A fiction by Hyrrokkin,

.

"SCHICKSAL"

.

HunHan

.

The story is pure mine. The characters are belongs to their own families.

.


Chapter 1


Di sudut ruangan, sesosok gadis mungil terbaring dengan tenangnya di atas tempat tidur. Matanya terpejam. Kedamaian terpancar dari sosok mungil itu.

Di beberapa tubuhnya, terpasang beberapa alat bantu medis. Irama teratur dari monitor defibrillator menandakan bahwa masih ada kehidupan di tubuh gadis pucat itu.

Memeras kain, wanita yang sedaritadi senantiasa di sisi gadis itu mengusapkannya pada kulit pucat nan dingin sang gadis. Tatapannya sendu, tersirat keputus-asaan. Sesekali wanita itu menyeka kristal bening yang keluar dari matanya.

"Sayang, tidak kah kau lelah memejamkan matamu terus, hm?" lirih wanita itu. Sebelah tangannya digunakan untuk mengusap pucuk kepala sang anak.

Tak ada respon.

Lu Han; Gadis yang terbaring tak berdaya dengan damainya hampir setahun ini. Gadis yang membuat keluarganya kalut setelah menerima kabar bahwa dirinya terkena imbas kecelakaan beruntun. Dan gadis yang sukses membuat keluarganya bak dihantam baja setelah mendengar pernyataan dokter.

Bohong jika seorang ibu masih bisa tegar setelah sang dokter dengan tenangnya berucap bahwa kesempatan hidup sang anak kurang dari 50%. Bahkan sang dokter menyarankan agar melepas seluruh alat yang terpasang karena sudah tak ada pengaruhnya lagi.

Tubuh sang ibu merosot dengan masih menggenggam tangan sang anak.

"Tidak bisakah aku menggantikan posisi dia, Tuhan?" lirihnya bertanya putus asa entah pada siapa.

Jemari Luhan bergerak seakan memberi respon. Seketika sang ibu bangkit, berharap cemas sang anak segera membuka kelopak matanya. Namun nihil. Itu hanyalah sebuah gerakan belaka, yang biasa terjadi pada pasien yang sedang koma.


SCHICKSAL


Di lain ruangan, beberapa orang tampak mengerubungi tempat tidur yang ada di ruangan itu. Semua orang menampilkan wajah bahagia. Namun, kebisikan dan kebahagiaan itu lenyap seketika saat sebuah pertanyaan terlontar dari bibir pria yang terduduk di kasur.

"Kalian siapa?"

Bak tertusuk seribu jarum, pria paruh baya itu melirik pada dokter yang baru saja menghela napas. Sedetik kemudian keduanya keluar, menyisakan raut khawatir di wajah yang lainnya.

"Hantaman keras pada bagian kepalanya menyebabkan memorinya hilang. Saya tidak bisa memastikan apakah ini bersifat permanen atau sementara," jelasnya. Pria paruh baya yang menjadi lawan bicaranya itu tampak memijat pelipisnya.

"Jika dia mengeluh pusing, alahkah baiknya jangan Anda tanyakan mengenai ingatannya. Biarkan ingatannya kembali secara alami" lanjutnya.

"Baiklah, terima kasih atas infonya, dokter"

Keduanya berjabat tangan sebelum si pria paruh baya memutuskan untuk kembali ke ruangan.


SCHICKSAL


Sepasang mata bergerak gelisah dibalik kelopak mata yang terpejam. Ia merasakan kekakuan teramat sangat ditubuhnya. Dengan perlahan, ia mengangkat kelopak matanya. Mengerjapkan berkali-kali guna membiasakan cahaya yang masuk.

"Eom…ma" panggilnya pada sosok yang tertidur di pinggir kasur.

"Eom…ma" sekali lagi ia memanggil, tangannya yang tergenggam berusaha digerakkan.

Nyonya Qian terperanjat tatkala menatap sosok lemah yang dirindukannya tersenyum tipis. Sosok gadis yang beberapa waktu lalu divonis bahwa kesempatan hidupnya kecil.

"S-sayang? Kau bangun!" ucapnya bahagia. Tanpa pikir panjang Qian segera menekan tombol yang berada di atas kasur.

Segerombolan staff medis datang setelahnya. Beberapa dari mereka kagum. Mugkin inilah yang dinamakan kuasa Tuhan.

"Apa yang kau rasakan?" Tanya sang dokter menggunakan bahasa China. Luhan mengernyit bingung. Ia lantas menjawab dengan bahasa lain yang berarti 'Aku tidak mengerti' yang membuat para staff medis kelabakan tak mengerti.

"Maaf dokter, saya rasa ia mengatakan bahwa dia tidak mengerti ucapan Anda" ucap salah satu perawat sopan.

"A-apa? M-mana mungkin rusa kecil ku tidak mengerti bahasa negerinya sendiri?" Tanya Qian shock. Matanya membulat dengan tangan yang sudah menutupi area mulutnya.

"Lepas beberapa alat yang tidak diperlukan, cek kondisinya, dan tanyakan beberapa pertanyaan untuknya" titah sang dokter kepala pada dokter yang lebih muda. "Dan Nyonya Qian –mari ikut ke ruangan saya" pinta sang dokter

.

.

"Dalam beberapa kasus yang pernah saya dengar, beberapa pasien koma memang ada yang memiliki kasus sama seperti Luhan. Ia bangun dan berbicara menggunakan bahasa lain. Bahkan ada yang bangun lalu menjadi penggila sex setelahnya" jelas sang dokter

Nyonya Qian menggidikkan bahunya ngeri. Oh, ia tentu tidak bisa membayangkan gadis rusa mungilnya menjadi penggila sex. Cukup dengan melupakan bahasa negeri kelahirannya saja sudah membuat wanita itu uring-uringan.

"Kami dari tim medis tidak tahu menahu kenapa hal itu bisa terjadi. Itulah kuasa Tuhan. Banyak yang bilang jika jiwa orang koma bisa berkeliaran seperti orang normal," lanjut sang dokter. Menghela napas, kemudian melanjutkan,

"Tapi yang pasti, orang yang koma masih bisa mendengar ucapan yang Anda bisikan untuknya. Mereka juga tak jarang meresponnya dengan menggerakkan jemari atau matanya walau terpejam,"

Nyonya Qian menghela napas, "Lalu apa yang harus saya lakukan? Saya bahkan tidak bisa berkomunikasi dengannya,"

"Anda bisa menyewa seorang penerjemah atau saya mengizinkan perawat tadi untuk membantu Anda sepenuhnya," jawab sang dokter bijak

Nyonya Qian bangkit, ia membungkuk serta mengucapkan terima kasih pada sang dokter sebelum akhirnya meninggalkan ruangan itu.

.

.

"Ah,halo Nyonya" sapa perawat itu sambil membungkuk. Qian merespon dengan tersenyum.

"Eum, begini Nyonya, jika diperbolehkan, saya ingin membawa Nona Luhan ke kantin. Sedaritadi ia mengeluh kelaparan dan memaksa ingin kesana," jelas perawat ber-name tag Wei Fei dengan tertunduk, takut-takut dengan respon dari ibu sang pasien.

"Apa dokter sudah memperbolehkannya makan?" Tanya Qian ramah

"Ya Nyonya. Selama makanan itu lembut, dokter kepala memperbolehkannya," jawabnya. Ia mendongakan wajahnya dan balas tersenyum

"Baiklah, tapi jangan lama-lama. Gadis itu benar-benar nakal" ucap Qian disertai kekehan diakhir.

.

.

"Nona Lu Han!" teriak Wei Fei setelah mendapati sang pasien mencoba bangkit dari kursi roda.

"Kaki Nona belum cukup kuat untuk menopang tubuh Nona. Jadi, jangan sekali-kali mencoba berdiri!" perintah Wei Fei yang hanya direspon gerutuan Lu Han.

Wei Fei lalu memberikan pudding vanilla pada si gadis rusa. Ia memakannya dengan lahap, sampai sebelum sesosok pria jangkung melintas di depannya.

"Sehun!" seru Luhan dengan mulut yang belepotan. Ia tersedak setelahnya.

Yang dipanggil tidak menoleh, justru wanita yang dibelakangnya lah yang mencari-cari.

"Di uhuk sini!" masih tersedak, ia kembali berseru. Tangan kanannya bahkan melambai-lambai di udara.

"Wei Fei eonni, antarkan aku ke sana" rengek Lu Han sambil menunjuk-nunjuk ke arah Sehun dan sang eomma.

Anak ini benar-benar seperti bukan habis koma.

"Anyeong Sehun!" sapanya girang sambil melambaikan kedua tangannya. Oh, lupakan soal pudding ditangannya yang sedaritadi sudah ia jatuhkan entah dimana.

"Kau siapa?" Tanya Sehun datar ditambah dengan tatapan dinginnya yang menusuk.

"Kau lupa? Aku Lu Han! Kekasihmu. Ke-ka-sih-mu," ucap Luhan kesal. Ia bahkan sampai mengeja dan menekankan kata kekasihmu.

Kedua wanita yang berdiri disana shock. Terlebih ibu Sehun yang tak tahu-menahu tentang gadis mungil yang terduduk di kursi roda itu.

.

.

.

TBC / END

Masih mau lanjutkah? Atau stop saja sampai di sini?

Well, sebenernya ini ide muncul setelah nonton salah satu acara berbau agama di tv yang lagi bahas orang koma, walau agak menyinggung tentang kiamat sama kematian. Oke. Itu dua hal terakhir yang saya hindarin kalo nonton acara itu, bcoz for me, it's a bit.. serem/? Ya walaupun manusia pasti dihadapin sama keduanya nanti.

Oke, gamau kebanyakan cing cong/? Kritik dan saran kalian ditunggu~