Sudah beberapa hari ini ia selalu menempuh perjalanan yang cukup jauh dari rumahnya. Tidak begitu jauh juga sih. Hanya selisih 5 menit dari jalan terdekat yang biasanya ia lewati.

Alasan kenapa ia selalu melewati jalan itu adalah karena sebuah toko kecil yang berada di tepi jalan. Sebuah toko yang menjual barang oleh-oleh khas daerahnya. Ia selalu mampir ke sana setiap pulang sekolah hanya untuk membeli makanan atau barang kecil yang sebenarnya tidaklah terlalu dibutuhkan.

"Selamat datang di toko kami."

Kali ini ia datang lagi. Ia yang baru masuk sudah disambut dengan senyuman manis dari penjaga toko itu. Itu lah yang sangat ia tunggu. Senyuman yang mampu membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

"Kau tak bosan dengan kedatanganku?" tanyanya pada pemuda penjaga toko itu.

"Untuk apa bosan? Bukankah bagus kau datang ke sini setiap hari untuk membeli produk dari tokoku? Kkkk" Pemuda itu tertawa kecil.

Ia yang melihat pemandangan yang manis secara live itu merasa bahwa sekarang wajahnya memanas. Bahkan ia sampai harus mengalihkan wajahnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Si pemuda manis itu keluar dari tempatnya menjaga kasir. Ia menghampirinya yang sedang diam di tempat, meneliti keadaan toko. Pemuda manis itu sedikit paham, mungkin dia berpikir barang apa lagi yang akan dibeli dengan harga yang pas dengan kantong seorang siswa SMA.

"Sepertinya kau kebingungan ya mau beli apa untuk hari ini, kkkkk."

"Y-ya begitulah." Ia menjadi gugup seketika saat mengetahui jarak antara dirinya dengan dia bisa sedekat ini.

Song Mino. Pemuda berkulit tan itu memang terlihat seperti seseorang yang tidaklah polos dalam percintaan. Justru ia kelihatan seperti 'dewa'nya percintaan di saat teman-temannya pergaulan curhat tentang pacar mereka. Ia mampu memberi solusi atau wejangan yang bisa menghibur mereka.

Namun sesungguhnya ia sangat berbanding terbalik dengan image nya yang sudah dikenal banyak orang. Ia bisa begitu karena kakaknya yang suka curhat. Selain itu juga karena setiap bosan di rumah, ia suka iseng membaca buku berjenis romansa. Kalau ditanya apakah ia sudah pernah pacaran apa belum, tentu saja belum. Ia suka berpikir, memangnya siapa yang mau sama dia.

Jadi wajar saja jika saat ia yang terkena prakteknya, ia malah seperti orang yang tak mengerti apa-apa selain malu dan deg-degan.

"Ah, aku baru ingat. Ada stok barang kecil yang masuk tadi pagi. Mau melihatnya?" tawarnya. Ternyata tadi ia membantu Mino mencari barang. Namun tidak ia temukan yang pas.

"Boleh."

"Kau tunggu saja ya di sini," pesannya. Mino mengangguk menuruti.

Ia memang disuruh menunggu di tempat tadi. Namun ujung-ujungnya ia menelusuri rak-rak toko dan berujung di rak yang berada di dekat gudang penyimpanan barang.

BRAK

Itu adalah suara barang yang jatuh berserakan. Mino sigap menuju ke gudang, dimana ia merasa sangat yakin bahwa bunyi barang-barang yang jatuh itu berasal dari gudang.

"Kau tak apa-apa?" paniknya.

"U-uh, aku gak apa-apa."

Belum lagi pemuda itu selesai membereskan kalimatnya, Mino sudah berjongkok memunguti barang-barang yang jatuh dari kotak asalnya.

"Eh, jangan! Biar aku saja yang beresinnya."

Ia berusaha membantu Mino. Namun sayangnya ia malah oleng. Kepalanya terasa pusing karena tertimpa kotak barang yang jatuh dan mengenai kepalanya.

"Diam saja. Biar aku yang beresinnya," ucap Mino. Ia pun menurut saja.

Setelah semuanya selesai, Mino pun menghampirinya. Ia berjongkok di depan penjaga toko itu.

"Apa masih sakit?"

Ia tersenyum."Maaf. Melihat semua barang yang sudah dibereskan olehmu, membuatku tidak merasakan sakit lagi, kkkkk."

"Maaf. Harusnya aku tadi menolongmu dulu. Bukan membereskan barang-barang itu."

Ternyata Mino menganggap ucapannya sebagai sindiran. Tentu saja ia merasa tidak enak dengan pelanggannya itu.

"G-gak, kok! Yang jatuh itu jauh lebih penting. Soalnya itu yang akan aku tawarkan kepadamu, hehe."

"Eum ngomong-ngomong, namaku Jinwoo. Kau?"

"Song Mino."

"Ah, Mino. Aku harus berterimakasih kepadamu dengan apa?" tanya Jinwoo. Mino mengangkat alisnya heran.

"Well, anggap saja sebagai bayaran telah membantuku."

Mino berpikir. Awalnya ia bingung harus meresponnya bagaimana. Namun akhirnya ia menemukan kesempatan yang bagus.

"Tapi, kau jangan menolak apa yang aku pinta. Janji?" tanya Mino yang tidak menginginkan sebuah penolakan.

Jinwoo pun mengangguk dengan cepat. Sungguh terlihat menggemaskan.

"Berkencanlah denganku besok."

Jinwoo mengedipkan matanya. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Kau serius?"

"Ya. Memangnya apa tujuanku kesini kalau bukan untuk...melihatmu?"

Suara Mino memelan. Jinwoo menatapnya tak percaya. Itu artinya selama ini Mino datang membeli barang karena ada dirinya?

"Aku ini sejenis denganmu dan aku ini lebih tua darimu. Apa kau yakin?" tanya Jinwoo ragu.

"Coba lihat wajahku."

Jinwoo pun menuruti apa kata Mino. Ia menatap wajah laki-laki di depannya. Belum genap semenit, ia sudah merasa pipinya memerah.

"Umurku..."

"Aku tidak butuh umurmu. Yang aku butuh kau mau berkencan denganku."

Ini adalah kisah asmara pertamanya yang akan ia mulai. Sehingga ia benar-benar tidak ingin menerima penolakan dari Jinwoo.

"Besok jam 5 sore aku jemput disini. Kalau kau gak datang, aku akan tetap menunggu disini."

Mino pun beranjak pergi dari sana. Bodohnya ia tidak membantu Jinwoo berdiri dulu. Ia masih gugup, jadi tak sadar dengan apa yang dilakukannya. Di dalam hati ia pun terus merutuki dirinya, betapa memalukannya ia di hadapan Jinwoo.

"MINO! YAK SONG MINO!"

Suara teriakan itu mengalihkan perhatian dari semua orang yang melewati tokonya. Termasuk Mino yang belum terlalu jauh pergi dari toko milik Jinwoo. Ternyata Jinwoo menyusulnya.

"APA?"

Jinwoo menunjukkan gantungan kunci yang mungkin saja akan dibeli Mino sebelum insiden di gudang itu.

Mino yang melihatnya merasa yakin bahwa gantungan itu ditujukan untuknya sebagai 'pembayaran'.

"AKU MENOLAKNYA. AKU CUMAN BUTUH BERKENCAN DENGANMU!"

Mino tidak sadar dengan apa yang ia lakukan. Berteriak di depan umum dan menjadi pusat perhatian.

'Ya Tuhan! Aku malu!' batin Mino. Ia langsung memutar badannya lalu berlari menjauh.

Bagaimana dengan Jinwoo? Tentu saja setelah menjadi pusat perhatian ia masuk ke tokonya kembali, membawa warna merah padam pada wajahnya.

"Dia itu...benar-benar membuatku malu,"gumamnya sambil melihat gantungan kunci yang sebenarnya memang ia niatkan untuk diberi kepada Mino yang telah menjadikan dirinya merasa seperti dikagumi. Kurang lebih sebagai tanda terimakasih juga, yang tentunya dalam hal berbeda.