Disclaimer : Durarara! © Ryohgo Narita

Warning : Shonen-ai, OOC, typo(s), AU (maybe? dunno), gaje, saya ga pinter bikin fict romance tapi pengen bisa gitu trololol /dibuang, super ngebosenin baaah laper /ganyambung


oooooo

Hujan. Apa yang bisa dilakukan seseorang yang tidak membawa payung ketika hujan? Jika orang itu nekat, mungkin dia akan berlari menembus guyuran hujan itu. Tapi sekarang dia malas untuk melakukan hal itu. Yang sekarang hanya bisa ia lakukan adalah duduk di dalam kelas sambil melihat derasnya hujan dari jendela.

"Tch. Kapan hujan ini berhenti? PR-ku masih banyak!"

Seorang murid SMA Raira yang memutuskan untuk menunggu di dalam kelasnya dan menggerutu karena keputusannya itu adalah Shizuo Heiwajima. Kini dia terpaksa untuk menunggu disana sampai hujan reda. Sambil menunggu, dia membuka tasnya dan memutuskan untuk mengerjakan PR matematika.

"Kuso! Kenapa PR-nya sesulit ini? Hah sudahlah!"

Baru saja membuka buku matematika dan melihat beberapa soal di dalam buku itu, Shizuo sudah memutuskan untuk menyerah dan kembali memasukkan PR itu. Kini dia kembali terdiam menunggu hujan, menatap hujan yang tiada hentinya turun sambil bertopang dagu, sampai bunyi itu terdengar.

"—Ng?"

Shizuo tahu itu bunyi yang dihasilkan dari piano. Dan Shizuo juga tahu di sekolahnya memang ada sebuah upright piano di ruang musik. Yang jadi pertanyaannya, siapa yang memainkan piano itu, disaat hampir semua murid sudah meninggalkan sekolah?

Dengan rasa penasaran yang tinggi, Shizuo meninggalkan kelas dan setengah berlari menuju ke ruang musik. Dan saat dia sampai di depan pintu ruang itu lalu membuka pintunya, yang pertama dilihatnya adalah seorang siswa berambut hitam dan memakai seragam warna hitam dengan kaos berwarna merah, sedang duduk, memainkan piano dengan lancar dan penuh perasaan.

"Iza...ya?"

DREEENG! Serentetan nada yang ditekan di piano itu berubah dari sekumpulan nada yang indah, menjadi nada yang sumbang. Orang yang dipanggil 'Izaya' itu berdiri. Awalnya Izaya terlihat sekilas menunjukkan ekspresi kesal ke arah Shizuo, tapi setelah melihat orang yang membuka pintu itu Shizuo, dia langsung memasang seringai yang oh-sangat-menyebalkan-untuk-dilihat.

"Ahaha~ Shizu-chan~ Ada apa? Kaget melihatku main piano? Atau iri melihatku lancar memainkan piano? Tidak sopan, lho, masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu~"

"Terus terang saja aku memang kaget, tapi tidak iri. Tidak kusangka kutu menyebalkan sepertimu bisa main piano dengan penuh perasaan seperti tadi," selanjutnya Shizuo terlihat menahan tawa.

"..." Izaya terdiam sesaat, dan melanjutkan, "Lalu?"

"Biar kutebak, pasti semua murid kecuali aku tidak tahu kau bisa main piano."

"Kalau iya, kenapa?"

"Ini akan jadi berita bagus di Raira bukan, Izaya?" kini Shizuo yang memasang seringai khas Izaya

"...Hm, Shizu-chan licik ya? Memanfaatkan kesempatan seperti ini untuk mempermalukanku. Kau takut untuk melawanku memakai kekuatan 'kan, Shizu-chan?~"

"Jangan sok tahu, kutu."

"Ahaha~ Shizu-chan marah ya?"

"Diam." Sepertinya Shizuo memang benar-benar marah. Dia bahkan sudah bersiap untuk melempar salah satu keyboard ke arah Izaya

"Shizu-chan, jangan lempar benda apapun yang berhubungan dengan musik disini"

"Apakah aku harus menuruti permintaanmu, hah?"

"Shizuo, letakkan keyboard itu sekarang."

Shizuo menurut. Bukan karena dia memang ingin meletakkan keyboard itu dan lalu membiarkan Izaya begitu saja, tapi karena dia melihat sesuatu yang berbeda saat Izaya menyuruhnya untuk meletakkan keyboard itu di tempat semula. Sorot matanya begitu tajam melihatnya dan dia tahu Izaya tidak sedang bercanda. Lagipula itu pertama kalinya Izaya menyebut nama asli Shizuo. Selanjutnya Shizuo hanya bisa diam di samping keyboard itu sambil menatap Izaya dengan kebingungan, kaget, dan—campur aduk. Dia sendiri tidak tahu harus memakai ekspresi apa setelah melihat tingkah Izaya tadi. Izaya kembali duduk di depan piano.

"Yayaya. Aku sudah tahu apa yang ingin kau tanyakan. Kenapa aku menyuruhmu meletakkan keyboard itu? Kenapa aku begitu serius menyuruhmu tadi? Jawabannya karena aku cinta musik. Jika manusia nomor dua bagiku, maka nomor satunya adalah musik. Itu saja."

"Maksudmu? Kau lebih cinta musik dibandingkan dengan manusia?"

"Mungkin? Kupikir lebih menyenangkan bermain musik dibanding melihat berbagai reaksi dari berbagai macam manusia. Reaksi mereka sudah bisa tertebak dan itu sangat membosankan. Lagipula... aku selalu merasa lebih baikan saat memainkan piano, terutama lagu yang tadi kumainkan..." Izaya mengatakan kalimat terakhir disertai dengan rona kemerahan pada pipinya—dan itu membuat Shizuo sedikit gugup melihat Izaya dengan wajah yang menurutnya... manis? Tidak mungkin dia mengakuinya.

"...Yah, alasanmu bisa kuterima –walaupun aku masih sedikit bingung. Ah ya, lagu apa tadi?"

"Lagu yang kumainkan tadi, maksudmu? Etude op. 10-3 Chanson de L'Adieu atau bisa juga disebut Etude Tristesse. Lagu perpisahan."

"Lagu perpisahan? Kenapa kamu bisa merasa baikan dengan memainkan lagu sedih seperti itu?"

"Aku... tidak tahu."

"Ha?"

"Ya... aku tidak tahu. Aku hanya merasa lagu itu akan menjadi sebuah lagu yang akan menjadi kenangan berharga bagiku. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa merasa seperti itu. Hahaha~"

"...Lagi-lagi alasanmu kurang bisa dimengerti, Izaya."

"Mungkin otakmu yang memang bodoh, Shizu-chan," Izaya kembali memasang seringai itu

"Izayaaaaaaaaa!" Shizuo berjalan cepat ke tempat Izaya dan mencengkram kuat kerah baju Izaya. Izaya yang menyadari dia tadi lengah, sekarang hanya bisa memejamkan matanya, berharap tonjokan Shizuo meleset ,walaupun tidak mungkin dengan jarak mereka sekarang.

"Mainkan lagu itu, Izaya." Shizuo melepaskan cengkramannya, menatap Izaya serius, dan Izaya hanya bisa bingung di tempat

"...Eh?"

"Mainkan atau aku tonjok."

"Hah... Baiklah."

Izaya memulai memainkan lagu yang bernada dasar E. Awalnya Izaya menekan tuts piano dengan lembut, tapi pada bagian agak di tengah lagu, dia harus menekan tuts lebih keras, dan akhirnya kembali menekannya dengan lembut. Piano, forte, lalu pianissimo. Serangkaian nada yang begitu indah didengar, walaupun arti dari lagu ini sebenernya perpisahan. Izaya memainkannya dengan lancar, tanpa teks, dan dia kelihatan begitu menghayati. Shizuo juga tampak menikmati permainan piano Izaya. Dan Shizuo tidak menyadari, hujan sudah berhenti.

oooooo

Shizuo seperti tersihir oleh permainan piano Izaya saat memainkan Etude Tristesse. Esok hari, lusa, dan berminggu-minggu sampai berbulan-bulan berikutnya, sepulang sekolah Shizuo bukan menuju ke rumah, bukan juga tetap diam di kelas. Ruang musik, itulah tempat yang selalu ia tuju setelah selesai mengikuti pembelajaran untuk mendengarkan permainan piano Izaya. Bukan hanya lagu Etude Tristesse, tapi juga lagu klasik lainnya. Biasanya Shizuo yang lebih dulu sampai di ruang musik, tapi hari ini berbeda. Izaya telah menunggunya, duduk di depan piano.

"Tumben kau datang lebih dulu."

"Shizu-chaaaan~ Ayo duduk disampingku."

"...EH?"

"Hah... Reaksimu berlebihan. Tempat duduk ini 'kan lebar. Aku duduk di tengah, kamu duduk di ujungnya. Masih ada jarak, kok. Wahaha~ Shizu-chan salah paham~"

"Tch" terlihat rona kemerahan di wajah Shizuo, untungnya Izaya tidak melihatnya. Shizuo pun segera duduk di ujung tempat duduk, dan berkata, "Lalu?"

"Etude Tristesse. Khusus untuk Shizu-chan."

-Tbc-


Piano = dimainkan secara lembut

Pianissimo = dimainkan secara agak lembut

Forte = dimainkan secara keras (biasanya kalo di piano tuts-nya lebih ditekan)

Yeah! the 2nd! maaf ya fandom DRRR! Saya terus-terusan bikin fanfict gaje ngebosenin gini zzz (_ _). Padahal saya ga jago bikin fict romance tapi pengen jagoooo! Huhuhuuu ah iya maaf juga OOC-nya kebangetan. RnR? Onegai ;w; /disepak.

Eh iya yang belum dengerin lagu etude tristesse dengerin deh~ lagu klasik sih, karya F.F. Chopin. Enak lagunya! XD Sayangnya saya cuma bisa mainin setengahnya... geez. Yaudah! Salam badut YM! :o)