Author Space :

This is my first time as Dramione series's writer. So, I hope you will enjoy with my storyline.

Disclamer : Harry Potter is not mine. Storyline is mine.

Rate: Semi M

Genre : Romance

Pairing : Draco x Hermione

Warning : OOC, Typo(s), Don't Like, Don't Read. No, complaiment. And the last, Don't be plagiant.

.

1. Women's Trouble

Hermione sedang menatap lekat benda berbentuk persegi bewarna putih dihadapannya. Pikirannya tak lagi fokus. Jemarinnya terlihat seperti menghitung sesuatu. Benar, Hermione sedang menghitung periode bulanannya. Harusnya sudah seminggu yang lalu. Tapi kenapa sampai minggu ini dia belum mengalami menstruasi?

Ginny sedang duduk disebelah Hermione dan sekarang tengah mempertanyakan kewarasan sahabatnya. Dua menit berlalu dalam hening dan Hermione masih bergeming. Ginny merasa risih dengan kelakuan aneh sahabatnya. Ia bangkit berdiri tepat dihadapan Hermione dan bersendekap.

"Nona-Kau-Tau-segala, hentikan kelakuan absurdmu itu", ujar Ginny meminta perhatian.

Hermione yang tadinya sempat termenung kini terlihat sedikit terkejut dan menengadah menatap sahabatnya yang sedang berdiri dihadapannya.

"Penjelasan, Hermione", ujar Ginny lagi. "kau itu kenapa?".

Hermione menghela napas sekali kemudian menatap kembali pada Sahabatnya yang sedang menatapnya tajam.

"Periodku telat", ujar Hermione sedikit gugup. "Tak biasanya begini, kau tau".

Ginny terkikik mendengar jawaban sahabatnya. Kini ia mendudukkan lagi pantat mungilnya di samping tempat tidur Hermione yang berada di ruangan khusus Ketua Perfect.

"Kenapa kau takut, 'Mione?", Tanya Ginny sambil menyeringai. "Apa kau sudah melakukan kau-tau-apa dengan kakakku?".

"Tentu saja tidak", jawab Hermione cepat sambil mendelik menatap sahabatnya yang setengah gila karena terkikik parah. "Kau tau kan kami bersahabat. Tidak wajar kalau kami, ugh, kau tau sendirilah". Hermione menggerutu sambil mencubit lengan Ginny gemas.

"Tapi kalian pernah berciuman kan?", goda Ginny sambil menghindari lemparan bantal Hermione yang melayang ke arahnya.

"Diamlah, Ginny Weasley. Itu sudah berlalu kau tau. Kami hanya terbawa suasana saat itu", elak Hermione sambil menyerang Ginny dengan lebih semangat.

"Oke, oke,aduh cukup, Mione", aduh Ginny kepayahan menghadapi amukan sahabat bossynya. "Kembali ke masalahmu ok?", bujuk Ginny kembali duduk tegak menghadap ke arah Hermione.

Hermione mengangguk singkat dan kembali duduk tenang di atas gulingnya.

"Itu wajar saja bagi para remaja, 'Mione", komentar Ginny masih diiringi derai tawa lirihnya. "Aku juga sering mengalami hal itu. Tentunya kau lebih mengerti hal ini daripada aku kan? Apalagi aku, terkadang malah mendapati masa mentrruasiku dua bulan sekali ketika menghadapi stress. Ditambah kram perut, dan aku yakin kau tak akan suka mengalami hal itu, 'Mione".

Hermione tersenyum sambil menggengam tangan sahabatnya. Ia sebenarnya tau kalau hormon remaja seusianya terkadang memang tidak stabil. Tapi tetap saja perasaannya tidak enak mengingat dalam asrama ketua murid, atau ketua Perfect, ia harus tinggal berdua dengan musuh bebuyutannya yag notabene berjenis kelamin laki-laki.

Bukan, Bukannya Hermione berpikiran macam-macam tentang si Ferret. Tapi lelaki itu kan terkenal playboy dan mesum. Sedikit banyak rumor yang berkembang di Hogwarts mempengaruhi pemikirannya. Meskipun Hermione tak pernah melihat secara langsung kemesuman si Pirang, tetapi dirinya tetap saja was-was. Bisa jadi kan si Pirang itu memberikan mantra agar Hermione tak sadarkan diri lalu meperkosanya dan…

"Jangan bilang kau sedang berpikir tentang sesuatu yang berlebihan", ujar Ginny ssambil memutar kedua bola matanya. Gadis berambut merah itu sedari tadi memperhatikan tindak-tanduk Hermione yang menggigit bibir bawahnya dengan perasaan cemas yang cukup ketara.

Hermione lagi-lagi menarik napas dan menghembuskannya sebelum menjawab pertanyaan Ginny.

"Ya, kau benar. Pikiranku terlalu mengada-ada", jawab Hermione sambil menundukkan wajah.

"Baiklah," seru Ginny sambil menangkap kedua bahu Hermione. "Ikut aku sekarang. Dan diam, jangan banyak bertanya".

Ginny menyeret Hermione keluar dari asrama Ketua murid. Bibirnya masih menyunggingkan senyum sambil sesekali menyapa beberapa anak kelas tiga yang sedang berpapasan dengannya.

"Hei", teriak Ron dan Harry bersamaan ketika keduanya berpapasan dengan kedua gadis itu di koridor yang mengarah ke Aula Besar Mereka terlihat sedikit heran mendapati Hermione yang sedang di seret oleh Ginny dengan langkah lebar.

"Abaikan mereka, Mione", sahut Ginny sambil mendelik melewati Ron dan Harry yang menatap mereka dengan pandangan bingung. Hermione bahkan sudah melambaikan tangan kirinya yang bebas kearah Ron dan Harry sambil menampilkan pandangan 'tolong aku' pada kedua lelaki itu. Tapi ternyata Ginny cukup keukeuh dengan kegiatan seret menyeretnya sehingga bahkan Ron dan Harrypun mengalah kemudian mengabaikan kedua gadis Gryfindor itu berlalu dan kembali melangkahkan kaki mereka menuju Aula besar.

"Kita akan kemana, Gin?", Tanya Hermione dengan napas sedikit tersengal kelelahan.

"Membereskan masalahmu", jawab Ginny enteng.

"Masalahku?", Tanya Hermione bingung.

"Ya, aku tau kau pintar. Tapi kau terlalu pintar untuk tidak merepotkan orang lain. Malah mengacaukan pikiranmu saja",gerutu Ginny yang kini tengah melonggarkan genggaman tangannya pada lengan Hermione.

"Aku, maksudku, aku tidak mengerti apa maksudmu", gumam Hermione sambil menatap sahabatnya.

"Lupakan soal itu. Aku ingin mengajakmu bertemu dia", Ginny menunjuk seseorang bertampang ramah yang sedang keluar dari ruang kesehatan.

"Madam Pomfrey?", pekik Hermione tak percaya. Ia heran mengapa Ginny malah mengajaknya menemui madam Pomfrey. Wanita yang namanya disebut oleh Hermione kini tengah berpaling menatap dua orang gadis yang sepertinya tadi meneriakkan namanya.

"Apa kalian sakit?", Tanya madam Pomfrey ramah. "Kemarilah biar kuperiksa".

Ginny mengangguk patuh. Tangannya mengamit lengan Hermione dan melangkah masuk ke ruang kesehatan.

"Kau terlihat sedikit pucat", ujar Madam Pomfrey yang kini sedang menatap Hermione.

"Iya, dia sedikit stress menghadapi periodnya", sahut Ginny menanggapi wanita yang sedang memeriksa denyut nadi lengan sahabatnya.

"Ah, begitu rupanya", Madam Pomfrey terlihat mangut-mangut sambil tetap telaten memeriksa mulut dan mata Hermione. "Kurasa itu akibat kau terlalu memikirkan sesuatu. Jangan terlalu stress. Hindari bergadang dan jangan lupa olahraga. Itu baik untuk kalian para remaja yang sedang mengalami perubahan hormon. Siklus periodmu akan mudah terpengaruh oleh pikiranmu. Oleh sebab itu kau harus lebih rileks dan menikmati masa-masa terakhirmu di Hogwarts.

Hermione dan Ginny serentak menganggukan kepala. Ya, mereka berdua tau bahwa Hermione terlalu mencemaskan ujian NEWTnya yang akan berlangsung bulan depan.

Mereka berdua keluar dari ruang Kesehatan dengan membawa beberapa ramuan yang di khususkan untu Hermione. Ramuan itu bisa membantu melancarkan menstruasinya dan menstabilkan periodnya.

Hermione berpamitan pada Ginny ketika mereka baru saja sampai didepan Aula Besar. Hermione merasa lelah dan ingin beristirahat di kamarnya.

~~~~~~~~~(^-^)~~Ein-Mikara~~(^-^)~~~~~~~~~~~

Hermione baru saja melangkah masuk ke dalam asrama ketua murid ketika ia melihat Draco Malfoy sedang duduk tenang di sofa hijaunya di depan perapian. Kulit pucat lelaki itu terlihat berkilau akibat keringat yang mengaliri sepanjang dahi, garis pipi dan rahang Draco. Entah mengapa Hermione sedikit tercekat melihat pemandangan dihadapannya. Draco, keringat, dan perut six packnya. Ya, cowok itu sedang bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang Slyterinnya. Jubah dan baju seragamnya tergeletak begitu saja di kursi rotan yang terletak didekat jendela.

"Sampai kapan kau akan terus memandangiku, eh?", tegur Malfoy masih lekat memandangi perapian.

Hermione meneguk ludah dengan susah payah. Ia kepayahan hendak berkelit seperti apa ketika kepergok menikmati pemandangan tubuh musuh bebuyutannya.

"Kau", geram Hermione menutupi kegugupannya yang sebenarnya sudah tercetak jelas diwajahnya yang sedang merona. "Kenapa kau bisa berpakaian tidak sopan seperti itu? Ingat ya, ruangan ini bukan hanya milikmu. Sebaiknya kau tidak merusak kesucian mataku".

Draco Malfoy terkekeh mendengar penuturan partner kerjanya. Hermione terlihat cukup menarik dimatanya. Setidaknya setelah perang besar melawan Death eater dan Voldemort berakhir. Dia harus mengakui bahwa selai otaknya yang cemerlang, Hermione memiliki banyak hal lain yang membuat gadis itu cukup diminati. Lihat saja Blaise, sahabatnya, yang tak henti-hentinya menatapi Hermione ketika sedang pelajaran atau ketika sedang berada di aula besar. Sebagian besar remaja pria dari semua asrama kini tak lagi memandang rendah gadis dihadapannya. Ya, jika dia harus jujur, yang kemungkinannya tidak ada, ia akui Hermione kini terlihat lebih menarik. Dadanya mulai terisi, tidak besar, tapi menarik. Rambut semaknya yang dulu terlihat mengerikan kini tertata lebih rapi dan membuat wajah gadis itu terlihat anggun. Gayanya yang bossy, tapi entah mengapa semua orang memang menurutinya bahkan sekarang ia harus terjebak berdua dengan Hermione sebagai ketua Murid, Draco rasa memang tepat memilih Hermione sebagai ketua murid. Dia, Hermione, sekalipun sering melanggar peraturan, tetapi lebih patuh daripada Draco sendiri dan kedua sahabat gadis itu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Ferret?", hardik Hermione yang merasa ditatap oleh Draco. Tangannya menyilang menutupi dadanya. Demi celana Merlin, Hermione sedang menggunakan sweeter tebal dibalik jubahnya. Tapi mengapa pandangan lelaki pirang itu masih mengarah kedadanya. Lihat, saat ini saja si Ferret itu sedang menyeringai. Dia pasti memikirkan hal-hal yang buruk. Ah, itu, pikir Hermione kacau. Keringat, bertelanjang dada, sendirian diruang rekreasi asrama yang redup, pasti si Ferret baru saja menghabiskan waktu luangnya bercinta dengan para gadis penggemarnya.

"Kenapa?", Tanya Draco sambil berdiri. Langkahnya pelan tapi mengarah kearah Hermione yang sedang terlihat ketakutan. Apa gadis itu takut padanya?

"Kau tidak takut padaku kan?", Tanya Malfoy sambil menyeringai. Jaraknya dengan Hermione kini hanya tinggal dua langkah. Hermione kembali mundur sambil menatap Malfoy gusar.

"Satu langkah lagi Malfoy, dan kau akan sangat merindukan hidung mancungmu", ancam Hermione sambil menarik tongkatnya dari dalam jubah.

"Kau memujiku, Granger?", Malfoy tersenyum miring sambil bersedekap. Langkahnya kini terhenti. Menatap tajam ke arah Hermione yang masih terlihat ketakutan dan menggenggam tongkatnya erat-erat.

"Tongkatmu bisa patah, tau", gumam Malfoy masih menatap gadis itu. Langkah kakinya terhenti satu langkah di depan gadis itu. Mata dan bibirnya menyiratkan seringaian jahil. Tangannya bersedeka, wajahnya mengarah ke Hermione dalam posisi sedikit miring.

"Bukan urusanmu Malfoy, menyingkirlah dari hadapanku. Aku mau lewat. Permisi!", Hermione memberanikan diri melangkah melewati Draco. Selangkah, dua langkah, tak terjadi apapun. Hermionepun menarik napas lega. Langkah ketiga tubuhnya berbalik dan berada dalam dekapan Draco. Sebelum mulutnya sempat menjerit bibir Malfoy sudah melumatnya.

Hermione berusaha menggeliat dan memberontak dari dekapan erat Malfoy. Pemberontakan kecilnya malah menyulut gairah lelaki bersurai pirang platina itu. Malfoy mencoba memasukkan lidahnya ke dalam mulut Hermione tetapi gadis itu berkeras menutup rapat-rapat bibirnya. Sedikit gigitan di sudut bibir Hermione memberikan kesempatan lelaki itu menjejalkan lidahnya dan menjelajahi mulut Hermione dengan rakus. Entah setan apa yang membuatnya begitu bergairah dan berani melakukan hal gila seperti ini. Ya, mencium Hermione tidak pernah menjadi topik yang singgah diotaknya. Justru topik terus-terusan dibahas oleh kedua sahabat lelakinya, Blaise dan Theo. Mereka berdua yang sangat menyukai Hermione tapi kenapa justru Malfoy yang pada akhirnya mendapatkan kesempatan emas ini? Yah, mungkin Merlin tau alasannya, atau tidak. Malfoy benar-benar tidak peduli sekarang. Yang dipedulikannya saat ini hanyalah menjelajah mulut Hermione, mengabsen giginya dan menikmati sensasi menajubkan yang ia rasakan.

Ini bukan pertama kalinya Draco mencium perempuan, tapi ini pertama kalinya Draco mencium perempuan dengan paksa, terlebih yang ia cium saat ini adalah Hermione Granger, musuh bebuyutannya sejak tahun pertamanya di Hogwarts. Biasanya para gadislah yang memintanya untuk mencium mereka. Tidak seperti Hermione. Gadis ini berbeda dengan para wanita yang lain, yang bersedia kapan saja melempar tubuh mereka dalam dekapan Malfoy.

Hermione merasakan lidah Malfoy yang kian melesak, menari, dan berliuk-liuk dalam bibirnya. Napasnya hampir habis. Ia lelah, malu, terlebih Hermione merasa marah diperlakukan seperti gadis murahan.

Kemudian ciuman Malfoy mulai melembut. Tubuh Hermione memang masih dalam dekapan Malfoy. Tapi dekapan itu tidak seerat tadi. Hermione sedikit heran dengan gerakan tubuh malfoy yang mulai melembut. Lumatan-lumatannya menjadi kecupan bertubi-tubi. Mata, dahi, bibir, hidung dan pipi Hermione kini menjadi sasaran bibir Malfoy. Tanpa sadar Hermione mulai larut dalam kecupan lelaki itu. Tangannya kini sedikit terangkat dan melingkar dibelakang leher Pangeran Slyterin itu. Mendapat respon dari Hermione membuat dada Malfoy berdegup cepat. Ditariknya gadis itu dan segera ia bopong menuju kamarnya yang bernuansa Slyterin. Perpaduan Hitam, hijau dan silver menghiasi dekorasi kamar pemilik mata abu-abu itu. Draco kembali melumat bibir Hermione. Kini tanpa penolakan dari sang empunya bibir. Meskipun tidak dibalas dengan antusias, setidaknya gadis itu memberi kesempatan pada Draco untuk mencoba menikmati bibirnya yang lembut.

Hermione menikmati kecupan dan lumatan Draco. Tidak seperti yang ia pernah rasakan, ciuman Draco jauh jauh dan sangat jauh berbeda dengan ciuman Ron. Sahabat yang pernah mencuri ciumannya. Dan juga berbeda dari ciuman Krum, yang halus. Nyaris tak memberi efek seperti yang ia rasakan saat ini. Jantungnya bertalu-talu, dan kupu-kupu atau mungkin ikan-ikan kecil sedang berkeriapan didalam perutnya. Draco, sekalipun mengawalinya dengan pemaksaan, namun sepertinya ia cukup terlatih memainkan bibir dan lidahnya. Buktinya Hermione sekarang tengah membalas kecupan Draco sambil mendesah. Tangannya meremas anak-anak rambut Draco dan memainkannya. Apa sebegitu dasyatnya efek kharisma seorang Pangeran Slyterin. Lihat saja Hermione, tangannya kini meluncur menjelajahi tubuh tegap Draco.

"Akh", Draco mengerang ketika Hermione mengusap dadanya. Jemari gadis itu tak sengaja menyentuh puting Draco yang sedang bertelanjang dada. Bagian itu merupakan salah satu titik sensitifnya dan kini seorang Hermione sedang bermain-main di atas bara api. Siap-siap saja kau nona manis, aku akan membakarmu sampai habis.

~~~~~~~~~(^-^)~~Ein-Mikara~~(^-^)~~~~~~~~~~~

Sinar mentari mengintip dari sela-sela tirai jendela. Gadis berambut ikal itu sedikit menggeliat. Gerakannya terhenti ketika mendapati tangan lain sedang melingkari perutnya yang ramping. Hermione merasa ada yang salah. Ah, benar, tadi malam ia berjalan dari ruang kesehatan bersama Ginny, berpisah di koridor yang mengarah ke Aula besar, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar asrama Perfectnya. Mata Hermione melebar. Tidak. Ia yakin yang semalam hanya mimpi. Ia dan Draco Malfoy berciuman? Berciuman? Entah setan apa yang mengantarkan dirinya menuju kamar, kamar rekannya tepatnya. Dan melanjutkan adegan panas mereka. Dengan kepala berdenyut Hemione mencoba mengingat setiap detail kejadian yang menimpanya. Syukurah, yang ia ingat mereka hanya berciuman hingga kelelahan kemudia tertidur. Hermione tertidur, tapi Malfoy? Apa lelaki itu juga tertidur? Atau melanjutkan adegan panas mereka sendiri?

Denyut itu kembali terasa. Kepala Hermione terasa sakit. Ia kelelahan, stress karena memikirkan ujian, ditambah kejadian tadi malam. Denyut itu memaksanya berdiri, memunguti jubah dan sweeternya yang tergolek di lantai, tanpa memakainya Hermione berlari cepat meninggalkan sang empunya kamar yang masih terlelap.

~~~~~~~~~(^-^)~~Ein-Mikara~~(^-^)~~~~~~~~~~~

"Arrrghhhh….", Hermione menjerit frustasi. Di jambaknya rambut ikalnya beberapa kali. Ia ingin melupakan semuanya, semua yang terjadi karena kecerobohannya.

Dibalik tembok kamar mandinya Draco terbangun dengan pikiran kalut. Ia mendengar suara Hermione menjerit dalam kamar mandi. Apa yang terjadi?

"Granger, kau kenapa?", teriak Draco panic sambil menggedor pintu kamar mandi.

"Ini tidak mungkin, ini tidak mungkin", teriak Hermione dengan suara parau.

"Apanya yang tidak mungkin?", Draco masih bingung dengan situasi yang dihadapinya. Apa Hermione menyesal berciuman dengannya? Harusnya seperti itu. Draco memaksanya, pasti gadis itu kini tengah menyesalinya.

"Kau bajingan, Malfoy", umpat Hermione dari dalam kamar mandi sambil melempar sesuatu kearah pintu. "Pergilah sebelum aku membunuhmu".

Wajah Draco semakin memucat. Ia memang salah telah mencium Hermione. Tapi kenapa gadis itu sampai begitu membencinya hingga ingin membunuhnya?

"Ya aku bajingan, Granger. Keluarlah. Bunuh aku dengan kedua tanganmu. Tapi jangan pernah melukai dirimu", teriak Draco tak kalah keras. Ia takut Hermione mencoba melukai dirinya sendiri karena murka.

Tiba-tiba pintu kamar mandi menjeblak terbuka. Hermione masih mengenakan sweeternya yang kemarin. Sweeter itu menutupi tubuhnya hingga sebatas betis. Dibawahnya Hermione tak memakai apa-apa. Tungkai polosnya terekspos langsung oleh mata Draco. Membuat cowok berambut pirang itu sedikit gelagapan menghadapi gejolak harsratnya yang mulai timbul dan mengabaikan tatapan garang Hermione yang sedang mengacungkan tongkat sihir.

"Apa yang kau lihat?", hardik Hermione galak.

Draco kembali menatap Hermione. Dia tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Hermione masih menatapnya galak. Tapi yang membuat Draco heran adalah penampilan Hermione yang keluar dari kamar mandi dalam keadaan yang err,, menggiurkan.

"Kau ada apa, Granger?", Tanya Draco pelan dan sedikit gugup.

"Jangan pura-pura tidak tau, Brengsek", umpat Hermione tajam. "Kau yang sudah memperkosaku semalam. Dan sekarang kau bertanya ada apa? Dimana otakmu?",

"Masih tetap ditempatnya, kurasa", jawab Draco sambil nyengir. Jawaban itu meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa ia sempat berpikir. Kini cowok itu menyesal telah mmengatakannya. Wajah Hermione semakin memerah dan mengeras. Tanda gadis itu amat sangat murka.

"Baik, maaf, oke?", bujuk Draco. "Aku memang memaksamu dan menciummu. Aku memang salah, maafkan aku".

"Kau tau hal ini tidak bisa dimaafkan, Draco", geram Hermione. "Bisa saja Sembilan bulan lagi aka nada seorang bocah bersurai pirang sepertimu lahir ke dunia. Apa kau bodoh? Aku bahkan tak tau apa kau memakai pengaman atau tidak. Bagaimana jika..".

"Tunggu", potong Draco. "Apa yang kau bicara kan?".

"Kau," Hermione menghela napasnya lagi. "Hentikan-sikap-tololmu-itu", Hermione mengatupkan bibirnya rapat-rapat sambil menahan emosi yang kian memuncak. "Setelah yang kau lakukan semalam kau masih bertanya?",

"Aku menciummu, Granger. Dan hanya itu. Bagaimana bisa kau melahirkan anakku tanpa melakukan 'kau-tau-apa'?", geram Draco mulai paham ada kesalahpahaman antara ia dan gadis dihadapannya. Jujur Draco mau saja melakukan hal semacam sex dan lainnya. Tapi ia tak pernah melakukannya dengan pemaksaan seperti yang dituduhkan Hermione padanya.

"Jangan bohong, Malfoy. Akuilah", teriak Hermione marah. "Akuilah dan mungkin aku bisa memaafkanmu. Tapi jangan bohong. Jangan membuatku lebih membencimu".

"Diam Hermione!", hardik Draco. Sedetik kemudian Hermione langsung terdiam. Tapi wajah gadis itu masih memerah.

"Aku sudah jujur dan kenapa kau tidak mau mendengarku? Apa kau benar-benar ingin kuperkosa hah?", Draco masih menatap Hermione lekat. Perlahan gadis itu mulai menurunkan tongkatnya. "Percayalah padaku, jika aku memang melakukannya kau tak perlu meminta pertanggungjawabanku karena aku yang akan lebih dulu melakukannya. Aku yang akan menyerahkan diriku sendiri padamu. Aku tak mengerti kenapa kau menuduhku seperti itu. Apa kau melupakan kejadian semalam? Adakah kau ingat aku menyentuhmu lebih daripada ciuman? Um, ya lebih sih, tapi maksudku bukan seperti itu. Maksudku yang mengarah ke hubungan intim. Apa kau ingat aku melakukannya?".

Hermione menggeleng pelan. Ya, gadis itu juga masih ingat tiap detail apa yang Draco Malfoy lakukan padanya. Dan memang tak lebih ciuman, pelukan dan sedikit gerakan tangan Malfoy yang menggerayangi tubuhnya.

"Tap-tapi..", Hermione tergugup dan tak mampu melanjutkan kata-katanya.

"Ada apa, Granger? Katakan", tangan Draco memegang bahu Hermione dengan erat. Pandangannya menyiratkan kecemasan. Apa cowok itu mulai menyukainya? Pikir Hermione.

"Barusan aku lihat ada bercak merah pada celana dalamku", gumam Hermione lirih.

Draco masih menatapnya lekat. Cowok itu masih berusaha memahami dan mencerna kata-kata Hermione.

"Aku masih perawan, Malfoy", ujar Hermione gemas ketika menyadari lelaki dihadapannya belum paham.

"Ya? Dan? Sungguh, Granger, aku tak melakukan hal 'itu'", sahut Malfoy tajam.

"Lalu kenapa ada bercak merah pada celana dalamku kalau kau tidak melakukannya, Ferret?", Hermione menepis tangan malfoy dan berteriak kearah lelaki itu.

"Aku tidak tau, demi Merlin, Granger. Aku tidak tau", Draco frustasi sekarang. Ia bingung dengan situasi yang dihadapinya. Terlebih sekarang ia menyaksikan gadis berambut ikal dihadapannya sedang terdiam sambil memikirkan sesuatu.

"Granger", panggil Draco sambil menggoyang bahu Hermione.

"Granger, katakana sesuatu", Draco kembali panic mendapati lawan bicara bungkam sambil terlihat serius memikirkan sesuatu.

"Ugh, kuharap kau benar dan aku salah", gumam Hermione masih dengan pandangan menerawang.

"Hey ada apa lagi denganmu?", pagi yang membuat Draco stress dan frustasi melebihi ketakutannya pada NEWT dan Si hidung rata, Voldemort.

"Itu, mungkin aku sedang menstruasi", jawab Hermione sambil memalingkan wajahnya yang memerah.

"Apa? Jadi aku kena marah gara-gara kau menstruasi dimalam aku menciummu?", hardik Draco tak terima.

"Cukup, Malfoy", balas Hermione. "Sudah bagus aku tak mematahkan hidungmu karena kau berani menciumku. Sekarang minggir, aku mau melanjutkan aktifitas mandiku. Dan jangan pernah berpikir bahwa masalah ini sudah selesai. Aku tak akan pernah memaafkanmu karena hal itu".

Gadis bersurai ikal keemasan itu kembali masuk kedalam satu-satunya bilik kamar mandi yang ada diruangan asrama mereka. Setelah beberapa menit gadis itu keluar dari dalam kamar mandi berbalut jubah mandinya yang berwarna merah tua. Tanpa menoleh ke arah Malfoy yang sedang duduk di dekat perapian Hermione langsung berlalu dan masuk ke dalam kamarnya.

Tak lama kemudian giliran malfoy yang masuk ke dalam bilik kamar mandi dan masih memikirkan kejadian antara dirinya dan Hermione. Dia tak dapat memungkiri lagi bahwa ada perasaan yang lain yang kini menyusupi hatinya berkenaan dengan gadis itu. Semua ingatan tentang Hermione semalam membuatnya merona dan perutnya melilit. Bukan melilit sakit, tapi karena geli. Ada sesuatu semacam bulu ayam yang mencoba memasukki perutnya dan membuatnya merasa tak nyaman. Anehnya Draco menyukai sensasi itu.

7.15

Draco sudah bersiap dengan setelan khasnya yang elegan. Jubah Slyterin menutupi bahu dan tubuhnya yang tegap. Ditatapnya kamar Hermione yang sedari tadi belum terbuka. Ia menunggu Hermione keluar sambil membaca buku Aritmacy dan bersandar pada sofa hijau kesayangannya.

Hermione sendiri masih berada dikamarnya. Ia seperti orang tolol karena terus menerus mengingat bagaimana rasa bibir Malfoy diatas bibirnya. Otaknya menolak memikirkan hal lain. Bawaan hormone menstruasi yang menyebalkan, pikir Hermione.

Tiga puluh menit berikutnya suara gedoran gaduh terdengar dari arah luar kamarnya. Pangeran Slyterin itu pasti hendak mencemoohnya. Hermione merasa begitu bodoh karena menurut begitu saja dan larut dalam ciuman Malfoy tadi malam.

Dok Dok Dok

Suara gedoran itu terdengar lagi. Pangeran Slyterin itu sudah gila rupanya.

"Buka pintunya, Granger", teriak malfoy dari arah luar Hermione mengeratkan jubahnya dan bersiap menggenggam tongkatnya.

"Pergilah, Bodoh", balas Hermione melepaskan teriakannya.

"Kau tau, setelah yang terjadi tadi malam kita tak akan lagi sama. Keluarlah, kita butuh bicara", ujar Malfoy keukuh dengan gedorannya bertubi-tubi.

Hermione sedikit termenung. Ya, setelah tadi malam semuanya berubah. Draco Malfoy yang sedang berada di balik pintu memang adalah pria yang sama yang ia tonjok ditahun ketiga. Tetapi ada hal yang berubah setelah kejadian semalam. Ia tak lagi bisa memandang Malfoy tanpa melupakan kejadian semalam. Dan itu akan membuatnya semakin stress, mempengaruhi periodnya, dan terutama, mempengarui ujian NEWTnya.

"Berhentilah menggangguku Malfoy, setelah semalam kita memang telah berubah. Dan itu hanya berarti satu hal. Aku lebih membencimu. Lebih besar daripada yang dulu", teriak Hermione.

"Kau salah, Granger", raung Malfoy karena tak urung dibukakan pintu. "Justru sebaliknya. Kau tau, justru sebaliknya. Dan jangan pungkiri itu. Saat ini kau bisa menghindariku, tapi kita tetap harus bicara. Aku pergi", suara langkah terdengar menjauh dari balik pintunya. Hermione kembali termenung meresapi kata-kata Draco.

Ya, Hermione tak merasa membenci Malfoy seperti sebelumnya. Tapi itu tak akan menggoyahkan keputusannya untuk menjauhi sang pemilik surai platina. Berurusan dengan Malfoy tak akan membuat hidupnya menjadi mudah. Apalagi mengingat keluarga lelaki itu pernah menyiksanya sedemikian rupa. Membuatnya merasakan hidupnya diambang kematian. Dan ia yakin bahwa menghindari Malfoy muda adalah keputusan yang tepat.

~~~~~~~~~(^-^)~~Ein-Mikara~~(^-^)~~~~~~~~~~~

Dua hari dan Hermione sukses menghindarinya. Draco mondar-mandir dalam ruang rekreasinya. Matanya menatap lekat ke arah pintu. Ia berharap hari ini Hermione kembali pulang. Sudah dua hari gadis itu meginap di bekas asramanya, Gryfindor. Dan sudah dua hari ini sukses Draco seperti ayam kepanasan. Mondar-mandir tidak jelas. Mencoba mencari keberadaan si rambut semak. Bahkan si Potter, mantan musuhnya yang kini menjadi salah satu teman baiknya, sudah berusaha membantunya membujuk Hermione yang masih keukuh menghindarinya.

22.00 lewat jam malam.

Draco sudah hampir menyerah ketika ia dengar suara daun pintu mengayun terbuka. Hermione melangkah masuk dengan was-was. Draco sengaja mematikan perapian dan lilin ruang rekreasi. Ia sengaja menanti Hermione dan tak ingin mengejutkan gadis itu. Entah kenapa Draco menjadi seperti ini hanya karena seorang Granger.

"Granger", suara rendah Draco sedikit membuat Hermione berjengit kaget. Dipandanginya sekekeliling ruangan yang hanya disinari cahaya merah perapian yang nyaris padam.

To be continue

.

Mind to Review?