"Fulqentius Lotus"

Naruto © Masashi Kishimoto

Fulqentius Lotus © babyberrypie

Genre : Romance; fantasy; a bit hurt/comfort and mystery

Rating : M

Length : 2.323

Character : Sasuke Uchiha & Naruto Uzumaki

Warning : SasuNaru! mature content, Slight!crime, Shounen - Ai, Typo(s), OCC, Alternate Universe (Egyptian theme).

Maaf jika ada persamaan judul, tempat, ataupun cerita. Karena itu hanya kebetulan semata, tanpa ada unsur kesengajaan.

.

.

.

Sinar matahari menyengat, melepuhkan kulit. Matahari bertengger gagah tanpa tiang. Menguar udara panas dan kering. Membawa hembusan api membakar bumi. Segumpal awan menipis, berarak sembarang. Butiran pasir terbang bebas tertiup angin kencang. Tanaman kaktus berdiri kaku, daunnya berduri seperti paku.

Jejak kaki menginjak butiran pasir hangat. Gerbang baja menantang kokoh didepan. Tanpa diminta gerbang heilige terbuka lebar. Beberapa pengawal berbadan kekar, berpijak tegap dikedua sisinya. Masuk melewati jalan setapak dinaungi bayangan pohon besar pachypodium. Didamping oleh semilir angin berhembus menerpa wajah.

Bangunan putih dengan pilar – pilar tinggi yang berderet, dikelilingi taman indah penyejuk mata. Canopic membentang dari timur ke barat selebar tiga puluh meter, dengan pohon palem berbaris di kanan kirinya. Ukiran hieroglif menghiasi pilar bangunan. Lambang dalam bentuk manusia, hewan, ataupun benda menyatu menjadi tulisan yang bersifat rahasia atau teka - teki yang sukar dibaca.

Di sebelah utara berdiri Museion megah—tempat bernaung para ilmuwan, seniman dan orang penting lainnya. Di bagian selatan berdiri kuil – kuil, sebagai tempat peribadatan atau acara ritual. Kedua bangunan tersebut terukir logogram berbentuk unik.

.

.

.

Mengenakan jubah linen yang terbuat dari sulaman benang emas dan pakaian kulit resmi. Dihiasi pektoral dan stola bermotif geometrik tersemat apik dibahu. Klaft uraeus melingkar dikepala, berbentuk segitiga ditambah patung ular kobra diatasnya—ular kobra mempunyai makna yaitu sebagai ular penjaga bangsa Mesir. Tongkat kerajaan berwarna emas disamping kirinya. Arah pandangan mata lurus kedepan, menghadap jendela besar berukiran determinative.

Ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Suara bjiak berintonasi baritone, mempersilahkan orang tersebut untuk masuk kedalam ruangan. Pria separuh baya berpakaian skenti tergopoh – gopoh, kemudian memberi salam hormat pada raja dengan cara duduk bersujud.

Memberi laporan serinci mungkin dan dibalas kibasan tangan oleh Raja—menyuruh pria itu pergi untuk mengambil sekantung koin emas karena telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

Mendengar apa yang dikatakan budaknya, bibir pucat tersenyum tipis. Sekian lama menunggu tanpa jawaban akhirnya mendapat balasan.

.

.

.

Ruangan yang dibuat seperti penjara, atau lebih tepatnya seperti kandang babi. Seseorang bersurai pirang duduk disudut pojok berlumuran lumpur. Dinding disisinya terdapat lumut yang berkerak. Tetesan air kotor tercipta menjadi kubangan air keruh penghias lantai. Segerombolan lalat berkeliaran tak tentu arah. Aroma bau tak sedap terhirup disetiap tarikan nafas tapi dihiraukan.

Tangan berkulit tan semakin memerah akibat pergesekan kulit antara akar tumbuhan yang bertekstur keras—tali pengikat. Ikatannya kencang, tanpa celah. Pemilik tangan berkulit tan itu mengumpat makian kasar dibalik mulut yang tersumpal. Kain merah marun menjadi penutup permata safir.

Telinganya menangkap suara derit pintu besi terbuka. Segera seseorang mengangkat tubuhnya seperti karung beras. Sontak tubuh itu terus bergerak melawan. Tetapi apa daya, tubuh itu lemas kurang tenaga. Berhenti melawan dan akhirnya pasrah dibawa entah kemana.

.

.

.

Jatuh tertidur disaat dirinya telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, merupakan hal bodoh sekaligus ceroboh. Pikirannya berkecamuk linglung, apakah ia akan dijual untuk dijadikan budak?—Berkerja siang malam, ditemani cambukan yang setiap saat menghantui dirinya. Tidak, terima kasih.

Keningnya berkerut. Kedua alis menekuk. Alas yang ia duduki saat ini begitu halus dan lembut. Masih dengan tangan terikat, mulut tersumpal dan juga mata tertutup. Mencoba untuk menerka dimana ia berada sekarang.

Tak tinggal diam, ia pun berusaha berdiri. Lantai marmer bersuhu dingin menusuk kulit. Dengan hati – hati berjalan pelan tapi pasti, menuju pintu besar bersimbol hieroglif bunga teratai. Salah melangkah, tubuh itu jatuh mengikuti gravitasi bumi. Lima anak tangga terlewati, bibirnya mengaduh sakit.

Rasa besi menyergap lidah. Tetesan darah mengalir disela gusi miliknya. Berusaha untuk duduk tetapi tidak bisa. Memar terlukis ditempurung lutut. Pergelangan kaki sebelah kanan terkilir. Suara pintu terbuka terdengar, surai pirang mencari arah suara langkah kaki yang sempat ia dengar.

Tubuhnya dipaksa berdiri dengan kedua kaki yang salah satunya sedang terkilir. Mulut yang tersumpal itu hanya bisa mengeluarkan suara erangan sakit—tidak terlalu jelas didengar. Diseret kasar dan tubuh ringkih itu dibanting diatas ranjang empuk beralas sutera crimson. Aduhan sakit menepis sepi. Tangan yang awalnya terikat kini terlepas . Kaki yang sedang terkilir, diselonjorkan lurus kemudian tiba – tiba ditekuk dan ditekan pada area kaki yang terkilir.

Kegiatan tersebut berulang kali dilakukan. Suara pemuda berambut pirang tedengar serak akibat terlalu banyak menangis menahan sakit. Bulir airmata berjatuhan membasahi pipi serta kain penutup manik safirnya. Tetesan keringat dikening, berlomba turun menuju selipan anak rambut disamping telinga.

Rasa sakit berangsur pulih, dengan telaten seseorang membebat kakinya yang sedang terkilir. Bibirnya bergerak ingin bicara — mengucapkan terima kasih, disela mulut yang masih tersumpal. Tangan berkulit tan ingin melepas seluruh kain yang telah membelenggu dirinya , tetapi segera ditahan oleh seseorang.

Terdiam.

Pipi bergaris seperti kumis kucing diusap lembut. Mengecup pelan sepasang mata yang tersembunyi dibalik kain berwarna carmine. Kain penutup tersebut dilepas. Hampir empat puluh delapan jam, mata itu terselimut kain. Menghalau penglihatan dan memberi kegelapan.

Pertama kali dilihatnya adalah sesosok pemuda berpakaian kalasiris berbentuk lipit – lipit yang terbuat dari serat benang emas berkualitas premium. Dengan klaft segitiga dihiasi motif serta simbol khas yaitu garis geometri yang di bagian dalamnya terdapat burung elang mengepak sayap.

Mata safir miliknya tidak berani memandang orang yang berada dihadapannya. Meringkuk menjauh dari hadapan Raja sembari duduk bersujud ke lantai. Setitik pun tidak berani memandang paras tampan sang Raja. Si blonde merasa sangat tidak pantas berhadapan langsung oleh Raja Agung Mahavir.

.

.

.

Tampang datar tetap singgah diwajah sang Raja. Menyuruh surai pirang untuk berdiri dan berani bertatap muka padanya. Gelengan kepala dan suara menolak bernada pelan, menjadi bukti sikap tidak sopan kepada Raja.

"Apakah kau berani membantah perkataan Raja, Naruto Uzumaki?" Nada ancaman keluar dari mulut sang Raja.

Mata membeliak kaget, tidak percaya bahwa Raja mengetahui nama lengkapnya. Berubah sikap dari posisi awal, ia pun duduk bertumpu menggunakan lututnya ditemani oleh mulut yang sedikit menganga. Kinerja otak miliknya bergerak lamban seperti siput. Keberuntungan berpihak pada Naruto karena tidak ada setetes air liur memalukan— yang bisa kapan saja menetes keluar dari mulutnya.

Sadar dengan apa yang ia lakukan, segera Naruto bersikap seperti semula. Sasuke geram melihat sikap labil si pirang. Tanpa basa basi, Sasuke menarik tubuh Naruto untuk menghadap padanya. Tangan kuat tetapi putih porselain— mencengkram wajah Naruto. Dua jari menjepit dagu. Arah pandangan mata lurus, saling menatap. Sang Raja dapat melihat jernihnya manik biru safir. Berkilau seperti permata dan indah seperti biru samudera.

Naruto dapat menyaksikan obsidian berwarna hitam, sehitam malam tanpa kerlap kerlip bintang. Bayangan dirinya terpantul di manik tersebut. Naruto seperti tenggelam jauh jatuh kedasar.

Wajah mereka berdekatan, aroma mint segar tercium disalah satu indera Naruto. Sasuke menangkup pipi seperti bakpao lalu mengusap lembut menggunakan ibu jarinya. Memejamkan iris safirnya, menikmati apa yang Raja lakukan. Hidung mereka bersentuhan. Keduanya dapat merasakan hembusan nafas panas bergairah.

Jari lentik milik blonde bergetar gugup. Kain kilt diremat hingga kusut. Bibir plum disentuh oleh jemari. Tekstur bibir kenyal sensual membakar nafsu birahi. Bergerak seinci untuk mencapai hasrat beruncing.

Ketukan pintu membuyarkan romansa mereka. Jika Sasuke tidak tahu tata krama, mungkin manusia yang telah menganggunya sekarang akan kehilangan kepala diatas sterftabel dan mayatnya dibuang kedalam kubangan air, penuh ratusan ikan kanibal lapar mencari santapan.

Pria tua masuk memberi salam dengan duduk bersujud menghadap Raja. Menjelaskan suatu hal penting tentang pertempuran besar di Sungai Orontes. Pertempuran yang terjadi antara Kekaisaran Mesir melawan Romawi. Wilayah pertempuran semakin dekat dengan kerajaan Alexandria. Alis tebal milik Sasuke bertaut. Kedua tangan mengepal erat. Pancaran matanya mengatakan bahwa pria tua tersebut untuk pergi keluar ruangan.

Naruto hanya terdiam bingung. Sang Raja berjalan kearahnya, duduk disamping kiri. Memegang sebelah tangan Naruto serta mengelus punggung tangannya.

"Kita akan pergi beberapa minggu ini, dan kau bersiaplah." Sebelum Naruto menjawab, sang Raja telah pergi dibalik pintu auburn besar bersimbol hieroglif bunga teratai.

Beberapa dayang-dayang cantik tertutup chiffon emas sebatas bawah mata, segera berdiri dihadapan Naruto. Menyeret tubuh itu masuk ke bilik latrina. Dipaksa tercebur kedalam balneare. Curahan air dingin membasuh wajah. Kelopak mawar dan kenanga ditabur, tergenang diatas permukaan. Rempah-rempah serta susu segar dituang menyatu dalam air.

Minyak zaitun bercampur kemiri dijadikan shampo pencuci rambut. Bahan alami tersebut dioleskan secara merata pada rambut dan kulit kepala sembari dipijat agar meresap. Didiamkan sekitar dua pilih menit lalu dibilas hingga bersih. Punggung atau bagian tubuh lainnya digosok lembut menggunakan batang pohon honje yang sebelumnya dimemarkan.

Dayang-dayang tersebut juga memijat punggung bagian bawah dan atas kemudian kearah bahu. Selanjutnya pemijatan dilakukan pada bagian kaki dan paha. Naruto dapat merasakan bagian tersebut lebih tegang dari tubuh lainnya. Terakhir dayang tersebut, melakukan pengurutan menggunakan minyak essential aromaterapi secara menyeluruh untuk memberikan kenyamanan dan ketenangan.

Terlena dengan semua yang dilakukan oleh dayang-dayang terbaik Alexandria, pemilik manik safir terpejam. Linteum disampirkan. Tubuh bersih Naruto dibopong menuju tempat ganti. Kain kilt diganti oleh kalasiris goldenrod bermotif papyrus. Rambut pirang tersisir rapi. Kohl tipis tercetak cantik pada garis kelopak mata.

Sentuhan terakhir, dayang Neried menyemprotkan parfum minyak kayu cedar bercampur madu dan dupa beraroma manis menyatu dengan herbal aromatik.

.

.

.

Raja Agung Mahavir memasuki kamar utama. Para dayang segera pamit keluar setelah selesai menjalankan tugasnya. Naruto berbaring nyenyak diatas ranjang empuk beraroma lime. Iris hitam pekat memandang dalam penuh makna pada sosok tersebut. Ranjang berderit. Tali pengikat kelambu ranjang diturunkan. Sang Raja menidurkan diri disebelahnya.

Helaian pirang menggoda untuk disentuh. Terasa di jemari Sasuke betapa halus rambut tersebut. Wajahnya mendekat, aroma rempah dan semerbak harum bunga tercium dihidung mancung miliknya.

Leher jenjang terpampang jelas di depan mata. Belahan bibir pink peach sedikit terbuka. Dengan lancang sang Raja mengecup pelan bibir tersebut. Tidak puas, Raja pemilik kerajaan Alexandria ini, mengulum bibir bagian atas dan juga bagian bawah.

Sasuke berlutut di depan dengan kedua tangan menopang berat tubuhnya di atas Naruto. Menghisap kuat pada area itu, Naruto pun melenguh pelan dalam tidurnya. Sasuke terus merangsang disetiap titik sensitif milik Naruto. Merasa terganggu, Naruto membuka mata.

Manik safir membulat.

Sasuke bergerak cepat menahan tubuh Naruto sebelum meronta. Membungkam mulut yang terus berteriak gaduh.

Sasuke menatap lurus —berbisik "Kau memilih diam atau kepala pirang ini menggelinding dari atas menara Alexandria?"

Naruto membeku. Telinganya menangkap suara bernada perintah yang mutlak harus dituruti.

Nafas Naruto tercekat. Seolah tahu siapa orang dihadapannya, dia pun menoleh ke samping kanan. Tak ingin melihat sepasang mata hitam itu menggelap, menaikkan bulu roma bagi siapapun yang melihatnya.

Dengan sengaja Sasuke menghembuskan nafas berat di telinga si blonde. Aura buas menguar dari tubuh sang Raja. Naruto meremas gugup seprai sutera dibawah ranjang. Sorot wajah dan mata itu seperti predator berbahaya. Sebelah tangan Sasuke memaksa wajah Naruto untuk bertatapan pandang padanya.

Iris langit hitam bertubrukan dengan slate nilam. Kontak mata tak dapat menghindar. Sang Raja mengecup kening lembab itu lalu turun menuju pelipis. Kabut tipis berhawa nafsu tampak menyelimuti mata Sasuke. Ujung bibir blonde mmendapat hadiah kecupan. Tangan Naruto menahan pundak Sang Raja, mengisyaratkan agar tidak berbuat lebih jauh padanya.

Sebagai seorang Raja Alexandria, Sasuke mempunyai adat tata krama tinggi yang telah ditanam sejak kecil. Mau tidak mau, Sasuke mundur. Tidak ingin berbuat hal senonoh yang dapat menjatuhkan martabatnya. Helaan nafas berat mewakili perasaan rumit di hati Raja.

Tanpa mengucap sepatah kata, Sang Raja beranjak menyampirkan selimut ke tubuh Naruto. Mengusap peluh dikeningnya. Dan punggung tegap itu menghilang dalam kegelapan malam.

.

.

.

Mentari menggantung tegak di atas langit cerah tanpa awan, Raja dan para pengikutnya menerjang hawa panas menuju wilayah pertempuran di Sungai Orontes. Naruto tidak jadi ikut dalam perjalanan. Sebab atau alasan tidak dijelaskan oleh Sasuke. Naruto berpikir bahwa sebabnya adalah peristiwa semalam yang telah menyinggung hati sang Raja.

Perasaan bersalah menghantui dirinya sepanjang malam. Tak seharusnya bersikap tidak sopan terhadap Raja yang sudah menolongnya. Duduk termenung disebelah jendela besar berukir fonogram menyatu dengan satu konsonan dan tanda uniliteral.

Obsidian safir menilik jauh pemandangan diluar sana. Kurang lebih dua minggu terlampaui sejak kepergian Raja ke medan perang. Rasa sepi bergantung dihatinya. Menepis kejenuhan, dia pun melangkahkan kakinya mengunjungi salah satu kuil indah di kerajaan Alexandria. Kuil indah tersebut adalah Perpustakaan Bibliotheca Alexandria yang sangat besar dihiasi oleh corak hieroglif disetiap pilar atau dinding. Dengan lebih dari 100.000 gulungan lontar dan salinan naskah berharga dari seluruh penjuru dunia, berada didalamnya.

Patung Dewa Anubis terpampang berjejer rapi di sisi kanan dan kiri. Mardius menyambut Naruto, menundukkan setengah badan sebagai tanda hormat pada syntrofos Raja. Naruto hanya menatap heran sembari menganggukan kepala. Harum dupa chamomile menggelitik hidungnya. Gulungan lontar atau salinan tulisan yang berisi ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya memukau diri Naruto.

Merasa tertarik, dia pun mengambil salah satu gulungan ilmu pengetahuan yang berjudul anatomi makhluk hidup. Membuka lembaran demi lembaran diatas meja kayu. Membaca dengan teliti ditemani obor api tergantung diatasnya. Sebagai penerangan didalam redupnya cahaya.

Tidak menyadari jika ada orang asing dibelakang tubuhnya. Memegang busur panah yang sudah dicelupi racun. Bayangan orang tersebut terlihat samar di atas lantai kapur. Melesatkan busur panah beracun ke arah tubuh Naruto.

Dengan cepat Naruto menghindar. Busur panah tersebut jatuh menancap rak. Tidak siap menerima serangan mendadak, tubuh itu limbung membentur meja. Gulungan lembaran jatuh berhamburan. Obor api dimatikan,terbukti dengan asap tipis membaur dengan udara.

"Mardius, tolong ada penyusup!" Naruto berlari panik sembari berteriak meminta pertolongan.

Seketika langkah kakinya berhenti. Manik safir melebar. Menatap nanar genangan darah di bibir pintu masuk Perpustakaan Bibliotheca Alexandria. Tidak menyangka jika mereka semua terbunuh sadis dengan perut tersabit pisau. Organ dalam mereka tercecer. Naruto menutup mulut menggunakan telapak tangan, mencegah asam lambung meningkat dalam tubuhnya.

Berjalan mundur ke arah bangunan utama tetapi terlambat. Tengkuk Naruto dipukul keras dari arah belakang. Dan semuanya gelap.

.

.

.

.

.

To be Continued


A/N :

Mencoba fic bergenre campur aduk dengan alur tempat yang berbeda serta berwords banyak merupakan suatu tantangan tersendiri bagi saya karena kapasitas otak saya yang sangat lemah untuk membuat fic panjang. Jadi harap maklum dan semoga tidak terlalu mengecewakan.

Dan saya juga meminta pendapat, fic ini dijadikan 2shoot, 3shoot atau bagaimana? Mohon bantuannya.

Mind to review?