Unexplained

Jethro Leroy Gibbs, Anthony DiNozzo, Timothy McGee, Ziva David, Abby Sciuto, Donald 'Ducky' Mallard, Jimmy Palmer, dan Leon Vance, adalah kepunyaan CBS; Remus Lupin, Severus Snape, dan Kingsley Shacklebolt adalah kepunyaan JK Rowling, sedang Ian Cornwallis adalah OC kepunyaan Ambu

Rate T, Crime, AU untuk Harry Potter: Voldemort sudah mati, tetapi Severus Snape masih hidup; NCIS sekitar awal Season 9

Diikutsertakan dalam Infantrum Challenge: Fiksi Forensik

-o0o-

"Sungai Anacostia!" dalam langkah-langkah panjang Gibbs melemparkan kunci mobil pada DiNozzo, dan menuju ke lift.

"Dua," sahut DiNozzo menghitung kata yang diucapkan Gibbs. Cengengesan. Menangkap kunci mobil. Menarik ransel peralatan plus jaket. Bersamaan dengan McGee dan Ziva bergegas berjalan menuju lift. Nyaris saja pintu lift menutup sebelum mereka masuk, kalau tidak keburu dihalangi oleh kaki Ziva.

Baru saja mereka bertiga tiba di kantor, bertanya-tanya akan ada kasus apakah hari ini, sedetik kemudian terjawab sudah.

-o0o-

Satu bagian dari tepian sungai Anacostia sudah dilingkari dengan pita kuning tatkala mereka tiba, bersamaan dengan mobil yang berisi Ducky dan Palmer.

McGee beberapa kali mengambil gambar jasad yang tertelungkup, sebelum Ducky bisa membalikkan jenazah itu, dan mulai memperhatikannya.

"Waktu kematian baru-baru ini saja," sahutnya memperkirakan waktu kematian, "satu sampai dua jam," ia menusukkan termometernya di bagian hati jenazah untuk mengambil suhu. Memperhatikan angka suhu sebelum akhirnya ia mengambil kesimpulan. "Benar. Sekitar satu setengah hingga dua jam yang lalu."

"Sekitar jam 07.00," gumam Gibbs. "Cari saksi-saksi, siapa saja dalam waktu itu berada di sepanjang tepian Anacostia—"

"Siap, Boss!" McGee mengalungkan kameranya dan berlalu.

"Bukan Marinir kita ternyata—" DiNozzo memperhatikan jenazah itu. Seorang laki-laki sekitar 30-40-an, celana jeans, kaos, dan jaket hijau keabu-abuan khas militer, dengan sebuah lambang di dada kiri.

"Bukan lambang Marinir Amerika Serikat, DiNozzo." Ducky menekankan, meneruskan pemeriksaan di tempat, "Akan tetapi, ini adalah lambang Royal Marine—"

"Kerajaan?" potong DiNozzo.

"The Corps of Her Majesty's Royal Marines, DiNozzo, Marinir Inggris—"

"Bukankah baru-baru saja kita berurusan dengan Marinir Inggris 1)?" sahut DiNozzo setengah tak terdengar.

"Sepertinya tak ada tanda-tanda bekas tembakan," Ducky tak menghiraukan DiNozzo, tetapi memperhatikan jasad itu dengan lebih seksama, "juga sepertinya juga tak ada bekas kekerasan. Tapi, kita bisa menyimpulkan lebih jauh lagi di meja otopsi nanti—"

"Apakah mungkin serangan jantung?" Palmer ikut memperhatikannya juga, tertarik pada mata si jasad yang melotot dan wajah yang menampilkan raut yang—sepertinya—ketakutan, kaget, "tetapi kalau melihat umurnya seperti masih muda, dan selintas fisiknya masih sangat kuat—"

"Sekarang serangan jantung tak mengenal usia—" Ducky mengingatkan, sambil memberi isyarat pada asistennya agar mulai bersiap memindahkan jenazah pada tandu.

McGee bersamaan dengan Ziva kembali dari mengumpulkan data dari pada saksi. "Hari masih pagi sehingga tidak banyak yang lewat di sini, hanya beberapa orang yang lari pagi. Yang menemukannya seorang ibu tua. Sedang jalan pagi, dan heran melihat segugus asap kehijauan, dan menghampiri untuk melihat ada apa gerangan—"

"—ciri khas ibu-ibu—" lirih DiNozzo, tapi bergegas memasang wajah serius saat dipandang tajam oleh Gibbs.

"—dan menemukan sosoknya tertelungkup. Tidak menyentuh apapun, langsung melapor pada NCIS karena ia melihat jaket marinirnya—"

"Bukan perampokan, karena dompet, jam tangan, dan ponsel masih lengkap. Dari kartu anggota yang ditemukan dalam dompet, ia adalah Ian Cornwallis, Letnan Kolonel, Marinir Inggris—" sahut DiNozzo melengkapi.

"Walaupun sepertinya kita akan menemukan selengkapnya nanti setelah kita memperoleh informasi dari Royal Marine—" McGee menambahkan.

"Hmm," Gibbs mulai nampak berpikir, "McGee, data siapa saja Marinir Inggris yang sedang bertugas di Washington DC—"

"Siap, Boss."

-o0o-

"Dari sidik jari, diperoleh informasi ini: namanya Ian Cornwallis. Letnan Kolonel. Bertugas di Operating Base HMNB Clyde atau biasanya dikenal sebagai Kapal Induk HMS Neptune. Markas Besarnya Skotlandia. Ia termasuk dalam tim inti Strategic Nuclear Deterrent," McGee menjelaskan panjang lebar, sambil menekan remote layar lebar. Menampilkan bergantian: foto korban, gambar HMS Neptune sebagai gambar latar, kemudian sederetan catatan biografinya.

"Tak ada istri?" Gibbs menyelidik.

McGee menggeleng. "Tak ada istri, tak ada anak, bahkan tak punya saudara. Orangtua sudah meninggal—"

"Sendirian. Cocok untuk dijadikan agen rahasia, atau semacamnya—" sahut Gibbs pelan, "—lalu untuk kepentingan apa ia berada di Washington DC?"

McGee menggeleng, "Namanya tak ada dalam daftar Marinir Inggris yang sedang berada di Washington DC, bahkan di seluruh Amerika Serikat—"

"Desersi?" Gibbs terus menyelidik.

Ziva menggeleng. "Kalian takkan percaya ini. Menurut rekanku yang berada di HMS Neptune," Zive menyerahkan selembar kertas fax, "Cornwallis bahkan baru selesai rapat tim SND pukul 11 siang waktu Skotlandia, atau—berdasarkan perbedaan waktu dengan Washington DC—pukul 06.00 pagi tadi—"

McGee, Gibbs, DiNozzo, dan Ziva saling berpandangan.

Tak mengerti.

Selesai rapat pukul 11.00 di Skotlandia, waktu Skotlandia—berarti masih pukul 06.00 pagi di Washington—dan sudah ada yang menemukan jenazahnya pukul 08.30 waktu Washington—di Washington? Dua jam setengah Skotlandia-Washington?

-o0o-

"Kau yakin waktu kematiannya pukul 07.00, Ducky?" Gibbs memasuki ruang otopsi.

"Betul sekali. Masih seperti tadi. Dari pengukuran suhu liver tadi, sepertinya masih segar. Sekitar pukul 07.00 tadi pagi—" jawab Ducky tanpa melihat. Hanya mengulang fakta yang tadi. Ia masih asyik memperhatikan jenazah itu. Mr Palmer baru saja selesai menggunting kulit luar hati-hati, membukanya, dan sekarang nampaklah organ-organ dalam jenazah itu.

"Telepon tadi masuk 08.30, berarti masih sangat baru—" kening Gibbs berkerut.

Ducky mengangguk. "Dari pengamatan sekilas, sepertinya tak ada organ yang terganggu—" ia mulai menguraikan organ-organ dalam: hati, usus, ginjal, dan seterusnya, dengan jari-jarinya. "Seluruh tubuh bagian luar tak ada memar, tak ada bekas-bekas kekerasan. Tak ada lubang bekas peluru. Tak ada bekas suntikan. Bersih. Dalam lambung, sepertinya ia baru saja habis makan. Sedang dicari unsur alkohol atau zat-zat racun lainnya oleh Abby—"

Gibbs mengangguk. Tanpa bersuara, ia keluar ruang otopsi, menuju ruang kerja Abby.

"Kalau melihat matanya yang melotot, dan raut wajahnya yang seperti ini, apakah ia mati karena kaget, karena melihat sesuatu yang sangat mengejutkan?" sang asisten Jimmy Palmer mengulang komentarnya hati-hati.

"Mungkin saja. Mari kita lihat dalamnya—"

-o0o-

"Kadar alkohol sangat rendah. Lambung masih penuh makanan, berarti dia baru saja sarapan—"

"Atau, karena menurut keterangan rekanku—tiga jam sebelum kita temukan, masih berada di HMS Neptune selesai rapat, jam 11 waktu Skotlandia—berarti: makan siang—" Ziva memotong perkataan Abby. Abby melirik tak senang, tapi diteruskannya juga perkataannya.

"Tak ada unsur berbahaya lainnya. Sepertinya ia 'makan siang' dengan stew, dan ditutup dengan anggur merah segelas. Tak ada diabetes, kadar gula normal, kolesterol, dan penyakit-penyakit lainnya. Pendek kata: bersih—"

Gibbs menggelengkan kepala, perlahan. McGee mengerutkan kening.

"Dan mendukung pernyataan rekannya Ziva tadi," Abby melanjutkan, "dompetnya tak berisi dollar, tetapi pound, dan beberapa lembar euro. Ponselnya berisi kartu provider Skotlandia. Dan jam tangannya menunjukkan waktu Skotlandia—"

"Aku juga tak suka ini," DiNozzo menyahut pelan, "semua dalam keadaan baik, tak ada memar, tak ada racun, tak ada luka, tak ada bekas tembakan, tapi ia mati—"

"Dan yang tak masuk akal, jika rekannya Ziva berani menjamin kalau Cornwallis baru saja rapat di Skotlandia tiga jam sebelumnya—plus bukti-bukti lain—mengapa ia bisa ditemukan mati di Washington?" pelan-pelan McGee mengungkap pertanyaan utamanya, "penerbangan paling cepat Glasgow-Washington itu enam jam, belum tetekbengek airport, belum perhitungan waktu dari HMS Neptune ke Glasgow, dan dari airport Ronald Reagan ke Anacostia—"

"Kecuali kalau bisa mengedipkan mata dan berpindah tempat, seperti dalam Star Trek?" DiNozzo mencoba melucu.

Tak ada yang merespon. Kecuali—

Plaaak!

Ups!

-o0o-

"Abby, coba cek sekali lagi, apakah ada kemungkinan dia bukan Ian Cornwallis—" tak sabar Gibbs mencoba mengulangi prosedur identifikasi korban, "coba dari semua sisi, donor darah atau apapun—"

"Cornwallis belum pernah mendonorkan apapun, juga ia belum pernah didonorkan apapun yang memungkinkan DNA-nya berubah. Aku juga sudah mencari kemungkinan apakah ia anak kembar identik—jangan lupa bahwa kita mendapatkan identitasnya melalui sidik jari, dan anak kembar identik itu sama DNA maupun sidik jarinya—dan tidak, Cornwallis bukan anak kembar—" Abby menjelaskan panjang lebar sambil mengetikkan beberapa hal di komputer.

Tercenung.

"Dan," Abby terus menerangkan dengan semangat, "aku juga menemukan ini—" ia menunjukkan sepatu yang tadi dipakai Cornwallis, "pada telapak kaki sepatunyanya aku menemukan pasir-pasir halus, begitu pula di sini—" ia menunjukkan lipatan bawah celana panjangnya, "—sementara pasir seperti itu tidak terdapat di Anacostia. Di Anacostia, tepian sungainya berkerikil. Plus, jangan lupakan bahwa Anacostia itu sungai, sedang di kaki celana ini basah. Ketika kuperiksa—air laut. Pantai—"

"Ada dugaan dia tidak dibunuh di Anacostia?"

"Mungkin."

"Tak ada jejak yang menunjukkan dia dipindah," DiNozzo mengingat-ingat, "tak ada darah, bekas-bekas seretan, atau sejenisnya—"

"Juga tak ada bekas-bekas kendaraan di sana, seperti yang mungkin berhenti di sana dan membuang mayatnya di situ, tak ada—" McGee menambahkan.

"Bagai dibuang begitu saja di sana dari langit? Dari UFO?"

Semuanya terdiam.

"Benar kan perkataanku tadi? Star Trek, menghentikan pesawatnya tepat di atas Anacostia, dan membuangnya—"

Gibbs sudah mengangkat tangannya, dan DiNozzo juga sudah merundukkan kepala bersiap.

Tapi Gibbs menghentikan gerakannya, dan berdiri.

Tanpa bicara, Gibbs keluar menuju mejanya kembali, sambil memberi instruksi, "Coba cari hubungannya dengan asap hijau yang dilihat berkepul oleh saksi penemu mayat. Mungkin isyarat asap atau sejenisnya—"

-o0o-

Sore sudah menjelang tatkala dua laki-laki datang diantar oleh petugas. Langsung mendatangi meja Gibbs.

"Maaf, kami baru bisa datang sekarang. Itupun sudah dengan penerbangan paling cepat—" laki-laki yang satu mengulurkan tangannya pada Gibbs.

"Marinir Inggris?" DiNozzo langsung bertanya.

"Er, katakanlah begitu," sahut laki-laki berambut coklat muda keabuan. "Aku Remus Lupin, dan dia Severus Snape," lanjutnya sambil menunjuk rekannya. "Bisakah kami melihat jenazah Ian?"

"Apakah tidak diurus oleh rekan-rekan Marinir kalian yang ada di sini, tetapi harus langsung dari Amerika?" Gibbs bertanya tanpa tedeng aling-aling, sambil berdiri, berjalan mengantar kedua tamunya menuju ruang otopsi. Memberi isyarat, ketiga anakbuahnya turut mengikuti.

"Ducky, keduanya dari Marinir Inggris—" Gibbs memperkenalkan sambil lalu saat mereka masuk ruang otopsi, "mereka ingin melihat jenazahnya, dan aku pun ingin memperoleh keterangan mengenai beberapa hal dari mereka—"

"Sebenarnya—" Lupin menyahut pelan, "—kami bukan dari Marinir. Kami—" ia mengeluarkan sebuah kartu nama dari dompetnya, juga diikuti Snape. Menyimpannya di meja.

Kartu nama kosong.

Keduanya bersamaan mengeluarkan sepotong kayu—seperti tongkat—dan mengetukkannya pada kartu itu.

Huruf-huruf muncul membentuk kalimat.

REMUS J. LUPIN

Unspeakable

Kementrian Sihir Inggris

SEVERUS T. SNAPE

Unspeakable

Kementrian Sihir Inggris

Bagai layar sentuh pada gadget mutakhir.

McGee yang pertamakali bersuara. "Harry Potter?"

Dan Ziva memrotesnya, "Kau baca? Katanya tidak? 2)"

"Kau juga bilang tidak, kan?"

Gibbs berdeham. "Berhenti bertengkar, dan katakan padaku apa maksudnya?"

McGee menelan ludah dan mencoba menjelaskan, "Remus Lupin dan Severus Snape adalah dua tokoh penyihir dalam buku dan film Harry Potter, Boss. Dan keduanya dilukiskan sudah meninggal—"

Snape menghela napas, "JK Rowling adalah Muggle—manusia yang datang dari kalangan bukan penyihir—yang mencoba menulis tentang kehidupan kami. Dan seperti yang kalian lihat, buku dan film tentang kami, masuk dalam kategori fiksi."

Gibbs mengangguk, masih setengah tak percaya. "Baiklah. Jadi, bagaimana dengan mayat ini?"

"Ian Cornwallis juga adalah seorang Unspeakable, Sir—" sahut Remus sopan.

"I see," Gibbs menyahut pendek.

Severus memandang Remus, lalu sama-sama mengangguk. Kemudian pandangannya diarahkan pada Gibbs.

Snape mendekati jenazah itu. "Dengan ijin Anda, Sir—"

Gibbs kembali mengangguk, namun sepertinya setengah ragu.

Snape memandang jenazah itu sejenak. Kemudian tongkatnya diarahkan pada bagian tengah dari kedua mata yang tertutup itu.

"Legilimens—"

Matanya sendiri juga tertutup, seolah sedang berkonsentrasi membaca pikiran si jenazah.

Hanya beberapa detik, ia menghentikannya.

Menoleh pada Lupin, ia mengangguk. "Memang Pelahap Maut pembunuhnya. Kelompoknya Lestrange. Tapi ia sempat menyimpan catatan penelitian tentang mantra Apparate-Lintas-Benua-nya di kapal induk, dengan mantra Fidelius—"

Melihat keheranan meliputi sekelilingnya, Remus berusaha menjelaskannya, "Legilimens itu mantra untuk membaca pikiran orang—"

Raut wajah Snape berubah. Ia tidak suka dikatakan pembaca pikiran—

"—akan tetapi, umumnya dilakukan untuk orang yang masih hidup. Untuk orang yang sudah mati, hanya bisa dilakukan untuk mengetahui beberapa detik terakhir dalam kehidupannya 3) dan tidak semua penyihir yang bisa Legilimens mampu melakukannya. Severus adalah salah satu dari sedikit penyihir yang bisa—"

Gibbs menyela, "Jika memang Legilimens bisa dilakukan untuk mengetahui siapa pembunuh si mayat, berarti dalam dunia sihir tak ada pembunuhan yang tak diketahui pelakunya?"

Snape menggeleng. "Tak banyak penyihir yang bisa. Dengan demikian, sama saja dengan Muggle, banyak pembunuhan atau kejahatan lainnya yang tidak diketahui pelakunya."

"Aku kira, dengan sihir segalanya akan menjadi bisa dilaksanakan?" DiNozzo antusias.

Snape menyeringai, "Kalimat itu sudah kukira. Jika Muggle mengetahui tentang penyihir, semua orang akan inginkan pemecahan masalah secara gaib," 4) sahutnya sinis.

"Tak semua hal bisa dilakukan dengan sihir," sahut Lupin pelan, "kami punya Pengecualian Prinsipal dari Hukum Gamp Mengenai Asas Transfigurasi, dan masih banyak lagi batasan-batasan akan sihir. Tidak berarti kami bisa melakukan semuanya—"

"Kematian Cornwallis, misalnya," sambung Snape, "dia sedang meneliti tentang Apparate—"

"Apparate?" Palmer menyela.

"Kemampuan untuk muncul di suatu tempat setelah menghilang di tempat asalnya," Snape terlihat agak kesal, "tetapi kami belum bisa DisApparate dan Apparate berbeda benua. Cornwallis sedang mengerjakan penelitian agar kami bisa Apparate lintas benua, ketika ia dibunuh—"

"Dan mengapa ia dibunuh?"

"Kami adalah Unspeakable," Lupin menjelaskan, "Agen rahasia mungkin, pada kehidupan Muggle?" Lupin meneruskan, "Di Inggris, kami baru saja terlepas dari cengkeraman Voldemort, penjahat keji itu. Akan tetapi, sisa-sisa Pelahap Maut ternyata masih ada di seantero Inggris. Dan mereka tetap merongrong. Buktinya, para penemu seperti Cornwallis juga dijadikan sasaran—"

"Ia menemukan cara untuk Apparate-Lintas-Benua, dan para Pelahap Maut mencoba memperoleh formulanya. Kemungkinan untuk mereka bisa melebarkan sayap ke benua Amerika? Asia? Tak ada yang tahu—"

Gibbs mengerutkan kening, "Cornwallis juga tim inti Strategic Nuclear Deterrent, apakah—"

Lupin mengangguk. "Itu pekerjaannya sebagai Muggle. Sebagai penyihir ia Unspeakable—"

Gibbs mengangguk sambil menghela napas dalam-dalam, "Keduanya berisiko sangat berat—"

"Tunggu dulu," DiNozzo menyela, "bisakah kalian menjelaskan kronologi pembunuhannya, yang kalian tahu? Mengapa tak ada tanda-tanda apa yang menyebabkan kematiannya? Dan apakah ada hubungannya dengan asap kehijauan?"

Snape menghela napas, "Sepertinya begini. Cornwallis dikuntit oleh para Pelahap Maut. Seharusnya dia tak boleh dibunuh, karena ia punya sesuatu yang berharga. Akan tetapi sepertinya mereka bertempur, dan para Pelahap Maut itu—kalau bisa kubilang, tidak begitu pandai, hanya menggunakan kekerasan saja—Ia berusaha menghindar dari mereka, dengan mempraktekkan mantra yang baru saja ia temukan: melintas antar benua. Bersamaan dengan para Pelahap Maut terlanjur merapal Avada Kedavra—"

"Dan Avada Kedavra itu?"

"Kutukan Tak Termaafkan nomer tiga—"

DiNozzo masih mengerutkan kening.

"Ada 3 kutukan Tak Termaafkan, Imperius untuk membuat orang lain mengerjakan apa yang kita suruh, Crucio untuk penyiksaan atau penganiayaan, dan Avada Kedavra yang paling akhir, yang paling mematikan. Avada Kedavra ini tak ada penangkalnya. Tetapi ketiga kutukan ini sama-sama terlarang dalam hukum penyihir—"

"Jadi, Avada Kedavra ya? Ups, aku baru saja mengucapkan—" DiNozzo menutup mulutnya dengan tangan.

"Tidak akan terjadi apa-apa. Pertama, kau bukan penyihir. Kedua, kalaupun kau penyihir, kau harus punya niat untuk melaksanakan satu dari tiga Kutukan itu, baru bisa terlaksana—" sahut Lupin.

"Dan tanda-tanda yang ada pada diri teman kita ini, adalah tanda-tanda orang yang baru dikutuk dengan Avada Kedavra?" sahut Ducky sambil mengangguk, berbicara, lebih pada dirinya sendiri. Ia mulai menjahit kulit jenazah yang tadi dibukanya.

"Ya. Dan biasanya para Pelahap Maut itu akan melepas Tanda Kegelapan—asap kabut kehijauan berbentuk tengkorak dengan lidah ular—di udara di atas korban," sahut Snape.

"Hm, " Gibbs mengangguk. Jadi itu yang dilihat oleh saksi mata tadi pagi.

Pintu ruang otopsi terbuka. Semua kepala menengok. Leon Vance masuk.

"Sir, mereka adalah—" McGee mencoba memberitahu, tapi Vance mengangkat tangannya, memberi isyarat agar McGee diam, dan agar Snape melanjutkan penjelasannya.

"Semacam signature, bahwa kejahatan itu dilakukan oleh para Pelahap Maut, begitu?" Ziva antusias.

Snape dan Lupin serentak mengangguk.

Ducky selesai menjahit kembali jenazah. Dengan takzim ia menutup keseluruhan jenazah, dan berbalik menghadap pada kedua tamunya. "Sepertinya kasus bisa ditutup, dan Ian Cornwallis bisa kami serahkan pada anda berdua?"

Kesemuanya mengangguk lega.

Setelah menunggu kedatangan peti mati, dan mendandani almarhum Cornwallis dengan seragam militernya—yang dihadirkan dengan satu jentikan—akhirnya kedua tamu mereka siap untuk kembali ke Inggris. Dengan pesawat udara seperti tadi, karena mantra untuk Apparate-Lintas-Benua masih harus mereka temukan dahulu penyembunyiannya di kapal HMS Neptune.

"Senang bertemu dengan Anda," sahut Lupin, menjabat tangan mereka.

"Semper Fi," sahut Gibbs. Keduanya mengangguk.

"Sampaikan salam hormatku pada Kingsley Shacklebolt, ya!" sahut Vance.

"Tentu," Lupin menegaskan.

"Juga salamku pada Minerva. Kapan-kapan kami harus minum teh bersama," sahut Ducky kalem.

Dan kesemua anggota tim Gibbs memandang Vance dengan heran. Bergantian dengan memandang Ducky. Juga heran.

FIN

A/N:

1) Season 8 episode 4: Royals and Loyals

2) Season 3 episode 4: Silver War.

Ziva: You know what this reminds me of, McGee?
McGee: Mossad case?
Ziva: No. The Harry Potter novel.

McGee: You read it?

Ziva: No, of course

3) Dari buku '18 Seconds – George D Shuman'

4) Harry Potter dan Batu Bertuah, hlm 84