukan saat Kyungsoo menggigil kedinginan. Walaupun matahari sudah memancarkan sinar panasnya, tapi dinginnya udara bulan Januari membawa salju yang menumpuk dijalanan yang ia tapaki tak mempengaruhi temperatur udara. "Dingin, ya?"

Kyungsoo tak menjawab. Mata bulat yang tadi sempat Jongin kagumi terpejam dengan kepala terkulai lemah tak berdaya tanpa pertahanan di bahunya. Hati Jongin tergerak untuk menjaga Kyungsoo hingga waktu tak lagi mengizinkan mereka bersama.

-.o0o.-

Jongin tipe hemat untuk membeli barang perlengkapan karena ia sering menghilangkan barang, seperti tas contohnya, tapi jika membeli rumah hunian, ia tak akan pilih-pilih. Gaji sebagai pemadam kebakaran yang mempunyai risiko tinggi bahkan nyawa mereka menjadi taruhan setiap mereka ke TKP, tak bisa diremehkan karena pemerintah Korea Selatan yang peduli akan kesejahteraan masyarakatnya. Apalagi ditambah dengan tunjangan-tunjangan bonus yang lain. Maka dari itu, Jongin membeli salah satu unit kamar apartemen yang bisa dibilang mewah karena Jongin mengutamakan keamanan dan kenyamanan pada tempat tinggalnya. Para anggota pemadam kebakaran yang lain tak jarang meminjam rumah Jongin untuk tempat berpesta karena tempatnya luas sekaligus dekat dengan kantor pusat.

Klik.

Lampu otomatis menyala saat Jongin masuk ke apartemennya. Langkah kaki terarah menuju kamar utama. Tidur adalah hobi Jongin, ia sampai membeli ranjang king size yang harganya mencapai gajinya selama satu bulan untuk menyalurkan hobinya itu. Selama ini belum pernah ada yang tidur di ranjang agungnya selain dirinya sendiri, tapi Kyungsoo adalah pengecualian mulai sekarang. Ia dengan senang hati berbagi tempat tidur dengan Kyungsoo mengingat di rumahnya hanya ada satu ranjang.

Dengan penuh kehati-hatian Jongin merebahkan Kyungsoo ke atas tempat tidur dan menutup tubuh ringkih dalam selimut cokelatnya yang tebal. Selama beberapa menit Jongin memperhatikan hybrid kucing itu dengan senyuman lembut. Ingin ia elus lagi surai hitam lembut yang tadi sempat ia sentuh, tapi ia mengurungkan niatnya karena takut mengganggu tidur lelap Kyungsoo. Jongin lalu beranjak dari sofa dan berjalan menuju dapurnya untuk membuat sarapan untuk dirinya sekaligus untuk penghuni baru apartemen ini.

Tinggal sendiri lebih dari lima tahun, Jongin tetap bukanlah seorang ahli masak yang handal. Hanya masakan sederhana yang dapat ia buat sendiri hanya dengan bahan baku telur dan mie. Pria itu lebih suka membeli makanan di luar.

Pekerjaannya yang tak mengenal waktu membuatnya lebih memilih memesan makanan favoritnya–ayam goreng- atau mengambil jatah makan di kantor lalu dibawa pulang, dan menyimpan waktu memasaknya untuk sekedar bergelung di ranjang mahal nan empuknya.

Jika dihitung, mungkin ia hanya menggunakan dapur kurang lebih satu kali dalam seminggu. Namun mulai dari sekarang, sepertinya ia akan lebih sering menggunakan dapur karena ada sosok lain yang akan menjadi penghuni tetap rumahnya.

Selesai dengan scramble egg with ham dua porsi, Jongin meletakkan piring itu di atas meja makan. Melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan, sepertinya tak ada salahnya jika Jongin membangunkan Kyungsoo dari tidur lelap.

Memikirkan kucing itu, Jongin memukul keningnya. Bagaimana bisa ia lupa tak mengurus luka di bahu kucing itu? Ia langsung meraih perlengkapan P3K yang selalu tersimpan dalam nakas di samping sofa ruang tamunya. Setelah menemukan apa yang ia cari, Jongin bergegas berjalan menuju kamar.

Sebuah pemandangan menyayat tersuguh saat Jongin membuka pintu kamar. Kyungsoo bersembunyi dibalik selimut tebal ranjang. Jongin dapat mendegar sayup-sayup isakan dari dalam selimut. Ia berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang. Walaupun Kyungsoo berusaha bersembunyi, tapi Jongin bisa melihat telinga hitam itu menyembul tak tertutupi selimut. Tangan Jongin reflek mengelus telinga itu dan menyibak selimut hingga ia juga mengelus kepala Kyungsoo. "Kyungsoo-ya, kau kenapa?"

"Da-darah hiks." suara Kyungsoo begitu lirih hingga Jongin tidak dapat dengan jelas mendengarnya. Kucing itu batuk, berusaha menghilangkan riak di tenggorokannya. "Se-seprainya kena da-darah. Kyungsoo minta ma-maaf, Hyung. Ja-jangan marahi Kyungsoo."

Jongin menghela napas lega, ia kira Kyungsoo masih bersedih dengan kebakaran yang terjadi dini hari tadi. Manik cokelatnya menoleh melihat seprei tercetak bercak darah yang lumayan banyak. Begitu juga sarung bantalnya. Melihat itu bukannya Jongin marah, tapi ia malah menyalahkan dirinya sendiri. "Aku tak akan memarahimu. Aku berjanji tak akan marah."

Kyungsoo menurunkan selimut yang di genggamnya sebatas hidung, matanya sembab menatap Jongin yang tersenyum kepadanya.

Benarkah Jongin hyung tak marah?

Batin Kyungsoo bertanya-tanya seolah meragukan kebaikan hati si penolong hidupnya.

Waktu dia mengompol di kasur minggu lalu, nenek bahkan memukul dan mengurungnya seharian tanpa di beri makan. Kyungsoo tak mau itu terjadi.

"Aku tak marah, Kyungsoo-ya. Kemarilah aku akan mengobati lukamu," Jongin memamerkan kotak putih ditangannya. "Ayo, sini. Nanti pukul satu kita akan pergi ke pemakaman nenekmu."

Mendengar kata 'nenek' langsung dari mulut Jongin, tubuhnya kaku sekejap. Kilasan kebakaran yang belum ada 24 jam berputar dalam memorinya. Bau asap, panasnya udara, dan cahaya orange memenuhi kilas memorinya. Kyungsoo berteriak kencang kembali mengubur dirinya dalam selimut.

Jongin yang sadar akan kesalahannya, langsung menarik Kyungsoo dalam pelukan. Namun Kyungsoo tak sepasrah saat mereka berada di ruang kesehatan tadi pagi. Kucing itu meronta. Ekor panjang hitam itu memukul wajah Jongin berulang. Tubuh mungilnya ingin lepas dalam rengkuhan Jongin, mencoba masuk berlindung dalam selimut.

"Kyungsoo. Hentikan Kyungsoo! Tak ada yang akan melukaimu. Tak ada api Kyungsoo-ya. Jika kau tak bisa diam, aku tak akan menemanimu pergi ke pemakaman nenekmu!" Jongin berteriak mencengkeram kedua bahu Kyungsoo berusaha menyadarkan kucing itu dari ilusi sematanya.

Kyungsoo terisak dan meringis, luka di bahunya melebar karena cengkeraman Jongin. "Hiks… Maafkan Kyungsoo… Hyung hiks… sakit."

Jongin terperangah melihat darah segar yang mengalir dari bahu Kyungsoo. "Ya ampun. Ya ampun. Maafkan aku." Ia mendudukkan Kyungsoo ditepi ranjang dan dirinya sendiri bersimpuh di lantai mendongak menatap Kyungsoo yang masih terisak. "Tolong hentikan tangismu, Kyungsoo. Kau membuatku semakin bersalah jika kau terus menangis seperti itu."

"Hiks… Kyungsoo rindu nenek." walaupun nenek sering bersikap kejam kepadanya, tapi ia sungguh sangat menyayangi nenek yang selama ini memungut dan merawatnya. Kenangan pertama bersama nenek adalah saat ia hendak memberi kue ulang tahun yang baru saja selesai ia buat tapi ia terkejut melihat api dari kamar apartemen seberang melalap kamarnya mulai dari langit-langit dan menyebar cepat ke seluruh permukaan.

Ia bersembunyi di bawah meja dengan tetap memeluk kue yang telah hancur. Kyungsoo yang panik hanya bisa terdiam kaku tak dapat bergerak sampai kemudian ia bertemu dengan Jongin yang menyelamatkannya. Sosok sama yang saat ini sedang membujuk untuk mengobati lengannya. Sebenarnya Kyungsoo membenci orang asing, tapi entah mengapa aura yang Jongin keluarkan seperti magnet yang membuat ia ingin selalu dekat dengan.

"Obati dulu lukamu dan kita persiapan ke makam ya?" Jongin berusaha menurunkan telapak Kyungsoo yang menutupi wajah sembab itu. "Kyungsoo setuju?"

Hybrid kucing itu mengangguk masih dengan sesenggukan.

Jongin mengusak rambut Kyungsoo gemas. "Angkat tanganmu perlahan, agar aku bisa melepas bajumu."

Kyungsoo patuh membiarkan Jongin membuka kaos putih berlogo pemadam kebakaran Seoul.

"Kita bersihkan dulu lukamu, lalu kau mandi. Setelah itu aku akan menutup lukamu," ucap pria yang lebih besar dengan telaten menyeka luka Kyungsoo dengan alkohol. Maniknya melirik sekilas kalung kepemilikan yang di kenakan Kyungsoo.

Seperti hybrid umumnya, mereka mengenakan collar sebagai tanda kepemilikan yang melingkar di leher. Collar Kyungsoo berwarna cokelat muda polos tanpa ada hiasan menempel kecuali tulisan Kyungsoo kecil di tepi.

"UghHyung."

"Sakit?" Jongin menaikkan alisnya menatap Kyungsoo yang terpejam.

Hybrid itu menggelengkan kepala. "Di-dingin."

"Oh!" Jongin melupakan sesuatu. Jendela kacanya terbuka mengiring udara dingin memasuki kamarnya membuat tubuh polos Kyungsoo kedinginan. "Maafkan Jongin Hyung. Ini sudah hampir selesai. Kau mandi dengan air hangat ya?" pria tinggi itu menggendong Kyungsoo masuk ke dalam kamar mandi kamar.

"Ayo cepat lepas celanamu dan berendam saja. Jika merasa perih, jangan sabuni bahumu," Jongin membiarkan Kyungsoo melepas celananya sendiri sedangkan ia mengatur suhu air bathtub-nya. Ia menoleh ke belakang saat merasakan ada tarikan pada kaosnya dan itu ternyata Kyungsoo dengan wajah cemberutnya.

"Bolehkah aku tak mandi, Hyung?" tanyanya takut-takut.

Jongin menggigit bibirnya berusaha untuk tidak tertawa. Bukan tawa mengejek, tapi ia sangat gemas sekali dengan hybrid kucing di hadapannya. "Kenapa begitu? Kau bau asap ugh. Jika kau tak mandi pasti baunya terus menyebar." Jongin bercanda dengan menutup hidungnya dan itu menarik perhatian Kyungsoo. Mata bulat kucing itu semakin melebar, "Benarkah itu?"

Kepala Jongin mengangguk mantap dan tergelak dengan sikap polos Kyungsoo yang sedang mengendusi tubuhnya sendiri.

"Ta-tapi Kyungsoo tak suka mandi. Nenek menginjinkan Kyungsoo mandi tiga hari sekali hiks… Kyungsoo tak suka air."

Melihat hybrid itu hampir menangis, Jongin menghela napas. Ia tidak kesal tapi bingung harus bersikap bagaimana. Rata-rata kucing memang takut dengan air tapi Jongin baru tahu hybrid juga memiliki sifat tak jauh beda. "Jika aku menemanimu mandi, apakah Kyungsoo mau?" Jongin berdiri mulai untuk melepas pakaiannya, tanpa ia sadari sosok mungil yang berada di belakangnya kini wajahnya bersemu merah.

Jadilah keduanya mandi bersama dengan Jongin telaten membersihkan tubuh Kyungsoo. Sampai ia tak sadar wajah Kyungsoo semerah tomat karena malu merasakan jemari Jongin membersihkan setiap sudut tubuh polosnya.

-.o0o.-

"Hmm… sepertinya baju itu masih terlihat kebesaran untukmu. Atau kita perlu beli baju dulu?" Jongin mengelus dagu dengan telunjuk dan ibu jarinya. Manik coklat gelapnya menilai penampilan Kyungsoo yang berdiri di atas ranjang mengenakan pakaian terkecil yang dapat Jongin temukan di almarinya. Sweater biru dan celana putih membalut tubuh mungil hybrid itu.

"Tak apa-apa, Hyung. Baju ini terasa sangaaaat hangat," Kyungsoo memeluk tubuhnya sendiri. Menembakkan panah imaginer melalui eye smile dan heart-shaped bibir merahnya ke arah Jongin.

Menatap Kyungsoo lama-lama seolah membuat kerusakan sementara pada jantung Jongin. Terasa ada getaran tak menentu di jantungnya. Perasaan asing ini selalu muncul ketika ia menatap mata bulat berbinar Kyungsoo. Ia bingung mengartikan perasaan ini. Yang ia pahami saat ini adalah rasa senang melihat si mungil tersenyum ceria.

Maklumi saja, ia sama sekali tak pernah jatuh cinta sebelumnya, merasakan suatu perasaan asing yang meluap akhir-akhir ini. Hidupnya dulu terlalu monoton. Hanya berkerja dan bekerja.

"Hyung?" Kyungsoo memiringkan sedikit kepalanya bingung dengan Jongin yang hanya terdiam menatapnya.

"Ah! Ehm…" Jongin berdeham membersihkan tenggorokannya. "Aku lupa jika kita melewatkan sarapan. Ayo kita makan siang," Ia berusaha mengalihkan perhatian, berjalan keluar kamar.

Kyungsoo menunduk. Jari tangannya saling tertaut dan memainkan kuku jarinya.

"Kyungsoo-ya?"

"Hyung?" kini Kyungsoo menengadah menatap Jongin seolah ingin meminta sesuatu.

Langkah Jongin menuju pintu terhenti. Ia berbalik kembali berjalan mendekati Kyungsoo yang masih berdiri di atas ranjang. "Ada sesuatu yang salah?"

Kyungsoo menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Lalu ada apa?" Jongin mengusap kepala Kyungsoo hingga terdengar suara dengkuran ala kucing yang merasa nyaman jika seseorang melakukan tindakan itu kepadanya. Mendengar respon positif Kyungsoo, Jongin ketagihan mengusap kepala Kyungsoo beserta telinga hitamnya. Ia sedikit terkejut melihat ekor panjang hitam Kyungsoo yang melingkar di pergelangan tangannya.

Menerima limpahan kasih sayang dari Jongin, hati Kyungsoo terasa hangat. Sebagai seorang manusia setengah kucing, tentu saja naluri kucing yang selalu ingin di manja tetap tersimpan dalam benaknya. Dan hari ini, Kyungsoo merasa dirinya begitu di manja dan disayangi oleh Jongin. Bolehkah ia meminta hal lebih?

"Umm… bo-bolehkah jika Kyungsoo digendong?" Kyungsoo mencoba memberanikan diri. Mendengar suara kekehan, Kyungsoo mengangkat kepalanya takut-takut melirik Jongin. Sebelum ia menegakkan kepala sepenuhnya, tubuh mungilnya terlebih dulu terangkat. Ternyata Jongin langsung menggendongnya tanpa membalas apapun. Berjalan menuju pintu kamar.

"Hyung, apakah Kyungsoo berat? …. Maafkan Kyungsoo jika merepotkan Jongin Hyung."

"Berapa usiamu?"

"E-nam belas tahun Hyung."

"Waahh aku kira kau masih sekolah dasar dengan tubuh mungilmu," Jongin tergelak dengan perkiraannya sendiri. Kyungsoo mengerucutkan bibirnya mendengar entah pujian, entah hinaan dari Jongin.

"Me-memang umur Jongin Hyung berapa tahun?"

"Hmm tahun besok usiaku 27 tahun."

"Besok?"

"Iya, besok aku ulang tahun."

Wajah Kyungsoo seketika murung, "Kemarin… kemarin ulang tahun Kyungsoo, dan ap-apartemen… hiks…" Kyungsoo tak meneruskan ucapannya.

Tanpa melanjutkan perkataan, Jongin paham. Ingatannya meluncur pada saat pertama ia memasuki sebuah apartemen yang terbakar dan menemukan beberapa pernik hiasan ulang tahun terlebih Kyungsoo memeluk erat kue ulang tahun. Dan sekarang Jongin baru tahu jika itu adalah pesta ulang tahun Kyungsoo. Lebih baik ia mengalihkan perhatian, "Kyungsoo mau tidak jika besok jalan-jalan?"

"Jalan-jalan?" tanya Kyungsoo penuh pada dasarnya Kyungsoo polos, ia langsung berhenti menangis lalu mengerjap polos.

"Iya.. jika Kyungsoo berhenti menangis besok kita jalan-jalan ke kota seharian."

"Kyungsoo mau!"

Senyuman terlukis di wajah Jongin. Ia menggaruk pelan dagu Kyungsoo hingga kucing itu mendengkur. "Kalau begitu, kau harus berhenti menangis, nanti wajahmu tak manis lagi." dengan jarak wajah mereka yang begitu tipis, Jongin menatap Kyungsoo dan mengedipkan mata.

Merasa di goda dan langsung malu, Kyungsoo melingkarkan tangannya di leher Jongin dan menyembunyikan wajah bersemu merahnya dalam perpotongan leher Jongin.

Jongin Hyung baik hati dan tampan sekali. Batin Kyungsoo yang tak bisa menampik fakta itu dan terus memikirkannya hingga tak sadar jika Jongin telah mendudukkannya di kursi meja makan.

"Hmm aku tak yakin jika ini sesuai seleramu, tapi makanlah. Di kulkas hanya ada ada ham dan telur, terlebih ini sudah dingin." Jongin terkekeh menggaruk tenguknya. Ia mendudukkan dirinya berseberangan dengan Kyungsoo, menatap kucing hybrid hanya memainkan sendoknya.

"Ada apa Kyungsoo-ya?"

Kyungsoo melengkungkan bibirnya kebawah murung, "Bisakah kita langsung pergi ke pemakaman, Hyung? Kyungsoo tidak lapar."

"Bagaimana jika aku menyuapimu?" tawar Jongin.

Seketika Kyungsoo mengangkat kepalanya menatap Jongin dengan mata membulat berbinar penuhnya. Pria itu tertawa melihat reaksi Kyungsoo, "Kemarilah dan duduk dipangkuanku…. jika kau mau."

Tanpa menunggu Jongin mengulangi tawarannya, Kyungsoo melompat turun dari kursi dan memutari meja berjalan mendekati Jongin. Dengan usahanya sendiri, Kyungsoo berhasil duduk menyamping di paha kuat pria yang masih tersenyum tampan menatap polahnya.

"Ya ampun. Kenapa kau begitu manis dan penurut." Jongin menggaruk dagu Kyungsoo. Sepertinya hal ini akan menjadi kebiasaannya mengingat hybrid kucing itu merespon dengan baik.

Mereka berdua menikmati waktu sarapan pagi dengan penuh keceriaan tanpa ada lagi rasa canggung, meskipun ada rasa malu-malu mau—khusus untuk Kyungsoo yang selalu ingin dimanja oleh Jongin.

-.o0o.-

Terakhir kali Jongin datang ke pemakaman dua tahun lalu mengunjungi makam pamannya dan ia tak meneruskan tradisi itu. Kini ia berdiri menginjak bayangan hitam pohon rindang, memperhatikan Kyungsoo yang sedang berdoa.

Tatapan hybrid kucing itu terfokus pada pusara sang nenek, Jongin hanya diam tak ingin ikut campur. Di samping Kyungsoo juga ada satu-satunya anak nenek Do, seorang wanita yang tengah menangis menatap pigura ibunya. Dia ditenangkan oleh suaminya yang memeluk dengan erat. Namun, Kyungsoo yang berdiri disana terlihat tak dianggap.

Kebakaran dini hari tadi hanya ada satu orang yang meninggal dan itu adalah nenek Do. Wanita yang sudah berusia kepala tujuh itu terlalu renta untuk menyelamatkan dirinya, menghindari kepulan asap dan terlebih sejak awal nenek Do mengalami gangguan paru-paru.

Alis jongin terangkat saat melihat bingkai mungil Kyungsoo membungkuk mengucapkan salam kepada putri nenek Do dan berbalik berjalan kearahnya. Tersirat raut ragu di wajah sembabnya. Saat sampai di hadapannya, Jongin melepaskan syalnya, hendak mengalungkan ke leher Kyungsoo, tapi hybrid itu menghentikannya.

" Hyung, bolehkah mulai saat ini…Kyungsoo tinggal dengan Jongin Hyung?"

Jongin tersenyum menatap Kyungsoo yang menatapnya dengan penuh harap, tanpa Kyungsoo meminta pun ia dengan senang hati menampung kucing malang itu. "Tentu saja Kyungsoo-ya."

Senyum secerah mentari Kyungsoo berikan kepada pemilik barunya, "Terima kasih Hyung, tolong lepaskan collar Kyungsoo. Kyungsoo ingin memberikan collar ini pada nenek." Kyungsoo menjenjangkan leher. Collar bagi hybrid adalah bukti kepemilkan yang mempunyai sertifikat resmi negara. Jika pemilik sudah tiada, hybrid bebas memilih pemiliknya selama pemilik barunya juga menginginkannya.

Kedua tangan Jongin yang masih memegangi syal kini bergerak meraih collar berwarna cokelat itu dan mulai melepasnya. Ia menggantikan collar dengan syal hitam miliknya.

Kyungsoo tersenyum manis lalu kembali berbalik melangkah ke arah pusara nenek Do. Hybrid kucing itu perlahan meletakkan collar-nya di depan pigura foto sang nenek perlahan. Jongin tetap terus memperhatikan Kyungsoo dengan bahu bergetar dan tangannya menyeka wajahnya.

Dalam diri Jongin, ia berjanji ini kali terakhirnya melihat Kyungsoo bersedih sekaligus berdoa kepada nenek Do, berjanji akan merawat Kyungsoo seumur hidupnya.

-.o0o.-

TBC

-.o0o.-

Untuk yang bisa nebak penah baca cerita ini, kalian benar. FF ini di publish pertama di KFF pertama dan beberapa kalimat aku edit.

Next Chapter aku up minggu depan^^

Aku republish sebagai penyemarak Fanfiction Party dimana sengaja aku adakan bertepatan dengan hari ulang tahunku^^

Semoga kalian menikmatinya dan sampai jumpa lagi^^