—How Crazy Your Love—
Author: Rin
Chapter: 1/2
Disclaimer: All casts is belong to themselves.
Rated: M
Pair: ZhouRy (Zhou Mi – Henry), slight YeKyu
.
Warning: AU, YAOI, OOC, Crack Pair, NC-21 yang kepotong~ xD, semi-BDSM, dll.
.
Genre: Romance – Crime
.
DON'T LIKE DON'T READ
.
.
Untuk Twin yang—ngakunya—kece, padahal nggak. ._.
.
.
"Mmh... nnghh..."
Suara desahan terdengar dari mulut seorang namja, memenuhi kamar yang berukuran cukup luas itu. Tubuhnya yang tidak terbalut apapun itu penuh dengan peluh. Merintih, antara merasakan nikmat dan juga sakit pada saat yang bersamaan di bagian bawah tubuhnya. Tubuhnya sedikit bersandar ketika vibrator yang tertanam dalam holenya melesak semakin dalam dengan volume getar yang terus naik, membuatnya semakin sulit bahkan hanya untuk menahan desahannya saja.
"Aaahhh…"
Kejantanannya berdiri tegak dan terus mengeluarkan cairan pre-cum. Namun cock-ring yang terpasang pada ujung kejantanannya itu membuatnya hanya bisa mengalami orgasme kering. Tak terhitung, mungkin sekitar 6 atau 7 kali, entahlah. Rasanya sakit, ngilu. Perutnya terasa melilit karena berkali-kali gagal mengeluarkan cairannya.
Kedua tangannya tak dapat berbuat banyak. Toh kalaupun ingin, ia terikat. Tidak terlalu erat, tapi tetap sulit untuk dilepas. Apalagi posisi tangannya berada di belakang tubuhnya, terbelenggu oleh borgol besi yang tersambung dengan rantai yang—sengaja—diikatkan di tepi ranjang. Bergerak sedikit saja sudah cukup untuk menciptakan sedikit luka memar atau goresan pada pergelangan tangannya.
Dan… yah, ia juga tidak bisa melihat. Bukan karena buta, kedua matanya baik-baik saja. Tapi karena tertutup—sengaja ditutup lebih tepatnya. Dengan selembar kain panjang berwarna hitam, hanya kegelapan yang bisa ia lihat.
"Nngghhh…"
Kedua kakinya yang mengangkang semakin terbuka lebar, ketika dirasakannya getaran dalam holenya semakin keras terasa. Peluh semakin deras mengalir, dari pelipis turun ke lehernya. Terlihat menggoda, jelas saja. Hanya orang buta saja yang tidak akan tergoda akan dirinya. Bahkan namja straight pun bisa berubah orientasi seksualnya kalau melihat pemandangan ini. Ditambah dengan suara desahan yang sengaja tidak ia tahan. Ia gigit bibirnya hingga mengeluarkan darah, mengalir turun ke dagunya. Sekali lagi, orgasmenya kembali tertahan.
Oh, dan mungkin juga satu orang lagi yang—terlihat—tidak tergoda… mungkin. Seorang namja yang berada dalam ruangan yang sama, hanya berjarak sekitar dua atau tiga meter dari ranjang. Duduk di balik meja kerjanya dan fokus pada laptop di hadapannya. Terlihat tidak terganggu dengan keberadaan—dan keadaan—namja lain yang ada di atas ranjangnya. Yah, terlihat tidak peduli, walau iris gelap di balik kacamatanya jelas mengatakan hal lain. Ada hasrat yang tinggi dalam sorot matanya, dan ia—sebisa mungkin—berusaha untuk menahannya. Sepuluh menit lagi mungkin.
Setidaknya sampai dia benar-benar tidak tahan lagi karena berkali-kali harus mengalami orgasme kering.
Namja berambut kemerahan itu mengambil kembali sesuatu dari saku celananya. Sebuah remote berukuran kecil—sangat kecil, bahkan bisa ia sembunyikan di balik kemeja atau jas miliknya. Ditekannya perlahan, menambah volumenya hingga maksimal—
"Aaaahhhhh~!"
—dan… yah, memang itu reaksi yang ia harapkan. Kalau bisa, lebih.
Kedua matanya beralih melihat jam yang menggantung tak jauh darinya. Empat jam? Lebih lama dari sebelumnya…
Ia menghela nafasnya lalu beranjak. Melonggarkan dasi hitam yang melingkar di lehernya lalu menggulung lengan kemejanya hingga sebatas siku. Ia melangkahkan kakinya, mendekati ranjang. Aku lupa… daripada tersiksa, kurasa anak ini malah semakin menikmatinya…
Namja bertubuh tinggi itu menaiki ranjang, menimbulkan sedikit suara. Menyadari ada seseorang yang naik ke atas ranjang tempatnya terbaring, namja bertubuh sedikit lebih kecil itu mendongakkan kepalanya.
"G-gege… hhh… aahhh…"
Ia menjilat bibirnya. Bohong kalau ia bilang kalau ia tidak tergoda sama sekali melihat pemandangan ini. Hanya saja, bermain-main dengannya dan melihatnya tersiksa—sekaligus menikmatinya, jauh lebih menyenangkan daripada langsung menyerangnya begitu saja.
"Nnghh… Zhou Mi… gege… aahhh…"
"Hm?"
Dipegangnya dagu anak itu. Namja bernama Zhou Mi itu mendekatkan wajahnya. Ia usap darah yang sudah mulai mengering di sudut bibirnya, lalu dijilatnya pelan. "Hari ini lumayan lama, hm~?"
"Nnghh…"
Zhou Mi melepaskan celana panjang yang masih ia kenakan. Kejantanannya yang lumayan besar dan hampir tegak itu kini terekspos dengan jelas. Ia menarik kepala namja berkulit putih itu, hingga kepalanya semakin mendongak ke atas. Detik berikutnya, ia mendorong kepalanya hingga tepat berada di antara selangkangannya. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Henly-chagi~"
"N-ne… aahh…"
Henry menundukkan kepalanya, berhadapan dengan kejantanan milik Zhou Mi. Ia menjilat bibirnya yang kering. Kedua tangannya yang terbelenggu membuatnya sedikit mengalami kesulitan untuk bergerak. Hanya sedikit sih, toh ia sudah biasa dengan posisi seperti ini. Sedikit memajukan wajahnya, ia menjulurkan lidahnya, menjilati bagian pangkal kejantanannya sambil sesekali bermain dengan twins ballnya. Sedikit bermain-main, lagipula ia juga tidak mau menyelesaikan ini secepatnya.
"Oohh…"
Namja bertubuh telanjang itu masih tetap memainkan lidahnya di bagian pangkal, belum berniat untuk langsung memasukkannya ke dalam mulut. Menggunakan bahu sebagai tumpuannya, ia kembali memajukan tubuhnya hingga keduanya kini benar-benar menempel, hampir tidak ada jarak sama sekali. Lidahnya perlahan naik ke atas, namun masih setia untuk tetap bermain-main, mengabaikan ujung kejantanan Zhou Mi yang kini mulai mengeluarkan cairan pre-cumnya.
"Hmmmhh…"
Zhou Mi menggeram tertahan. Sebelah tangannya meremas rambut Henry, sesekali menekannya, mengisyaratkannya untuk langsung memasukkan miliknya ke dalam mulut dan memanjakannya. Yah, ini terasa seperti pelampiasan hasratnya yang tersendat-sendat atau tertunda sama sekali. Dan ia benci itu.
"Aaahhh… nngghh…"
Namja berambut kemerahan itu menarik kepala Henry hingga berhadapan dengannya. "Sengaja, eoh~?"
Henry menyeringai tipis. "Kan gege yang mengajariku. Mau menghukumku, hm~?"
Seringai turut muncul di wajah namja bertubuh tinggi itu. Hampir tertawa sebenarnya. Hukuman ya? Ia bahkan tidak pernah bisa menyebutnya sebagai hukuman karena anak ini selalu menikmatinya. Semakin kasar ia melakukannya, bukan rintih kesakitan yang akan dikeluarkannya. Henry justru malah memintanya melakukan lebih.
"Kau yang memintanya, chagiya~"
Zhou Mi mendorong tubuh Henry perlahan lalu membalikkan tubuhnya hingga namja yang lebih pendek darinya itu berada dalam posisi menungging. Seolah sengaja—atau memang sengaja—Henry melesakkan kepalanya ke bantal dan membuat pinggulnya terangkat ke atas, memperlihatkan holenya yang masih tertanam oleh vibrator dan berkedut, memintanya untuk segera dimasuki oleh benda lain yang lebih besar dibandingkan vibrator tersebut.
"Tunggu apa lagi, gege~? Nnggh… bukannya gege mau menghukumku, hm?" Henry semakin mengangkat pinggulnya, menggoda Zhou Mi yang sedari tadi hanya diam memandanginya. Walau kegelapan melingkupinya, ia masih bisa merasakan kalau kekasihnya itu tengah memandanginya. Dan menggodanya seperti ini adalah sesuatu yang menyenangkan baginya.
"Tidak sabaran seperti biasanya, eoh~?"
Zhou Mi memegangi pinggul Henry. Diarahkannya kejantanannya tepat di depan holenya. Tak ada niat sedikitpun untuk melepas vibrator yang masih terus bergetar—tidak terlalu tinggi volumenya tapi cukup untuk membuat Henry mengeluarkan desahannya ketika tanpa sengaja benda itu menyentuh sweatspotnya.
"Ready?"
"Anytime~"
Namja dengan tubuh yang lumayan tinggi itu langsung memasukkan kejantanannya yang sudah tegang ke dalam hole Henry—
"Aaaarrgghhh!"
—dan tanpa melakukan pemanasan sama sekali, bahkan vibrator itu pun masih berada di dalam.
Henry semakin menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal. Ini sakit. Rasanya tubuhnya terbelah menjadi dua. Holenya kini penuh, oleh vibrator dan juga kejantanan Zhou Mi yang lumayan besar. Ia bahkan sulit untuk mengeluarkan suara lain selain teriakan barusan. Ini bukan hanya sakit, tapi sangat sakit, perih dan juga ngilu di saat yang bersamaan. Tapi di balik semua itu, ia menyukainya. Menyukai sekaligus juga menikmatinya.
Ia mulai menggerakkan pinggulnya, tak peduli rasa sakit yang benar-benar membuatnya terasa mati rasa. Vibrator dalam holenya melesak semakin dalam, tepat mengenai prostatnya.
"Aaaahhh… nngghhh…"
Zhou Mi masih tetap diam. Ia hanya menunggu, sampai Henry bergerak lebih liar dari ini. Namja itu hanya menyeringai ketika dirasakannya kejantanannya terasa agak licin oleh sesuatu yang basah. Oh well, kelihatannya itu darah…
"Nnggghh… gege… aahhh… move… please… aahhhh…"
Henry terus bergerak, lebih cepat dari sebelumnya. Mengabaikan holenya yang sedikit mengeluarkan darah. Ini nikmat, dan ia tidak mau menghentikannya hanya karena luka yang tidak seberapa itu.
"Bergerak, hm~? Yakin? Aku tidak akan pelan—well, tidak akan pernah pelan sebenarnya. Holemu berdarah, chagiya~"
"Aish, jangan pura-pura khawatir begitu. Kadang malah lebih parah dari ini…" Henry mempoutkan bibirnya walau sebenarnya namja di belakangnya tidak dapat melihatnya.
Zhou Mi terkekeh pelan. Yah, memang biasanya lebih dari ini. Henry tidak hanya memiliki luka di holenya—itu malah sudah terlalu biasa—tapi juga di tempat lainnya. Entah itu karena perbuatannya atau perbuatan si pemilik tubuh itu sendiri.
"Bergeraklah, gege~ Aku sudah cukup tersiksa karena harus orgasme kering berkali-kali, sekarang kau malah sengaja mengulurnya… yang benar saja… aaaakkkkhhh!"
Henry langsung memekik begitu Zhou Mi menggerakkan pinggulnya dengan cukup keras. Tanpa sengaja, reaksinya itu malah membuat pergelangan tangannya semakin tergores dengan borgol yang masih membelenggunya.
"Ini kan… aaaahhh… yang kau inginkan, hm~?"
"N-ne… aaahhhh… fuck me… ngghhh… harder…" Henry langsung bergerak, berusaha mengimbangi tempo gerakan Zhou Mi yang lebih kuat dan lebih cepat.
Oh, dan well, ini akan berlanjut sampai pagi… sepertinya.
.
.
"Aww…"
Kyuhyun mendongakkan kepalanya. Ia yang tengah fokus dengan makan siangnya mengerutkan kedua alisnya mendengar pekik tertahan itu. "Lagi?"
Namja yang duduk di hadapannya hanya mengangkat bahunya. Mengabaikan tatapan penuh tanya yang dilayangkan sahabat dekatnya itu. Ia kembali melanjutkan kegiatan makan siangnya yang tertunda sekejap karena pekikan tadi—sambil sesekali meringis ketika tangannya melakukan sesuatu yang agak membebani pergelangan tangannya yang keduanya sama-sama terbalut perban.
Dan Kyuhyun hanya bisa memutar bola matanya mendapat jawaban seperti itu. Sudah biasa, dan ia tidak terlalu mempermasalahkannya. Yah, namja ini memang begini sifatnya, dan Kyuhyun sudah lebih dari terbiasa untuk bisa memahaminya. Setidaknya pengalaman hingga kini bersama dengan kekasihnya yang satu tipe dengan sahabatnya ini membuatnya… katakanlah… ng, terlatih mungkin? Tapi setidaknya Yesung tidak pernah mengacuhkannya…
"Kali ini cuma tangan?" Kyuhyun kembali melanjutkan makan siangnya. Lima belas menit lagi ia ada kuliah, dan membuang waktu percuma di cafeteria jelas bukan kebiasaannya.
"Dan holeku. Ayolah, memangnya sejak kapan bagian bawah tubuhku akan benar-benar selamat tiap kali melakukan itu?"
Kyuhyun mengendikkan bahunya. Tak terlalu mempedulikan kalimat yang dikeluarkan oleh sahabatnya itu. "Sesekali lakukan sex yang normal, bisa kan... Henry-ah?"
Pembicaraan yang tidak tepat dilakukan sebenarnya mengingat saat ini tengah makan siang. Yah, tapi siapa yang peduli toh tidak akan ada yang mendengar mereka.
Henry tersenyum tipis—terasa ganjil sebenarnya karena itu bukan benar-benar tersenyum. "Kau tahu kalau Mimi-gege tidak akan mungkin melakukan itu, dan aku juga lebih tidak mau mengalaminya..."
"Oh yeah, kau bilang begitu juga aku selalu melihatmu berjalan layaknya penguin di kampus. Dasar pasangan aneh..."
Tuk.
Henry memukul kepala Kyuhyun dengan sendok yang dipegangnya. Tak terlalu keras tapi... yah, cukup membuat perhatian Kyuhyun langsung teralih.
"Yaa! Mochi sangar, apa yang kau lakukan, eoh?"
"Kau bilang aku aneh? Bukannya kau juga sama saja, eoh? Setidaknya aku melakukannya dengan Mimi-gege di apartemen, tidak seperti kalian yang melakukannya dimana pun—di lift pun kalian masih berusaha mencari kesempatan melakukan itu, aish..."
Wajah Kyuhyun sontak memerah. Yah, yang dikatakan Henry memang benar sih, tapi tidak perlu diucapkan sejelas itu kan...
"Aish... sudahlah..." Kyuhyun menundukkan kepalanya, berusaha untuk fokus pada makan siangnya.
Henry hanya menyeringai melihat reaksi Kyuhyun yang seperti itu. Kalau Kyuhyun bisa menyindir perilaku sex mereka yang cenderung seperti itu, maka ia bisa saja membalikkannya dengan menyindir kegiatan sex mereka yang benar-benar tidak kenal tempat itu.
"Ah!"
Henry kembali mendongakkan kepalanya. "Wae?"
"Kalian melakukan itu hampir setiap hari selama dua tahun aku kenal kalian, status kalian sebenarnya apa?"
Namja berpipi chubby itu hanya diam. Tak ingin menjawab atau mungkin bingung harus menjawab bagaimana.
"Entahlah..."
"Annyeong..."
Mendengar suara yang menginterupsi pembicaraan mereka, sontak keduanya menoleh, mendapati seorang namja. Cukup tampan, dan yah... senyum yang dikeluarkannya menambah kesan tampannya. Hanya saja, setampan apapun orang itu mereka tidak akan pernah tertarik. Tapi... sekedar untuk berbasa-basi, daripada dianggap tidak sopan.
"Ne?"
Henry yang pertama kali mengeluarkan suaranya.
"Namaku Lee Donghae. Boleh aku duduk di sini?"
Kyuhyun menatap namja bertubuh sedikit lebih pendek darinya itu. Ia mengenalnya—err, atau lebih tepatnya mengetahuinya. Mahasiswa jurusan seni musik sama seperti dirinya. Satu tingkat lebih senior. Dikenal sebagai namja yang baik—walau ia sebenarnya tahu orang seperti apa di balik topeng baiknya itu. Berkali-kali berganti kekasih, lalu memutuskannya begitu saja ketika ia sudah bosan. Dan kalau dilihat dari cara orang ini menatap Henry, kelihatannya anak ini yang akan jadi incaran selanjutnya.
Namja berambut ikal itu berdiri, beranjak pergi secepat mungkin dari tempat ini—untuk melakukan sesuatu sebenarnya. "Mianhae, aku ada kuliah, kalian kutinggal tidak apa-apa kan?"
Tepat setelah Kyuhyun mengatakan itu, ia langsung beranjak pergi. Tak mempedulikan bagaimana reaksi Henry atau senior bernama Lee Donghae itu. Ada seseorang yang harus dihubunginya saat itu juga.
Kyuhyun berbelok di koridor ujung, langsung menghentikan langkahnya dan bersandar pada tembok. Ia menatap sekelilingnya berharap tidak ada siapapun di dekatnya. Akan sangat berbahaya kalau ada seseorang—siapapun itu—yang menguping pembicaraannya. Setelah dirasa cukup aman, namja berambut coklat itu langsung merogoh saku celananya, mengambil ponsel miliknya.
Ia menekan beberapa tombol, lalu mendekatkannya ke telinga. Menanti hingga tersambung, sesekali ia melirik jam yang menggantung di dinding yang agak dekat dengannya. Aish, gege... angkat cepat, aku tidak punya banyak waktu lagi...
Yeah, ia memang tidak bohong kalau ia ada kelas kan?
"Ah! Yeoboseyo, gege~"
Mengabaikan gerutuan di seberang sana—yang intinya sedikit memakinya karena sudah mengganggu jam kerjanya saat itu, Kyuhyun malah berseri-seri layaknya seorang anak yang mendapatkan mainan yang sudah lama diidam-idamkannya.
"Ada yang mau mengganggu milikmu, Mimi-gege~ Kali ini aku yang melakukannya, ne?"
"..."
"Aku jamin tidak akan ada jejaknya. Bilang pada Yesung-hyung aku pulang telat~ Sudah ya, aku ada kelas setelah ini... bye~"
Kyuhyun langsung mematikan ponselnya bahkan sebelum namja di seberang tadi membalas ucapannya. Detik berikutnya ia langsung melesat menuju kelasnya—dengan seulas seringai tipis yang terlihat di wajahnya. Giliranku bersenang-senang~
.
—To Be Continued—
.
a/n: SAYA POTONG JADI 2 YA~ :D *capslock mendadak rusak* Gapapa kan Twin~? *plak
Lanjutannya hari Sabtu ya~ Lagi sakit jadi ngeditnya pun antara sadar dan nggak -.-
Udah ah, hadiah ulang tahunnya saya cut dulu ya. Tapi jangan teror saya habis ini. xD
Oke, readers, berminat baca lanjutannya? Silakan comment, siapa tahu saya jadi cepet sembuh dan bisa ngedit dengan bener~ ^^)/
.
See You On The Other Story
.
BEST REGARDS
—RiN—
.
