Hanya sebuah cerita romansa yang terinspirasi dari Seducing Cinderella, Home in Carolina, Gift Wrapped Baby, dan The Unexpected Wedding.
.
.
.
Dalam fict ini saya menggunakan gaya bahasa novel terjemahan, dan jika ada di antara readers yang tidak dapat feel dalam membaca fict ini karena gaya bahasa saya, sebaiknya hentikan membaca fict saya daripada kalian kecewa, karena saya sama sekali tidak akan merubah gaya bahasa saya. thanks :)
.
.
.
.
.
.
DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO
RATE : M
Warning:
OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (banyak), dan banyak cacat lainnya.
Tidak untuk anak dibawah umur (17 plus only)
Mengandung kata-kata kasar dan vulgar.
Tidak disarankan bagi readers penyuka/penikmat Canon dan bagi readers yang tidak menyukai Erotic Novel;)
Attention:
Cerita ini hanyalah fiksi belaka yang benar-benar berasal dari imajinasi saya sendiri yang terinspirasi dari beberapa Erotic Novel (dimohon untuk tidak mengcopy fict ini dalam bentuk apapun). Saya mohon maaf bila kebetulan ada kemiripan dalam cerita ini dengan cerita yang lain.
Selamat membaca…
.
.
.
.
.
.
.
Aku mengeratkan mantelku ketika hembusan angin yang bercampur butiran salju menerpa tubuhku. Pertengahan Desember ini terasa lebih dingin dari tahun sebelumnya. Sepatu ankle bootsku terus melangkah dan meninggalkan jejak-jejak sepatu di sepanjang trotoar. Di ujung jalan sana nampak mobil pembersih salju yang sedang membersihkan jalanan Raikiri Road dari tumpukan-tumpukan salju yang telah menumpuk dari semalam.
Hawa dingin yang masih dapat kurasakan di balik mantel tebalku tidak menghalangiku untuk tetap beraktifitas di pagi hari ini. Well aku memang mencintai saat-saat dimana aku menggelungkan diriku di dalam selimut tebal nan hangat di kala musim dingin, tapi aku juga mencintai pekerjaanku. Berjalan lima blok dari apartmentku kurasa akan membuatku sedikit hangat saat tiba di tempat kerjaku nanti.
Melewati blok ke empat, aku menghentikan langkahku untuk masuk kedalam toko fresh fruit . Kudapati seorang wanita yang telah melewati setengah abad umurnya sedang mengelap buah-buah apel yang ada di hadapannya.
"Pagi Saki." Wanita itu mengalihkan tatapannya dari sekeranjang buah apel dan menyapaku dengan ramah saat mendengar lonceng kecil di pintu berdentang tanda ada orang masuk.
"Pagi Chiyo, apa kabarmu hari ini?" Aku meletakkan salah satu gelas starbucks berisi coklat panas yang aku beli di Blok kedua dalam perjalanku di atas meja kasir Chiyo. Aku selalu membeli dua gelas hot chocolate setiap pagi, satu untukku dan satu untuk Chiyo. Aku sangat menyukai wanita tua ini sejak pertama kali aku menginjakan kaki di toko ini beberapa tahun silam, saat aku masih seorang mahasiswa di kedokteran gigi.
"Seperti yang kau lihat, meski telah berumur seperti ini aku masih kuat mengurusi tokoku sendirian." Aku terkekeh ketika Chiyo mengangkat kedua tangannya, memeragakan gerakan seorang binaragawan.
"Ah, tunggu sebentar aku sudah menyiapkan buah rutinmu Saki." Chiyo melangkah ke salah satu lemari pendingin buah yang ada di sudut toko ini.
"Ini, fresh sweet strawberry mu." Chiyo menyerahkan kotak plastik yang penuh dengan strawberry merah dan segar. Hmm melihatnya saja sudah membuat air liurku seakan ingin menetes.
"Wow, thanks Chiyo, kurasa sebentar lagi air liurku akan menetes." Aku tertawa di akhir kalimatku, begitupula dengan Chiyo.
Setelah memasukkan Strawberryku kedalam kantong kertas, aku kembali berbincang sejenak dengan Chiyo. Ini salah satu rutinitasku di pagi hari. Berbincang dengan Chiyo sebelum memulai aktifitas kerjaku. Aku merasa hangat saat berinteraksi dengan Chiyo, mungkin karena aku tinggal jauh dari orang tuaku yang berada di Iwa dan jarang bertemu mereka, maka aku menganggap Chiyo sebagai pengganti orang tuaku.
Berbincang dengannya sangat menyenangkan, aku menyukai tawa ramahnya begitu pula dengan ceritanya, entah itu cerita mengenai cucunya maupun mengenai Tobirama si pemilik toko barang antik di ujung pertokoan ini yang selalu datang kesini tiga kali dalam satu hari untuk membeli buah dan selebihnya berbasa-basi untuk berbincang dengan Chiyo. Kurasa Tobirama menyukai Chiyo, oh dan begitu pula dengan Chiyo nya sendiri. Mereka berdua saling jatuh cinta. Kami berbincang sekitar lima belas menit sebelum aku memutuskan untuk pamit.
"Ah, by the way. Terimakasih untuk hot chocholatenya, dan kekeras kepalaanmu yang tidak mau menerima pembayaran minuman ini." Chiyo mendengus di akhir kalimatnya dan itu membuatku tertawa. Bagaimana aku bisa menerima pembayaran itu jika Chiyo sendiri memberikan sekotak strawberry nya secara cuma-cuma? Maka dari itu aku selalu membawakan hot chocolate untuk Chiyo setiap paginya, hitung-hitung sebagai barteran dari strawberrynya.
"Semoga harimu menyenangkan Saki." Chiyo kembali tersenyum ramah padaku.
"Begitu pula denganmu Chiyo." Aku membalas senyumnya dan melangkahkan kakiku keluar toko.
.
.
.
.
.
.
.
"Pagi Sakura." Rin, gadis berambut brunete lurus menyambut kedatanganku dengan ramah.
"Pagi Rin. Apakah Ino sudah datang?" Aku berhenti di depan meja Front Office.
"Belum. Tadi dia meneleponku untuk memberitahu bahwa Ia akan sedikit terlambat hari ini."
"Oh, okay. Jika dia sudah datang, tolong mintakan daftar pasienku hari ini."
"Okay Ma'am." Aku tersenyum mendengar julukannya untukku sebelum aku berlalu menuju tangga yang ada di balik lemari besar berbahan kayu oak yang di cat putih.
Kulangkahkan kaki ku meniti anak tangga hingga akhirnya aku tiba di ruangan kerjaku yang di dominasi oleh warna hijau tosca dan putih. Aku sengaja memberikan nuansa hijau tosca di ruangan ini agar para pasienku terutama anak-anak kecil merasa nyaman dan tenang, begitu pula denganw arna dental chair dan ornamen-ornamen yang ada di ruangan praktekku, karena warna hijau adalah salah satu warna yang menyejukan suasana hati.
Kuletakan hot chocolateku diatas meja kerja sedangkan tasku kumasukan kedalam laci yang terdapat di sebelah kursi kerjaku. Kuraih ke dalam saku mantelku untuk mengambil ponsel sebelum aku menggantungkan mantelku di standing hanger yang ada di sisi pintu ruangan ini.
Aku melirik jam dinding yang ada di seberangku. Jam 08:33. Masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum jam praktekku di mulai. Ku pasang headset di telingaku dan terdengarlah intsrumen Harmagedon dari Apocalyptica. Sebenarnya aku bukan penikmat musik metal, tapi entah kenapa aku menyukai lagu-lagu Apocalytica. Buatku mereka adalah pemusik jenius, bagaimana tidak, mereka dapat memadukan musik klasik dengan metal hanya dengan cello! Big WOW!
Kuraih hot chocolateku, dan menyesapnya. Sebagian orang berpikir coklat adalah musuh dokter gigi, tapi itu salah besar, aku sangat menyukai coklat entah itu coklat batangan, kue coklat, permen coklat, maupun coklat cair seperti yang aku sesap sekarang. Kuncinya hanya satu, bersihkan gigimu setelah mengkonsumsi coklat maupun makanan manis lainnya.
Aku sedang membaca postingan di path ketika pintu ruanganku terbuka dan menampilkan sahabat sekaligus asistenku di sini.
"Morning Saki." Ino masuk dengan sebuah tab di tangannya.
"Morning. Kukira kau akan terlambat hari ini?"
"Well, kukira juga begitu saat aku sedang sibuk dengan bad hair ku tadi pagi, tapi ternyata aku bisa mengatasinya." Ino menampilkan cengirannya dan mengambil tempat duduk di depanku untuk membacakan jadwal hari ini. Sebenarnya Ino tidak harus datang keruanganku untuk membacakan daftar pasien hari ini, jadi dugaanku pagi ini Ino pasti membawa cerita baru, oh mungkin lebih tepat aku menyebutnya sebagai gossip.
"Hari ini ada 7 pasien yang masuk daftar kita, enam di antaranya merupakan pasien rutinan kita, sedangkan untuk yang satu lagi adalah pasien baru, aku kirim list nya padamu ya."
"Okay."
"Done. Oya, kemarin sore ketika kau pulang duluan, ada seorang pria datang kemari bersama seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu lah yang akan menjadi pasien barumu, and You know Pria itu tampan dan sexy! Benar-benar memancarkan aura Dewa Seks! Oh Tuhan..."
See? Ino pasti membawa sebuah cerita pagi a.k.a gossip. Ino mudah sekali terpesona oleh seseorang, jadi kurasa pria yang sedang di bicarakan Ino saat ini akan sama dengan yang lainnya, dan jika aku boleh jujur, ketika aku melihat mereka secara nyata, mereka semua tidak semenarik yang Ino bicarakan. Aku terus mendengarkan Ino dengan celoteh paginya seraya menikmati hot chocolate dan strawberryku hingga akhirnya telepon di mejaku berdering.
Saved by bell.
"Ya Rin. Oh okay." Rin memberitahuku bahwa pasien pertama telah datang.
"Well, mari kita lihat nanti seperti apa pria yang kau maksud itu. Sekarang angkat bokongmu dari kursi itu dan ayo mulai bekerja." Aku bergegas meraih jas putih kerjaku dan mengenakannya, sedangkan Ino bergegas keluar untuk mendata pasien.
"Pagi Sakura." Seorang wanita berambut blonde masuk keruanganku bersama seorang anak laki-laki.
"Pagi Ny. Temari." Aku tersenyum kepada mereka berdua.
"Hey sobat, bagaimana kabarmu hari ini?" Aku memajukan wajahku kearah depan untuk menyapa Shikadai, anak laki-laki dari Ny. Temari.
"Buruk. Seharusnya aku ada janji bermain bola pagi ini, tapi Ibu menyeretku kesini, padahal gigiku baik-baik saja Sakura." Bocah laki-laki di depanku ini memajukan bibirnya karena kesal dan itu membuatnya terlihat sangat menggemaskan.
"Well, lebih baik mencegah kan daripada mengobati, dan apakah kau ingat beberapa bulan lalu ketika kau kemari dengan pipi yang membengkak?" Aku bertanya mengenai saat-saat dimana Shikadai sedang mengalami sakit gigi yang luar biasa karena Ia malas membersihkan dan memeriksakan giginya, dan Ia mengangguk tanda Ia ingat kejadian itu.
"Nah, apakah kau mau mengalami hal yang sama hanya karena kau tidak mau memeriksakan gigimu itu hm?" Shikadai memberikanku tatapan horror dan menggeleng dengan cepat, mulutnya yang beberapa saat yang lalu dimajukan telah menghilang bersamaan dengan kalimat terakhirku tadi. Aku dan Ny. Temari terenyum simpul melihat ekspresi Shikadai yang langsung berubah horror seperti ini.
"Well, kalau begitu ayo kita mulai pemeriksaannya, supaya kau bisa lebih cepat pulang dan masih bisa bermain bola dengan temanmu, okay?" Aku berdiri dari kursiku dan mengulurkan tanganku mengajak Shikadai untuk ikut bersamaku menuju dental chair.
Saat Shikadai telah berbaring di atas dental chair, aku meraih masker serta sarung tanganku dan mulai memeriksa rongga mulutnya. Kondisi rongga mulut Shikadai tidak seperti dulu yang penuh akan karang gigi dan ada lubang di beberapa giginya. Kini gigi bocah delapan tahun ini tidak bermasalah, semuanya bagus dan bersih sehingga pengecheckan yang kulakukan pun tidak memakan waktu yang lama.
"Gigimu bagus, kau merawat gigimu dengan baik sekali ya?" Shikadai mengangguk mengiyakan saat aku melepas sarung tangan dan maskerku.
"Aku tidak mau merasakan sakit seperti dulu Sakura." Ia merubah posisinya menjadi duduk di atas dental chair, dan aku tersenyum mendengar penuturannya.
"Good job mate." Aku mengedipkan sebelah mataku padanya.
.
.
.
.
.
.
.
Waktu sudah menunjukan pukul 14:00 saat aku selesai dengan pasien ke limaku, itu berarti masih tersisa dua pasien lagi. Aku merasakan perutku mulai berbunyi tanda menuntut perhatian lebih. Sepertinya ramen enak. Kuraih gagang telepon untuk memesan ramen di toko langgananku, Ichiraku Ramen yang ada di blok sebelah.
"Hallo Teuchi, ini aku Sakura. Um ya seperti biasa. Thanks." Ku kembalikan gagang telepon ketempatnya semula setelah memesan Spicy Beef Ramen, kemudian menyandarkan punggungku ke kursi kerja. Biasanya butuh waktu sekitar setengah jam hingga delivery toko ramen langgananku tiba di sini.
Ku raih tab ku untuk melihat dua daftar terakhir pasienku hari ini, A. Chouchou dan U. Daisuke. U Daisuke... Nama anak ini mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang dulu pernah membuat sel-sel dalam tubuhku tergelitik hanya karena senyuman dan tatapannya. Sesorang yang dulu selalu mengusik mimpi-mimpiku. Seseorang yang selalu aku ingingkan untuk berada di dalam celana dalamku. Hollyshit, sepertinya rasa laparku mempengaruhi otakku. Ku tutup daftar pasien dan beralih ke youtube, berharap Apocalyptica dapat membawa emosiku menguap bersama nada-nada kerasnya.
Sekitar setengah jam kemudian Ino masuk keruanganku dengan bungkusan berlambang Ichiraku Ramen di tangannya.
"Your lunch." Ino mengangkat bungkusan itu dan meletakannya di atas mejaku.
"Thanks Ino, aku benar-benar lapar." Aku segera meraih bungkusan itu dan membukanya, waaah it's so smell good. Kuraih sumpit untuk memulai acara makanku.
"Haah kau ini, bagaimana kau tidak lapar jika sarapanmu saja hanya coklat panas dan strawberry setiap paginya." Ino menyidekapkan tangannya sambil menatapku jengkel, sedangkan aku hanya membalasnya dengan sebuah cengiran dan kembali fokus pada makan siangku.
"Oya Saki, tadi aku mendapat telepon dari Ny. Karui, dia mereschedule jadwal hari ini menjadi besok, jadi hanya tersisa satu pasien lagi hari ini. Haah aku tidak sabar menunggu kedatangan si tampan!" Ekspresi Ino berubah 360 derajat dari yang tadinya jengkel karena pola makanku, kini Ia berubah seperti layaknya gadis remaja yang sedang puber.
Aku menikmati makananku dengan ditemani Ino yang masih setia bercerita mengenai pria Uchiha itu.
"Rambutnya biru gelap nyaris hitam, postur tubuhnya tegap, kulitnya putih dan matanya! Oh Saki, mata hitam pria itu bahkan mampu membuatku berkedut di bawah sana!" Ino semakin bersemangat dalam bercerita.
"Astaga Ino, kurasa aku harus menelepon Sai dan memberitahunya bahwa milikmu berkedut dan itu karena pria lain." Ino langsung mendelikkan matanya kesal, sedangkan aku hanya mengangkat bahuku acuh seraya membereskan makan siangku.
"Lagipula kau ini aneh, sudah ada Sai di sisimu tapi kau masih saja memperhatikan pria lain." Aku bangkit dari dudukku untuk membuang bungkus bekas makananku.
"Aku memperhatikan pria lain kan bukan berarti aku akan memberikan hatiku dan akan bercinta dengan mereka." Ino mendengus kesal padaku sedangkan aku mengacuhkannya dan kembali ke kursiku. Baru sekian detik aku duduk kembali, aku teringat akan deskripsi Ino beberapa saat yang lalu, dan ketika sedang memikirkannya, aku di kejutkan oleh dering telepon yang ada di mejaku.
"Ya Rin, oh okay. Aku sudah selesai. Okay." Aku mengembalikan telepon ke tempatnya semula dan beranjak untuk mencuci tangan.
"Orang yang kau tunggu sudah ada dibawah Nona, bawa dia kemari karena aku ingin cepat pulang." Ino memberikan cengirannya padaku dan segera keluar untuk menyambut pasien terakhirku.
Ah sampai mana pikiranku tadi? Oh mengenai deskripsi yang tadi Ino ceritakan. Orang ini semakin tidak asing bagiku. Rambut biru nyaris hitam dan matanya yang hitam?
"Masuk." Lagi-lagi pikiranku di interupsi oleh seseorang.
"Hi Sakura. Lama tidak jumpa. " Suara baritone yang sangat khas menyapa indera pendengaranku dan membuatku langsung mengalihkan pandanganku kearah sumber suara.
"Oh Tuhan, Sasuke!" Aku segera bangkit dari kursiku saat seorang pria bertubuh tinggi tegap berbalut mantel coklat tua dan celana jeans memasuki ruanganku dengan senyuman khasnya. Mantel yang ia kenakan tidak dapat menyembunyikan betapa tegapnya badan pria itu.
Uchiha Sasuke. Teman seperjuangan Sasori ketika mereka tergabung dalam satu pasukan khusus dan bertugas dalam agresi yang terjadi di Kiri, sekaligus pria yang dulu pernah aku taksir saat aku masih seorang gadis remaja namun aku menutupi perasaanku dengan selalu bersikap galak terhadapnya setiap kali Ia datang bertamu kerumah kami, hingga akhirnya aku tidak pernah melihatnya lagi setelah setahun pasca tugasnya selesai. Kabar terakhir yang kudengar Sasuke pergi meninggalkan kota ini untuk menjalankan tugasnya,d an setelah itu aku tidak pernah mendengar kabarnya sama sekali.
"Lama tidak jumpa, bagaimana kabarmu?" Aku menghampirinya untuk sekedar berjabat tangan, seketika itu juga indra penciumanku di penuhi oleh aroma maskulin Sasuke. Dan saat tangannya menyentuh permukaan telapak tanganku, aku merasakan arus listrik yang menyambar melalui tangannya. Rasa itu masih ada!
"Seperti yang kau lihat, aku sehat dan masih tampan. Selalu." Sasuke menampilkan seringainya dan meremas lembut telapak tanganku yang semakin membuat darahku berdesir hingga membuat detak jantungku berdegup lebih cepat.
"Dan kabarmu?" Ia bertanya tanpa melepaskan jabatan tangannya.
"Well, seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja dan seorang dokter gigi." Ku berikan cenggiranku padanya dan Ia terkekeh.
"Dad..." Sebuah suara nyaris berbisik menginterupsi jabatan tangan dan obrolan kecilku dengan Sasuke. Kulepas genggaman tangan Sasuke dan kualihkan tatapanku pada sosok mungil berambut sama dengan Sasuke yang berdiri di belakang kaki Sasuke. Ada perasaan aneh yang menjalar ketika aku memperhatikan sosok mungil di hadapanku ini. Oh Tuhan, pria ini telah memiliki seorang anak.
"Anakmu?" Aku kembali mengalihkan tatapanku pada Sasuke, dan di hadiahi anggukan yang merupakan tanda lain dari kata iya. Okay, itu berarti Ia telah berkeluarga. Lupakan cinta monyetmu nona dokter gigi.
Aku merendahkan tubuhku guna mensejajarkan pandanganku dengan sosok mungil ini.
"Hello, siapa namamu?" Anak ini mempunyai fisik yang benar-benar menyerupai ayahnya. Rambut hitam, mata kelam, bahkan wajahnya pun adalah duplikat dari sang ayah. Jika kuperhatikan, saat ini pipi sebelah kirinya terlihat sedikit membengkak
"Daisuke." Bocah mungil itu menjawabku malu-malu.
"Berapa umurmu?"
"Lima tahun." Aku tertegun sejenak, lima tahun? Itu bertepatan dengan perginya Sasuke dari kota ini.
"Apakah gigi di bagian kirimu sakit atau ngilu?" Aku kembali melanjutkan dan Daisuke menggeleng.
"Sudah berapa lama Ia mengeluh sakit ?" Aku kembali menegakkan tubuhku dan berbicara pada Sasuke.
"Hm, sekitar seminggu ini." Sasuke menjawab dengan sedikit ragu. "Dia meringis memegangi pipinya dan berkata sakit. Nafsu makannya juga jadi berkurang, dan itu yang membuatku khawatir. Ku pikir mungkin dia sakit gigi."
"Well, ayo ikut denganku teman." Aku mengulurkan tanganku seperti yang biasa aku lakukan terhadap pasien-pasien mungilku.
Aku mengambil kaca mulut intra oral untuk mulai mengecek kondisi rongga mulutnya, aku tidak menemukan lubang atau masalah apapun pada giginya, hingga akhirnya aku menemukan apa yang telah membuat pipi bocah mungil ini membengkak
"Giginya tidak bermasalah, semua giginya rapih dan sehat, yang jadi masalah adalah aku menemukan stomatitis aphtosa atau yang biasa kita kenal dengan sariawan di gusinya dengan ukuran cukup lebar, dan itu yang membuat pipinya membengkak seperti sekarang ini dan kehilangan nafsu makannya. Bagaimana dia bisa enak makan jika merasakan perih setiap kali makanan masuk ke dalam mulutnya." Aku meringis di akhir kalimatku membayangkan rasa perih yang alamai bocah lima tahun ini.
"Daisuke termasuk anak yang kuat dan tidak rewel dengan sariawan besar di mulutnya." Aku kembali menjelaskan pada Sasuke tentang kondisi sang anak dan aku melihat ada raut kecemasan diwajahnya. Kutebak ini adalah kali pertama Ia membawa Daisuke untuk memeriksakan rongga mulut anaknya.
"Jangan khawatir, aku akan memberikan resep obat, dan sariawan menyebalkan itu akan segera menghilang dari gusi Daisuke." Aku melepas sarung tangan dan maskerku untuk kemudian membantu Daisuke turun dari dental chair dan menuntunnya untuk duduk di depan mejaku di ikuti oleh Sasuke yang menyusul duduk di kursi sebelahnya.
Saat aku sedang menuliskan resep untuk Daisuke, aku merasa dua pasang mata menatapku intens. Yang satu menatapku dengan polos dan rasa ingin tahu tercetak jelas di wajahnya. Sedangkan yang satu lagi menatapku dengan tatapan seorang pria dewasa yang menatap seorang wanita, dan itu sekali lagi membuat darahku berdesir. Okay mungkin benar apa kata Ino, tanpa sentuhan sedikitpun pria ini dapat membuat organ sialan di bawah sana berkedut dan menuntut untuk di masuki. Goddammit, hindari mata itu Sakura.
Aku berusaha relax saat menyodorkan resep Daisuke pada Sasuke. "Berikan ini pada Ino, wanita berambut blonde panjang yang tadi mengantarkan kalian kemari. "
Sasuke mengambil secarik kertas resep itu dari tanganku. "Thanks Saki."
"Sama-sama. Dan untukmu Daisuke, get well soon okay." Aku mengusap rambut bocah mungil yang sedari tadi masih memperhatikanku, dan Ia menampilkan senyumannya. Astaga bocah mungil ini sungguh sangat menarik perhatianku.
Aku mengantarkan mereka berdua menuju pintu keluar ruanganku, dan saat aku akan menutupnya kembali Sasuke telah berbalik dan menahan pintunya.
"Bye Daisuke." Aku melambaikan tanganku pada Daisuke dan di balas dengan lambaian tangannya yang kecil. Aku berbalik kearah pintuku untuk masuk kembali ketika sebuah tangan menahan daun pintuku.
"Berikan aku nomor ponselmu, aku harus mentraktirmu untuk hari ini." Sasuke menahan lengannya di daun pintu ruanganku dengan senyuman yang dulu membuatku terjerat, ah bukan hanya dulu, tapi juga saat ini.
Aku memandangnya dengan pertimbangan di kepalaku hingga akhirnya aku sebutkan satu persatu dari deretan angka yang menjadi nomor ponselku.
"Thanks, aku akan menghubungimu nanti malam."
.
.
.
.
.
.
.
Aku sedang memberikan sentuhan terakhir pada spaghettiku ketika terdengar chorus dari lagu secret milik Maroon5 melantun dari arah ruang TV. Kuletakkan keju beserta parutannya di atas meja pantry dan segera bergegas ke arah sumber suara. Hm, aku tidak mengenal nomor ini.
"Hello."
"Hi Saki. Ini aku." Terdengar suara baritone dari sesosok pria yang sejak pertemuan kami sore tadi menghantui pikiranku hingga saat ini. Aku butuh duduk!
"Oh, hi. Ada apa?" Aku menghempaskan bokongku ke sofa terdekat untuk menetralisir gemuruh yang sedang terjadi di dalam rongga dadaku.
"Apakah kau ada acara akhir pekan ini?"
Aku mencoba mengingat-ingat jadwalku. "Tidak, ku rasa. Ada apa?'
"Bagus. Aku ingin mengajakmu makan malam sebagai tanda terimakasihku." Makan malam? Aw sudah pasti Sasuke akan mengajak keluarganya kan? Dan itu berarti aku akan bertemu dengan ibu dari Daisuke? Oh Tuhan, aku tidak akan sanggup melihat keluarganya.
"Hey, tidak perlu seperti itu. Itu sudah menjadi tugasku, lagipula kau juga membayar atas jasaku kan." Aku berusaha menolak ajakannya.
"Aku tidak menerima penolakan. Aku akan berada di sana jam 7 malam pada hari Sabtu untuk menjemputmu. Sampai ketemu Saki." Belum sempat aku menyanggahnya, Sasuke telah mengakhiri sambungan telepon diantara kami.
Good! Itu berarti takdir memang menginginkanku untuk menyaksikan kebahagiaan keluarga Sasuke. Ku hempaskan kepalaku ke sandaran sofa dan menutup kedua mataku dengan sebelah lengan. Nafsu makanku hilang seketika saat membayangkan Sasuke bersama Daisuke dan juga istrinya.
.
.
.
.
.
.
.
-T.B.C-
Wah wah... Gomen ne minna dua fict lain belum kelar malah buat fict lain. T_T
Tadinya saya mau buat pair IchiRuki untuk mengisi cerita ini, eh ternyata pendalaman karakter saya sangat kurang di Bleach XD. *belajar lagi tentang karakter di Bleach* dan jadilah saya kembali ke SasuSaku.
Fict ini cuma 2shot , ch2 sedang dalam revisian dan mudah-mudahan fict ini bisa jadi camilan bagi para readers XD.
Mind to review? ;)
Hope you enjoy Minna.
Warm Regards,
Scotty Fold a.k.a Shinichi Haruko.
