Anak lelaki berambut fiery red duduk menyendiri pada bangku putih taman. Kedua kaki dinaikan sebagai penopang kepala. Tangan mungilnya melingkar erat menutupi wajah, mencoba sembunyi dari sang mentari. Taman yang selalu dipenuhi dengan tawa dan canda entah mengapa seolah berubah bagaikan gurun sahara yang sunyi senyap. Hanya ada dia bersama panasnya sang mentari. Sesekali terdengar alunan musik ayunan besi yang perlahan berayun tertiup angin. Keheningan membuat udara di sekelilingnya terasa berat, namun tak terduga terdengar suara langkah kaki mencoba mengusik kesunyian yang tercipta. Membuat kesal sang bocah yang merasa terusik karenanya.
"Sudah ku bilang, tinggalkan aku!" teriak si anak lelaki tanpa menatap orang yang berdiri di hadapannya. Tidak ada jawaban terdengar dari mulut si pengusik. Keheningan itu masih berlanjut untuk sesaat sampai ...
"Seijuurou-kun." suara lembut bernada treble memanggil nama si bocah. Tunggu, sepertinya ia kenal suara itu. Suara yang tidak asing lagi untuknya. Ternyata 'dia', untuk apa ia ke sini.
Seijuurou menurunkan kedua kakinya dan menaikkan kepala menatap sosok yang berdiri di hadapannya. "Ughh..." cahaya mentari menyilaukan mata yang sedari tadi diselimuti kegelapan. Lengan kirinya mencoba menghalangi sinar mentari.
Anak lelaki itu tidak dapat melihat jelas sosok wajah di hadapannya. Namun, ia masih dapat melihat baju yang dikenakan sosok di depannya. Gaun hitam selutut dihiasi puring bermotifkan bunga melingkar pada kerah gaun. Hiasan rambut berbentuk topi kecil kehitaman tersemat di antara helaian rambut sebiru langit. Renda transparan berwarna senada melekat di sisi topi, menutupi salah satu mata biru bagai pantulan langit.
Seijuurou terkejut, salah satu tangan mungil bersarung puring hitam itu tiba-tiba saja berusaha menyentuhnya. Dengan sigap ia pun menangkap dan menggenggam erat tangan si gadis kecil.
"Kamu! Kenapa kamu di sini?!" penuh amarah Seijuurou berteriak pada sosok kecil yang bahkan lebih muda dari dirinya.
Ternyata hanya "dia" yang datang. Untuk apa ia berada di sini? ingin menertawai? atau mungkin mengasihaninya? kasihan? yang benar saja. Seijuurou tidak butuh belas kasihan, terutama bila rasa iba itu datang dari orang yang ingkar kepada dirinya. Si gadis kecil menatap dirinya tanpa berkata satu kata pun. Seijuurou dengan kesal mengigit bibir bagian bawah miliknya dan berteriak, "Cepat pergi! Aku tidak ingin melihatmu!"
Mendengar ucapannya, si anak perempuan tersenyum simpul. "Apa salah kalau seorang majikan mau berbaik hati menemui pesuruhnya?"
Seketika manik carmine itu menyengit, "bukannya kamu sudah membuangku!"
"Apa kamu belum puas jadiin aku mainanmu?!" Gadis kecil itu mendengus, sesaat senyum simpulnya berubah sinis. Ia pun berjalan perlahan mendekati Seijuurou. Kedua manik ruby itu mengikuti pergerakan gadis di hadapannya dengan tanda tanya. Dilihatnya tangan mungil itu telah bertumpu pada sandaran kursi di sampingnya. Satu per satu kaki putih itu menaiki bangku taman, bersimpuh di antara kedua kaki lainnya. Ya, gadis kecil itu memposisikan diri dalam pangkuan Seijuurou.
"Ka- kamu mau apa?" semburat merah mulai tampak pada pipi Seijuurou. Si gadis kecil tidak menjawab melainkan menempelkan kedua tangannya pada pipi kemerahannya. Kedua manik aquamarine itu memperhatikan wajah Seijuurou lekat-lekat sebelum sebuah senyuman tersungging di bibirnya.
"Nee~ matamu merah sekali." Jawaban si anak perempuan sukses membuat mood Seijuurou berubah seratus delapan puluh derajat. Semburat merah di pipi kini telah berganti menjadi perempatan nadi di kepala. Apa-apaan cewek ini?! seenaknya saja dia mengomentari warna mata seseorang.
"Jadi, sekarang kamu punya masalah dengan warna mataku?" gadis kecil itu hanya tertawa kecil sebelum berganti dengan seringaian.
"Tidak, aku cukup suka. Terutama saat seperti ini, merahnya akan bertambah pekat bagai bara api."
"Dasar sakit." gadis kecil itu masih tersenyum mendengar cibirannya.
DUAGHH!
"Arghh!" gadis kecil tersebut mendorong keras tubuh Seijuurou mengenai sandaran kursi yang mereka duduki. Salah satu tangan mungilnya menarik kuat helaian rambut fiery red hingga anak lelaki itu meringis kesakitan. Kedua tangan anak lelaki itu secara refleks telah menggenggam erat lengan kanan si anak perempuan, mencoba melepaskan diri. Namun, jari jemari putih lainnya menekan di kedua sisi rahang anak lelaki, memaksa ia untuk mendongakkan wajahnya. Kini kedua manik aquamarine itu berada tepat di atas manik carmine Seijuurou.
"Berani sekali dirimu. Apa kamu lupa? kamu itu cuma ... " Kedua manik carmine di bawahnya membulat sempurna, menangkap segala pergerakan bibir kemerahannya. Kedua tangan mungil yang menggenggam erat pada tangan si anak perempuan turut bergetar.
"JANGAN HINA IBUKU!" ia memberontak mencoba melepaskan diri dan si anak perempuan semakin menguatkan genggamannya. Tak berapa lama, Seijuurou menyerah melakukan perlawanan. Ia sadar si lemah macam dia bahkan tidak akan pernah bisa mengalahkan gadis ini. Ia hanyalah seekor anak itik yang bisa mati kapan saja ketika sang induk meninggalkannya.
Gadis kecil itu menyeringai saat melihat air mata keluar dari kedua mata carmine di bawahnya. Ia menjilati pipi kemerahan di bawahnya, lalu mencium salah satu kelopak pelindung bola carmine itu berada.
"Aku menyukai warna matamu yang sekarang. Mereka lebih berkilau." perlahan gadis kecil itu melepaskan genggamannya. Kedua lengan kecilnya menjalar di kedua pipi sang anak lelaki.
"Dan keduanya adalah milikku." Bisik si anak perempuan sebelum menempelkan kedua bibir mereka. Ia menjilat kedua bibir sang anak lelaki seolah memberi kode agar anak itu membuka mulutnya. Dengan patuh Seijuurou membiarkan anak perempuan itu menguasai dirinya. Bibir kemerahan si anak perempuan mulai menghisap dan mengunyah kedua bibirnya. Lidah keduanya sempat saling bertautan cukup lama. Mengakhiri tautan kedua bibir mereka, anak perempuan itu menggigit labia bawah Seijuurou dan menjilat cairan merah yang mengalir keluar darinya.
Gadis kecil itu menatap lurus kepada Seijuurou, salah satu tangannya kembali membelai pipi kemerahan itu. "Ingatlah selalu bahwa aku adalah tuanmu dan sampai kapan pun kamu tetap milikku.
My cute little puppy."
"Ha'i, Kuroyuki hime." Jawab Seijuurou dengan datar.
GYUUT.
"Good boy." si anak perempuan memeluk Seijuurou hingga membuatnya terkaget untuk sesaat. Kali ini dia mengelus punggungnya, menimbulkan perasaan hangat dan nyaman di dadanya. Seolah sang ibu sedang membelainya saat ini. Seijuurou semakin menenggelamkan kepalanya di dada sang anak.
"Poor my cute little puppy. Malangnya dirimu.
Tenanglah aku ada di sini sekarang."
Mendengar pernyataan gadis kecil tersebut, Seijuurou hanya terdiam. Dilingkarkan kedua lengannya pada pinggang si anak perempuan. Dia sudah tidak mampu menahannya lagi. Saat ini ia sadar bahwa ia bagaikan kristal yang rapuh. Seijuurou mengeratkan pelukannya dan tetesan air perlahan mulai terjatuh membasahi kedua pipinya.
Dengan terbata-bata Seijuurou mencoba bicara, "a- aku ...
Aku coba bangunkan Kaa-san dan bilang padanya ,'Sei akan jadi anak baik'. Ia juga berjanji selalu menemani dan bermain bersamaku, tapi...
tapi, kenapa mata kaa-san tetap tertutup?" anak perempuan tersebut tidak memberikan respon apa pun kepada Seijuurou. Ia hanya terus mengelus pundaknya dan menjadi pendengar bagi bocah berambut fiery reditu.
Seijuurou melanjutkan kalimatnya dengan parau, "tubuh Kaa-san terasa dingin, sedingin es. Apa yang kulakukan ia tetap diam, suaraku enggak bisa menggapainya lagi."
Dirinya tau sang ibu selalu memaksakan tersenyum dan memberi janji kosong. Berkata, "semua baik-baik saja" walau yang terjadi adalah sebaliknya.
"Aku tau Kaa-san tidak akan berhasil melewatinya, tapi aku tetap mencoba percaya." Tanpa Seijuurou sadari kuku jarinya telah menaut kencang pada punggung si gadis kecil. Terus menumpahkan segala rasa yang berkecamuk dalam dirinya,
"Aku memohon kepada Kami-sama, tapi diabaikan oleh-Nya. Sekarang diriku seorang diri tanpa siapa pun."
Suara anak lelaki berambut fiery red terdengar semakin melemah dan sulit didengar. Namun, samar-samar gadis kecil tersebut mendengar sang bocah berkelut dengan pikirannya sendiri. Cahaya mata miliknya terlihat semakin meredup dan nada bicara si rambut fiery red pun mulai berubah. Beberapa pertanyaan penuh kekecewaan keluar dari bibir mungilnya tanpa menanti jawaban. Ia bertanya mengapa sang ibu tidak mengajaknya? Apa yang harus dilakukan dan untuk apa ia hidup jika sang bunda tiada.
Ya, bocah lelaki itu tahu betul sang ayah tidak pernah peduli akan keberadaannya. Sang ibulah penopang hidupnya hingga saat ini. Mereka berdua hanya memiliki satu sama lain. Kini sang ibu meninggalkannya terlebih dahulu, menjadi sebatang kara.
"Kenapa Kami-sama tidak mengabulkan permohonanku?!" teriak Seijuurou gusar.
"Aku cuma minta satu hal pada-Nya. Aku hanya ingin Kaa-san!" kedua manik carmine itu terbelalak, dengan penuh emosi ia berteriak,
"Kenapa harus Kaa-san? Mengapa dia? Mengapa bukan orang lain?!" jerit Seijuurou sekuat yang ia bisa.
"Orang-orang itu, mereka tertawa senang melihat kepergian Kaa-san. Mengapa bukan mereka saja yang mati!"
Hosh... Hosh... Hosh... Dengan napas yang terengah Seijuurou menghentikan pelampiasan amarahnya dan mengeratkan pelukannya kepada si gadis. Air matanya perlahan mulai mengalir.
Namun, seolah tidak mau direpotkan oleh isak tangis Seijuurou, gadis kecil itu melepaskan pelukannya. Ia kembali berlutut, memposisikan dirinya lebih tinggi dari Seijuurou. Disekanya air mata yang mengalir keluar dari kedua mata kemerahan itu. Terlihat senyuman kecil yang tersungging pada kedua bibir mungilnya. Perlahan bibir mungil kemerahan gadis kecil tersebut terbuka perlahan mengucapkan sesuatu.
BEEP... BEEP... BEEP... bunyi keras dari alarm mengusik ketenangan pemuda berambut fiery red. Kedua manik heterochromatic – carmine dan gold – mulai menampakan rupanya. Rambut fiery red yang berantakan menjadi bukti si pemuda baru tersadar dari mimpi panjang. Sinar mentari pagi yang menerjang melalui jendela kamar membuatnya kembali menyipitkan mata.
Sang pemuda bangkit dari posisi tidur dan terduduk di pinggir kasur. Salah satu tangan meraba mata kemerahan miliknya, basah. Dia dapat merasakan bekas jalur air mengalir di pipi kanan. Suara alarm yang masih menggema menyadarkan diri si pemuda. Pemuda itu mengulurkan tangan pada meja di sampingnya dan menekan tombol alarm digital yang mengganggu sedari tadi.
Dalam keheningan, rambut fiery red bergumam, "yume..." sang pemuda menutup matanya mencoba mengingat sesuatu. Mimpi itu... mengapa ia harus memimpikan masa lalu? Saat semua kegilaan dalam hidupnya dimulai. Sungguh mengesalkan.
Si pemuda tertawa kecil diakhiri sebuah dengusan. Dilihatnya figura yang tergantung pada dinding kamar. Foto seorang wanita dengan rupa dan rambut yang sama dengannya. Menatap datar wanita di dalam figura, sang pemuda berkata, "dasar wanita bodoh." Seijuurou membuka satu per satu kancing piyama yang ia kenakan. Kemudian meletakkan piyama berwarna aqua tersebut di samping tempat tidur. Dia pun beranjak meninggalkan tempat tidur menuju shower.
.
.
.
S.M.L
© Nyankoii
Un-Beta
Words Count : 3184
All credit belongs to
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
AU, Gender Bender, Fem!Kuroko, OOC, OC, Alur tidak jelas Tata bahasa aneh, Typo bertebaran, dan lain-lain.
.
.
Chapter 1 – Twist Pt. 1
.
.
.
Seijuurou beranjak keluar dari kamar mandi, handuk dililitkan menutupi bagian bawah tubuh. Tampak butiran air masih tersisa menempel pada dada bidangnya. Ia berdiri di depan lemari pakaian, mengambil sebuah kemeja baby blue beserta celana panjang kehitaman untuk dikenakan.
Usai berganti pakaian, ia memasang jam tangan pada pergelangan tangan kirinya. Lalu mengambil sebuah Iped yang terletak di atas meja. Tanpa sengaja kedua matanya menatap ke dalam rak meja tersebut. Terlihat sebuah kotak berisikan kumpulan surat yang usang. Seijuurou terdiam sejenak dan berlalu meninggalkan kamar tidurnya.
Dirinya berjalan menuruni tangga, di mana seorang pria paruh baya berpakaian serba hitam tengah menantinya.
"Selamat pagi, bocchama." Butler tersebut membungkukan badannya.
"Pagi, Tetsuo." balas Seijuurou dengan wajah datarnya.
Dengan sopan sang butler bertanya kepada tuannya, apa yang diinginkan sang tuan pagi hari ini. Secara singkat Seijuurou menjawab 'segelas kopi'. Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar Iped, ia terus berjalan menuju meja makan bersama sang butler. Sesampai ruang makan, dengan sigap sang butler menarik sebuah bangku untuk dirinya. Seijuurou masih sibuk dengan Iped yang ia bawa. Tangannya sibuk menggerakkan layar monitor ke atas dan samping.
Sementara sang butler menyiapkan secangkir kopi hangat untuk si tuan muda. Seijuurou sibuk menjelajahi beberapa situs berita online. Mengganti setiap halaman situs tapi belum juga menemukan berita menarik. Pergeseran kurs hari ini tidak terlalu signifikan, menandakan kondisi perekonomian Jepang yang stabil. Dirinya pun beralih pada sebuah situs yang berisikan pergerakan angka dan grafik, melakukan pengecekan satu per satu pada setiap nama perusahaan.
Tetsuo yang melihat kesibukan sang tuan, meletakkan secangkir kopi hangat di hadapannya. "Apa ada yang menarik di hari ini, tuan?"
Seijuurou menutup semua situs dalam layar dan meletakkan Iped di atas meja. Diambilnya cangkir kopi yang masih hangat, "seperti biasa, tapi kupikir ini saat yang tepat menghasilkan cash dari stock terakhir. Perlahan pemuda berambut fiery red meniupkan udara pada kopi dalam cangkir sebelum mereguknya.
"Saya mengerti, Bocchama. Ini koran pagi anda." Tetsuo meletakkan beberapa koran pagi di hadapan sang tuan.
Seijuurou meletakkan cangkirnya kembali, mengambil salah satu koran dibawakan sang butler. Membalik satu per satu halaman koran pagi, tidak ada satu pun berita yang - menurutnya - penting. Dia menutup koran pertama, bermaksud mengambil koran pagi selanjutnya. Akan tetapi, matanya tertarik pada sebuah majalah di antara koran-koran tersebut. Ditariknya majalah bernama TeenMagz dengan stamp bertuliskan 'not for sale'. Seijuurou menatap ke arah sang butler.
"TeenMagz?" tanyanya sembari menunjukkan majalah yang ia pegang.
"Sepertinya itu promo majalah remaja yang dikirimkan oleh agen koran, tuan." Jawab Tetsuo dengan tenang.
"Aku bisa membacanya Tetsuo." dengan sedikit kesal Seijuurou membuka halaman demi halaman majalah tersebut, sampai terhenti pada sebuah halaman iklan produk kecantikan. Seorang model perempuan berambut turquoise berpose close up, memegang bibir merah seranum buah apel. Kedua manik aquamarine gadis tersebut seolah menatap dirinya dengan sensual.
"Itu iklan terbaru produk kosmetik keluaran perusahaan D'WAINE Corp. , tuan." Seijuurou terkejut, suara Tetsuo menyadarkannya dari lamunan. Setelah menghela napas pendek, ia kembali mengatur raut wajahnya sedatar mungkin.
"Aku tau itu, Tetsuo."
Sang butler tersenyum kecil kepada sang tuan, "kelihatannya anda suka."
"Tertarik dengan make-up? Kamu kira, aku ini seorang perempuan atau metrosexual?" Seijuurou melempar majalah tersebut ke atas meja.
"Maaf, Bocchama. Maksud saya ..."
"Ya, aku mengerti maksudmu." Seijuurou merendahkan suara sekecil mungkin, menggumam 'ia tau'. Dirinya menatap sang butler, "jadi, bagaimana menurutmu?"
Tetsuo yang bingung akan pertanyaan tuannya, menjawab dengan singkat.
"Dia cantik."
"Bukan, itu maksudku. Apa yang kamu pikirkan, oyaji." Seijuurou menghela napas, menatap halaman majalah yang terbuka. Tentu saja cantik, bukankah itu salah satu kriteria bagi seorang model wanita. 'Kriteria, ya.' Pikirnya sebelum meminum kembali secangkir kopi hangat.
"Sebuah perusahaan trading yang mengakuisisi beberapa sektor manufaktur. Sesuatu yang beresiko tinggi, namun di sisi lain merupakan corporate strategy yang bagus. Mencoba memperpanjang life cycle dalam iklim industri yang tak menentu. Tidakkah menurutmu perusahaan dengan pola pikir konvensional secara terus menerus akan terkikis?
Mungkin kita harus bersikap agresif, mengakuisisi. Tidak menyenangkan jika kita kalah dalam persaingan, kan?" Tetsuo terdiam menyaksikan sebuah seringai terukir pada wajah tuannya.
Sang tuan baru menginjak usia lima belas, namun berpikir bagaikan orang dewasa yang selalu mengutamakan bisnis dan bisnis. Seharusnya seorang remaja berperilaku seperti remaja lain. Ingin sekali Tetsuo melihat si tuan kecil bermain dan tertawa bersama temannya, tapi apa yang bisa ia lakukan?
Menjadi seorang Akashi sama saja kamu harus menjadi nomor satu dalam segalanya, itu peraturan dalam keluarga ini. Tidak ada waktu yang tersisa untuk bersenang-senang. Apalagi jika kamu disandingkan dengan saudara sendiri. Posisi tuan mudanya yang sulit, membuat remaja itu dipaksa menjadi nomor satu dibandingkan yang lain.
Demi ego, menjaga nama baik sang ibu. Ia bahkan rela membuang segala kesenangannya. Dia harus menjadi lebih kuat dan menunjukkan pada keluarga besar Akashi, bahwa dirinya pantas menyandang nama tersebut. Agar para orang tua bodoh itu tidak memanggil sang ibu 'jalang' semata.
Akan tetapi, tuan mudanya tetap tidak lebih dari sebuah boneka berjalan milik sang tuan besar. Tidak memiliki kebebasan dan hidup pada jalan yang ditentukan. Raut wajah Tetsuo berubah sendu, mengingat masa di mana Seijuurou tertawa bahagia bersama sang nyonya. Ya, sejak saat itu semuanya berubah.
Senyum polos yang dulu menghiasi wajah sang tuan muda berubah menjadi senyuman palsu dan seringai. Tawa bahagia yang biasa terdengar sudah lama padam, segalanya berubah semakin buruk dan menggila seiring hari berganti. Membentuk sosok seorang remaja yang kosong dan rapuh. Mungkin suatu hari nanti sosok ini akan rusak seperti gelas kaca yang retak.
RING... RING... RING... seorang maid berjalan meraih receiver yang berbunyi. Secara samar Seijuurou dapat mendengar si pelayan memberi salam pada si penelpon. Telepon? Di pagi hari? Ia tau bahwa itu bukan hal yang bagus.
Sesuai dugaan, si pelayan berjalan ke arahnya membawa sebuah receiver. Ahh... tidak perlu mendengar suara siapa yang ada di seberang sana. Seijuurou tau siapa sang penelpon sebelum menerimanya.
"Matikan. Aku sedang tidak ingin diganggu." ucap Seijuurou tegas sebelum sang maid menyerahkan receiver itu kepadanya.
Wajah si pelayan wanita berubah pucat ketakutan, "ta... tapi tuan..."
"Sudah kubilang, Matikan!"
"Y... ya tuan." Si pelayan sudah tau hal ini akan terjadi sejak awal, tapi apa yang harus dia lakukan? Ia hanya punya dua pilihan digantung atau dirajam. Kami-sama, betapa beruntung dia hari ini hingga bisa menangisi nasib buruknya.
Tidak ingin membuat sang tuan muda semakin murka, dengan segera pelayan tersebut berbicara kepada si penelpon. Nada suara yang bergetar menunjukkan ketakutan sang maid, "ma... maaf tuan... ya... ya..." mata si pelayan mendelik ke arah tuan mudanya, semoga dia tidak mati setelah ini. Sang maid menekan tombol volume pada cordless phone yang dipegang ke posisi maksimum. Meminta maaf kepada tuan mudanya dan menghadapkan receiver tersebut ke hadapan si rambut fiery red.
"Seijuurou." terdengar nada suara yang tegas dari receiver. Suara lelaki yang membuat Seijuurou benar-benar merasa kesal.
"Sepertinya dirimu mulai melupakan perkataanku. Aku memberimu kebebasan bukan berarti kamu bisa melawanku." mendengar pria dewasa tersebut berbicara, Seijuurou mengepalkan kedua tangannya sekuat tenaga. Dengan tegas si pria memberi peringatan kepada dirinya, "atau kamu ingin aku menarik semua ucapanku dan mengembalikanmu ke rumah utama."
Kedua manik heterochromatic Seijuurou terlihat penuh amarah.
"Kamu lupa siapa yang membuat kesepakatan dengan orang tua itu serta mengijinkanmu tinggal di kondominium seperti sekarang? Kamu dengar, Sei." Seijuurou menggigit bibir bagian bawah, mencoba menahan rasa amarah pada sang ayah.
"Aku anggap jawaban diam mu sebagai tanda bahwa kamu mengerti. Sekarang dengar, seusai sekolah datanglah ke Marunouchi. Tidak ada alasan apa pun, ku tunggu kamu di ruanganku." usai memberi perintah sang ayah menutup telepon, mengakhiri percakapan mereka. Si pelayan masih berdiri ketakutan di hadapannya. Mengucap permintaan maaf yang tidak ingin Seijuurou dengar.
"Pergi." ucap Seijuurou dengan nada tertahan sembari meremas koran di dekatnya. Seijuurou geram melihat si pelayan masih gemetaran berdiri di depannya. Ia membanting meja membuat kaget sang pelayan dan berteriak, "Aku bilang, pergi dari hadapanku!" Sang pelayan yang ketakutan berlari meninggalkan ruangan tersebut.
Tetsuo yang menyaksikan kelakuan tuan mudanya, memilih menyingkirkan diri. Sang butler memohon diri untuk menyiapkan kendaraan bagi sang tuan. Seijuurou terdiam dipenuhi amarah, dia benci hidup dan segalanya.
"Argghhh!" Seijuurou menyingkirkan segala sesuatu di depannya hingga berantakan. Cangkir kopi terjatuh ke lantai, membuat si keramik putih hancur menjadi kepingan. Ia berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan ruangan.
.
.
.
.
Narita Airport, sehari sebelumnya : 01.35 PM.
Mata setiap orang yang berlalu lalang tertuju pada sosok pemuda berambut turquoise. Baik wanita mau pun pria terpana oleh paras cantik si pemuda. Beberapa wanita berbisik menjulukinya 'bishounen' dan menjerit 'kawaii'. Tidak sedikit orang yang bertanya-tanya apakah ia seorang artis atau model. Upss, ternyata ia terlalu mencolok. Dengan segera sang pemuda mengambil sesuatu dari dalam tas selempangnya sambil terus berjalan, tanpa memperhatikan jalan. Dia tidak melihat seorang bocah tengah berlari ke arahnya dan ...
BUMP! mereka berdua bertabrakan, bocah kecil itu pun terjatuh.
"Filsde salope, vous êtes aveugles ou quoi ?" - (#$#%, kamu buta atau apa?) dengan senyuman kecil si pemuda bangkit dari posisi jatuhnya. Ia pun membantu sang anak untuk berdiri.
"Aie l'air plus misérable ou je te casse vraiment la jambe. " - (memelaslah atau kupatahkan kakimu) sang pemuda tersenyum memegang lutut si anak dengan sedikit keras.
Dengan sedikit ketakutan bocah lelaki itu akhirnya berbicara, "gomenne..."
Tampak si bocah berpikir terlebih dahulu melihat paras si pemuda, "... nee-chan."
Seorang ibu muda terlihat berlari menghampiri mereka, "Yoshi, sudah ibu bilang jangan lari."
"Maafkan, anakku. Apa anda baik-baik saja?" si ibu memaksa anaknya menundukkan kepala.
"Ouais, à quoi tu pensais, espèce de stupide ." - (bagaimana menurutmu, $%#) senyuman sang pemuda membuat si wanita terpana sesaat.
"Tu commences à me les casser, vieille bique." - (Kamu mengganggu) sang pemuda kembali berbicara menyadarkan sang wanita. Dengan panik wanita itu menggunakan gerakkan untuk berkomunikasi. Tak selang berapa lama si wanita berpamitan dan meninggalkan si pemuda.
"Meiwaku da wa." - (merepotkan) Gumam si pemuda dengan tersenyum dan melambaikan tangan membalas lambaian si bocah..
Pemuda turquoise mengambil sebuah kacamata dari dalam tas. Dikenakannya kacamata berframe hitam yang membuatnya terlihat seperti kutu buku. Usai merubah penampilan, ia pun kembali berjalan menuju pintu keluar. Sekilas sebuah senyuman terukir pada paras cantik miliknya.
"Aku datang ..."
.
.
.
"Sei-kun."
