.

A Day For Seokjin

.

Author : syubsyubchim

.

Cast :

Kim Namjoon X Kim Seokjin

Chibi!Jungkook

.

NOTE :

YAOI! BOYXBOY! TYPOs! DLDR! Review juseyo.


.

.

.

Namjoon membuka pintu kamar tidur mereka dengan hati-hati. Ya, mereka, kamar tidurnya dan istri kesayangannya. Bibir tebal Namjoon menyunggingkan senyum yang begitu menenangkan sampai lesung pipinya terlihat saat melihat istri kesayangannya sedang menggulung diri di dalam dengan sebuah notebook di pangkuannya.

"Hay, baby."

Seokjin menoleh ke arah pintu kamar tidur mereka saat mendengar suara bass kesukaannya. Pria kesayangannya menghampirinya dengan semangkok ramen yang Seokjin yakin sangat lezat untuk disantap saat ini, "Bagaimana progressnya?"

Seokjin menghembuskan nafas kasar, "Entahlah, aku bahkan tidak bisa menyebut ini progress, aku masih stuck."

Senyum di bibir tebal Namjoon masih belum pudar, apalagi melihat bibir kesayangnnya sedang mengerucut lucu dengan sebelah pipi yang digembungkan dan tangan yang dilipat di depan dada. Namjoon mengangkat notebook yang ada di pangkuan Seokjin dan memindahkannya ke nakas di samping tempat tidur, lalu mendudukan dirinya di samping sang kesayangan.

"Aku habis memasak ramen, makanlah dulu. Kau belum makan dari pagi, kan?"

Seokjin menerima ramen yang diberikan sambil melempar tatapan curiga pada Namjoon, "Kau tidak membakar habis dapurku, kan?"

Dan tawa Namjoon sukses pecah melihat tatapan remeh yang dilemparkan sang istri padanya. Ya, Namjoon memang payah dalam hal dapur. Bukan style Namjoon sekali untuk berkutat dengan pisau dan bumbu-bumbu makanan. Seokjin bahkan tidak membiarkannya menyeduh teh. Tapi, ayolah, Namjoon tidak seburuk itu kok, dirinya masih bisa memasak ramen dengan benar. Seokjin saja yang terkadang terlalu berlebihan.

"Perlu aku suapi?" Namjoon menawarkan dan dibalas dengan anggukan manja dari Seokjin. Sedetik setelah Namjoon mendudukan dirinya di sisi Seokjin, si rambut pirang langsung menyenderkan tubuhnya manja pada dada Namjoon. Hal itu sukses membuat Namjoon terkekeh geli dan mengecup lembut pelipis Seokjin.

Satu suapan masuk kedalam mulut Seokjin.

"Jadi, apa rencanamu selanjutnya?"

Seokjin mengunyah sebentar sambil memainkan ujung baju lengan panjang yang dipakai Namjoon. "Entahlah, aku bingung bagaimana harus menyusun kata demi kata puitis yang harus kugunakan saat si pria menyatakan perasaannya. Kau tahu aku bukan ahli dalam hal seperti itu."

Ah, sepertinya kalian masih bingung apa yang sebenarnya sedang dikerjakan Seokjin, bukan begitu? Kim Seokjin, seorang penulis lepas yang merilis novel debutnya setengah tahun yang lalu. Awalnya Seokjin hanya iseng emuangkan imajinasinya kedalam bentuk fiksi dan mengirimkannya kepada beberapa redaksi. Tanpa Seokjin duga, karya tulisnya mendapat respon positif dari salah satu redaksi dan mengajaknya bekerja sama.

Dan, BOOM! Novel debut Seokjin sukses besar, bahkan Seokjin sempat menggelar fansign di beberapa toko buku di Seoul. Memang yang datang tidak sampai dua ratus orang, tapi tetap saja Seokjin bangga dengan dirinya saat itu. Apalagi Namjoon yang tidak henti-hentinya memuji Seokjin dan mendampinginya di setiap fansignnya. Namjoon bahkan rela mengantri dengan penggemarnya yang sebagian besar adalah gadis remaja sekolah menengah keatas demi mendapatkan tanda tangan Seokjin di halaman pertama buku novelnya.

Seokjin sendiri tidak tahu harus merespon bagaimana saat melihat suaminya yang berada di pertengahan dua puluhan berada diantara kumpulan gadis remaja sekolah menengah keatas. Seokjin ingin menagis haru, tapi juga ingin tertawa geli. Bolehkan Seokjin melakukan keduanya di saat yang sama? Seokjin tidak akan di daftarkan menjadi salah satu pasien rumah sakit jiwa setelah fansignnya hanya karena melakukan hal itu, bukan?

Suapan kedua masuk kedalam mulut Seokjin.

"Kau bisa meminta pendapatku, baby. Aku adalah komposer paling pintar memilih kata-kata kalau kau lupa. Apalagi kata-kata romantis semacam pernyataan cinta."

Seokjin mendengus saat Namjoon menyodorkan suapan ketiga kepadanya. Tentu saja Seokjin tidak melupakan suaminya yang dinobatkan sebagai komposer serta penulis lagi paling naik daun tahun ini. Tapi Seokjin juga tidak lupa gaya bahasa penulisan Namjoon yang berbeda jauh dengan dirinya. Namjoon cocok untuk menulis lirik romantis tipikal pria-pria impian gadis remaja pada cinta pertamanya, bukan untuk detektif misterius dengan sorot mata dingin yang ada di dalam novel Seokjin.

Sungguh, kalau gadis-gadis suci yang belum merasakan cinta pertama mendengar lirik Namjoon pasti akan langsung bertekuk lutut, meleleh, jatuh cinta pada keromantisan kata-kata yang ditorehkan suaminya pada lirik-lirik lagunya.

Dan, trik itu juga luluh untuk membuat Seokjin jatuh pada pesona Kim Namjoon, ngomong-ngomong.

Oh, Seokjin merasakan wajahnya yang memanas saat ini. Buru-buru Seokjin meminta suapan keempat dari Namjoon. Mungkin dengan gerakan mengunyah yang dilakukannya dapat meredakan rona di pipinya sebelum Namjoon menyadari kemerahan pada pipinya.

"Kau tahu dengan jelas kenapa aku tidak memintamu kan, Namjoon?"

Namjoon terkekeh pelan dan mengangguk singkat sebelum memberikan kecupan kupu-kupu pada helaian Seokjin yang baru di pirangkan minggu lalu. "Baiklah, tapi tidak ada salahnya meminta pendapatku saat dirimu sedang stuck begini, sayang."

Suapan ke lima, dibarengi dengan kecupan kilat di sudut bibir Seokjin.

Seokjin memukul dada Namjoon pelan karena sudah menggodanya.

Suapan-suapan lainnya kembali Namjoon sodorkan sampai pada suapan terakhir, Namjoon menjilat pinggiran bibir Seokjin yang berlumuran kuah ramen tadi. Setelah memberikan secangkir air putih yang langsung dihabiskan Seokjin, Namjoon membereskan peralatan makan Seokjin, "Lanjutkan novelmu, baby. Aku akan mencuci ini dulu."

Seokjin hanya mengangguk dan memberikan kecupan di pipi Namjoon sebagai tanda terima kasihnya.

.

.

.

Seokjin mengusak surainya frustasi. Deadline novelnya tinggal dua minggu lagi dan Seokjin baru menyelesaikan enam puluh persen ceritanya. Meskipun Seokjin tidak terikat pada redaksi manapun, tetap saja deadline itu ada. Sungguh menyebalkan, bukan?

Sekarang, Seokjin sedang mendudukan dirinya di taman belakang rumahnya dengan Namjoon. Masih dengan notebook merah muda kesayangannya di pangkuan Seokjin. Hadiah dari Namjoon saat Seokjin berhasil merilis novel debutnya.

Sang suami sedang menjemput Jungkook kecil mereka dari rumah Yoongi dan Jimin. Pasangan baru itu merindukan Jungkook setelah bulan madu mereka, katanya. Dasar, padahal Seokjin yakin Jungkook mereka sendiri sedang dalam proses. Mungkin di dalam perut rata Yoongi akan terisi dengan Park kecil sebentar lagi, siapa yang tahu?

"Eomma~"

Seokjin tidak perlu repot-repot menoleh kebelakang saat pintu rumahnya terbuka dan disusul dengan derap langkah berisik di luar sana. Seokjin yakin tidak lama lagi bocah kesayangannya dan Namjoon akan memeluk kakinya dengan erat sambil tersenyum sampai gigi kelincinya terlihat.

"Kookie, letakan sepatumu yang benar, sayang."

"Baik appa. Maafkan Kookie."

Sepertinya Seokjin salah perkiraan, karena derap langkah berisik itu terdengar menjauhinya sekarang. Seokjin menghela nafas untuk yang kesekian kalinya hari ini, lalu meletakan notebooknya di meja kecil disamping tempat duduknya dan berjalan memasuki rumah. Seokjin harus merefresh pikirannya sebentar. Dan Seokjin yakin makhluk mungil kesayangannya akan berhasil melakukan itu.

"Kookie~"

Jungkook kecil yang baru saja merapikan sepatu iron-man kesayangannya menoleh kearah suara yang memanggilnya, "Eomma~!" dan berlari dengan kaki-kaki pendeknya kearah Seokjin yang sedang berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, menunggu Jungkook masuk kedalam pelukannya.

"Kookie merindukan eomma," Jungkook menghujani pipi Seokjin dengan kecupan manjanya saat sang eomma mengangkat tubuh kecilnya dengan mudah. "Eomma juga merindukan Kookie. Kookie tidak nakal selama berada dirumah Yoongi samcheon, kan?"

Jungkook menggeleng cepat, "Tentu saja tidak, eomma. Yoongi samcheon bahkan membelikan Kookie sebuah robot iron-man. Robotnya sangat keren, bisa terbang. Whushh whushh begitu!" ceritanya dengan antusias sambil memperagakan bagaimana gerakan iron-man saat diterbangkan dengan remote control.

Sebenarnya Seokjin sedikit kewalahan saat Jungkook bergerak dalam gendongannya, tapi melihat tingkah lucu Jungkook membuat Seokjin ikut terkekeh pelan sambil menepuk pantatnya dan berkata, "Kookie pintar."

Namjoon yang merasa dilupakan saat pesangan ibu-anak itu melepas rindu pun mendekat dan menanam sebuah kecupan pada pelipis Seokjin, "Bagaimana novelmu, sayang?"

Seokjin menoleh kearah Namjoon dengan bibir yang maju beberapa senti. "Aku sudah menyelesaikan beberapa bagian yang lain. Tapi tetap saja masih stuck. Mungkin aku harus meninggalkan novel itu sebentar."

"Baiklah, mau makan malam diluar?"

"Shireoyooo~! Kookie mau masakan eomma. Kookie mau sup jagung kesukaan Kookie."

Satu kecupan mendarat di pipi gempil Jungkook. Seokjin sangat senang kalau ada yang menyukai masakannya, apalagi dua orang kesayangannya. Dan Jungkook benar-benar membuat mood Seokjin membaik dengan meminta sup jagung buatannya. "Baiklah, eomma akan membuatkan sup jangung yang enak untuk makan malam kita."

.

.

.

Namjoon mengeluarkan mug merah muda kesukaan Seokjin untuk menyeduh secangkir teh chamomile yang menenangkan. Dia baru saja menemani Jungkook tidur dan Seokjin sedang ada di kamar mereka, mencoba melanjutkan novelnya. Rasanya Namjoon ingin sekali menjadi sumber inspirasi karya tulis Seokjin. Tapi apa daya Namjoon yang tidak ada sis misteriusnya sama sekali, berbanding terbalik dengan karakter utama di novel Seokjin yang merupakan detektif misterius yang menurut Namjoon terlalu sok jual mahal. Namjoon sudah transparan dihadapan istrinya, man.

Setelah menyeduh teh chamomilenya, Namjoon membawa mug merah muda itu kearah kamar mereka dan menemukan Seokjin dengan posisi yang sama di siang hari saat Namjoon membawa ramen buatannya untuk Seokjin. Sungguh, istrinya ini hobi sekali bergelung di dalam selimu seperti kepompong, padahal Namjoon yakin pelukannya beribu-ribu kali lebih nyaman daripada selimut yang juga berwarna merah muda itu.

Ya, Namjoon sedang membiarkan warna merah muda berserakan di rumahnya seperti rumput liar agar Seokjin dapat sedikit lebih rileks di sela-sela waktu deadlinenya. Gorden diganti menjadi warna merah muda, keset kaki disamping tempat tidur yang juga berwarna merah muda, sandal rumah Seokjin dan Namjoon yang berwarna merah muda, taplak meja, seluruhnya. Bahkan Namjoon sedang mengenakan piyama berwarna merah muda saat ini.

"Baby~"

Namjoon mendudukan dirinya di sisi Seokjin dan sekali lagi mengecup pelipis Seokjin sebelum memberikan teh chamomilenya. "Minumlah, mungkin akan membantumu sedikit rileks."

Seokjin menggumankan terima kasih dan meminum sedikit demi sedikit teh chamomile buatan Namjoon. Sebenarnya, dibandingkan dengan teh chamomile, kecupan Namjoon pada pelipisnya lebih ampuh membuatnya rileks. Percayalah, kecupan di pelipis adalah favorit Seokjin.

Seokjin menepuk tempat disampingnya, mengisyaratkan Namjoon untuk mendudukan dirinya disana. Selanjutnya, Seokjin mendudukan dirinya di depan Namjoon dengan punggungnya yang menempel manja pada dada Namjoon. Tanpa disuruh, Namjoon melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang sempit Seokjin dan memberikan kecupan kupu-kupu pada bahu Seokjin yang terekspose karena oversized sweater yang digunakannya.

"Namjoonie~" Seokjin memanggil manja.

"Hm?"

"Kalau novelku kali ini gagal, apa kau akan kecewa padaku?" Seokjin mendongak, memaksa Namjoon yang masih mengecup bahunya ikut mengangkat kepalanya.

Namjoon menunjukan senyumnya. Senyum yang begitu menenangkan bagi Seokjin, yang mampu membuat dadanya kembali berdesir untuk yang kesekian kalinya. Seokjin mengangkat jarinya, dan memainkan lesung pipi Namjoon yang muncul saat suaminya tersenyum.

"Tentu saja tidak, sayang. Kenapa kau bertanya seperti itu, hm?" Namjoon membelai pipi Seokjin dengan ibu jarinya, mencoba meyakinkan sang pendamping hidup.

"Tapi," Seokjin menggigit bibir bawahnya, ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Saat melihat Namjoon yang mengangkat sebelah alisnya penasaran, dengan hati-hati Seokjin melanjutkan kalimatnya, "Tapi istrimu ini akan menjadi novelis yang gagal dan- YA! Namjoonie~"

Ucapan Seokjin terpotong saat Namjoon dengan tiba-tiba membalik tubuh Seokjin sampai namja itu benar-benar menghadap kearahnya, tidak lagi bersandar pada dadanya. Kedua lengan Namjoon kembali melingkari pinggang sempit Seokjin dan mengelusnya lembut sekaligus memberikan remasan menenangkan disana.

"Hei, dengarkan aku, baby. Aku bukan menikahimu karena kau adalah novelis yang hebat. Aku menikahimu karena kau berhasil mencuri hatiku, membuatku bertekuk lutut dengan segala pesonamu. Sikap manjamu, keahlian memasakmu, rengekan kesalmu, semuanya. Jadi kalaupun novelmu kali ini gagal, keadar cintaku padamu akan tetap sama. Meskipun aku yakin, novelmu tidak akan gagal, sayang."

Oh, bukankah Seokjin sudah memberitahu kalian seberapa cheesy suaminya ini? Seokjin merasa wajahnya kembali menghangat kali ini. "Bagaimana kalau Kookie kecewa padaku?"

Namjoon tersenyum gemas melihat kekhawatiran tidak bealasan yang terus membayangi isrti tersayangnya. Namjoon tidak suka Seokjin terlihat seperti itu, tapi Namjoon juga tidak bisa membohongi dirinya kalau Seokjin terlihat begitu menggemaskan dengan sikapnya saat ini.

Dengan lembut Namjoon menangkup kedua pipi Seokjin, membawa manik karamel favortinya untuk menatap langsung kearah manik gelapnya. Hanya manik gelapnya.

"Dengar, sayang. Kau menjadi eomma bagi Jungkook bukan karena profesimu sebagai seorang penulis. Kau menjadi eomma bagi Jungkook karena kaulah yang mengandungnya selama sembilan bulan, membawanya kemana saja bersamamu, menanggung berat tubuhnya di dalam tubuhmu, melindunginya selama sembilan bulan. Dan hanya karena kau gagal menulis sebuah novel, Jungkookie kesayangan kita tidak akan kecewa kepadamu. Kau tahu sendiri bagaimana Jungkook menyayangimu, kan?"

Seokjin tidak dapat menyembunyikan sarat haru dari maniknya saat Namjoon dengan begitu lembutnya menenangkan dirinya. Dengan patuh Seokjin mengangguk, lalu melingkarkan kedua lengannya kebalik punggung Namjoon, memeluk kesayangannya sambil mendaratkan pipinya di dada bidang Namjoon. "Terima Kasih, Namjoonie."

Namjoon membisikan 'sama-sama' sambil mengusap punggung Seokjin. "Lagipula bukankah aku sudah bilang kalau novelmu tidak akan gagal, baby?"

Seokjin sukses terkekeh senang dan mengangguk di dada Namjoon. Meskipun Seokjin tahu Namjoon hanya berusaha menenangkannya dan menyemangatinya, tapi rasa percaya diri Seokjin perlahan-lahan kembali muncul. Oh, Seokjin tidak sabat melanjutkan karya tulisnya besok, tapi dia harus mengistirahatkan tubuhnya dulu malam ini.

"Namjoonie~ Ayo tidur, aku mengantuk."

.

.

.

Saat ini, Seokjin sedang duduk ditengah panggung kecil di dalam sebuah toko buku. Jemarinya sibuk menorehkan coretan apik di halaman pertama novel barunya yang dibawa oleh penggemarnya. Ya, Seokjin kembali menggelar fansignnya yang lain.

Seokjin berhasil menyelesaikan novelnya tepat waktu, bahkan dua hari lebih cepat dari deadline yang sudah ditentukan. Dan, benar apa kata Namjoon, novelnya tidak gagal, bahkan berhasil menduduki chart penjualan teratas dan bertahan selama beberapa minggu. Minggu ini terhitung minggu ke lima novel baru Seokjin menduduki posisi best seller.

"Lihat, sudah kukatakan novelmu tidak akan gagal, sayang."

Itu suaminya, yang baru saja mendapat giliran untuk bertatap langsung dengan Seokjin dan ditanda tangani halaman pertama novelnya. Seokjin terkekeh geli, Namjoon tetaplah Namjoon, bahkan Namjoon membawa Jungkook yang baru pulang sekolah bersamanya kali ini.

"Eomma tanda tanganni atas nama Kookie, beri ciuman juga pada halamannya!" Jungkook menunjuk-nunjuk semangat pada halaman kosong yang sudah dibuka Seokjin dari tadi.

"Itu novel appa, Kookie. Tentu saja eomma akan menandatanganinya untuk appa. Iya kan, baby?" Namjoon menoleh kearah Seokjin, dengan iris yang berbinar seperti gadis remaja yang bertemu idolanya.

"Appa harus mengalah pada Kookie!"

"Tidak sayang, ini novel appa, jadi tanda tangannya harus atas nama appa."

Pertengkaran pasangan ayahanak itu masih terus berlangusng, sedangkan Seokjin hanya menopang dagunya menonton dengan gemas. Kekanakan memang, tapi hal ini membuat Seokjin merasa begitu dicintai. Ah, rasanya Seokjin sekarang lupa masih ada barisan panjang yang menanti untuk mendapatkan tanda tangannya dibelakang suaminya saat ini.

"APPA MENYEBALKAN! SEPERTI TEMAN BOCAH KOOKIE!"

"KOOKIE TIDAK BOLEH BEGITU PADA APPA."

Oh, biarlah barisan itu semakin panjang. Seokjin tidak peduli karena kedua kesayangannya yang memperebutkan dirinya terlalu sayang untuk dilewatkan saat ini. Ah, betapa Seokjin begitu mencintai dua orang di depannya ini.

.

.

.

END

.

.

.

INFIRES!

Annyeong, syubysubchim imnidaaaaa~! Syubsyub balik bawain shortficnya NamJin yang kelar begitu saja saat syubsyub sedang stuck dengan pengetikan fanfic dan berencana membuat teh tapi terlalu malas. Syubsyub berharap ada seseorang yang bersedia menyeduhkan teh untuh syubysub kaya yang Namjoon lakuin ke Jin. Ya, intinya fanfic ini tercipta karena imajinasi syubsyub akan seorang namjachingu (ehe)(maafkan kejombloan syubsyub).

Mungkin setelah ini syubsyub akn hiatus sebentar sampai minggu depan karena final term. SUNGGUH SYUBYSYUB BELUM BELAJAR SAMA SEKALI, MAU MATI RASANYA KALAU MENGINGAT FINAL TERM (mewek di pojokan). Maka dari itu minta pengertiaannya atas hiatusnya syubsyub ya, heheeee. Doanya juga boleh, semoga syubsyub bisa nyontek temen yang pinter gitu (eheeeee).

Terus, masalah endingnya mohon dimaafkan ya kalau kurang jelas (senyum tanpa dosa). Soalnya syubysub cuma kepikir jalan ceritanya, ga kepikir sama endingnya bakal gimana, heheheheheheeeee (nyengir).

Terakhir, terima kasih untuk semua yang sudah bersedia membaca, memfollow, memfavorite bahkan sampai mereview fanfic yang sangat tidak jelas asal-usulnya ini. Maaf kalau mengecewakan.

.

Terima Kasih.

.

Salam, INFIRES!