The Railroad

Rated M

Genre Horror, Romance and Supernatural

Main pair Meanie (Mingyu x Wonwoo)

Characters Wonwoo, Mingyu, Seokmin, Jeonghan

Warning! Mpreg, Rated M disini, sedikit thriller/gore (hal-hal yang berbau kekerasan dan mungkin agak sedikit vulgar) /* Untuk yang masih dibawah 17 tahun plis jangan baca, saya hanya khawatir. Tapi jika memaksa yang tidak masalah. Jangan salahkan saya jika kalian nantinya disturbing dengan fanfic ini.

Summary Wonwoo merasa jika ia tidak pernah sendiri dan selalu merasa akan sosok kehadiran lain. Seokmin, orang pertama yang menyadarinya dan sampai akhirnya Mingyu dan Jeonghan ikut menolong Wonwoo.

Enjoy~

000

Aku tak bisa berhenti

Apakah kamu tak menyadari perasaanku…

Aku-

.

.

.

.

"Wonwoo-ah!" Seorang laki-laki berambut hitam tersadar dari lamunannya dan tangannya langsung memegangi lehernya, ia terasa haus. Lama terlamun, ia tak menyadari jika dirinya masih di kelas, padahal murid lain sudah pulang.

'Suara itu lagi' pikirnya dalam hati, sampai kapan ia akan terus seperti ini pikirnya lagi.

'Dan suara itu benar-benar bukan datang dariku.

Lalu sebenarnya apa?' laki-laki berambut hitam itu tidak menyadari, jika sembari tadi seorang murid berambut pirang dengan panjang sebahu, menepuk lembut pipinya berkali-kali agar tersadar dari lamunannya.

"Wonwoo, kau kenapa? Sejak bel berbunyi, beberapa teman kelasmu bilang padaku jika kau melamun, bahkan kau tidak merespon panggilan mereka" Wonwoo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia kembali terdiam untuk berfikir.

Namun tiba-tiba murid berambut pirang itu menepuk tangannya tepat di depan wajahnya. Wonwoo sedikit terkejut dan tangan kanannya reflek menyentuk dadanya, ia sedikit terkejut.

"Ayo Wonwoo, bukankah dari beberapa hari lalu, kau yang selalu bilang jika kau ingin mengunjungi Soonyoung bukan?" ucapnya sambil berkacak pinggang. Wonwoo tersenyum kecil dan memasukan beberapa buku miliknya kedalam tasnya.

Tak lama Wonwoo berdiri, dua orang murid yang cukup tampan berjalan masuk kelas tersebut dan berdiri dihadapannya.

"Ayo, Soonyoung hyung benar-benar ingin bertemu dengamu" ucap salah satu dari keduanya, laki-laki berambut coklat dan tinggi yang hanya berbeda satu senti lebih pendek dari Wonwoo.

Tidak merespon, telihat Wonwoo melamunkan sesuatu lagi. Walaupun Wonwoo memiliki pandangan yang kosong, akan tetapi, orang yang sudah mengenalnya ataupun satu kelas dengannya dapat membedakan Wonwoo yang sedang melamun maupun dalam keadaan normal.

Laki-laki berambut abu yang berdiri disamping murid berambut coklat yang mengajak Wonwoo berbicara, berjalan mendekat pada Wonwoo dan mencubit pelan wajahnya, membuat mata Wonwoo terbelalak karena sensasi sentuhan yang didapatkannya.

"A-Ah? Apakah kalian mengatakan sesuatu?" ucapnya dan membuatnya berjalan mundur karena jarak laki-laki berambut abu yang jaraknya benar-benar dekat dengan wajahnya. "Hai, Mingyu"

Kau meninggalkanku sendiri

Apa kau tak ingin melihat darah dagingmu

Wonwoo menutup kedua telinganya, wajahnya sedikit memucat mendengar suara itu lagi. Mingyu dan dua lainnya saling memandang satu sama lain dengan pandangan kebingungan. Wonwoo memikirkan bisikan-bisikan itu lagi, tak hanya bisikan, ia terkadang akan mendengar suara itu menangis, terkadang marah hingga membuat Wonwoo kewalahan mengontrol dirinya sendiri.

Bahkan ia pernah, hampir memaksa dokter yang memeriksanya beberapa bulan yang lalu, untuk melakukan operasi, walau sang dokter berkali-kali bilang padanya jika telinganya tidak bermasalah. Ia yakin ada sesuatu yang salah dan ia tidak pernah berfikir diluar hal yang tidak masuk akal sehat.

Wonwoo pun tidak pernah bilang pada siapapun tentang bisikan-bisikan tersebut, dengan berpikir positif, mungkin hanya karena daya tahan tubuhnya sedikit menurun dan membuat kepalanya menangkap suara-suara aneh. Ditambah lagi ia seperti diperhatikan oleh seseorang walau sebenarnya tidak ada siapapun disana.

"Kau terlihat kurang baik, lebih baik kau pulang saja Wonwoo, mungkin Soonyoung akan menunggu lagi. Annyeong~" ucap si berambut pirang panjang, ia berjalan menuju pintu kelas, diikuti dengan kedua murid tampan dibelakangnya.

Mingyu berniat ingin melambaikan tangan pada Wonwoo namun, laki-laki berambut hitam itu melamun lagi, tapi tak lama Wonwoo menepuk kedua pipinya pelan. Laki-laki berambut hitam itu pun menyadari jika ia telah sendiri di kelasnnya, setelah berfikir seuatu ia memutuskan untuk pergi dari kelas itu.

"Jeonghan hyung!" panggil Wonwoo, memanggil ketiga murid yang tidak jauh darinya, salah satu laki-laki berambut pirang disana menoleh dan mendapati Wonwoo terengah-engah.

"Ada apa?" Tanya Jeonghan, Wonwoo tersenyum sedikit malu.

"Boleh aku meminjam handphonemu, hyung? Aku lupa membawa ponselku, aku hanya ingin bilang pada Joshua hyung jika aku tidak akan langsung pulang ke rumah" Jeonghan menganggukan kepalanya dan memberikan hanphonenya pada Wonwoo. Jeonghan sedikit senang karena sebenarnya laki-laki berambut pirang itu menyukai Joshua, kakak sepupu dari Wonwoo.

Disaat senangnya memikirkan Joshua, tiba-tiba ia melihat gelagat aneh Wonwoo, yang lagi-lagi melamunkan sesuatu. Bahkan kulitnya agak sedikit memucat, bagi Jeonghan.

"Kau benar tidak apa-apa?" ucap salah satu berambut cokelat, Wonwoo mengembalikan handphone milik Jeonghan "Kau semakin hari semakin pucat"

"Sepertinya aku hanya kurang tidur, Seokmin" ucap Wonwoo sambil memegangi belakang lehernya.

"Kau jadi semakin jarang berbicara, sering melamunkan sesuatu dan selalu menutupi telingamu tiba-tiba. Apa kau sedang memiliki masalah dengan Joshua atau dengan noonamu hyung?" Wonwoo hanya menggeleng kepalanya pelan dan menunduk, seraya tidak berani ditatapi seserti itu oleh murid berambut abu itu.

"Aku tidak apa-apa, Mingyu. Oh ya, aku harus pergi sekarang, annyeong semua" ucap Wonwoo sambil tersenyum kecil, lalu pergi. Jeonghan, Seokmin dan Mingyu hanya terdiam memandangi Wonwoo dalam diam.

000

Wonwoo memegangi keranjang belanja miliknya, sambil memandangi deretan bahan makanan yang ia cari. Sampai ia berhenti dihadapan counter daging, sebenarnya Wonwoo tidak tahu, apa saja yang harus dibeli dan Joshua hanya menyuruhnya membeli bahan makanan tanpa menyebutkan apa yang harus dibeli.

Akan tetapi sepertinya daging menjadi pilihan yang bagus untuk makan malam ini. Mungkin Wonwoo akan memasaknya hanya dengan bumbu sederhana dan nasi. Sang noona pun sibuk dengan tugas kuliah yang ia miliki sedangkan Joshua tampaknya tidak pernah sempat untuk memasak di dapur. Ia pun mengambil dua daging yang telah dibungkus rapi tersebut.

Namun tiba-tiba gerakan ia terhenti ketika ia melihat salah satu tangan yang sudah menyentuh salah satu daging itu.

"A-Ah, satu saja cukup" gumam Wonwoo pelan namun pemuda itu mendengarnya dan mengembalikan kembali daging tersebut, Wonwoo memandangnya bingung.

"Jadi… kau seorang murid SMA kah?" Tanya pemuda itu. Wonwoo menganggukan kepalanya dan pemuda itu mmengisyaratkan pada Wonwoo, untuk mengambil daging yang tadinya akan dibeli oleh pemudia itu, Wonwoo pun tersenyum.

"Ngomong-ngomong.. Apa kau pernah dengan café Chuck & Choi?" Wonwoo menggeleng kepalanya pelan "Jika kau memiliki waktu luang, datanglah kesana! Untuk siswa manis sepertimu akan kuberi diskon!" Wonwoo memandang pemuda itu sedikit takut, walau pemuda itu lebih pendek darinya kira-kira 2 centimeter dan memiliki tubuh yang sedikit berotot.

"Ngomong-ngomong siapa namamu?"

"W-Wonwoo" Jawab Wonwoo pelan.

"Aku Choi Seungcheol! Sini, biar semua belanjaanmu aku yang bayarkan!" ucap Seungcheol sambil merenggut keranjang belanja Wonwoo, Wonwoo panik dan merenggut keranjang belanja miliknya Seungcheol.

"Tidak usah" tambah Wonwoo.

Beraninya kau menyentuhnya

Berani sekali

Kau

Me-

Wonwoo tiba-tiba menutup telinganya, suara itu lagi datang dan setengah berteriak, membuat Wonwoo benar-benar terkejut tak seperti biasanya. Ia menggigit bibir bawahnya dan hampir membuat bibir itu berdarah kalau saja ia tidak mengambil nafas dalam-dalam.

Wonwoo pun menjatuhkan keranjang belanjaannya dan berjalan mundur, ia pun merasa punggungnya disentuh oleh seseorang dan membuat Wonwoo sadar dari lamunannya.

"Oh my god, Kau tidak apa-apa Wonwoo?" Tanya suara yang menurut Wonwoo familiar, "Kenapa kau sendiri disini? Seulgi unnie akan membunuhmu jika jam segini kau belum sampai rumah dan-" orang itu berhenti berbicara ketika ia menyadari Seungcheol yang berdiri yang tak jauh dari mereka dengan pandangan penuh khawatir.

"Irene?" Irene berkacak pinggang dan jalan menghampiri Seungcheol, seraya Wonwoo sedikit merasakan perasaan tak enak diantara mereka. Tiba-tiba Irene melayangkan sebuah pukulan pada wajah Seungcheol, pukulannya cukup keras dan membuat Seungcheol mimisan. Wonwoo tercenggang, ia tak menyangka Irene bisa membuat Seungcheol seperti itu.

Seungcheol mengelap darah yang mengalir dari lubang hidungnya dan tertawa pelan. "Apa salahku, Irene?"

"Satu! Beraninya kau memanggilku tanpa sebutan 'noona', dua! Jangan dibilang kau mempromosikan café milikmu dengan cara yang aneh-aneh! Tiga! Hentikan kebiasaanmu yang sering menggodai orang-orang polos seperti Wonwoo!" tangan perempuan itu teraling ke telinga Seungcheol dan menariknya kasar.

"A-Aduh! Hentikan! Ampuni aku noona!" ringisnya, Irene menghela nafasnya berat dan menghentikan aksinya "Entah mengapa, orang-orang manis dan polos selalu berada disekitarku!" Irene memutar bola matanya bosan dan menyadari jika beberapa pengunjung dan Wonwoo memandangi mereka.

"Ayo pergi Wonwoo, biarkan saja om-om tua ini mencari mangsa disini" ucap Irene sambil menarik Wonwoo pergi.

"Kau sendiri sudah nenek-nenek, Iren-AW!" Seuncheol meringis ketika ia merasakan kepalanya dilempar sebuah bawang bombay.

000

Atmosfir di rumahnya seketika tidak terasa nyaman, yang biasanya benar-benar membuat rileks dirinya malah membuatnya kebingungan. Wonwoo kebingungan, tiba-tiba sang noona menyuruhnya langsung duduk di sofa ruang tengah, disana terdapat sang kakak sepupu, Joshua, yang menunjukan raut wajah bingung.

"Kau tau apa salahmu, Joshua?" Tanya noona dari Wonwoo.

"Tidak tahu, Seulgi-noona" jawab Joshua.

"Lalu.. Apakah kau ingin menjelaskan padaku, mengapa Wonwoo yang jadinya membeli bahan makanan untuk bulan ini? Bukankah seminggu yang lalu aku menyuruhmu?!"

"Kau tidak memberiku uang belanjanya, jadi ketika aku memiliki uang, aku menyuruh Wonwoo karena aku sibuk" Seulgi menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa kau tidak bilang padaku dari awal, hah?!" Wonwoo menelan ludahnya, ia tahu jika sang noona sedang pms.

"Sudah kubilang jika aku sibuk-"

"Bertemu dengan mantan pacarmu yang tak perawan-"

"Seulgi, bahasamu"

"Diamlah, Irene unnie-"

"Seulgi noona kau tak mengerti" seketika suasana menjadi semakin panas, Wonwoo yang tak hanya didiami oleh mereka berdiri dan mengambil barang belanjaan, bermaksud untuk membawanya ke dapur akan tetapi tiba-tiba Seulgi menarik plastik berisi barang belanjaan dan mengisyaratkan Wonwoo untuk pergi ke kamarnya

Ia juga menyuruh Irene untuk masuk ke kamar miliknya. Wonwoo hidup dengan noona dan sepupunya, kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka dan Joshua sendiri sudah diminta oleh Seulgi untuk hidup dengannya.

Karena Seulgi tidak yakin akan bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah yang cukup besar itu sendirian, ditambah lagi Wonwoo yang sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya dan Joshua notabene hanya seorang guru les dan memiliki sebuah kusus les vocal yang tidak jauh dari sekolah Wonwoo.

Namun belakangan ini, Wonwoo merasakan noonanya sedikit berbeda, walau Seulgi tidak berada dalam masa periodnya, ia malah menjadi seorang yang gampang marah, walau Wonwoo tidak begitu peduli dengan hal itu. Joshua juga, yang biasanya tidak pernah mengeluh ataupun berani membalas perkataan Seulgi, kini ia yang telah membuat kesalahpahaman.

Laki-laki berambut hitam itu menjatuhkan dirinya diatas kasur dan merenggangkan tubuhnya, lalu ia kembali menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Wajah Seungcheol seketika muncul di pikirannya, ia tidak pernah bertemu dengan orang seperti itu, ia begitu tampan, benar-benar berbeda dari orang-orang yang ia pernah temui, mata yang indah dan senyuman yang membuat nyaman dirinya.

Wonwoo menggelengkan kepalanya, bermaksud untuk memikirkan hal lain selain Seungcheol, strawberry shortcake. Ia mengingat, hampir dua minggu sekali Joshua akan membawakannya sebuah strawberry shortcake yang berkuran kecil dan akan menyimpannya di freezer.

Joshua membelikannya hanya untuk Wonwoo karena ia tahu jika adik sepupunya itu adalah seorang strawberry lover, apa lagi jika sudah menyangkut kue dan es krim strawberry, ekspresi Wonwoo akan seperti anak kecil ketika memakannya.

Joshua lebih perhatian padanya ketimbang Seulgi, karena perempuan berambut hitam itu sedikit keras kepala, cuek padanya dan dia selalu berkata 'Aku lebih tua darimu dan aku sudah memiliki Irene unnie!'

Wonwoo pun tersenyum memikirkan strawberry shortcake, bagaimana jika ketika memakan kue tersebut ketika sedang berkencan dengan seseorang di café. Itu menjadi pilihan bagus baginya, ditambah lagi tiba-tiba seorang pemuda tampan, mentraktirmu sebuah milkshake dan menemanimu kemanapun ke tempat yang kau mau, ditemani dengan cerita lucunya.

Lalu keesokan harinya kau membalasnya dengan bekal yang kau buat dengan sepenuh hati karena kemarin ia telah mentraktimu sebuah milkshake, kemudian ia berterimakasih padamu dan mencium tanganmu. Dan ternyata pemuda itu adalah sang pemilik café. Indahnya.

Wonwoo menggelengkan kepalanya dan menyadari jika ia menghayal yang tidak-tidak. Dia tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Rasa kantuk tidba-tiba menyelimuti Wonwoo, laki-laki itu mengambil gulingnya lalu memeluknya, ia pun mulai menutup matanya.

Lalu ia berkata, jika tanganmu benar-benar sangat lembut dan membuatnya ingin terus mencium tanganmu setiap hari-

Cinta itu

Adalah sesuatu yang

Tak pernah kamu

Bisa menolak

Jika kau sudah merasakannya

Tapi kau harus selalu ingat,

Tidak ada kebahagiaan yang abadi

Ia bilang jika mencintaiku, sampai akhirnya kita melakukannya, kita tenggelam dalam mabuk antara cinta dan nafsu. Kita berciuman, lidah kami, kissmark di leherku, sampai akhirnya tiba-tiba aku tidur diatas bebatuan dan sampai akhirnya ia memberiku ciuman terakhirnya.

Sampai sebuah bukti cinta kita, tidak pernah hadir.

Kau menyukainya

dan

Ia menyukaimu

Beruntungnya.

Wonwoo berkeringat, jantungnya berdegup kencang tak karuan, suara itu lagi. Apa ia hanya bermimpi? Suara itu mungkin saja datang dalam mimpinya. Tiba-tiba ia merasakan tubuhnya tidak bisa digerakkan, bahkan untuk membuka mulutnya saja benar-benar susah.

Sampai akhirnya ia berhasil membuka matanya.

Seorang perempuan kecil berambut pendek yang acak-acakan dengan kulit birunya bagai avatar dengan dipenuhi lebam-lebam yang menghitam, duduk diatas kedua kakinya. Ketika Wonwoo membelalakan matanya, perempuan kecil itu menoleh, ia tak memiliki mata, hidung, benar-benar hanya bolong dan mulutnya menganga bagaikan sedang berteriak. Sosok itu pun benar-benar membuat hidungnya menerima bau yang tidak sedap.

Itu benar-benar sosok yang membuat Wonwoo hendak berteriak, namun ia berusaha berkedip dan dalam kedipan ketiga, sosok itu pun tidak ada. Hanya kaki panjangnya, tidak ada apapun disana.

Wonwoo menjatuhkan dirinya dilantai, mungkin itu hanya efek dirinya yang semakin lelah dengan tugas sekolahnya dan membuatnya harus begadang. Ia meringis, ketika kepalanya membentur sesuatu, handphone miliknya.

Wonwoo pun dengan cepat mengambil handphonenya dan berniat untuk mengirim pesan pada seseorang. Sampai akhirnya ia tiba-tiba mendengar suara yang berasal dari kamar mandi miliknya. Lalu Wonwoo memutuskan untuk berjalan menuju kamar mandi dan tidak ada siapapun atau sebuah mesin yang menyala.

Wonwoo menghela nafas dan memasuki kamar mandinya, ia ingin membersihkan dirinya, a pun membuka shower room dan menyalakan shower.

Air dingin itu berlomba-lomba membasahi tubuh Wonwoo, laki-laki berambut hitam itu menutup matanya dan menikmati air yang membasahi tubuhnya. Rasa dingin yang benar-benar membuatnya lupa akan apapun.

Wonwoo membuka matanya dan ia menyadari jika tidak ada sabun disana, ia pun berjalan ke wastafel, untuk mengambil sabun. Tanpa mematikan shower.

.

.

.

Hai

Aku disini

.

.

.

Wonwoo reflek mendongakan kepalanya dan menatap cermin lebar dihadapannya, jantungnya hampir terhenti melihat sosok yang tadi 'menindih'nya di kasur. Perempuan itu berdiri disampingnya, dengan menundukkan kepalanya dan tubuh Wonwoo seketika membeku, tidak bisa menggerakan dirinya.

Tak lama, sosok itu mendongakan kepalanya, melalui pantulan cermin, mereka saling menatap satu sama lain. Ia bahkan menampakan diri dengan wajah manusia normal, mata maupun hidungnya nampak dan Wonwoo salah menduga, jika sosok tersebut adalah laki-laki, karena ia menampakan diri tanpa busana. Ia terlihat manis dan mungil, bahkan ia kira-kira memiliki tinggi mendekati Seulgi.

Kedua matanya bewarna kecoklatan gelap, memandangnya dengan tatapan kosong, Rambutnya bewarna merah muda, namun pada sisi lainnya, rambut tersebut seolah tercampur dengan sesuatu yang menjadikan rambut tersebut kotor. Kulit putih yang dimilikinya itu pun perlahan menampakkan beberapa lebam, bahkan terdapat sebuah lebam besar bagian sisi kiri perutnya.

Perlahan lebam tersebut mengeluarkan bau yang benar-benar tidak sedap, sedikit demi sedikit banyak belatung yang kelar dari lebam tersebut. Wonwoo terlonjak kaget, namun tubuhnya benar-benar tidak bisa bergerak.

Sosok tersebut tersenyum kecut, entah mengapa seketika pandangan Wonwoo jatuh pada tangan kanannya yang dengan paksa memasuki perutnya, membuat luka lebam tersebut robek dan mengeluarkan banyak darah, nanah juga diikuti belatung-belatung yang berjatuhan, beberapa ada yang menempel di tangannya.

Wonwoo berkedip, seketika sosok tersebut hilang, mungkin benar-benar hanya pikirannya sedang lelah, ia pun mencuci mukanya dan berniat mengambil handuknya.

Wonwoo terdiam dan menyadari jika shower masih menyala. Ia berjalan menuju shower dan menyentuh keran shower tersebut, namun akhsinya terhenti ketika ia merasakan ada yang mencolek pinggangnya, ia berbalik dan melihat sosok yang tadi ia lihat.

Sosok tersebut tersenyum, Wonwoo terbelalak melihat pada perutnya yang robek, terdapat lautan cacing dan belatung disana. Wonwoo berjalan mundur sampai punggungnya menyentuh kaca dari shower room. Tubuhnya terpojoki.

Sosok tersebut menyondorkan sebuah janin yang kira-kira masih berumur 12 minggu dan membuat Wonwoo ingin muntah. Namun tiba-tiba Wonwoo terpeleset, padahal ia yakin jika tidak ada sesuatu yang licin, yang akan membuatnya terjatuh.

Tangan sosok itu memasukkan sesuatu ke mulut Wonwoo dan memasa benda tersebut agar muat kedalam mulutnya. Wonwoo menggelengkan kepalanya seraya mencoba menolaknya dengan mendorong benda tersebut dengan lidahnnya, walau pada akhirnya hal tersebut sia-sia.

.

.

.

.

"AAAAAA!"

.

.

.

.

"Wonwoo?" gumam Joshua, teriakan itu berasal dari kamar Wonwoo, ia berniat ingin menghampiri adik sepupunya itu akan tetapi dipandangi tajam oleh Seulgi, membuat Joshua terduduk dan mendengarkan semua ocehannya. Ia benar-benar malas membalas perkataan kakak sepupunya itu. Terkadang ia membenci perempuan yang sedang di masa periodnya.

"Mungkin dia melihat kecoak, dia kan benar-benar takut serangga dan kau jangan lupa besok, untuk beli penyemprot serangga, Joshua!" ucap Seulgi lalu ia tiba-tiba memegangi kepalanya yang sakit "K-Kenapa kau disini, kenapa aku berteriak..?" Joshua mengerutkan keningnya ketika ia melihat Seulgi yang sedikit aneh. Tiba-tiba mereka dikagetkan dengan suara Irene.

"S-SEULGI! JOSHUA! WONWOO-" Sebelum Irene melanjutkan ucapannya, Joshua dan Seulgi lari menuju kamar Wonwoo, melewati anak tangga dan membuka pintu kamarnya dengan kasar. Irene langsung mengisyaratkan mereka untuk menghampirinya di kamar mandi Wonwoo.

Joshua membeku, sementara Seulgi langsung menelpon ambulance. Joshua dan Irene berjalan perlahan menuju shower room, Wonwoo bagaikan tengah duduk diatas genangan darah. Masih dengan keadaan shower yang masih menyala, tubuh Wonwoo memucat karena terus terhujani oleh air.

Tubuh Wonwoo bahkan terdapat beberapa lebam, bahu kiri Wonwoo terdapat lebam, bewarna kebiruan yang menghitam. Irene berjalan mundur kemudian berlari keluar dari kamar mandi, tidak kuat dengan apa yang dilihatnya.

"A-Apa yang terjadi.." Handphone milik Joshua yang berada ditangannya terjatuh dan ia langsung menghampiri tubuh Wonwoo.

.

.

.

.

.

Layar handphone milik Wonwoo tiba-tiba menyala, menunjukan 13 missed calls dan 5 pesan yang belum terbaca.

From : Jeonghannie

06.05 PM. Ada apa Wonwoo?

From : HANSOMESEOKMIN

06.05 PM. WONWOO-YA?ADA APA?

From : Jung Chan-woo /1-4 class

06.06 PM. Apakah ada yang kau butuhkan, Wonwoo-sunbaenim?

From : Mingyu (2)

06.07 PM. Kenapa?

06.08 PM. Otw ke rumahmu

tbc

a/n : Sebenarnya original cerita ini bedasarkan dari fanficku sebelumnya dengan main pair Kaisoo, tapi untuk versi yang Seventeen ini, benar-benar berbeda.

Mulai dari konflik, jalan cerita dan fanfic tersebut juga dibuat di tahun 2013 ;w;*jadi banyak penulisan yang kacau balau. Jika ada kesamaan cerita, saya tidak mencontek ide cerita dari manapun dan murni dari ideku.

Entahlah, mungkin fanfic ini sedikit gagal horror sama thrillernya wakaokaok :v

Uhm.. adegan yang Wonwoo 'ketimpaan' itu bener-bener pengalaman dan masih bener-bener ga bisa dilupain ;w;)…