sassy.chessy present :
a Hunkai Fanfiction
FALLEN TOO FAR
Cast : Kim Jongin, Oh Sehun
Happy Reading!
xxxxx
Sinopsis
Kim Jongin baru sembilan belas tahun. Kim Jongin adalah putri dari ayah tiri barunya. Dia masih naif dan polos karena menghabiskan tiga tahun terakhir merawat ibunya yang sakit. Tapi untuk Oh Sehun yang berusia dua puluh empat tahun, Jongin adalah satu-satunya yang terlarang untuknya. Uang ayahnya yang terkenal, keputusasaan ibunya untuk memenangkan cinta dari ayahnya, dan pesonanya adalah tiga alasan Oh Sehun tidak pernah di tolak.
...
Kim Jongin meninggalkan rumah kecilnya di Albama, setelah ibunya meninggal, untuk pindah dengan ayahnya dan istri barunya di rumah pantai mereka yang terletak disepanjang Teluk Florida. Dia tidak siap dengan perubahan gaya hidup dan dia tahu dia tidak akan pernah masuk kedalam dunia ini. Kemudian ada saudara tiri seksi yang ayahnya tinggalkan bersamanya selama musim panas sementara ia lari ke Paris dengan istri barunya. Oh Sehun adalah pria busuk seindah apapun ia. Pria itu juga merangkak ke bawah kulitnya. Dia tahu Sehun adalah apapun, kecuali baik untuknya dan bahwa ia tidak akan pernah setia kepada siapapun. Ia letih dan memiliki rahasia, Jongin tahu dia mungkin tidak pernah bisa menguaknya tapi meskipun dia tahu semua itu… Jongin mungkin hanya sudah jatuh, jatuh terlalu jauh.
xxxxx
Fallen Too Far : Chapter 1
Truk bercampur lumpur pada ban mobil yang kupakai telah kuparkir di samping rumah yang sedang berpesta itu. Tidak ada mobil buatan luar negeri mahal disini. Tempat ini paling tidak memuat setidaknya dua puluh mobil yang menutupi sepanjang jalan masuk. Aku memarkir truk Ford tua berusia lima belas tahun milik Ibuku di lapangan berumput, jadi aku tidak akan menghalangi siapa pun. Ayah tidak bilang padaku bahwa malam ini dia akan mengadakan pesta. Dia tidak bicara banyak padaku.
Dia juga tidak hadir pada pemakaman Ibu. Jika aku tidak butuh tempat tinggal, aku tidak mau berada disini. Aku sudah menjual rumah mungil yang ditinggalkan Nenekku untuk membayar tagihan akhir dari biaya pengobatan Ibu. Yang tersisa hanyalah bajuku dan truk. Menelepon Ayahku, setelah dia tidak pernah datang walau hanya sekali selama tiga tahun Ibuku berjuang melawan penyakit kankernya, sangatlah berat. Meskipun ini juga penting, karena dialah satu-satunya keluarga yang aku miliki.
Aku menatap pada rumah besar tiga lantai yang mengarah langsung pada pasir putih di pantai Rosemary, Florida. Ini adalah rumah baru Ayahku. Keluarga barunya. Aku tidak cocok hidup disini.
Pintu trukku tiba-tiba terbuka. Dengan spontan, aku meraih ke bawah kursi dan mengambil pistol sembilan millimeter-ku. Aku mengayunkannya dan mengarahkannya pada penyusup itu, memegang senjata itu dengan kedua tanganku siap untuk menarik pelatuknya.
"Whoa… Aku baru saja akan bertanya padamu kalau kau tersesat tetapi aku akan mengatakan padamu apapun yang ingin kau lakukan padaku asalkan kau jauhkan senjata itu." Seorang pria dengan rambut coklat yang berdiri di sisi depan senjataku dengan kedua tangan terangkat dan matanya yang melebar.
Aku menatapnya bingung dan tetap mengacungkan senjataku. Aku masih tidak tahu siapa pria ini. Membuka pintu truk orang lain bukanlah hal biasa bagi orang asing. "Tidak, kupikir aku tidak tersesat. Apakah ini rumah milik Yunho Kim?"
Pria itu menelan ludahnya dengan gugup. "Uh, aku tidak bisa berpikir jika senjata itu diarahkan ke wajahku. Kau membuatku sangat gugup, Sayang. Bisakah kau menurunkan senjatamu sebelum terjadi kecelakaan?"
Kecelakaan? Benarkah? Pria ini mulai membuatku marah. "Aku tidak mengenalmu. Diluar gelap dan aku di tempat asing, sendirian. Jadi, maafkan aku jika kau merasa tidak nyaman saat ini. Kau bisa mempercayaiku kalau aku bilang padamu bahwa tidak akan terjadi kecelakaan. Aku bisa memakai senjata. Dengan sangat baik."
Pria itu kelihatannya tidak percaya padaku dan sekarang setelah aku melihatnya, kelihatannya dia tidak berbahaya. Namun, aku belum siap untuk menurunkan senjataku.
"Yunho?" Dia mengulangnya perlahan dan mulai menggelengkan kepalanya kemudian berhenti. "Tunggu, Yunho adalah Ayah tiri barunya Sehun. Aku bertemu dengannya sebelum dia dan Tiffany pergi ke Paris."
Paris? Sehun? Apa? Aku menunggu penjelasan lebih tetapi pria itu terus menatap pada senjata dan menahan nafasnya. Mengunci tatapanku padanya, aku menurunkan senjataku dan memastikan untuk mengembalikan rasa aman seperti semula sebelum aku menyimpan senjataku di bawah kursiku. Mungkin dengan senjata itu dijauhkan pria ini bisa fokus dan menjelaskan.
"Kau punya surat ijin untuk memiliki senjata?" Tanyanya ragu.
Aku sedang tidak ingin membicarakan surat ijin senjataku. Aku butuh jawaban.
"Yunho di Paris?" Tanyaku meminta konfirmasi. Dia tahu aku akan datang hari ini. Kami sudah membicarakannya beberapa minggu yang lalu setelah aku menjual rumah.
Pria itu mengangguk pelan dan bersikap santai. "Kau mengenalnya?"
Tidak juga. Aku menemuinya dua kali sejak dia meninggalkan Ibuku dan itu lima tahun yang lalu. Aku ingat Ayah datang ke pertandingan sepak bolaku dan memanggang burger di luar rumah untuk pesta antar tetangga. Ayah yang ku miliki hingga hari dimana saudara kembarku Kai tewas dalam kecelakaan. Ayahku yang mengemudi. Dia berubah sejak hari itu. Pria yang tidak menelponku dan memastikan aku baik-baik saja sementara aku menjaga Ibu yang sakit, aku tidak mengenalnya. Tidak sama sekali.
"Aku putrinya, Kim Jongin."
Mata pria itu melebar dan dia menghempaskan kepalanya ke belakang dan tertawa. Apakah itu lucu? Aku menunggunya untuk menjelaskan ketika dia mengulurkan tangannya. "Ayo Jongin, aku ingin kau bertemu dengan seseorang. Dia akan menyukaimu."
Aku menatap tangannya dan meraih tasku.
"Apakah kau menaruh senjata lain di dalam tasmu? Haruskah aku memperingatkan semua orang agar tidak membuatmu marah?" Nada menggoda di suaranya menjauhkanku dari berkata kasar.
"Kau membuka pintuku tanpa mengetuk. Aku ketakutan."
"Reaksi cepatmu karena takut adalah mengacungkan senjata pada seseorang? Cewek sialan, dari mana asalmu? Kebanyakan gadis yang aku kenal akan menjerit atau semacamnya."
Kebanyakan gadis yang dia kenal tidak terpaksa untuk melindungi dirinya hampir selama tiga tahun. Aku punya seorang Ibu yang sakit untuk dijaga tetapi tidak ada seorang pun yang menjagaku. "Aku dari Alabama," jawabku sambil mengacuhkan uluran tangannya dan melangkah keluar dari truk.
Angin sepoi pantai membelai wajahku dan bau asin dari laut terasa begitu nyata. Aku belum pernah melihat laut sebelumnya. Paling tidak belum secara langsung. Aku melihatnya di lukisan dan film. Tapi baunya, benar-benar seperti apa yang aku harapkan.
"Jadi benar apa yang mereka katakan tentang gadis dari Alabama," jawabnya dan aku mengalihkan perhatianku padanya.
"Apa maksudmu?"
Matanya mengamati tubuhku dari bawah dan kembali ke wajahku. Sebuah seringai terpasang di sepanjang wajahnya. "Jeans ketat, tank top, dan senjata. Sialan, aku hidup di negara bagian yang salah."
Memutar mataku, aku meraih ke belakang truk. Aku membawa koper dan beberapa kotak yang harus aku turunkan di Goodwill.
"Sini, biar aku saja." Ia berjalan mengitariku kemudian meraih koper besar Ibuku di bagasi truk yang tersimpan di lemarinya untuk "perjalanan jauh" yang tidak pernah kami lakukan. Dia selalu berbicara tentang bagaimana kami akan mengemudi melintasi negara dan kemudian menuju pantai barat suatu hari nanti. Kemudian dia jatuh sakit.
Menghilangkan ingatan itu, aku fokus pada masa sekarang. "Terima kasih, uh… aku belum tahu namamu."
Pria itu menarik koper keluar kemudian berpaling padaku.
"Apa? Kau lupa untuk bertanya ketika kau punya senjata sembilan millimeter yang diarahkan padaku?" Jawabnya.
Aku mendesah. Oke, mungkin aku menjadi sedikit berlebihan dengan senjata tetapi pria ini membuatku takut.
"Aku Chanyeol, ah, uh, temannya Sehun."
"Sehun?" Nama itu lagi. Siapa itu Sehun?
Chanyeol menyeringai lebar lagi. "Kau tidak tahu siapa itu Sehun?" Dia benar-benar gembira. "Aku sangat senang kau datang malam ini."
Dia menganggukkan kepalanya ke arah rumah. "Ayo. Aku akan memperkenalkanmu."
Aku berjalan disampingnya saat dia membawaku menuju rumah. Musik di dalam rumah begitu keras saat kami mendekat. Jika Ayahku tidak ada disini, lalu siapa disana? Aku tahu Irene adalah istri barunya tetapi hanya itu saja yang aku tahu. Apakah ini pesta anaknya? Berapa usia mereka? Dia punya anak, bukan? Aku tidak ingat. Ayah tidak memberitahuku dengan jelas. Dia bilang aku akan menyukai keluarga baruku tetapi dia tidak bilang siapa keluarga baru itu.
"Jadi, Sehun tinggal disini?" Tanyaku.
"Ya, dia tinggal disini, paling tidak saat musim panas. Dia pindah ke rumahnya yang lain sesuai musim."
"Rumahnya yang lain?"
Chanyeol tertawa. "Kau tidak tahu apa-apa tentang keluarga yang dinikahi ayahmu, kan Jongin?"
Aku tidak tahu. Aku menggelengkan kepala.
"Pelajaran singkat sebelum kita masuk ke dalam kegilaan," jawabnya sambil berhenti di puncak tangga yang mengarah ke pintu depan dan menatapku. "Oh Sehun adalah kakak tirimu. Dia adalah anak tunggal dari drummer terkenal dari band Slacker Demon, Kyuhyun Oh. Orang tuanya tidak pernah menikah. Ibu nya, Irene, adalah satu penggemar Kyuhyun saat itu. Ini rumahnya. Ibunya bisa tinggal disini karena Sehun mengijinkannya." Chanyeol berhenti dan melihat ke belakang pintu, dan membukanya. "Ini semua adalah temannya."
Seorang perempuan tinggi, berambut pirang strawberry, langsing memakai gaun mahal pendek berwarna biru dan sepasang heels, yang jika aku mencoba untuk memakainya akan mematahkan leherku, mereka berdiri disana menatapku. Aku tidak melewatkan kernyitan di wajahnya. Aku tidak mengenal orang seperti ini tapi aku tahu tempatku membeli baju bukanlah tempat yang dia datangi. Meskipun aku punya serangga yang merayapiku.
"Well, halo Irene," jawab Chanyeol dengan nada mengganggu.
"Siapa dia?" Gadis itu bertanya, mengalihkan tatapannya pada Chanyeol.
"Teman. Hapus ancaman dari wajahmu, Rene. itu terlihat tidak cocok untukmu," jawabnya, meraih tanganku dan mendorongku masuk kedalam rumah dibelakangnya.
Ruangan itu tidak seramai yang aku bayangkan. Saat kami melewati serambi yang terbuka lebar, sebuah pintu masuk melengkung mengarah ke tempat yang aku kira adalah ruang tamu. Meskipun begitu, ruangan itu lebih besar dari rumah terakhirku atau rumah yang pernah menjadi rumahku. Dua pintu kaca berdiri dengan pemandangan laut yang mempesona. Aku ingin melihatnya lebih dekat.
"Sebelah sini." Ajak Chanyeol sambil berjalan menuju… bar? Yang benar saja? Ada bar di dalam rumah?
Aku menatap orang-orang yang kami lewati. Mereka semua berhenti saat itu juga dan menatapku sekilas. Aku merasa tersanjung.
"Sehun, kenalkan Jongin, aku yakin dia mungkin milikmu. Aku menemukannya di luar dan terlihat sedikit tersesat," ucap Chanyeol dan aku mengalihkan tatapanku yang penasaran untuk melihat siapa itu Sehun.
Oh.
Oh. My.
"Oh ya?" Jawab Sehun dengan malas dan maju dari posisi santainya di sofa dengan bir ditangannya. "Dia menarik tapi masih muda. Tidak bisa dikatakan dia milikku."
"Oh, dia memang milikmu. Ayahnya pergi ke Paris dengan Ibumu selama beberapa minggu kedepan. Aku akan bilang sekarang dia adalah milikmu. Aku akan sangat senang menawarinya kamar ditempatku jika kau mau. Hanya saja jika dia berjanji untuk meninggalkan senjata mematikannya di truk."
Sehun mengernyitkan alisnya dan mengamatiku lebih dekat. Matanya berwarna aneh. Menarik namun ganjil. Warnanya bukan cokelat. Bukan juga kehijauan. Warnanya hangat dengan iris berwarna perak melingkupinya. Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Apa mungkin itu lensa kontak?
"Bukan berarti dia milikku." Akhirnya dia menjawab dan bersandar lagi di sofa dimana dia berbaring saat kami muncul.
Chanyeol membersihkan tenggorokannya. "Kau bercanda, kan?"
Sehun tidak menjawab. Malah dia minum dari botol berleher tinggi di tangannya. Tatapannya bergeser pada Sehun dan aku bisa melihat peringatan disana. Aku akan meminta ijin untuk segera pergi. Ini tidak bagus. Aku hanya punya dua puluh dolar di dompetku dan aku hampir kehabisan bensin. Aku sudah menjual semua yang aku miliki. Ketika aku menelpon ayahku aku bilang kalau aku butuh tempat tinggal hingga aku dapat kerja dan menghasilkan cukup uang untuk menyewa tempat sendiri. Dia langsung setuju dan memberiku alamat ini mengatakan padaku dia akan sangat senang jika aku mau tinggal bersamanya.
Perhatian Sehun kembali padaku. Dia menungguku untuk mengatakan sesuatu. Apa yang dia harapkan untuk kukatakan? Sebuah seringai terlihat di bibirnya dan dia mengedipkan mata padaku.
"Aku punya banyak tamu malam ini dan semua kamar sudah penuh." Dia mengalihkan tatapannya pada Chanyeol. "Kupikir lebih baik kita membiarkannya pergi untuk mencari hotel hingga aku bisa menghubungi Ayahnya."
Rasa jijik di lidahnya saat dia mengatakan kata "Ayah" telah lenyap tanpa diketahui. Dia tidak seperti ayahku. Aku tidak bisa menyalahkannya. Ini bukanlah salahnya. Ayahku yang mengirimku kemari. Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk membeli bensin dan makanan di perjalanan menuju kemari.
Kenapa aku harus percaya pada pria itu?
Aku meraih dan menarik koper yang masih tetap dipegang Chanyeol. "Dia benar. Aku seharusnya pergi. Ini adalah hal sangat buruk." Aku menjelaskan tanpa melihatnya. Aku menarik keras koper dan Chanyeol melepaskannya dengan sedikit enggan. Rasa perih menyengat mataku saat aku sadar aku merindukan rumah mulai menusukku. Aku tidak sanggup melihat mereka.
Berbalik, aku menuju pintu, menahan kesedihanku. Aku mendengar Chanyeol berdebat dengan Sehun tapi aku mengabaikannya. Aku tidak mau mendengar apa yang dikatakan pria tampan itu tentang aku. Dia tidak menyukaiku. Itu terlihat jelas. Ayahku nampaknya bukanlah anggota keluarga yang diharapkan.
"Kau akan segera pergi?" Sebuah suara,yang mengingatkanku pada sirup lembut, bertanya. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat senyum gembira pada gadis yang membuka pintu sebelumnya. Dia juga tidak ingin melihatku disini. Apakah aku menjijikkan bagi semua orang? Aku langsung menjatuhkan tatapanku pada lantai dan membuka pintu. Aku masih punya banyak harga diri untuk tidak membiarkan jalang itu melihatku menangis.
Saat aku sampai di luar rumah dengan selamat, aku menangis terisak dan berjalan menuju trukku. Jika aku tidak membawa koper aku akan lari. Aku harus mencari perlindungan. Aku masuk ke dalam trukku, bukan di dalam rumah lucu itu dengan orang-orang sombong. Aku rindu rumah. Aku rindu Ibuku. Isakan lainnya meluncur bebas dan aku menutup pintu truk dan menguncinya dibelakangku.
-End for this chapter.-
New Story!
Enjoy ya.
sassy.chessy
