Naruto © Masashi Kishimoto

^3^

Warning: Naruto's POV, Out of Characters, Alternative Universe.

^3^

~This Is Real!~

Chapter 1

by: Aoi no Tsuki


TENG... TONG... TENG... TONG...

Bunyi bel di sekolahku telah berdenting. Jam pulang sekolah untuk hari ini. Melelahkan memang tapi itu tak masalah bagiku. Dengan satu gerakan kuraih tas kesayanganku atau lebih tepatnya tas baruku. Saat ini adalah tahun pelajaran baru bagiku. Yah, aku menduduki kelas X dan menginjak masa remaja. Hoho... Setelah posisi tasku benar-benar nyaman pada pundakku, aku pun berjalan ke arah pintu kelas yang letaknya tak jauh dari tempat dudukku. Tapi sebelum aku melakukannya, aku harus mengucapkan salam perpisahan pada seseorang.

"Jaa, Teme!" seruku sambil melambaikan tangan ke arah pemuda yang kupanggil Teme itu.

"Hn, Dobe." jawabnya datar. Itulah dia.

"Jawaban apa itu, hah?" ejekku sambil melipat kedua tanganku di depan dada. Dia hanya menatapku dengan wajah jengkel.

Uchiha Sasuke.

Semua orang mengatakan bahwa dia adalah cowok yang dingin dan sombong tapi bagiku itu kesalahan besar yang mereka ucapkan. Uchiha Sasuke adalah teman pertamaku di sini, di sekolah ini. Beruntung aku bisa mendapatkan kelas yang sama dengannya. Dan hari ini adalah hari ketiga aku bersekolah di Konoha High School. Sekolah yang sudah berdiri selama bertahun-tahun lamanya. Bangunan sekolah ini amatlah besar dan juga luas. Mungkin seluas enam petak sawah atau lebih. Pohon-pohon tua menandakan lamanya bangunan ini berdiri. Tepat di belakangnya terdapat sebuah Hall yang dulunya biasa di gunakan untuk tempat upacara pertemuan. Tapi bangunan itu sekarang digunakan sebagai gudang sekolah. Sayang sekali.

"Hah~" Aku menghela nafas panjang. Siang hari ini terasa sangat panas sekali bagiku. Terik matahari mulai membakar kulitku perlahan-lahan. Tak seperti biasanya suhu panas di kota Konoha ini naik dengan drastisnya. Aku merasa aneh!

"Ukh!" Aku memegangi kepalaku yang mulai berat, mungkin karena sengatan matahari yang terlalu lama di kepalaku. Dengan perlahan aku melangkahkan kedua kakiku menuju ke tempat penyebrangan jalan. Jalan raya di depan sekolah baruku terlihat sangat ramai. Ya, karena ini saat jam pulang sekolah. Aku masih menahan rasa pening yang ada di kepalaku. Dan dengan bodohnya aku berjalan begitu saja di atas zebra cross tanpa menghiraukan kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan.

TINN!!

Suara klakson itu memang sangat memekakkan gendang telingaku. Dan...

BRAKK!

Tubuhku seperti terhempas di atas aspal yang panas, banyak orang-orang yang menghampiriku. Aku merasakan sesuatu yang keluar dari kepalaku. Warna itu merah, merah darah. Aku tak bisa merasakan apapun terutama lengan bagian kananku. Mungkinkah aku? Akh! Pandanganku mulai kabur. Semua mulai terlihat memudar dan pada akhirnya yang kulihat hanyalah kegelapan yang amat suram.

***

"... to... Naruto..." Sayup-sayup aku mendengar suara yang memanggil-manggil namaku. Aku berusaha untuk membuka kedua mataku tapi itu terasa sangat berat. Ada suatu beban hingga mata ini sulit untuk terbuka.

Hangat.

Aku merasakan sesuatu yang hangat menggenggam tanganku. Sebuah tangan yang besar, lebih besar dari telapak tangan milikku. Siapa?

Terang.

Aku mulai melihat seberkas cahaya putih yang muncul. Kepalaku terasa sangat berat dan sedikit sakit karena... kecelakaan yang terjadi. Itu kecerobohanku. Pandanganku mulai terlihat jelas sekarang. Kupandangi ruangan yang kutempati saat ini. Semuanya putih dan sekilas aku mencium bau obat-obatan yang menyengat. Oh! Aku membencinya. Ini bukan kamarku. Ini pasti Rumah Sakit! Aku melihat Ayah dan juga Ibu yang berada di sampingku. Tatapan mereka terlihat sangat khawatir. Aku merasa bersalah sekarang.

"Kau sudah sadar, nak?" seru Ibuku dengan nada penuh kelegaan, dia langsung memeluk tubuhku pelan. Dan itu berlangsung cukup lama.

"Okaa-san..." panggilku pada sosok Ibu yang sekarang sudah melepaskan pelukannya. "Oto-san..." panggilku pada sosok Ayah yang memiliki mata biru sepertiku. Dia hanya tersenyum kemudian mengacak-acak rambut pirang milikku.

"Aw!" ringisku sedikit bergerak, tangan kananku terbalut oleh balutan perban putih begitu juga kepalaku. Tangan kiriku terpasang jarum infus yang menusuk kulitku. Sungguh tak mengenakkan.

"Hati-hati! Lengan kananmu patah, kau tertabrak oleh mobil dan beginilah jadinya." Kali ini Ayahku yang angkat bicara.

"Hehehe... Maaf merepotkan Ayah dan Ibu. Aku yang salah."

"Kau ini bicara apa sih? Kau ini anak kebanggaanku." seru Ayahku lagi dengan sebuah cengiran. Aku pun membalasnya dengan senyuman. Pandanganku mengarah ke pintu kamar rawatku. Seorang nenek tua dengan menggunakan sebuah tongkat tersenyum padaku, wajahnya berkerut dan terlihat sangat pucat. Umurnya mungkin sekitar 60 tahunan, aku tak tahu pasti. Sejenak aku mengamati nenek itu lalu tersenyum ke arahnya sambil menganggukkan kepalaku.

"Kau tersenyum pada siapa, Naruto?" tanya Ibuku dengan wajah yang bingung.

"Ah! Itu nenek yang ada di depan pintu. Ramah, ya?" Ayah dan Ibuku pun melihat ke arah pintu itu bersamaan. Kemudian mereka saling menatap satu sama lain. "Tak ada. Tak ada siapapun. Kau ini kenapa Naruto?"

"Masa' tak melihat sih?" ujarku sedikit aneh. Mata biruku melihat kembali pintu itu. Sosok nenek pucat dengan tongkatnya berjalan perlahan menjauhi ruang inapku.

"Sebaiknya kau banyak istirahat, nak." Raut wajah Ibuku berubah menjadi khawatir lagi. Dia mengelus rambutku lembut.

"Tenang, Okaa-san. Aku tak apa-apa."

KLEK...

"Permisi," Seorang wanita yang memakai jubah putih panjang memasuki ruang inapku dengan diikuti gadis muda berambut hitam sepundak di belakangnya.

"Naruto, ini dokter yang menanganimu. Namanya Tsunade-Sama."

"Hm,"

"Shizune, suntikannya!" seru orang yang bernama Tsunade itu. Suaranya terdengar tegas. Dia bukan sembarang dokter wanita, menurutku.

"Sun-suntikan?" Dengan cepat wajahku berubah panik. "Tidakk!! Aku tidak mau disuntik!"

"Tenang, Naruto. Bukan di kulit tapi di infusnya. Aku Shizune, perawat yang mendampingi Tsunade-Sama."

"Hah... Untung saja." Aku menghela nafas lega. Keberuntungan berada di pihakku.

"Mungkin dia dapat pulang 4-5 hari lagi. Tunggu keadaannya juga."

"Terima kasih banyak, Tsunade-sama." ujar Ibuku pada wanita berambut kuning cerah itu.

"Ya, jangan lupa obat diminum dengan teratur."

"Pasti, Tsunade-Baachan."

"Tak sopan." seru Ibuku lagi. Dengan jubah putih yang berkibar, kedua orang itu pun keluar dari ruang inapku.

***

"Naruto, minum obatmu dulu!" perintah Ibuku yang sekarang tengah menyiapkan obat berbentuk tablet yang berjumlah tiga butir. Aku hanya menatap benda itu dengan tatapan horror. Tablet obat yang besar. Apa aku bisa menelannya?

"Aku benci obat."

"Hilangkan kebencianmu itu! Mau cepat sembuh tidak?"

"Ma-mau, tapi..."

"Sudah diminum saja. Jangan banyak alasan!"

GLEKK!

Tertelan sudah ketiga butir obat itu ke dalam tenggorokanku. Menyedihkan. Serasa tercekik leherku. Jangan melebihkan! Ini hanyalah obat. Hah~

Beberapa menit setelah aku meminum obat yang diberikan Tsunade-Baachan mataku mulai terasa berat lagi. Efek dari obat itu telah beraksi.

"Aduh..." Perlahan aku menutup kedua mataku. "Sosok itu... Siapa?" gumamku. "Nenek yang ta-di..." Kemudian yang terlihat hanyalah hitam dan gelap.

...BERSAMBUNG...


Maaph jika masih ada kesaLahan dan typo daLam fict Tsuki. Mungkin ini masih proLog dikit, hohoho...^^

Sho-ai beLum terLaLu kLiatan atau mungkin kagak ada, ya? *mikir*

…skaLi ripiew tetep ripiew ayo maju kasih ripiew…

Arigatou Gozaimashu

Aoi no Tsuki