Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, aku hanya pinjam saja.

.

.

Stupid or Kind?

.

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

.

Stupid or Kind by author03

Uzumaki Naruto x Hinata Hyuga.

Romance\Drama

.

.

.

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 1

.

.

.

Keng keng keng keng keng..

Kaleng-kaleng kosong yang terikat ke kedua kaki mungil itu terus tertarik pergi.

Seorang gadis bersurai indigo dengan wajah yang sudah seperti badut itu terus berjalan dengan kecepatan tinggi dan kembali melambat karena suara bising yang dihasilkan kaleng-kaleng dikakinya ke pinggir jalan.

Rambut indigonya terikat menjadi dua tinggi keatas layaknya anak kecil. Wajah putih bak cat dinding, dua lingkaran merah dipipinya dan lipstick merah berbentuk love di bibirnya. Memakai seragam Sma dengan keadaan baru. Kompeng menjadi mainan dari kalung tali rafia di lehernya. Bawang putih menjadi kalung dikedua tangannya. Kaos kaki warna-warni selutut di kaki kirinya dan kaos kaki putih di kaki kanannya. Oh, dan jangan lupakan kertas persegi di dadanya dengan tulisan

Nama : Hyuuga Hinata.

Kelas : 1-A

.

Sma Konoha.

Akhirnya tiba..

Dengan cepat gadis tadi menarik masuk koper besarnya melewati gerbang besar dan bergabung dengan barisan-barisan manusia yang berdandan tak jauh sepertinya. Hari ini adalah hari pertamanya masuk ke sekolah ini dan tentunya mereka wajib mengikuti MOS.

"Hei! Kau terlambat!"

deg!

Langkah Hinata didekat gerbang terhenti ketika seseorang dari belakang meneriaki nya.

Seorang gadis bersurai pink tanpa dandanan aneh. Itu artinya dia adalah kakak kelas.

"Anoo, sa-saya belum terlambat. Ini buktinya." Hinata menyodorkan tangan kanannya yang dilingkari jam tangan.

Tik. Angka panjang baru saja melewati angka 12. Saat ini jam pas menunjuk pukul 8 pagi itu artinya Hinata tepat waktu.

"Kalau begitu cepatlah ke barisanmu."

"Ha'i!" Hinata membungkuk hormat dan berlari pergi. Berdiri di barisan paling belakang dimana manusia-manusia sejenisnya, berbaris.

...

Hinata sedikit berjinjit dan melirik ke depan dan ia tak melihat siapapun di pintu masuk itu. Apakah para kakak-kakak kelas belum datang?

.

"Aa, panas sekali.."

"Mengapa harus ada acara seperti ini?"

"Aku harus menjadi badut karena ini."

"Menjengkelkan." keluhan yang berhasil ditangkap indra pendengar Hinata. Lihatlah para gadis berwajah badut itu terus saja mengibaskan tangan mereka ke arah leher petanda bahwa mereka sangat gerah tapi.. Tapi kan matahari bahkan tertutup awan. Mengapa mereka mengeluh panas?

"Dimana kakak kelas brengsek yang terlambat itu sih?!"

"Mentang-mentang kita anak baru. Mereka seenaknya menjemur kita."

"Hei! Diam semua!" suara keras yang berasal dari Toa berhasil mencuri perhatian para murid-murid baru yang masih berbaris rapi dalam beberapa barisan.

"Omo!"

"Kyaaahhh!"

"Kakak kelas?!"

"Tampan sekali!" hanya diperlukan waktu satu detik barisan-barisan berisi murid baru langsung heboh.

"Kyaaaaaaahhh!"

Bagaimana tidak. Lihatlah dua manusia itu. Tampan sekali.

Satu bermata kalem berambut perak. Satu lelaki berambut kuning, bermata biru yang memegang toa. Oh my god! Lihat badannya dibalik seragam itu! Wajahnya. Bagaimana bisa?!

"Senpai! Senpai!"

"Kyaaaaaa!" semua gadis histeris kecuali Hinata. Hinata bahkan tak melihat apapun karena gadis-gadis didepannya terus meloncat-loncat.

Braaaaccckkk! Semua manusia terdiam ketika sapu melewati kepala mereka. A-apaan itu? Si-siapa yang melempar sapu itu?

Glek..

"Siapa yang menyuruh kalian berteriak?" suara lewat Toa itu terdengar yang membuat semua mata kembali tertuju pada sang pembuka suara.

.

.

.

.

"Naruto, tak usah sekasar itu." tegur gadis bersurai pink pada temannya yang baru saja melayangkan sapu ke arah murid-murid baru. Untung saja tak kena, coba kalau kena. Siapa yang mau bertanggung jawab?

Lelaki yang di panggil Naruto itu mengabaikan ucapan teman seangkatannya itu dan mendekatkan toa ke bibir eksotisnya.

"Toneri akan mengantar murid lelaki ke kamar masing-masing dan para perempuan ikut aku. Sekarang!" Toa itu dilemparkan asal dan semua manusia langsung bergerak. Siapa yang berani tak bergerak? Lelaki itu galak sekali.

"Hallo, saya Toneri Otsutsuki. Saya akan menunjuk dimana kalian akan tinggal dan tolong buatlah barisan yang rapi. Kita harus segera kembali kesini." jelas lelaki bersurai perak bernama Toneri dengan senyumnya. Para siswa merasa mereka sangat beruntung bersama lelaki ini. Coba saja lelaki kuning itu yang menuntun mereka? Apa yang akan terjadi? Lelaki itu terlihat sedang bad mood?

Kelompok perempuan ke gedung sebelah di barat dan lelaki ke arah timur. Kalau kalian tak tahu. Sekolah ini lengkap dengan tempat tinggalnya sekalian. Entahlah untuk tujuan apa, yang jelas siapapun yang bersekolah di sekolah elit ini wajib tinggal disini.

.

.

Naruto berbelok ke kiri menelusuri tangga setelah melewati pintu gedung besar.

"Satu kamar terdiri dari empat orang." ucapnya dan tanpa ba-bi-bu lagi empat orang pertama dari satu barisan lurus berlari masuk kedalam dengan koper mereka. Mereka tak berani protes atau sejenisnya.

"Gerak yang cepat!" semua kembali mengekori lelaki itu ke kamar sebelah begitu dengan seterusnya hingga..

.

.

.

"Pas sekali." Naruto membatin ketika empat manusia terakhir masuk ke kamar dengan pintu yang tercetak nomor 21.

"Ano, saya harus tinggal dimana?" tanya Hinata ragu ketika ia merasa terlupakan.

Naruto membalikkan badannya menatap satu-satunya siswi yang tersisa. Ia kira sudah tak ada murid lagi ternyata masih tersisa satu.

"Tentu saja disebalah kamar ini. Cepat pergi!"

"Ha-ha'i" Hinata langsung berlari pergi tapi langkahnya terhenti di langkah ketiga.

"Anoo, maaf umm.. Siapa nama senpai?" tanya Hinata ragu. Ia tak mendengar jelas ketika lelaki ini memperkenalkan diri karena dirinya di barisan paling belakang.

"Apa kau tuli!? Tadi aku sudah memperkenalkan diri. Namaku Naruto!" jawab Naruto kesal. Hari ini moodnya sungguh buruk. Uuggh! Menjengkelkan.

"Ma-maaf Naruto-senpai. Ta-tapi ada sesuatu yang ingin aku katakan." Naruto menghela nafasnya. Gadis ini sangat bertele-tele.

"Saya rasa tak baik melempari murid baru dengan sapu." mata Naruto perlahan melebar. Apakah siswi baru ini tengah mengajarinya?

"A-a-ano, sa-sa-saya permisi." Hinata membungkuk hormat dan berlari pergi. Perubahan raut wajah lelaki itu sangat mengerikan.

Bracckk!

"Haa..!"

Hinata tersentak kaget ketika pintu yang baru saja ia buka terdorong kuat hingga terbuka lebar.

Deg.

Hinata melangkah mundur masuk ke kamar barunya beberapa langkah dengan koper besar yang setia disebelahnya. Ia terkejut kerena lelaki itu tiba-tiba mendobrak pintunya yang bahkan belum ia buka sempurna.

"Waktumu sepuluh detik untuk ke lapangan. Jika kau terlambat satu detik saja kau akan tahu apa hukumanmu." Naruto melangkah pergi ketika kalimatnya selesai.

Deg..

Hinata mencerna dulu apa yang terjadi.

Ketika menyadarinya dengan cepat dirinya mencabut kunci kamar yang bergelantung di lubang kunci, mengunci pintu itu dan berlari pergi. Lelaki itu terlihat marah sekali padanya?

.

.

Hinata terus berlari dan akhirnya tiba ke depan sekolah yang berada di sebelah gedung yang di tempati. Nafasnya tersengal-sengal pertanda ia capek. Lapangan masih kosong itu artinya para murid masih belum berkumpul.

"Terlambat dua puluh detik. Dua puluh jump squat." Hinata menatap ke asal suara lewat toa itu.

"Hah? Ta-tapi murid lainnya bahkan belum datang." jawab Hinata. Mengapa dirinya dihukum?

Tap.

"Itu hukuman karena kau berani mengajariku." Naruto menghampiri Hinata dan menekan kesal kening putih itu. ia perlu melampiaskan rasa kesalnya pada seseorang.

"Ha'i. Saya mengerti." mau tak mau Hinata memulai acara loncatnya. Menempelkan kedua tangannya ke kedua daun telinganya. Menurunkan badannya hingga berjongkok dan kembali berdiri.

"Naruto? Dimana siswi lainnya?" tanya lelaki bersurai perak menghampiri lapangan dan masih diekori semua siswa-siswa baru.

Naruto menatap ke belakang. Dimana siswi-siswi sialan itu? Bukankah Naruto sudah menyuruh mereka kembali kesini secepat mungkin? Mengapa masih tak ada satu siswi pun?

"10" Hinata masih sibuk pada urusannya.

"Aku akan membunuh mereka semua." Naruto melangkah pergi dengan menghentakkan kakinya. Mengapa hari ini semua orang suka sekali menyusahkan nya? Bukankah dirinya adalah ketua osis? Yang namanya ketua itu kerjaannya hanya duduk dan menerima hasil kan? Huh! Menjengkelkan!

.

.

"20aaa..!" Hinata berdiri tapi tak sengaja sedikit terjungkir ke belakang di karenakan kakinya yang terasa penat.

"Kau tak apa?" tanya Toneri ketika tangannya sedikit menahan badan gadis yang terjungkir barusan.

Hinata membenarkan posisi berdiri nya "tidak apa-apa, umm"

"Toneri." sela Toneri tahu apa yang Hinata pikirkan.

"A.. Saya tak apa-apa Toneri-senpai, terima kasih." ucap Hinata. Memikirkan betapa galaknya lelaki tadi membuatnya sedikit merinding akan lelaki ini.

"Haha.. Kau pasti takut pada Naruto, dia begitu hanya karena sedang kesal." seolah tahu apa yang gadis ini pikirkan. Ya.. Tapi Naruto memang selalu begitu. Hobinya marah dan menyiksa orang. Lihat saja nanti kalau tak percaya. Bahkan dirinya tak begitu dekat dengan kedua osis itu alasannya karena lelaki itu membencinya yang entah karena apa.

"Tida"

"Cepat jalan!"

"Ha'i Ha'i"

"Maaf senpai." mereka dipandu masuk kekandang oleh sang majikan layaknya segombrolan domba. Senpai mereka ini sungguh galak. Mendobrak kamar mereka, teriak dan mengusir mereka semua kesini. Padahal mereka kira mereka bisa beristirahat sejenak. Sebetulnya ini sekolah atau penjara? Rasanya para polisi pun tak segalak ini?

Deg..

Hinata menunduk ketika Naruto menatapnya dengan tatapan yang mengerikan seolah ia ingin menerkamnya hidup-hidup.

"Sa-saya sudah melakukan dua puluh kali jump squat." cicit Hinata pelan. Lelaki itu sungguh menunjukan aura marahnya layaknya setan.

.

.

.

12.31

Akhirnya acara Mos untuk hari ini pun selesai. Pengenalan diri dan hal lain semacam itu. Sungguh melelahkan.

Terlihat Naruto yang baru, baru saja baring ke tanah yang di lapis rumput hijau nan rapi dibelakang sekolah tapi siswi seangkatannya malah datang mengganggunya.

"Selamat. Kau membuat semua murid baru berpikir bahwa sekolah ini adalah sekolah yang buruk." ucap sang siswi berambut pink frustasi. Dirinya adalah wakil osis jadi ia punya alasan untuk marah dengan keadaan ini.

"Layaknya aku perduli." jawab sang lelaki tak perduli tanpa membuka matanya.

Betapa menyesal dirinya memberikan separuh pekerjaannya pada lelaki ini. Tak ada satupun yang beres. Apa yang dia lakukan hanyalah membentak. Mengapa dia bisa terpilih menjadi ketua osis?

"Seharusnya aku menyuruh Toneri membantuku. Kau sungguh menjengkelkan." gadis berwajah cantik itu melangkah pergi. Acara hari ini kacau besar dan jika saja semua murid-murid kelas satu itu mengadu kemana-mana soal hari ini, citra sekolah yang dirinya baggakan ini pasti rusak. Lelaki ini sungguh menjengkelkan. Seharusnya dia menyambut murid-murid baru dan membuat mereka merasa bangga masuk kesini tapi dia malah membuat mereka merasakan sebaliknya.

...

Hussss..

Angin berhembus dan meniup rambut kuning itu tapi sang lelaki itu bahkan tak membuka matanya. Mengabaikan semua yang dikatakan wakilnya itu. Ia tak perduli. Ia hanya ingin tidur dan menenangkan diri.

.

.

.

Besok paginya di jam 07.21

Bedak putih bak cat dinding telah hilang dari wajah semua murid baru termaksud Hinata begitu juga dengan kaleng dan segala macam kecuali tanda pengenal ukuran sedang yang ia kalungkan.

Cukup membosankan karena tinggal sendirian di satu kamar yang berisi dua ranjang bertingkat. Rasanya sepi sekali. Ayahnya memasukkannya ke sekolah ini dengan alasan mereka selalu sibuk bekerja dan tak punya waktu untuk Hinata. Untuk itu mereka memasukkan Hinata ke sekolah yang lengkap dengan tempat tinggal ini dengan tujuan agar Hinata bisa tinggal dengan teman barunya dan tak bosan tapi siapa sangka? Entah keberuntungan atau kesialan. Dirinya malah tinggal didalam satu kamar tanpa siswi lain.

.

.

Gedung elit bernama Sama Konoha ini mulai diisi para murid. Hinata menelusuri tangga menuju lantai atas dengan tujuan mencari kelas yang akan ia tempati. Semalam para senpai telah mengenalkan sekolah ini, jadi akan mudah menemukan apa yang ia cari.

.

"Menjengkelkan. Jika saja senpai itu tak tampan bak model. Sudah aku cincang halus." beberapa gadis melewati Hinata yang masih menyusuri tangga. Mereka berhawa sangat kesal, hanya gadis bersurai ungu itu saja tepatnya.

"Ee,, tapi kudengar sampai besok, anggota osis yang akan berada dikelas kita. Aku jadi penasaran siapa anggota osis yang akan kelas kita dapat?"

"Iya aku tahu. Acara mos itu tiga hari dan aku berharap Naruto-senpai dikelas kita. Hehe.." ucapnya merona.

"Mengapa? Kau bilang dia sangat galak."

"Tak apa, aku akan membuatnya luluh dengan kecantikanku. huh.." ucapnya penuh dengan kebanggaan.

.

.

Hinata masih mengekori dari jauh tiga manusia tadi, ternyata mereka sekelas dengan nya. Kelas yang ia dapat terdapat di lantai tiga baris kedua dari dalam.

.

.

.

Teng

Tong

Lonceng berbunyi pertanda kelas akan dimulai. Dimana semua murid-murid telah duduk dibangku masing-masing tentunya dengan pilihan mereka sendiri.

"Kyaaaahhh!"

"Senpai!"

"Dia dikelas kita!" para siswi langsung heboh ketika lelaki tampan bersurai kuning itu memasuki kelas dan menghampiri meja guru.

"Diam atau aku akan menyeret kalian keluar."

Deg..

Semua manusia heboh itu langsung terdiam. Senpai ini sungguh tak ramah. Menjengkelkan. Huh!

"Kalian sudah pasti tahu namaku. Jadi tak perlu ada pengenalan lagi."

"Senpai? Kami adalah siswi baru. Tak bisakah senpai sedikit lebih ramah?" tanya seorang siswi cemburut. Percuma tampan jika tak ramah.

Naruto tersenyum lucu, ogah tepatnya tapi entah mengapa senyuman itu terlihat sangat menawan yang bahkan bisa melumpuhkan hati para gadis.

"Tidak." jawab Naruto singkat, padat dan jelas.

"Sekarang semuanya berdiri dan berbaris rapi kedepan. Saya akan mengatur tempat duduk kalian." mau tak mau semua manusia dibangku berjalan ke depan kelas dan berbaris rapi.

.

.

"Senpai,, kumohon biarkan kami bertiga duduk bersebelahan." Naruto menatap datar gadis bersurai ungu yang menatap manja padanya. Kertas yang ia kalungkan menuliskan namanya Yugao.

"Kau duduk dipojokan kiri belakang. Kau dipojokan kiri depan. Kau dipojokan kanan depan." mulut ketiga gadis itu terbuka.

"Ta-tap"

Mata Naruto perlahan melebar yang cukup membuat ketiga manusia tadi berhamburan pergi. Cara tatapannya cukup mengimidasi setiap manusia yang menatapnya.

.

.

.

Setelah dua puluh enam murid kemudian.

Naruto masih terduduk dikursi guru menatap sejenak murid terakhir disebelahnya. Hyuuga Hinata. Ini gadis semalam, bukan?

"Ano, saya bisa duduk dimana saja." ucap Hinata jujur dengan senyumnya. Senpai ini memberikan tempat duduk yang tak disukai para murid. Dia memang pandai membuat kesal para murid dan mereka menyebutnya kejam, penyiksaan. Haha..

"Kau duduk dibelakang pojokan kanan saja."

"Ha'i" jawab Hinata patuh yang kemudian melangkah pergi.

.

"Sekarang letakkan kedua tangan kalian keatas meja." Naruto beranjak dari tempatnya dan menghampiri bangku di depan pojokan kanan.

"Apa-apaan ini? Kau kira tempat ini sekolah bapakmu? Hapus warna itu dan gunting hingga rapi."

Deg.

Perintah yang bisa membunuh gadis cantik itu saat ini juga. Kecantikan dan kepanjangan kuku-kukunya adalah segalanya untuknya dan lelaki tampan ini dengan mudahnya. Oh tidak.

"Ta-tapi senpai. Tak ada peraturan bahwa ku"

"Aku adalah peraturan nya. Aku membuat peraturan. Kalian semua mematuhi aturannya." Naruto menegaskan kata-katanya.

"Tapi senpai. Kuku-kuku cantik ini adalah nyawaku." bela sang gadis berharap. Kuku-kuku ini sangat susah di panjang kan apalagi dirawat secantik ini. Kuku-kuku pink nya dengan gambar bunga-bunga, nyawanya. Biayanya pun tak murah.

"Gunting atau aku hancurkan." Naruto melangkah ke meja sebelah. Kuku-kuku itu adalah nyawanya? Mati saja sebaiknya.

"Apaan?! Rapikan tangan menjijikan itu. sebagai lelaki kau harus bisa menjaga kebersihan tangan mu itu!"

.

.

.

Seterusnya hingga ke meja Yugao.

"Angkat tanganmu." Shion masih bersikeras menyembunyikan kedua tangannya ke laci. Tidak, tidak. Nyawa nya akan hancur dengan sebuah perintah.

"Tanganku sakit senpai." Yugao memelas. Kuku cantik itu adalah nyawanya.

"Satu. dua" dengan secepat kilat kedua tangan Yugao sudah berada di atas meja.

"Begitu saja susah." Naruto berjalan ke meja sebelah yang langsung membuat senyum di bibir Shion hadir. Apa senpai membiarkannya memakai kutek ini? Sungguh? Nyawanya. Maha karyanya. Terima kasih!

"Oh, sebagai gantinya rambutmu harus hitam besok."

Apa?!

Senyum di bibir Shion langsung menghilang.

"Ta-tapi rambut ini baru aku cat dan pula tak ada peraturan tak boleh cat rambut. Bahkan rata-rata disini semuanya memiliki warna rambut. Senpai, ini tak adil."

"Oh, baiklah. Dia ingin keadilan. Semuanya besok rambut kalian harus hitam." semua menatap tak percaya atas perintah itu dan mendelik tajam ke sumber penyebab yang langsung membuat Yugao menelan ludahnya.

"Ma-maaf senpai. Besok kuku-kuku saya ini akan saya rapikan. Saya janji." Shion merinding atas tatapan maut itu seolah dia akan mati di keroyok jika dia meneruskan perlawannya yang tak seberapa itu.

Glek

.

.

Hinata mengulurkan tangannya ketika senpai berada di dekat mejanya.

Hinata tersenyum. Senyum dengan maksud aku adalah anak yang baik. Hehe.. Habis dia pandai sekali membuat para murid tersiksa.

...

Naruto menatap kuku-kuku rapi, pendek dan bersih itu dan kemudian menatap wajah cantik yang tersenyum itu.

Senyuman menghiasi bibir eksotis Naruto. Bukan senyuman yang berkata kau anak baik tapi.

"Satu minggu waktumu untuk memanjangkan kuku itu." rata-rata mata tertuju tak percaya pada perintah barusan. Apa-apaan itu? Ini tak adil!

"Ta-tapi senpai, saya tak begitu menyukai kuku-kuku yang panjang dan bukankah senpai dari tadi menyuruh mereka merapikan kuku-kuku itu? Mengapa anda menyuruh saya memanjangkannya?" Hinata tak tahu apa ini tapi ia sadar bahwa lelaki ini sengaja menyiksa batin mereka dan dirinya.

"Terkadang kita harus melakukan apa yang tak kita sukai dan jangan lupa diwarnai." Naruto menyeringai tipis ketika gadis bernama Hinata itu memasang wajah tak ingin nya tapi tak bisa menolaknya.

Hinata tak bisa memanjangkan benda yang cukup menyusahkan itu. Benda-benda tajam itu selalu melukainya yang membuatnya selalu merapikan benda itu dua kali seminggu.

"Ta-tapi sensei.."

"Aku pembuat peraturan. Kau menuruti peraturan nya." tekan Naruto ketika ia menatap Hinata dari jarak yang cukup dekat yang cukup mengimidasinya.

Hinata memundurkan wajahnya dan mengganguk pasrah. Sebaiknya Hinata tak melawan sebelum membuatnya marah.

"Hei! Senpai. Itu tak adil. Kuku ini adalah sebagian dari hidup saya. Dan mengapa gadis itu boleh menghias kukunya dan kami tak bisa?" protes Yugao ketika ia berdiri dari posisi duduknya.

"Naruto." Naruto membalikkan badannya, menatap ke siapa yang memanggil nya di ambang pintu.

"Ada apa Toneri?" tanya Naruto sambil menghampiri manusia pengganggu itu.

"Naruto, Sakura mengatakan kelas kita diganti. Kau ke kelas 1-C dan aku disini." jelas lelaki bernama Toneri itu.

"Mengapa?" tanya Naruto. Mengapa dirinya dipindahkan kesana?

"Aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Cukup pergi saja." beberapa menit menimbang-nimbang. Naruto pun melangkah keluar.

Toneri memasuki kelas dan menghela nafasnya dan diikuti oleh senyum manisnya.

"Perkenalkan nama saya Toneri. Dan saya yang akan mengawasi kelas ini sampai besok." semua manusia didalam kelas menatap was-was Toneri seolah berhati-hati jika lelaki ini juga penyiksa seperti Naruto senpai itu.

"Oh dan soal apapun yang Naruto katakan yang membuat kalian was-was begini. Lupakan saja. Dia bukan pengawas kalian jadi kalian tak berkewajiban mendengarkannya." Tambah Toneri dengan senyumnya yang masih belum luntur. Ia jadi penasaran apa yang Naruto katakan hingga membuat semua manusia ini terlihat was-was akan dirinya yang mungkin akan menambah siksaan mereka?

"Sungguh?!"

"Kau bercanda senpai?!"

"Kau serius?!" pertanyaan berharap yang dilontarkan rata-rata murid.

Toneri hanya mengangukkan kepalanya sebagai jawaban yang langsung membuat semua manusia menghela lega nafas mereka.

"Nyawaku terselamatkan."

"Hidupku. Yokkaata." para gadis menyentuh tangan mereka dan menghela lega nafas mereka. Sungguh nyawa mereka terselamatkan.

"Haha" Toneri hanya bisa tertawa kecil atas tingkah murid-murid baru ini. Emang apa yang terjadi hingga mereka begini lega? Apa yang Naruto perintahkan pada mereka? Yang dirinya tahu Naruto selalu serius jika sedang serius tapi dia bukanlah orang yang jahat yang membuat semua murid disini terancam nyawa mereka. Haha..

.

.

.

Puk!

Penghapus papan tulis itu berhasil mendarat mulus ke wajah seorang siswa dibelakang.

"Perhatian jika aku sedang bicara, brengsek." Naruto memperingati dengan wajah mengancamnya. Ini alasannya Toneri dan dirinya bertukar tempat, hah?

...

Seorang gadis didepan kelas hanya bisa terdiam dan terus menyaksikan kelas 1-C di bully habis-habisan oleh ketua osis.

"Dengar kalian semua. Kalian itu sudah dikelas paling goblok. Sudah jelek, kurang ajar. Tak tahu sopan santun. Sok nakal lagi. Kalian cari mati hah?!"

Blamm! Naruto memukul meja guru disebelahnya pertanda ia sangat kesal saat ini.

Semua murid dibangku masing-masing teridam. Lelaki ini galak sekali tak seperti lelaki yang baik hati dan lembut barusan. Jika tahu begini mereka tak akan mempermainkan senpai pink sialan itu yang membuat dia menyuruh lelaki galak itu kesini. Dasar tukang gadu padahal Toneri senpai tadi sama sekali tak memarahi apa yang mereka lakukan. Senpai sialan itu membuat mereka terceramahi.

"Kalian dengar tidak apa yang aku katakan?!" Naruto meninggikan suaranya.

"Dengar senpai.." jawab para manusia didalam kelas pelan dan kompak. Jika tahu lelaki ini sangat berbeda dengan Toneri-senpai. Mereka tak akan mau bercanda dengannya.

"Sakura pergilah. Aku akan mengurus kelas ini."

"Baiklah.." mau tak mau Sakura melangkah keluar. Biarkan saja Naruto yang mengawas kelas ini. Dirinya tak sanggup menghadapi banyaknya siswa-siswa nakal itu.

"Dengar kalian semua brengsek. Satu kali lagi tingkah sialan kalian ini diulangi. Jika saja dilain waktu ada seorang pun guru mengadu padaku. Aku akan menggorok kalian hidup-hidup."

.

.

.

Teng

Tong.

"Senpai. Masuk ke kelas kami lagi besok." semua murid berhamburan keluar setelah mengucap salam pada sang senpai baik hati didepan ruangan. Manusia mana yang tak luluh pada lembutnya lelaki ini dan aaa.. Jangan lupakan senyum manis itu.

Toneri hanya tersenyum manis pada murid-murid baru yang berhamburan keluar.

"Toneri senpai. Terima kasih banyak atas hari ini." Hinata membungkuk hormat. Senpai ini berbeda sekali dengan lelaki tadi. Dia ramah, baik, murah senyum lagi. Sedangkan Naruto senpai. Pelit senyum, tak ramah, hobi marah dan suka menyiksa batin mereka.

Toneri hanya tersenyum manis. Melihat semua orang senang membuat dirinya juga senang.

"Kalau begitu biar saya bantu bawa kertas-kertas itu. Senpai pasti ingin mengantarnya ke kepala sekolah kan?" Hinata menawarkan bantuan pada tumpukan kertas yang berisi biodata mereka dan beberapa soalan yang mereka isi tadi.

"Tak apa, saya saja." Toneri mengambil tumpukan kertas di atas meja.

"Aa.."

"Kalau Hinata mau Hinata bisa menemaniku ke kantor kepala sekolah?" Hinata tersenyum dan mengganguk atas tawaran itu.

.

.

"Pulang kalian sialan! Awas jika kalian membuat ulah lagi." semua murid berhamburan keluar atas perintah itu. Mengerikan. Bagaikan cabai ketika lelaki itu berbicara. Sangat pedas dan panas. Sungguh membuat mereka berkeringat dan terbakar.

...

Toneri dan Hinata menghentikan langkah mereka ketika Naruto keluar dari ruangan yang hampir mereka lewati.

Naruto terlihat kesusahan dengan tas dan benda kotak ditangannya itu?

"Umm, Naruto-senpai? Saya bisa membantu membawakan kertas-kertas itu?" Hinata menawarkan bantuan ketika Naruto menatapnya. Tatapannya itu terasa tajam dan menusuk. Mengerikan sejujurnya.

Hinata langsung menerima sodorkan tumpukan kertas yang disodorkan Naruto.

"Sekalian tas dan laptopku." tangan Hinata terguncang ketika Naruto meletakkan tas nya dan sebuah laptop ke atas tangannya yang mengangkat tumpukan kertas. Ya ampun..

Tanpa menghiraukan apa yang baru saja ia lakukan, Naruto melangkah pergi tapi langkahnya terhenti ketika ia mendengar

"Biar aku membantumu." tawar Toneri pada Hinata yang terlihat susah atas benda-benda ditangannya.

"Tidak terima kasih. Ini hanya sedikit." ya ampun. Ini sangat berat. Tas itu sebenarnya berisi benda apa?

"Tak apa. Biar aku saja." Toneri memegang tumpukan kertas tadi dengan satu tangannya dan satu tangannya berusaha mengambil laptop di atas tas dari tangan Hinata.

"Tidak perlu." Hinata masih bersikeras tak mau merepotkan senpainya tapi laptop itu malah tergelincir dari atas tas dan berakhir ke lantai.

Braacckk..

Deg!

Mulut Hinata melebar.

.

Mulut Toneri melebar.

.

Mulut Naruto melebar.

.

Gadis itu sungguh cari mati.

.

.

"Woiii!"

Deg!

Hinata mengangkat kepalanya dan menatap Naruto senpai yang menatapnya terkejut dan marah.

Glek..

"Na-na-naruto senpai.."

Sumpah niat Hinata hanya membantu. Bukan merusak. Sumpah.

"Sepertinya kau belum pernah ke neraka." Naruto melangkah dengan kesal ke arah Hinata. Akan ia kirim gadis itu ke nereka saat ini juga.

Deg!

.

.

.

.

To be continue...

.

.

.

.

.

Hmhmhm..

Bye bye