Trouble Lover

Jaehyun x Taeyong

Alternate Universe. OOCs. Boys Love.

.


Chapter 1: Let The Time Reveals Everything

Kediaman Lee

Pukul 6 pagi. Alarm dari ponselnya berbunyi nyaring, membangunkan seorang pemuda yang masih meringkuk di balik selimutnya. Udara dingin—meski sudah memasuki musim semi seolah tidak mengusiknya sama sekali karena ia segera membuka matanya dan meraih ponselnya.

Tanpa aba-aba, ia mematikan alarm-nya dan menuju ke menu Dial, menelepon seseorang.

"Selamat pagi, Sunbae," sapa seseorang di saluran telepon dengan suara yang masih serak. Ia seolah tahu siapa yang sedang meneleponnya.

"Bangun, pemalas. Kau ada latihan pagi hari ini, kan?"

"Oh, ya benar. Terima kasih, Sunbae. Apa Sunbae hari ini juga masuk pagi lagi?"

"Ya, aku harus menyiram mawarku."

"Petikkan satu untukku."

"Buat apa?"

"Untuk aku berikan pada Sunbae," jawab seseorang itu dengan nada merayu. Pemuda yang meneleponnya mendengus malas dan segera mengakhiri panggilannya. Ia kemudian meletakkan ponselnya di meja belajar dan berjalan ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

Pemuda itu bernama Lee Taeyong. Sudah sebulan ini ia menjadi alarm hidup untuk seorang pemalas bernama Jung Jaehyun. Taeyong tidak pernah absen untuk membangunkannya, meskipun ia terkadang mengomel karena ia harus menelepon Jaehyun sampai berkali-kali dulu baru diangkatnya.

Terkadang Taeyong masih merasa konyol sendiri. Taeyong mengakui dirinya adalah tipe orang yang bagun-tidur-ku-terus-mandi. Rutinitas itu ia pegang teguh hingga dirinya bertemu adik kelas dua tahun dibawahnya, Jung Jaehyun. Sekarang rutinitasnya bertambah, yaitu membangunkan Jaehyun. Belum genap sebulan setelah peristiwa 'janji kelingking' itu, kehidupan Taeyong yang kaku kini sedikit ber-rima. Dan tanpa Taeyong sadari, ia menikmatinya.

"Mark, Jaeminie, cepat bangun! Sarapan kalian sudah di meja. Hyung buru-buru hari ini, jadi tidak bisa buatkan bekal. Nanti kalian makan siang di kantin saja ya," suara Taeyong memenuhi kondominium berukuran sedang di lantai 2 itu.

Taeyong telah bersiap rapi dengan seragam yang dibalut mantel panjang hitamnya, tidak lupa syal bermotif kotak-kotak menutupi lehernya. Tangannya sibuk menyiapkan roti bakar dan telur mata sapi di meja makan.

"YA! YEDEURA!" merasa panggilannya tidak disahut, Taeyong berteriak.

Suara pintu dengan placard besi bertuliskan Mark dari sisi kanan terbuka. Memunculkan bayangan seseorang bercelana pendek dan hoodie flanel sebagai piyamanya. Kedua matanya setengah terbuka. "Iya, Taeyong-hyung, aku dengar dari kata pertama," katanya sambil menguap.

Tidak lama setelah itu, pintu di depan kamar Mark dengan placard hand-made yang bertuliskan Jaemin berderit. Dari kamar itu keluar seorang lelaki yang sudah rapi dengan seragam SMP-nya. "Tidak masalah, Taeyong-hyung. Aku yang akan membuat bekal untukku dan Mark-hyung," katanya ceria.

Taeyong tertawa kecil, menggeleng kepalanya heran karena melihat perilaku kedua adiknya yang bagaikan bumi dan langit. "Okelah, nanti hyung ada part-time, aku bawakan kalian makan malam dari diner. Hyung berangkat, sampai nanti," ucap Taeyong sambil menenteng tasnya dan menghilang dari balik pintu keluar.

"Hati-hati di jalan," kata kedua adiknya hampir bersamaan.

"Mark-hyung, cepatlah. Kalau kesiangan bisnya penuh, banyak mata keranjang. Hyung tidak mau aku digoda lagi kan?" ujar Jaemin di sela-sela mengunyah sarapannya.

"Huh, sampai kapan aku harus jadi baby-sitter-mu."

"Sampai mati, hehe," ringisan Jaemin disambut dengusan Mark.

Begitulah pagi di kediaman keluarga Lee. Kondominium itu hanya dihuni oleh tiga bersaudara laki-laki dengan karakter mereka masing-masing. Ayah dan ibu mereka meninggal beberapa tahun yang lalu. Mereka hanya memiliki satu sama lain. Di kehidupan mereka dengan ekonomi yang serba berkecukupan, mereka berusaha tidak mengeluh dan menjalaninya dengan sepenuh hati. Dengan tekad itu, mereka beruntung masih dapat merasakan pagi yang yang damai di tempat tinggal sederhana mereka.


Enhwa Senior Highschool

SMA Enhwa terletak di Kota Daejeon, tepatnya di bagian timur daerah Mok-dong. Bangunan sekolahnya terdiri dari satu gedung utama belajar dengan empat lantai, dorm pertemuan yang multifungsi sebagai lapangan indoor yang terletak pada sisi kanan, satu buah rumah kaca di pojok sisi kiri, dan satu lapangan outdoor yang cukup luas mengelilingi seluruh kompleks sekolah.

SMA Enhwa satu jam sebelum bel sekolah, sudah dipenuhi oleh para murid yang mengadakan latihan pagi. Ada klub sepak bola dan cheerleader di lapangan luar, klub baseball, Taeyong tidak melihat klub basket di sana, jadi Jaehyun dan timnya pasti latihan di lapangan indoor.

Taeyong langsung menuju ke rumah kaca. Suhu hangat di dalamnya membuat Taeyong segera melepas mantel dan syal-nya. Ia kemudian memulai aktivitasnya dari menyiram semua tanaman, memotong bunga-bunga yang layu, menyapu daun-daun yang rontok, dan memberikan pupuk untuk tanaman yang masih baru.

"Cepat tumbuh besar dan berbungalah yang indah," gumamnya pelan. Taeyong pernah membaca di buku, bahwa dengan berbicara pada tanaman juga merupakan salah satu perangsang alami agar tumbuh dengan baik.

Ia kemudian mengumpulkan sampah dedaunan di karung plastik dan membawanya keluar untuk dibuang. Langkahnya terhenti sebelum ia sampai di tempat sampah karena ada tiga lelaki dengan postur tinggi besar menghadangnya. Ketiga lelaki dengan tampang beringas itu menatap Taeyong dengan mata predator. Taeyong sempat celingukan, berharap yang ditatap mereka bukan dirinya. Tapi, nihil. Hanya ada Taeyong di sana.

Salah satu lelaki berambut cepak yang berada di tengah maju, memandang rendah Taeyong. Penampilannya yang necis dan rapi harus tercela oleh wajahnya yang sama sekali tidak bersahabat. Taeyong berusaha bersikap senormal mungkin, mencoba melawan mereka.

"Permisi," ujar Taeyong sambil melangkah. Lelaki di depannya mendorong bahu Taeyong dengan kasar sampai Taeyong terjerembab ke tanah. Sampah yang dikumpulkannya kini berserakan.

"Ups, maaf. Sepertinya kau harus memungutnya lagi, tukang kebun. Lihatlah kawan-kawan, Lee Taeyong sedang berkebun," lelaki itu berkata sinis dan disambut tawa ejekan dari dua teman di belakangnya. Taeyong bangun tidak terima dan membalasnya dengan tatapan sinis pula.

"Masih mending daripada kau yang tidak punya hobi."

"Wah! Kau benar-benar menghidupkan reputasimu ya, Lee Taeyong Si Lidah Tajam."

Taeyong menghela napas, mencoba menahan amarahnya. "Minggirlah! Kau membuang waktuku!"

Namun, dua teman dari lelaki itu maju dan menyikut Taeyong, masing-masing menahan lengan Taeyong di sisi kanan dan kiri. Taeyong meronta mencoba melepaskan diri, tapi tiga lawan satu membuatnya harus menyerah.

"Jangan buru-buru, Lee Taeyong. Aku masih ada urusan denganmu. Kau tahu siapa aku?" lelaki sinis itu berkata sambil mengangkat dagu Taeyong.

Taeyong menajamkan matanya, "Hmph, aku yakin kau cuma berandal tengil yang beraninya main keroyok—,"

BUG! Sebuah tinju mendarat di pipi Taeyong, membuat ujung bibirnya terluka dan berdarah seketika.

"Brengsek! Apa-apaan kau ini?!" geram Taeyong. Namun, tinju selanjutnya di perutnya membuat Taeyong tidak sempat mengeluarkan amarahnya. Ia tersungkur sambil terbatuk-batuk. Kerahnya kemudian dicengkeram, membuat wajahnya berhadapan dengan lelaki berandal itu.

"Ini baru peringatan, Lee Taeyong. Kalau kau berani mendekati Jaehyun lagi, kau akan menerima lebih dari sekedar pukulan," ancam lelaki itu dengan kilat di matanya. Ia melepaskan kerah Taeyong dan melemparnya lagi ke tanah.

"Tunggu! Apa maksudmu dengan Jaehyun? Jung Jaehyun? Kau ini sebenarnya siapa?!" teriak Taeyong. Lelaki itu menatapnya garang.

"Bukan urusanmu, yang jelas kalau kau—,"

BYURR

Heh? Hujan?

"Ups, maaf. Tanganku tergelincir, nih. Tidak tahu kalau di bawah ada orang."

Suara itu mengagetkan Taeyong dari keterkejutannya karena menyaksikan lelaki sinis yang menyerangnya tadi sudah basah kuyup. Ia mendongak ke atas dan mendapati seseorang yang memegang ember pel, menampakkan tubuhnya di ambang jendela salah satu kelas ... Jaehyun?! Jaehyun menyiram lelaki ini dengan air pel?!

Jaehyun kemudian melompat dari lantai dua dan sekarang berdiri tepat di hadapan lelaki yang disiramnya. Taeyong memekik kaget. Bagaimana orang ini bisa loncat begitu saja dari lantai dua?!

"Wah, maaf ya, aku benar-benar tidak tahu, lho," ucap Jaehyun santai, "makanya, daripada mengganggu Taeyong-sunbae, lebih baik para sunbae sekalian pulang, mandi dan ganti baju. Yah, siapa yang tahu kalau air pel itu sudah bercampur dengan air kencingku, hahaha."

Seringai jahat muncul di wajah Jaehyun, membuat air muka pemuda spikey itu berubah menyeramkan. Jaehyun kemudian berjalan ke arah Taeyong, membantunya berdiri dan merangkul bahunya. Taeyong hanya bisa melirik Jaehyun yang dengan gaya casual khas Jaehyun berusaha menyelematkannya dari situasi ini.

Jaehyun menatap satu per satu gerombolan tiga orang itu dengan tajam, membuat nyali mereka ciut hanya untuk sekedar membalas ejekan Jaehyun.

"Ini baru peringatan. Kalau kalian berani mengganggu Taeyong-sunbae lagi, air pel itu akan berganti dengan air jamban di seluruh toilet sekolah," ucap Jaehyun sedingin es. Mengembalikan ancaman yang dilontarkan lelaki tadi pada Taeyong.

Wajah lelaki itu memerah, campuran antara malu dan marah. Tangannya mengepal dengan kuat pada titik di mana kuku-kukunya dapat melukai kulitnya sendiri.

"Sialan! Aku tidak akan melupakan ini Jung Jaehyun! Lee Taeyong!" lelaki itu kemudian berbalik sambil menendang tempat sampah di sampingnya, berlalu sambil tidak berhenti mengutuk Taeyong dan Jaehyun.

"Hahh, ya terserah apa katamu, dasar pengecut," ejek Jaehyun acuh tak acuh. Perhatiannya kini mengarah pada Taeyong yang masih disampingnya yang tampak kebingungan. Darah di ujung bibir Taeyong membuat Jaehyun merogoh sesuatu di saku celana gym -nya.

"Bisa tolong jelaskan padaku apa yang baru saja terjadi?"

"Bukan masalah penting, Sunbae, sudah biasa mereka begitu, apalagi yang aku siram tadi."

"Maksudmu ... mereka musuhmu?"

"Haha, sepertinya mereka baru jadi musuh baruku. Yang aku guyur tadi pernah bilang suka padaku. Aku tidak tahu sunbae itu kesetanan atau apa, dia tidak pernah berhenti mengejarku," ujar Jaehyun enteng, tangannya mengeluarkan benda yang ia ambil dari sakunya, sebuah plester luka.

Taeyong mengangguk-angguk polos sebelum berteriak histeris, seolah baru sadar, "APA?! MAKSUDMU DIA HOMO?!"

"Sstt, tidak perlu terkejut begitu, Sunbae. Tampangku ini memang menjual, banyak yang mau beli tidak peduli gender, deh," kekeh Jaehyun. Plester ditangannya sudah terbuka, disekanya darah di mulut Taeyong dengan kain di penghujung lengannya. Ia dengan hati-hati menempelkan plester luka itu di bibir Taeyong yang berdarah, kemudian menekan kedua sisi tepinya memastikan terekat dengan baik.

Taeyong terperanjat kecil. Jaehyun tidak sadar, bahwa sentuhannya telah mengirimkan sesuatu yang belum pernah Taeyong rasakan sebelumnya. Gugup? Kenapa Taeyong merasa aneh begini hanya karena ujung-ujung jari Jaehyun yang dingin menyentuh wajahnya. Ia menggeleng dalam hati.

"Tapi, sungguh, aku tidak menyangka kalau mereka akan menyerang Sunbae," tangan Jaehyun berpindah ke kedua bahu Taeyong, "Sunbae, berjanjilah padaku untuk segera memanggilku kalau mereka macam-macam lagi," lanjut Jaehyun dengan nada khawatir, kedua tangannya mengguncang bahu Taeyong protektif.

"Kau ini apa, sih? Jangan berlebihan," Taeyong menyingkirkan tangan Jaehyun dari bahunya.

Jaehyun mendecak, "Aku serius, Sunbae!"

Taeyong menangkap mata Jaehyun yang bergetar namun menatapnya tajam, campuran gelisah dan sungguh-sungguh. Taeyong menghela napas, "Hhhh ... iya, iya, aku mengerti. Nomormu belum aku hapus, kau puas sekarang?"

Jaehyun tersenyum menampakkan lesung pipinya yang menawan, "Begitu dong, Sunbae! Aku jadi haus setelah mengancam mereka tadi," Jaehyun mengambil botol minuman dari sakunya dan meminumnya habis.

Mereka terdiam sejenak. Taeyong tanpa sadar menyentuh bibirnya yang tadi terluka, yang kini sudah diplester dengan rapi oleh Jaehyun.

"Dasar kau ini memang preman, bawaannya plester. Di sakumu ada apa lagi? Perban dan obat merah?" gumam Taeyong heran.

Jaehyun hanya tertawa kecil, "Yah, benar aku memang sering berkelahi, jadi buat jaga-jaga. Dan, salah satu teknik mengambil hati paling ampuh juga," lanjutnya sambil menyeringai.

"Playboy cap kadal."

Jaehyun terbahak, hangat seperti biasa. Taeyong tidak bisa menahan dirinya untuk menyimpul sebuah senyum pula. Pandangan Taeyong kemudian beralih pada botol yang sudah kosong di tangan Jaehyun. Taeyong teringat sesuatu. Ia mengambil botol itu dari tangan Jaehyun, "Tunggu di sini."

Jaehyun hanya memandang Taeyong heran yang sekarang sudah menghilang karena masuk ke dalam rumah kaca. Tidak lama kemudian, Taeyong kembali dengan botol yang sudah terisi ... mawar? Huh? Jaehyun membelalakkan matanya.

"Ini, kau tadi pagi minta ini, kan?" Taeyong menyodorkan botol berukuran 500 ml yang sekarang sudah berisi air dengan tiga buah tangkai mawar menjulang indah ke atas.

"S-Sunbae, ini ...," Jaehyun dibuat terbata-bata.

"Namanya baby-rose. Jenis mawar yang aromanya tidak terlalu menyengat. Dibanding mawar lain, aroma baby-rose lebih kalem, cocok untuk aroma terapi kalau kau sedang stres," Taeyong menjelaskan, diikuti anggukan antusias dari Jaehyun.

"Kau harus merawatnya! Dia bisa bertahan lima hari di air dingin, jangan lupa kau harus ganti airnya tiap hari, mengerti?"

"I-iya! Pasti Sunbae! Terima kasih!" Jaehyun sebenarnya hanya bercanda tadi pagi. Jaehyun juga tidak tahu menahu dan tidak terlalu peduli tentang bunga. Tapi, karena bunga ini dari Taeyong, karena mawar ini dari Taeyong, Jaehyun mendadak ingin jadi pakar bunga saat itu juga.

"Cepat ganti seragammu, kau bisa sakit kalau lama-lama memakai seragam gym yang penuh keringat," ucap Taeyong sambil berlalu. Lagi-lagi Jaehyun mengangguk dengan antusias.

Jaehyun menatap punggung Taeyong yang berjalan meninggalkannya, terpana. Taeyong seolah punya caranya sendiri untuk membuat hati Jaehyun berdebar tiba-tiba. Jaehyun sering dibuat tersenyum jika mengingat sikap Taeyong yang sok-sok dingin beku, lalu mendadak mencair dengan manisnya. Jaehyun bertanya untuk yang kesekian, berapa kali lagi jantungnya mau dibuat meletup-letup seperti popcorn tiap Taeyong dengan polosnya menunjukkan sisi sok-dingin-di-luar-tapi-manis-di-dalam itu.

Begitu pula dengan Taeyong, ia berpikir berapa kali lagi jantungnya mau dibuat berdetak tidak karuan tiap kali Jaehyun menyentuhnya. Dan perasaan hangat yang menjalar di sekujur tubuhnya tiap kali Jaehyun tertawa bersamanya, adalah saat-saat di mana Taeyong dapat merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan dengan siapapun sebelumnya. Taeyong mengusap lembut plester di bibirnya, sentuhan dari tangan Jaehyun yang dingin masih bisa ia rasakan di sana.

Namun, keduanya masih mencari jawaban. Mereka tidak ingin terlalu cepat untuk membuat keputusan hanya berdasarkan debaran dan letupan di dada mereka. Belum lagi banyak hal yang harus mereka pertimbangkan. Misalnya, orientasi seks mereka. Tentu bukan hal yang mudah untuk berhijrah dan mengakui bahwa mereka gay begitu saja.

Kendati keduanya sudah merasa dekat satu sama lain, bukan jaminan bahwa perasaan itu adalah cinta.

Ya, keduanya diam-diam sepakat untuk memberi jeda satu sama lain lebih lama lagi. Membiarkan perasaan mereka mengalir dengan sendirinya tanpa paksaan apapun. Dan menyerahkan kepada waktu untuk membongkar isi hati mereka yang sebenarnya.

To Be Continued

A/N:

Selamat sore ^^ saya kembali dengan sekuel Trouble Maker..and yeah this is it! Trouble Lover. Saya ubah genre-nya jadi romance/drama, entahlah saya ingin menambah unsur angst disini, siapa tahu berhasil/apa sih/ dan alurnya slow aja yah hehehe

Special thanks untuk yang favs/fols/review di OS trouble maker kemarin, jadi penyemangat untuk membuat sekuelnya ini :* coffeemix, winwey, restiana, yeoljae, troalle, VhyJisoo, sayangkamuh, ImWys17, Kyunie, mybesbaetae, istrinyayunho, jaeyongberlayar

Bagi yang belum baca OS-nya monggo dibuka bio saya ^^

PS. kutunggu reviewnya, gengs :* :*