-Mitsunari POV-

Perang.

Apa yang kalian pikirkan saat kata itu terucap?

Kemenangan? Kekalahan? Perebutan wilayah? Dendam? Dan yang lainnya.

Tapi pernahkah kalian mengatakan satu hal yang berkaitan dengan kesendirian?

Ya, sendirian diwarnai ketakutan. Seraya memandang cemas pada langit yang berganti. Bertanya pada awan putih yang merangkak tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Aku tak tahu, makanya aku bertanya dari balik jeruji besi dalam menara tegak yang mengisolasi diriku dari perang.

Ayahku seorang pemimpin klan Toyotomi. Bersama pasukan kokohnya ia bilang padaku ingin menaklukan Joeson. Karena takut aku diculik pihak musuh saat istana kosong, ia menjagaku di dalam hutan kematian tepatnya dalam menara yang sudah kukatakan tadi.

Walau dia menyediakan pakaian dan makanan, atau para penjaga berkemampuan khusus di kaki menara, namun tetap saja tanpa teman hidupku terasa hambar.

Aku bahkan tak tahu makna teman yang sebenarnya. Hanbei-sama (orang mengenalnya sebagai penasihat ayah) mengatakan, teman adalah orang yang bisa mengerti diriku apapun kondisiku. Dia juga bilang teman akan selalu ada menemani diriku dalam kesendirian. Akantetapi, selama delapan tahun aku hidup di dunia ini, aku belum pernah mendapatkannya.

Ayahku bilang aku adalah penerusnya, jadi memiliki teman adalah hal yang mustahil. Semua orang harus tunduk padaku, tak peduli seberapa tinggi derajatnya di kerajaan ayah. Dengan hak spesial itulah ayah melarangku mendekati siapapun selain dirinya dan orang-orang kepercayaan istana.

Sudah hampir satu bulan sejak aku menandai bukuku menghitung matahari terbit sejak aku ada di menara ini. Namun kepastian akan kepulangan ayahku tak kunjung aku dengar.

Haaah, sungguh hidup yang membosankan 'bukan? Aku berharap, ayah cepat kembali menaklukan Joeson. Dan suatu hari pemikiran pria itu bisa tergoyah dengan definisi teman untukku.

-o0o-

The Curse of Mirror

-o-o-o-

Disclaimer: SenBasa punya Capcom

Cerita ini punya Nial

Warning: AU, OOC, typo(s), Bad EYD –Oh YEAH!-, GaJe, de-el-el

.

.

NialCoffee presents, enjoy please…

-o0o-

"Hai, Mitsunari? Wajahmu pucat sekali!" ujarku, menyapa bayanganku di dalam cermin.

Aku tertawa pelan. Kurasakan otakku hampir miring saat ini. Penyebabnya tak lain karena hari ini tepat dua bulan ayahku pergi bersama pasukannya. Namun sekali lagi aku harus nyatakan belum ada kabar apapun darinya.

Memangsih, dari awal ia pergi ke Joeson aku sudah membuat perjanjian dengannya untuk memberitahuku usai penaklukan daerah itu.

Tak jarang pikiranku kacau akan kepastian ayah. Hal buruk tentang kematian ayah dan pasukannya terngiang-ngiang di kepalaku.

Takut, aku takut jika kabar yang kudapati malah kematian ayah. Dia orang tuaku satu-satunya. Dan jika dia mati, aku akan sendirian selamanya. Tanpa teman, tanpa orang tua. Aku cukup kehilangan ibu, tidak ayah atau Hanbei-sama yang terkadang menjadi pengganti ibuku.

"Hei, kau!"

Deg! tiba-tiba jantungku bergemuruh mendengar suara seseorang. Dan itu bukan aku. Seharusnya aku sendirian di sini! Lagipula mana bisa orang itu melalui para penjaga di kaki menara!

"Mungkin hanya halusinasiku," pikirku cepat.

Ku tatap pantulan diriku dalam cermin. Perlahan kuusap debu yang mengkusam bingkai cermin dengan telapak tanganku.

Kemudian aku kembali berjalan menjauhi cermin yang terlihat usang itu. Ku tukar pandanganku pada langit yang ditinggal mentari dari balik salah satu jendela jeruji.

Haaah, ku hela panjang napasku sejusrunya.

Malam datang lagi, waktunya mencoret tanggal di buku catatanku.

"Terima kasih sudah membersihkan wadahku!"

Deg! lagi-lagi jantungku bergemuruh.

Siapa di sana?

Namun yang ku lihat malah kenihilan. Tidak ada siapa-siapa, tapi pikiranku seakan menipu perasaan ganjilku.

Oh, Kami-sama! apa aku sudah benar-benar terkena sakit jiwa sekarang?

"Hey, kamu sendirian 'ya?" suara itu terdengar lagi dari balik cermin.

Baiklah, ku akui sekarang aku benar-benar sakit jiwa. Nyatanya tidak ada siapa-siapa dan pastilah ini hanya khayalanku. Ayolah, aku sudah dua bulan ada di menara ini, dan belum ada satu pun roh penasaran yang berani mengusikku.

Ku tatap lekat-lekat cermin usang itu. Seraya menggenggam sebuah katana yang dititipkan padaku untuk menjaga keselamatanku.

Hening, akhirnya aku menyerah mencari tahu. Aku lelah, aku butuh istirahat sekarang.

"Aku kan hanya bilang terima kasih!" suara itu lagi.

Ku tolehkan kepalaku pada cermin tua itu sekali lagi. Dan ternyata…

"Hantu," satu kemungkinan yang amat nyata.

-o0o-

"Begitulah,"

Aku terhenyak menyaksikan seorang anak laki-laki sepantaranku bercerita panjang mengenai dirinya bisa ada di dalam cermin.

"Jadi zaman Nara sudah lama berakhir," ucapnya, sembari memasang wajah berpikir.

Tadi ia bercerita, dirinya adalah putra seorang kaisar zaman Nara yang dikutuk oleh pihak lawan. Dirinya sebenarnya sudah lama mati, namun rohnya sengaja diperangkap dalam cermin dengan tujuan memanas-manasi lawan.

"Siapa namamu?" tanyanya.

Ku tatap wajahnya yang gembul, surai anak ini berwarna coklat gelap, matanya terlihat meneduhukan, enak untuk ditatap berlama-lama.

"Mitsunari, aku dari pihak Toyotomi, Kaisar penguasa zaman Sengoku," jawabku, sedikit bersemangat.

Ia menatapku gemas. Lalu mengetuk cermin yang membatasi kami.

"Namamu lucu! Aku suka, salam kenal Mitsunari. Panggil saja aku Ieyasu," ucapnya memperkenalkan diri.

Deg! perasaan apa ini? dadaku terasa amat hangat karena kehadirannya.

"Berapa umurmu?" ia bertanya lagi. Seakan tak mempermasalahkan dari pihak mana diriku.

"Delapan, umurku delapan tahun. Kamu?" jawabku sigap nan antusias, diakhiri pertanyaan balik untuknya.

"Um, seingatku sih aku meninggal di usia lima belas tahun. Tapi kutukan yang diberikan padaku memenjarakan aku pada tubuhku di usia sepuluh tahun,"

Ku rasakan mataku berbinar, darahku berdesir menghangat.

"Kau lebih tua dariku," pekikku diselingi tawa.

Oh Kami-sama, sungguh aku tak pernah seantusias ini sebelumnya.

"Jauh ya? Zaman Nara itu sudah lama sekali sepertinya," ucapnya.

Kami saling bertukar pandang satu sama lain. Mata yang serupa dengan warna rambut miliknya itu berbinar menatapku. Wajahnya nampak bercahaya di bawah sinar bulan setelah kaca itu ku pindahkan dekat jendela. Seandainya angin bisa menghembus sampai di posisinya, mungkin aku bisa lihat betapa unik surai jabriknya terbelai angin.

"Oh ya, Ieyasu. Apa di dalam cermin itu kamu sendirian?" tanyaku agak penasaran.

"Hm… ya begitulah. Tapi tidak jika aku bisa mengajak seseorang untuk masuk ke cermin ini,"

Aku menempelkan tanganku pada cermin berupaya menggapai jemari Ieyasu.

"Kalau begitu, ajak aku ke dalam cermin itu juga 'ya?"

Ia nampak terbelalak atas ucapanku. "Tidak boleh!: sanggahnya cepat.

"Eh, kenapa?"

Ia menggeleng, seakan aku tak boleh tahu alasannya.

"Um, begini saja! Bagaimana jika mulai hari ini kita jadi teman?"

Deg!

Teman? Teman 'eh? Aku punya teman?

"Kau tidak mau ya, Mitsunari?"

"Aku mau!" jawabku cepat.

"Kita teman! Aku sangat mau jadi temanmu! Yeiy, aku punya teman!" lanjutku, dengan antusias.

Aku langsung berlompat-lompat riang di hadapannya.

Teman, akhirnya!

Ayah, lihatlah ini! Aku punya teman.

Tak peduli apa ucapanmu tentang ketidakmungkinan diriku sang pewaris tahta mendapatkan seorang teman. Nyatanya ucapanmu waktu itu bisa terbantahkan sekarang!

Aku punya teman, dan kami akan saling mengerti satu sama lain mulai hari ini.

-Mitsunari POV off-

-o0o-

-Ieyasu POV-

Teman 'ya? Aku tidak yakin akan hal itu.

Lagipula aku sudah lama meninggal. Mengambil tubuh kecilnya juga tak akan berguna banyak.

Meski aku tahu ia seorang putra kaisar, tapi melihat kedunguannya menutup kemungkinan aku bisa mengambil alih tubuhnya.

Hufft, tapi aku sudah bosan ada di sini.

Haruskah aku memanfaatkan pertemanan kami untuk mengambil alih tubuhnya? Keluar dari sini, dan menjalankan hidupku menjadi dirinya?

Tidak! tidak boleh! Aku masih butuh tubuh yang lebih kuat. Tapi melihat ia memposisikan kuda-kudanya dengan katananya menarik juga.

Aku rasa tak ada salahnya mengambil tubuhnya. Lagipula dia putra seorang kaisar. Akan sangat mudah bagiku membangun kejayaan keluargaku lagi.

Baiklah, sudah kuputuskan, aku akan mengambil alih tubuh Mitsunari.

-Ieyasu POV off_

.

.

Continue?

An: Huuft, akhirnya saya bisa publish cerita aneh lagi. Sebenarnya saya kurang yakin dengan cerita ini. Karena menurut saya idenya aneh plus norak. Atau malah pasaran 'ya?

Tapi saya coba dulu.

Jika berminat tolong beri saya kritik dan saran. Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih sudah menyempatkan membaca^^

Salam NialCoffee X)