Because of Your Pheromone!
Chapter I : Fanboy Is Alive
by killinheaven
Disclaimer: Kuroshitsuji (c) Yana Toboso
Warning: Shounen Ai | OOC | AU
Rating: T—masih aman.
Pairing: Sebastian X Ciel | Claude X Alois
Siang hari. Panas. Mood jelek.
Setidaknya tiga kalimat itu sedikit bisa menggambarkan suasana hatinya. Remaja laki-laki berambut kelabu itu masih menggeret kedua kakinya dengan malas, sembari dua telapak tangannya yang masuk ke dalam saku celana seragamnya. Dua bola mata biru gelapnya itu hanya berpendar malas, sama saja seperti gerakan kakinya. Ciel Phantomhive, lima belas tahun, pendek, remaja yang memiliki muka bishounen namun sayangnya selalu cemberut ini baru masuk Senior High School satu hari lalu. Murid baru sehari, ceritanya. Dan lagaknya saat ini sudah seperti orang yang sudah sangat bosan dengan pernak-pernik kehidupan sekolah menengah atas, padahal baru dua hari. Ha.
"Alois." Ciel memanggil pelan satu makhluk yang sedang berjalan di depannya, namun sedetik kemudian ia berdecak kesal karena yang dipanggil sama sekali tidak menolehkan kepala. "Hoi!"
Remaja berambut pirang itu kontan menoleh, menyunggingkan cengiran lebarnya. "Apa?"
"Earphone-mu itu menganggu, tahu. Kau sampai tidak sadar daritadi kau berjalan di sampingku tahu-tahu kau sudah ada di depanku." Ciel menggerutu, jengah. "Mendengarkan apa sih kau ini?"
"Lagu."
Sepertinya nenek-nenek pencinta shounen-ai pun tahu bahwa jika orang memakai earphone itu pasti sedang mendengarkan lagu.
Namun Ciel memilih untuk tidak meributkannya, "Lagu siapa?"
"Kill in Heaven!"
"Heh?"
Alois berdecak, namun setelah itu ia menghampiri teman kecilnya satu itu sembari memutar bola mata biru cemerlangnya, "Aah, sudah kuduga pasti bocah sepertimu tidak akan tahu. Boyband, Ciel! Boyband!"
"Hn?" Ciel kita yang manis ini sepertinya masih tidak terlalu ngeh, "Sebagus itu kah?"
Si remaja pirang itu sontak membulatkan matanya, membentuk satu tatapan berbinar. "SANGAAAAT! Boyband ini sedang terkenal-terkenalnya, Ciel! Lagu-lagunya tidak biasa, unik dan keren sekali gaya musiknya! Empat orang laki-laki bersuara emas dan dance mereka too hot to be true! Dan dua di antara mereka—"
"Apa?" tanyanya acuh sembari mengelus daun telinganya karena teriakan Alois yang tidak wajar.
"—senior kita, Ciel! Duh, ketinggalan info sekali kau."
"Oh."
Alois berdecak, lagi.
"Aku baru tahu nama boyband itu sekarang dan memangnya apa yang harus kulakukan ketika mengetahui dua diantara mereka itu seniorku, hah? Lagipula kita kan baru sehari di sini, mana aku tahu."
"Tuh kan. Ciel tidak seru."
"Salah sendiri kenapa menceritakannya padaku, sudah tahu aku tidak suka akan hal seperti itu. Dasar fanboy nista. Haha."
"LALU KENAPA KAU MENANYAKANNYA DULUAAAN?"
Ciel hanya tertawa kecil, kedua kakinya bergerak kembali dan melewati temannya itu yang masih ribet akan kenyataan bahwa Ciel memang tidak akan pernah mengerti dirinya. Tampak berlebihan, memang. Namun nyatanya toh mereka masih berteman sampai sekarang meskipun kadangkali ada hal-hal yang tidak cocok diantara mereka.
Namun baru beberapa langkah yang terbuat, Ciel kembali menghentikannya ketika satu pemandangan agak tidak normal mendadak terpampang di hadapannya. Kerumunan beberapa eksistensi siswi-siswi dengan jumlah tidak wajar, teriakan-teriakan tidak wajar juga, mereka semua mengelilingi lapangan.
Dan karena pembicarannya dengan Alois beberapa detik lalu, Ciel langsung bisa menangkap apa yang sedang terjadi.
"Eh, Alois. Itu mereka ya? Dua orang itu." Ciel bersedekap, berniat menyandarkan punggungya pada tembok—
Zaat!
Dan tahu-tahu ia mendapati tangannya sudah ditarik oleh Alois, mengajaknya berlari menuju kerumunan tersebut.
"HEH! Lepas! Kau kalau mau melihat mereka jangan ajak-ajak aku! Di sana wanita semua, heh! Alois!"
"Aaah, kita kan cantik juga seperti wanita. Biar saja lah!"
"Jangan bawa-bawa aku!"
Namun terlambat, malah Alois sudah membuat mereka menelusup ke kerumunan dan hebatnya sampai menerobos dan mendapat tempat paling depan. Telinga Ciel sontak pengang, teriakan-teriakan abnormal itu semakin keras. Dan remaja itu hanya bisa mengangkat satu alisnya ketika tahu yang sedang ditonton kerumunan ini adalah pelajaran olahraga kelas tiga, senior-senior laki-lakinya sedang bertanding basket.
Pantas saja. Ia kemudian hanya bersedekap, mau tidak mau melihat. Lagipula ia juga suka menonton basket sih.
"Alois."
Namun Alois tampaknya tidak mendengar, asyik dengan pemandangan indah di hadapannya.
"Hoi, Alois. Mereka yang mana?"
"Cieeel, lihat itu! Nah, yang sekarang sedang memegang bola, itu senior Faustus! Claude Faustus. Biasanya dia pakai kacamata, SEKARANG TIDAK! Ya Tuhaaan, mata emasnyaaa!"
Ciel mengangguk-angguk.
"Nah, itu yang baru saja merebut bola dari senior Faustus! Senior Michaelis namanya, Sebastian Michaelis. Kebetulan sekali mereka sedang menjadi lawan di sini, senior Faustus dan senior Michaelis itu seperti rival tapi sebenarnya bersahabat loh. Tampan juga, kan?"
"Hm. Lebih tampan."
Alois menoleh, kaget.
"Eeh, Alois, maksudku—"
"KYAA! Masuuk!" satu teriakan siswi membahana tiba-tiba, mengiringi terjadinya teriakan lain yang saling bersusulan satu sama lain.
"Senior Michaelis hebaat!" seperti teriakan ini.
"Aku masih di sini untukmu, senior Faustus~" dan teriakan ini.
Ciel hanya bisa bernafas lega ketika Alois kembali tersedot perhatiannya pada lapangan. Memang mereka tampan-tampan sih, tidak heran juga. Teriakan-teriakan abnormal itu lama-lama jadi terdengar normal di telinga Ciel, apalagi melihat temannya sendiri yang laki-laki sudah terkontaminasi oleh pheromon mereka. Mau tidak mau Ciel jadi ikut melihat mereka yang sudah berkeringat. Permainan berakhir, namun semua masih tidak beranjak dari posisinya berpijak ternyata. Melihat Sebastian yang berjalan ke arah Claude dan tersenyum sembari menepukkan kedua tangan mereka tanda damai. Agak lucu juga sih melihatnya.
Peluh keringat yang mengalir melewati leher, membasahi baju mereka yang entah kenapa jadi terlihat tipis, hela nafas yang masih tidak teratur ditambah yang satu sedang tersenyum namun yang satu tetap datar. Memang mereka terlihat seksi.
"Senior Michaelis murah senyum, tapi senior Faustus jutek sekali." Alois mengangkat bahunya. "Lucunya, meskipun senior Michaelis rambutnya belah tengah, terus senior Faustus jidatnya lebar—tetap saja banyak yang suka, hahaha."
Ciel hanya tersenyum geli sembari menatap kembali dua oknum yang dimaksud. Namun, mendadak, pas sekali ketika ia sedang masih memasang senyumannya, pas sekali ketika ia sedang menatap seorang Sebastian Michaelis—dan yang entah bagaimana caranya juga sedang pas sekali tidak sengaja memandang ke arahnya.
..
.
Dan satu senyuman manis dari sang senior.
"..." spontan saja Ciel tersentak, dalam diam. Ia tidak bermaksud senyum kepada Sebastian Michaelis!
Alois yang menyadarinya, juga ikut tersentak, juga dalam diam.
"Ada Sebastian Michaelis, Claude Faustus, William Spears, dan Ronald Knox. Dan yang paling kusuka Claude Faustus." Alois nyengir lebar, sembari mengutak-atik laptopnya dan menampilkan folder bernamakan Kill In Heaven yang ternyata isinya sudah beratus giga. "Dia dingin. Aku lebih suka orang yang tampan dan dingin! Meskipun kalau dikasih tiga personil yang lain juga aku tidak menolak sih, hehe."
Ciel hanya melirik malas. "Kau gay ya?"
"Bisexual." Alois mengoreksi santai, membuat Ciel berjengit. "Kau sendiri? Bagaimana perasaanmu mendapat senyuman seorang Sebastian Michaelis?" menggoda, seperti biasa.
"Maksudmu apa?"
"Straight atau gay atau—"
Mendengar itu muka Ciel langsung memerah, jujur saja. Lima belas tahun ia hidup, jujur saja ia tidak pernah merasakan hal-hal seperti itu. Apa lah itu namanya, seperti yang di film-film. Namun yang tadi siang itu, rasanya aneh. Mendapat senyuman itu, rasanya aneh. Alois yang baru saja membuka Promotional Video atau PV dari boyband berlabelkan Kill In Heaven itu hanya tersenyum melihat perubahan wajah temannya itu.
Suara musik khas yang hanya dipunyai boyband itu pun terdengar di kamar Alois. Ciel pun hanya bisa menggerakkan bola matanya ke arah layar laptop, melihat dan hatinya terasa bekerja lebih aktif dari biasanya ketika melihat gerakan dance mereka yang sangat luwes dan.. tentu saja.. ngg, seksi, dipadukan dengan suara-suara mereka yang amat merdu ketika dipadukan, plus garis wajah mereka yang beraneka macam rupa. Yang garis wajahnya dingin akan terlihat menawan dan bertambah seksi ketika menari luwes, dan yang wajahnya sudah hangat akan bertambah kehangatannya ketika menari.
"Keren sekali, kan? Haha. Jadi jawabanmu apa, Ciel?"
"Aku... tidak tahu." Ciel menjawab datar, namun beberapa detik kemudian.. tepat ketika wajah seorang Sebastian Michaelis sedang tersorot penuh di layar ia mendadak kembali meneruskan, dengan nada yang kecil sekali. "Sama sepertimu, mungkin."
-TBC-
Pertama-tama, silahkan bunuh saya karena saya narsis memasukkan nama ID ke nama boyband ga jelas yang personelnya antara iblis dan shinigami. AU pertama saya K
Maaf bawa-bawa boyband, saya suka boyband masalahnya dan impian saya pengen liat Sebastian ngedance— *nggak nanya ya?*
Scene Alois sama Ciel yang terakhir itu kebiasaan saya dan teman-teman, fangirlingan di laptop *nggak nanya juga*
Oke, itu aja. Minta review kalau boleh, please? .
