Naruto Masashi Kishimoto
Just For You
Angin semilir menerbangkan helaian-helaian merah muda yang tengah duduk di bawah pohon dekat danau. Matanya terpejam entah sedang memikirkan apa. Sekali-kali mulutnya terbuka untuk menghembuskan nafas beratnya. Tak ada senyuman yang tersungging di wajah ayunya. Wajah yang biasanya ceria kini terlihat lelah dan pucat. Selang beberapa menit, tangannya bergerak mengelus perutnya yang rata.
"Brengsek..." ucapnya tiba-tiba. Tak terasa air mata yang sedari tadi ditahannya kini meluncur jatuh membasahi tangan mungilmya yang tengah mencengkram perutnya. Tangisnya kini kian terdengar keras seiring gerakan memukulnya. Bibir tipisnya terus bergetar dan terus mengumpat kasar.
"Kenapa harus aku? Kenapa harus aku, Tuhan? Kenapa?" teriaknya sambil mendongak ke atas―bertanya kepada Tuhan atas kejadian yang telah menimpanya. Air matanya terus keluar―menganak sungai di kedua sisi wajahnya.
"Apa salahku? Apa salahku, Tuhan? Aku tak pernah berbuat jahat kepada orang lain, tapi kenapa? Kenapa? Hiks..." tangisnya sendu.
Kedua kaki yang tadinya selonjor kini tertekuk. Wajahnya kini ia tenggelamkan di kedua lututnya.
"Hiks...apa yang harus ku lakukan sekarang?" tanyanya entah pada siapa.
Pandangannya tiba-tiba kosong. Ingatannya bergerak, mengingatkannya tentang hal yang terjadi 1 bulan yang lalu.
Flashback On.
"Tonat, kol, timun, sudah...roti juga sudah...emmmm...lalu apalagi yaaa?" ucap seorang gadis sambil mengecek kantung plastik yang ada di genggamannya. Bibir ranumnya terus berkomat-kamit ria―menhafal barang belanjaan yang sudah ia susun tadi siang. Tangan kanannya bergerak ke atas―membenarkan letak sweaternya yang kendor dan menghalangi pandangannya untuk mengecek belanjaannya. Tak lupa, ia juga membenarkan kacanata tebalnya.
Tiba-tiba langkahnya terhenti―karena teringat satu barang penting yang belum ia beli.
"Oh...iya. Aku lupa. Aku kan belum membeli mentega. Kenapa aku bisa lupa sih!" ucapnya sambil menepuk jidatnya yang lebar. Gadis itupun―Sakura―segera berbalik arah untuk kenbali lagi ke minimarket yang tadi ia kunjungi. Ia pun berjalan pelan sambil menikmati keheningan malam yang ia sukai.
Di perjalanan pulang.
Langkah kaki Sakura agak terseok-seok karena membawa dua kantong plastik penuh belanjaan. Berkali-kali ia berhenti―membenarkan letak sweater dan kacamatanya yang melorot. Entah mengapa udara di malam hari ini sangatlah dingin.
Tiba di sebuah danau―Ya, jalan ke rumah Sakura harus melewati danau―ia berhenti sebentar. Pandangannya bergerak memutar―menghadap danau. Memang benar kata orang kalau danau ini sangatlah sepi di malam hari. Tapi walaupun begitu, pemandangan yang dimilikinya sangatlah indah. Terlihat di sebrang danau tampak banyak lampu-lampu rumah yang berpendar-pendar terang.
'Seperti kunang-kunang' batin Sakura.
Sakura tampak berfikir. Kenapa pemerintah tidak menjadikan tempat ini sebagai wahana rekreasi. Suasananya yang alami mungkin akan membuat siapa saja yang datang akan merasa nyaman.
Tiba-tiba pandangannya menangkap sebuah mobil yang tergeletak di bawah pohon, tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia berusaha untuk membelalakkan matanya agar bisa melihat plat mobil berwarna hitam metalik tersebut.
'S2804S? Sepertinya aku kenal plat mobil itu. Tapi siapa yaa?' batin Sakura.
Karena tak kunjung-kunjung mendapatkan jawaban, Sakura akhirnya berjalan mendekat―melihat siapa pemilik mobil itu. Setelah dekat, Sakura tampak terkejut. Rasa penasarannya menguap begitu saja, karena ia sudah tahu siapa pemilik mobil itu.
Kini di depannya, di depan matanya duduklah seorang pemuda yang tengah bersender pada sisi kanan mobil metaliknya. Rambutnya yang hitam menjuntai ke bawah―menutupi wajahnya.
Pemuda itu―pemuda yang disukai Sakura sejak SMA. Pemuda yang telah berhasil nenerbangkan berjuta-juta kupu-kupu yang bersemayam di perutnya. Pemuda yang selalu berhasil mengukir senyum di wajahnya. Dan pemuda yang selalu mengganggu pikiran dan setiap detak jantungnya.
Dia, Sasuke. Sasuke Uchiha.
Putra bungsu dari pengusaha terkaya dan termahir di dunia―Fugaku Uchiha.
Kini Sakura bimbang, ia ingin mendekat dan menyapa. Tapi sebagian hatinya takut. Takut jika pemuda itu mengusirnya. Ya, walaupun Sakura menyukai pemuda itu, ia tak pernah berani untuk sekedar bertegur sapa. Hanya pandangan jarak jauhlah yang dia berikan untuknya. Ia sadar. Sangat sadar akan posisinya. Sadar akan penampilannya.
Kadang rasa percaya diri itu hilang ketika ia memperhatikan dirinya sendiri.
'Aku sangat jelek' itulah pikiran-pikiran yang selalu menggema di otaknya.
Masih dalam perdebatan hati yang kalut, akhirnya Sakura memberanikan diri untuk mendekat dan menyapanya. Tangan mungil itu terulur, menyentuh bahu tegap sang pemuda.
"Sa...suke...!" ucapnya lirih. Lagi-lagi perasaan takut diusir menyergap di relung hatinya. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya―mengenyahkan segala pemikiran tersebut.
Perlahan, kepala bermahkotakan helaian raven itu mendongak―menatap Sakura. Matanya tampak merah dan berkaca-kaca. Wajahnya pun terlihat lelah dan kuyu.
Tiba-tiba pemuda itu tersenyum simpul―yang membuat jantung Sakura berdesir seketika. Ya, baru pertama kali ini Sakura melihat ekspresi langka dari pujaan hatinya tersebut.
"Maaf, kau kena―" belum selesai Sakura berbicara, Sasuke sudah menarik gadis itu ke pelukannya.
Sraaakkkk!
Suara barang terjatuh pun terdengar. Ya, kantung plastik yang Sakura bawa jatuh seketika―menumpahkan segala barang yang tersimpan di dalamnya.
Mata Sakura terbelalak kaget. Mulutnya terbuka karena keterjutannya. Perlahan hatinya menghangat seiring kuatnya pelukan yang Sasuke berikan. Rasanya sungguh nyaman dan hangat. Tapi pikirannya mencerna semua ini, kenapa Sasuke melakukan ini padanya. Padahal mereka tak pernah mengenal dan tak pernah saling berbicara.
'Kenapa?'
Itulah yang ada di benak Sakura. Akhirnya ia pun berinisiatif untuk melepaskan pelukan Sasuke. Terlalu banyak kata 'kenapa' di pikirannya. Ini pasti ada yang salah.
To Be Continue
