warning: OOC, absurd, tidak akurat
disclaimer: steins; gate bukanlah milik saya dan saya menulis ini tanpa mengambil keuntungan material.
catatan: sori ini efek dari menangis dari episode 12 sampai terakhir thanks to mayuri, okabe, kurisu so idk tidak akurat.


Kurisu masih terjaga sementara Daru tertidur dengan kaus bergambar Feyris, di mejanya ada sebotol soda dan Okabe terkapar di sofa, lengan kanan menutupi kedua matanya dan jas labnya dijadikan selimut. Kurisu mengerjapkan mata sejenak, memandang dua pria mesum yang bekerja sama dengannya sebelum menghela napas dan mengulurkan tangannya untuk mengambil piring-piring kotor, lalu meletakkannya di wastafel.

Ia takkan mencuci seluruh piring kotor itu; itu adalah tugas pria-pria mesum mengingat hanya mereka yang menyantap makan malam – ia datang setengah jam setelah Okabe dan Daru menyelesaikan sesi makan malamnya.

Kurisu melepas jas labnya dan memakai jaket kesayangannya. Ia menyampirkan rambutnya ke belakang jaket, lalu mematikan lampu. Cahaya bulan menyelusup melalui celah tirai, merangkak dan menari di atas lantai kayu. Ia melihat sedikit cahaya menimpa rambut Daru dan lengan Okabe, lalu mempertanyakan apakah semua mengenai waktu dan garis dunia benar terjadi.

Ia menunda rencananya untuk pulang ke hotel sekarang. Ia malah duduk di depan sofa dengan lutut tertekuk dan kedua lengan menyentuh jari-jari kakinya. Ia menghitung setiap kerutan di kakinya yang bisa ia lihat dengan bantuan bulan sambil mengingat seluruh wajah Okabe setelah melompati waktu: matanya terlihat penuh beban dan wajahnya terlihat menua; jiwanya dirantai untuk melihat semua tragedi itu.

Ia tak mengerti bagaimana bisa ada manusia di dunia ini harus menderita dengan cara seperti itu.

Kurisu memutar tubuhnya, berlutut di samping sofa. Jari-jarinya yang panjang dan langsing dengan hati-hati memainkan helai-helai rambut Okabe yang pendek itu. Seperti melarikan tubuhmu melewati padang bunga matahari. Kurisu membiarkan bibirnya mengulas senyum lebar, merasakan sensasi damai bernyanyi di dalam tulangnya sedikit lebih lama dari yang seharusnya, sebelum membisikkan semoga beruntung dengan suara yang begitu lirih.

Ia pun berjalan ke pintu dan menutupnya dengan pelan.


(Okabe menyingkirkan lengan kanannya dari wajahnya, lalu membuka matanya. Ia masih terjaga ketika jari-jari itu memainkan rambutnya begitu lembut.

Ia memandang dua helai rambut merah yang tersampir di bahu kirinya, mengilat di bawah cahaya bulan.

Pada detik itu, ia mempertanyakan apakah ia mulai menyukai gadis tsundere itu dan melupakan seluruh darah yang membingkai tubuh gadis itu berbaur begitu sempurna dengan warna rambutnya.)