Warning(s)!
Shounen-AI, OOC, Alternative Universe, miss typo(s), GAJE, dll.
Rated: T
Genre(s): Friendship/Romance
Pairing: U. Sasuke x U. Naruto
.
NARUTO © Mashashi Kishimoto
.
Itsumo Anata to
by: Hikarii Hana
Special for Fujoshi Independence Day #3
.
Summary: Sekolah baru, kehidupan baru, dan...AKU yang baru SUDAH DIMULAI. Aku tak akan terikat dengan kehidupan lamaku lagi. Aku akan memulainya dari awal lagi. Ya, dari awal.
.
.
Don't Like? Don't Read!
Enjoy!
.
.
Chapter 1
Terlihat seorang remaja pria berambut pirang yang memakai headband yang diikat erat di dahinya berdiri kokoh di depan gerbang sekolah swasta.
[Konoha Senior High School]
Dengan matanya yang beriris sapphire di tatapnya dengan tajam papan sekolah yang terletak di atas gerbang sekolah tersebut. Tak dipedulikannya angin yang menerpanya sehingga membuat rambut, ekor headband, serta ujung jubahnya yang berterbangan tak karuan.
'Sekolah ini...akan menjadi awal dari semuanya,' batin remaja pirang tersebut. Ia menggenggam tas yang ditenteng di bahunya.
"Ya! Semuanya akan kumulai dari awal... Di sini," ucapnya tegas, lalu ia pun memasuki sekolah swasta tersebut dengan mantap.
.
~o0o~
.
Naruto POV
'Gila! Luas banget sih,' batinku kesal.
Saat ini, dalam waktu lebih dari 10 menit, aku berjalan menelurusi koridor-koridor di sekolah tempatku akan belajar selama 3 tahun ke depan ini. Ck. Kalau bukan karena wanita tua menyebalkan itu aku tak akan bersekolah di tempat 'mengenaskan' ini.
Kulihat setiap ruangan yang ada mencari sebuah ruangan yang kiranya merupakan ruangan tempat di mana kepala sekolah yang nyebelin ini berada.
'Nyebelin'? Hei! Jangan bilang aku cuma asal ngomong, ya. Kepsek tersebut memang nyebelin banget! Aku tahu seluk-beluknya sebab ia—
Seketika langkahku langsung terhenti saat mataku menangkap sebuah ruangan bertuliskan Headmaster's Room.
'Oke! Akhirnya.. Ck.'
Tanpa basa-basi seperti mengetok pintu terlebih dahulu, aku memasuki ruangan itu dengan kasar.
Braak!
"NENEK! DI MANA—"
JDUAKK!
"Auch! Hei!" protesku pada wanita bangkotan dengan wajah menipu di hadapanku ini. Aku mengelus-elus dahiku yang diselimuti oleh headband kesayanganku yang bergambar 'spiral' di tengahnya, sebab orang tua satu ini melemparku dengan pena miliknya.
Lebay?
Tidak, tidak, aku tak lebay, tentu saja. Nenek tua ini saja yang tidak 'normal'! Entah apa yang membuatnya mempunyai kekuatan yang SANGAT berlebih dengan wajah yang AWET MUDA!
Ck. Aku pun masih tak percaya jika diumur 50 tahun lebih, ia masih berwajah seperti wanita cantik yang sering kulihat di majalah-majalah.
"Naruto! Berapa kali kubilang padamu! 'Bersikaplah sopan pada Nenekmu sendiri'! Apalagi Nenekmu ini juga kepala sekolah sekaligus pemilik sekolah ini!" bentak wanita tua tersebut kepadamu. "Dan ingat! Di sini, kau memanggilku 'Nona'!" jawabnya.
"Cih! Apanya yang 'nona'," desisku. Aku tahu, ia mendengarnya dari aura menyeramkan yang keluar dari tubuhnya. Tapi, aku tak peduli. Toh, aku tak 'memancing'-nya lebih seperti biasanya.
Dan... Oke! Wanita tua bangkotan 'penipu' ini memang Nenekku, ibu dari pa—almarhumah papaku. Namanya adalah Namikaze Tsunade.
"Ck, Naruto. Bisakah kau bersikap seperti dulu saja. Aku tak suka dengan sikapmu yang sekarang, boy. Kau terlalu memaksakan diri," ucap wa—oke! aku akan lebih sopan— Nenek Tsunade tiba-tiba. Ia menatapku dengan tatapan berharap?
Aku menatapnya kembali, datar. "Tidak," jawabku dengan gelengan kecil. "Nek, aku tahu kau sangat tahu dan sangat mengerti kenapa aku bisa jadi seperti ini. Dan, kuharap Nenek pun menerima itu," kataku dengan tatapan tajam kepada Nenek Tsunade.
Nenek membalas tatapanku. "Tapi, menurutku ini percuma, boy. Kau hanya lari. Kau tak bisa berevolusi apabila kau tak mampu menerima dirimu sendiri, boy," jelas Nenek Tsunade.
Aku memutar kedua bola mata sapphire-ku malas. "Diamlah, Nek. Aku tidak mau berdebat lagi sekarang. Bukannya kita sudah membahasnya dari beberapa bulan yang lalu? Ck, katakan saja kelasku!" ujarku pada Nenek Tsunade dengan ketus.
"HEI! Nami—"
"Uzumaki."
"Eh?"
"Uzumaki. Uzumaki Naruto, Nek! 'Namikaze Naruto' telah mati!" bentakku pada Nenek Tsunade. Kulihat Nenek Tsunade terbelalak kaget melihat tingkahku.
"Ck! Katakan saja di mana kelasku!" perintahku. Nenek Tsunade semakin menatapku tak percaya.
Tapi, aku tak peduli. Aku hanya menatap Nenek Tsunade tajam, menunggu jawaban darinya.
"Haa..." Nenek Tsunade menghela nafasnya. "Kelas X E. Aku akan mengantarkanmu ke sana," ucap Nenek Tsunade akhirnya. Ia berjalan melewatiku dan keluar dari ruangannya, diikuti oleh diriku yang berjalan ke arahnya.
Tapi, saat Nenek melewatiku tadi, ia sempat mengacak-acak rambut pirangku sambil berkata, "Aku harap kau tak melakukan hal yang salah, boy." Entah apa maksudnya, aku tak mau ambil pusing.
.
~o0o~
.
Normal POV
"Nah, anak-anak, setelah praktek kemarin. Jadi, kita menemukan kesimpulan bahwa untuk mengerjakan soal ini, kita dapat menggunakan rum—"
Tok! Tok! Tok!
"Hm..silahkan," jawab pria bermasker dengan rambut silver tersebut kepada orang yang telah mengetuk pintu kelasnya dan sukses mengganggu jam pelajarannya.
Greekk!
"Maaf mengganggu, Kakashi," kata seorang wanita berambut pirang yang dikucir dua ke bawah yang terkesan elegan. Ia adalah si pengetuk tadi sekaligus pemilik serta kepala sekolah Konoha Senior High School, Namikaze Tsunade.
"Iya, Nona Tsunade," kata pria bermasker bernama Hatake Kakashi itu. Buku orange yang dipastikan BUKAN buku pelajaran yang sedari tadi bertengger di tangannya langsung dimasukan ke kantung celana bagian belakangnya.
"Bisa keluar sebentar?" tanya Nona Tsunade. Kakashi mengangguk dan langsung keluar dari kelasnya.
Sepeninggalan Kakashi, kelas X E yang tadi diam langsung saja gaduh seketika. Bisik-bisik serta gerakan-gerakan yang sedari tadi mereka tahan untuk fokus ke pelajaran matematika yang sungguh menyebalkan.
Tapi, hal itu tak berlangsung lama sebab Kakashi langsung masuk kembali ke kelasnya.
Ia mengeluarkan buku orange berjudul 'Icha-Icha Tactis' yang sangat mencurigakan itu lagi, membukanya di halaman tertentu. "Diam semuanya. Kembali fokus," kata Kakashi tanpa melihat murid-muridnya, matanya terus tertuju ke buku mencurigakan di tangannya.
Setelah dirasa semua murid kembali fokus ke dirinya, Kakashi pun berkata, "Eherm... Hari ini, di kelas kita, ada murid baru, pindahan dari Oto Senior High School."
Segera saja, kelas yang semula diam kembali ribut tak karuan. Pertanyaan-pertanyaan tak jelas pun mengalun ke udara, seakan merupakan sambutan awal sang murid baru.
Kakashi hanya tersenyum tipis di balik maskernya (?). "Sudahlah. Silahkan, boy," ucap Kakashi sambil menengok sekilas ke arah pintu kelas yang masih terbuka.
Hening.
Tiba-tiba, dari pintu kelas tersebut, masuklah seorang remaja pria berambut pirang jabrik dengan headband hitam berekor panjang yang terikat erat di keningnya. Tak lupa juga dengan jubah hitam menjuntai seketiak kaki yang dipakainya. Hal itu tambah membuat kesan 'tampan dan —sedikit—sangar' pada remaja berkulit tan eksotis tersebut.
"Silahkan kenalkan dirimu, boy," ujar Kakashi tetap fokus pada 'ritual'-nya.
Naruto mengangguk dengan cengiran khas-nya. Lalu, ia menulis sesuatu di papan tulis.
Sret! Sret! Sret! Sret! Sret!
Braaakkk!
Terkejut? Itu sudah pasti.
Separoh warga kelas tersebut hampir copot jantungnya ketika mendengar suara gebrakan papan tulis yang tak terduga dari sang murid baru.
"Uzumaki Naruto! Orang yang akan menjadi pemimpin negara kotor ini suatu saat nanti! Ingat itu baik-baik!" ucapnya dengan cengiran sinis sambil menunjuk dirinya sendiri, bangga.
Tak dipedulikannya berbagai macam tatapan yang ditujukan kepadanya. Ia tetap berdiri kokoh di depan kelas tersebut.
Kakashi lalu membuka lagi suaranya. "Yak! Ada yang ingin ditanyakan pada Uzumaki," ucapnya.
Hening.
Namun, tiba-tiba, seorang gadis cantik berambut merah berkacamata mengangkat tangannya. "Ya? Silahkan," respon Kakashi.
"Naruto, namaku Karin. Oke! Nggak perlu basa-basi, aku cuma mau tanya. Di sini, kau bayar sendiri atau mendapat beasiswa?" tanya Karin.
Naruto yang mendengarnya, memutarkan kedua bola mata sapphire-nya malas. Cengiran sinisnya semakin berkembang. "Memangnya kenapa?" tanya Naruto.
Karin menggidikan bahunya. "Kau tahu? Di sini sekolah elite, mayoritas orang berkelas. Tentu saja, jika kau murid beasiswa menjijikan seperti dia...," tunjuk Karin pada seorang remaja pria bersurai raven yang melawan gravitasi, ia hanya memandang datar ke depan. "...Jangan harap aku mau berhubungan denganmu," lanjut Karin dengan tersenyum manis.
Remaja bermata onyx yang ditunjuk Karin tadi walau memberi kesan tak peduli, tapi ia tetap tersenyum geli. 'Dasar murahan,' batin remaja pria tersebut.
Naruto mendengus. "Heh! Jangan geer, wanita jalang! Jangankan berhubungan, menatapmu saja aku tak sudi!" jawab Naruto sarkatis. Eum... SANGAT sarkatis.
Hening. Warga kelas langsung terbelalak kaget atas perkataan Naruto. Berbagai macam ekspresi mewarnai kelas tersebut. Mereka tahu, memang kata-kata Karin itu menyebalkan, tetapi mereka juga tahu seharusnya Naruto sebagai seorang gentle man tidak berkata seperti itu.
Karin yang mendengar itu, hendak melabrak Naruto yang lancang tersebut. Tapi, tak perlu repot-repot, Kakashi telah mengintrupsi Naruto terlebih dahulu.
"Uzumaki, jaga bicaramu. Ini masih jam belajar," tegur Kakashi.
"Jaga bicara? Heh!" desis Naruto sinis. Tapi, Kakashi tak memedulikannya, Karin pun cuma bisa menatapnya tajam.
"Ada yang lain?" tanya Kakashi lagi.
Kelas yang semula hening atas perkataan Naruto langsung berjalan lancar lagi.
Berbagai macam pertanyaan pun terlontar dari siswa-siswi kelas X E dengan tujuan untuk lebih mengenal bocah Uzumaki tersebut.
Naruto pun hanya menjawab mereka seadanya dengan nada sombong. Terkadang, apabila pertanyaan yang dilontarkan terlalu privasi, ia akan menjawabnya dengan sarkatis.
Hal ini, membuat ia mendapat kesan 'sombong' dan 'preman' dari murid-murid X E, termasuk Kakashi, wali kelas kelas tersebut.
Tapi, ada pertanyaan dari salah satu murid yang membuat bingung murid-murid X E.
Bukan-bukan. Bukan, karena pertanyaannya itu susah atau tak masuk akal. Bukan juga karena si penanya memberi pertanyaan dengan kalimat yang sulit dimengerti. Tapi, karena...
...reaksi sang bocah Uzumaki saat pertanyaan itu dilontarkan.
"Naruto, aku Sai," kata remaja bersurai hitam dengan senyumnya yang erm...palsu?
"Aku hanya bingung, kenapa kau memilih pindah sekolah dari Oto Senior High School yang berada di pinggir kota ke sini?" tanya Sai masih dengan senyumannya. "Apalagi masih awal semester begini? Apa karena pekerjaan orang tuamu?" lanjut Sai.
Naruto yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sai tersebut langsung menegang. Tubuhnya bergemetar. Matanya terbelalak dan tak fokus. Naruto pun dengan perlahan memegang kepalanya dengan kedua tangannya.
Melihat perubahan dari Naruto yang berkesan sombong dan preman itu menjadi seperti ini. Tentu membuat warga kelas menatapnya bingung—dan khawatir—.
Naruto, mulai saat ini kita berteman, oke!
Hei, Naru! Tolong kerjakan tugas musim panas kami dong~ Kita kan teman~
Namikaze! Di mana tugasmu, hah! Benar-benar! Dasar anak yatim!
Naruto, ayo traktirin kami coklat itu~ kami temanmu kan?
Dasar pencuri cilik! Masih kecil sudah mencuri, besar jadi apa, hah! Orang tuamu pasti juga orang nggak benar!
Naruto! Dasar Bodoh! Pelit amat sih jadi orang! Sudah! Kami tak mau lagi berteman denganmu! Dasar anak pelacur!
Naruto bodoh...
Anak hina...
Anak yatim nggak berguna...
Anak pelacur sialan...
Naruto... Naruto... Naruto... Naruto...
BRAKKK!
"BERHENTI!" teriak Naruto sambil menggebrak meja di depannya yang merupakan milik seorang murid bertato segitiga terbalik di kedua sisi wajahnya.
Seluruh warga X E langsung panik seketika, melihat Naruto seperti orang kesetanan. Sai yang bertanya pun langsung menghilangkan senyuman palsu yang menyebalkan miliknya.
Kakashi menghampiri Naruto. "Ada a—"
"JANGAN SENTUH!"
SET! GREKKK! BRAAKK!
Naruto pun langsung keluar dan berlari keluar dari kelasnya. Tak memedulikan teriakan Kakashi yang memanggilnya untuk kembali.
"Uzumaki Naruto? Hm..." gumam sang murid beasiswa satu-satunya di kelas tersebut.
.
~oOo~
.
Naruto POV
Sudah seminggu berlalu sejak kejadian hari pertama yang membuatku harus membolos dan tiduran di rumah sendiri. Ukh. Oke, lupakan Naruto soal pertanyaan sialan dari teman sekelas menyebalkanmu yang suka tersenyum palsu itu. Bisa-bisa kau kembali tidur tak berdaya di kamar, huh!
Jam istirahat ini, sebenarnya aku ingin menyendiri saja di atap sekolah untuk menikmati angin sepoi-sepoi atau di taman belakang sekolah untuk menikmati pemandangan alam.
Tapi, rencanaku itu berubah 360°. Ini disebabkan oleh perut sialanku yang nggak bisa diajak kompromi! Cih! Main lapar-lapar aja! Nurut dikit napa sama aku yang punya nih perut, huh!
Maka dari itu, di sinilah aku sekarang… Kantin yang menyesakkan!
Nggak kupedulikan tatapan-tatapan siswa-siswi di kantin yang berbagai macam itu. Mau sinis, mau dendam, mau bingung, mau takut, mau kagum— Oke! Coret yang terakhir. Aku sangat nggak peduli.
Dengan enjoy-nya aku jalan sampai ke dinding tempat yang menghubungkan siswa-siswi dengan koki-koki di kantin. Oke, mungkin kantin sekolah ini sangat 'susah' untuk disebut 'kantin'.
"Kak Ayame~" panggilku kepada kakak yang merupakan anak dari koki favoritku di kantin ini.
Langsung saja, kak Ayame menghampiriku. Ia menundukan kepalanya dan menatapku dari balik 'lubang' yang membatasi kami.
"Ramen miso jumbo sama jus jeruk?" tanya Kak Ayame dengan senyumannya. Aku pun hanya mengangguk kecil dengan cengiran tulusku.
"Oke, tunggu sebentar ya," kata Kak Ayame yang dibalas anggukan olehku.
Oke! Aku tahu sikapku ini memang aneh. Kenapa coba aku malah menjadi diriku yang ramah dan terus cengar-cengir di hadapan Kak Ayame? Apa aku menyukai Kak Ayame?
'HAH? Bego! Bego! Tolol! Pikiran macam apa itu, Naruto! Nggak mungkin kau menyukai wanita yang sudah kau anggap kakakmu sendiri kan? Hei! Dia itu kakakmu yang selalu menjagamu sejak kecil bila Nenek tak di rumah!' pikirku sambil memukul-mukul kepalaku pelan.
Kriingg!
"Eh?"
"Naru, jangan bengong aja. Ini pesananmu," kata Kak Ayame. Aku yang tersadar dari lamunan bodoh sejenakku, langsung mengambil nampan yang berisi pesananku dan berniat pergi setelah mengucapkan, "Terima kasih."
Set!
"Eh? Apa, Kak?" tanyaku bingung ketika Kak Ayame menarik jubah hitam yang selalu kupakai.
"Naruto..." ucap Kak Ayame sambil menggosok-gosokan jari jempol dan jari tengah tangan kanannya.
Mengerti maksudnya, aku langsung nyengir lima jari. Kulepaskan tangan Kak Ayame yang memegang jubahku. "Kak, nanti minta bayarannya ke Nenek aja, ya. Uang saku mingguanku habis, hehehe," jawabku takut-takut sambil cengengesan.
Oke! Aku OOC dari karakter yang kubuat di sekolah! Tapi, nggak apa-apa. Jika ada yang berani mengejekku karena aku takut sama Kak Ayame, aku bunuh dia! Huh!
Kak Ayame tersenyum mengerikan. "Ayah... Naruto, nggak membayar lagi," panggil Kak Ayame pada ayahnya, Paman Teuchi yang sudah kuanggap 'ayah'-ku sendiri.
"NARUTO!"
'Oke! Waktunya aku menjauh dari dinding ini!' batinku sambil berlari ke meja paling jauh dari dinding, tempat siswa-siswi tersebut memesan makanan.
Aku pun mendudukan diriku setelah mendapatkan meja kosong. Nggak kupedulikan para siswa yang duduk di situ tadi langsung beranjak pergi. Takut denganku kali? Hahaha...
Kulirik dinding tempat siswa-siswi memesan makanan. Aku pun sempat bergidik ngeri saat kulihat kepalan tangan Kak Ayame yang diacungkan sambil melihat ke arahku. Tapi, tak usah dipikirkanlah. Nikmati saja dulu ramen yang sedari tadi memintaku untuk memakannya, hehe...
Kuambil sumpit di samping mangkok ramenku, lalu kupatahkan sumpit yang menjadi satu itu sehingga kembali menjadi dua. "Selamat makan~" kataku sambil menyatukan kedua tanganku yang memegang sumpit.
Dengan khidmat, kunikmati ramen miso yang membuatku bergairah ini.
Namun,belum sampai lima menit aku menikmati ramen yang mengguggah selera makan-ku ini. Tiba-tiba, kudengar seseorang memanggil namaku.
"Uzumaki Naruto?" panggil—err…terlalu maksa deh, maksudku tanya orang itu padaku.
Kulirik dia sekilas, lalu kembali menikmati ramen ini tanpa menjawab sama sekali pertanyaannya yang nggak penting itu. Hei! Masa dia nggak tahu aku? Na—maksudku Uzumaki Naruto yang keren bin hebat ini? Heeelllo? Ke mana aja ni orang?
Kudengar orang itu menghela nafas. "Langsung saja. Aku Hyuuga Neji, ketua OSIS di sekolah ini. Dan aku repot-repot datang menghampirimu, hanya ingin mengurus tentang ekskul-mu," jelasnya.
'Ekskul? Aih~ malas banget~' batinku lemas. Aku pun berusaha secuek mungkin agar orang satu ini pergi dari hadapanku.
"Slurrp! Slurrpp! Slurrpp!"
Kulirik si Neji itu memutarkan kedua bola matanya. "Hei, Uzumaki. Aku nggak peduli jika kau nggak berniat untuk mengikuti ekskul. Tapi, kau WAJIB untuk memilihnya. Dan sebaiknya kau cepat memilih, karena…" Ketua OSIS yang kayak cewek itu menghela nafas sejenak, "Aku nggak mau Nona Tsunade harus bertindak," ucap Neji.
"Sluurrrp! Sluurrpp! Ah~~ Enak~~~" riangku. Aih~ Dasar Ketua OSIS semua sekolah sama aja! Gini ngancam, Gitu ngancam…nyebelin banget! Huh! Emangnya aku takut apa 'ma ancamannya? Ancaman nggak mutu. 'aku nggak mau Nona Tsunade harus bertindak'? Hahahaha…. Lucu, lucu…aku nggak takut tuh ma Ne—
'Tunggu! Ini ada yang salah nih.' Aku yang hendak berjalan ke tempat nampan kosong ini diletakan langsung membeku seketika.
'…Aku nggak mau Nona Tsunade harus bertindak.'
'…Aku nggak mau Nona Tsunade harus bertindak.'
'Aku nggak mau Nona Tsunade harus bertindak.'
'…Nona Tsunade.'
'…Nona Tsunade.'
'Tsuna—'
"NENEK!" teriakku nggak jelas, setelah mengerti siapa 'Nona Tsunade' itu… Duh! Begonya~
Aku langsung menatap Hyuuga Neji yang berdiri pas di sampingku. Nggak peduli ma tatapan anak-anak dan tatapan ketua OSIS satu ini, aku langsung aja ngomong ke dia, "Oke! Oke! Tapi, maaf… bisa aku tahu apa aja ekskul-nya?" tanyaku ramah, tanpa sadar.
Neji memincingkan matanya padaku. Namun, itu cuma sedetik karena ia langsung mengangguk kecil dan menjawab, "Ya, sudah. Pulang sekolah, aku akan mengantarmu berkeliling untuk melihat ekskul yang ada. Kebetulan hari ini semua ekskul diadakankan bersamaan," kata Neji.
Aku hanya mengangguk dan berjalan tergesa-gesa untuk meletakan nampan kosong ini. 'Untung aku sadar siapa itu 'Nona Tsunade'…Ih~ kalo nggak, bisa mati muda aku~' batinku ngeri.
Dan tanpa aku sadari, ternyata ada seseorang yang memperhatikanku sedari tadi.
.
~oOo~
.
Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Aku yang baru keluar kelas dengan yah~ seperti biasa gaya sengakku, langsung mengikuti pemuda berambut coklat panjang dengan mata yang nggak…err…berpupil? Yah, begitulah ciri-cirinya. Dia adalah si Ketua OSIS yang menghampiriku tadi di kantin pas istirahat kedua, Kak Neji—yang baru kuketahui kakak kelasku— untuk merealisasikan pembicaraan kami tadi.
Nah, jadi di sinilah aku sekarang. Tempat pertama yang kami tuju….
AULA FUTSAL.
Aih~ malas sebenarnya, mauku sih langsung pulang tapi apa boleh buat deh, daripada bermasalah sama Nenek? Huh!
Aku masih ingat kejadian waktu aku masih SMP. Waktu itu aku sedang liburan musim panas ke kota ini dan menginap di rumah Nenek Tsunade bersama almarhum kedua orang tuaku. Dalam ingatanku masih tergambar jelas sekali, kejadian pertama kali aku berurusan dengan Nenek Tsunade. Ih~
Ceritanya aku disuruh Nenek untuk pergi ke minimarket untuk membeli bahan-bahan masakan. Waktu itu, aku lagi sibuk main PlayStation milikku, dan tanpa aku sadari aku menolak sambil ngomong, "Beli aja sendiri, apa susahnya sih? Nenek punya kaki'kan? Tanggung nih… entar lagi tamat."
Oke! Itu adalah kesalahan terbesar pertama yang kulakukan! Dan, aku yakin kalian tidak mau mendengar nasibku selanjutnya saat itu…
Kulihat Kak Neji berhenti menjelaskan segala sesuatu tentang klub futsal. 'Oke! Mampus! Moga aja aku nggak ditanyain macam-macam. Aku nggak mendengarkan sama sekali penjelasannya,' batinku penuh harap.
"Hai, Neji! Sudah selesai berkeliling aula futsal?" tanya seseorang berambut bop, beralis tebal, dan bermata bulat—OH! Jangan lupakan pakaian sepak bolanya yang ketat! Sungguh membuatku merinding. Ia menghampiri kami, kelihatannya habis bermain futsal tadi—terlihat dari tubuhnya yang bermandi keringat. 'Huek! Jangan mendekat! Bau~' batinku jijik.
"Ah! Kenalkan, Uzumaki. Dia Rock Lee, ketua klub futsal," jelas Kak Neji. Aku hanya memandang Rock Lee tersebut dengan pandangan jijik. Bukan hanya karena keringat baunya, ya. Tapi, juga karena penampilan menggelikannya itu. Idih! Alien dari mana nih?
"Hoi! Kau si murid baru di kelas sepuluh, ya? Berniat buat gabung klub futsal?" tanya Rock Lee dengan semangat.
Aku memandang geli semangatnya itu, lalu tersenyum sinis. "Masuk klub futsal?" tanyaku sambil melihat sekeliling. Kulihat orang-orang aneh yang sama-sama menggelikannya dengan orang aneh yang merangkap sebagai ketua klub di hadapanku ini. Gedung aula dan lapangan yang berada di tengah aula klub futsal ini pun tak luput dari pandangan meremehkanku.
Aku langsung mendengus geli. "Maksudmu masuk ke klub sekumpulan orang aneh, bau, dan menjijikan ini?" tanyaku sarkatis, "Yang benar saja!" lanjutku.
Kulihat Rock Lee membelalakan matanya dan memandangku tajam. Kak Neji yang ada di sebelahku pun tak kalah kaget, tapi ia hanya bisa menghela nafas lelah.
"Hei, 'Dik! Kau itu masih muda! Jaga bicaramu!" kata Rock Lee. 'Dik?' batinku bertanya. Ohh… Jadi dia kakak kelasku juga toh. Nggak kelihatan dari penampilan anehnya itu.
"'Jaga bicara?'" tanyaku mengulangi satu kalimat yang dikatakannya. "Heh! Tak usah sok menasehatiku, Kak. Kau jaga saja klub menyedihkanmu ini," kataku menghina dengan senyum meremehkan.
Kulihat Rock—erhm… Kak Lee menatapku tajam, tapi aku nggak takut. Aku malah membalasnya lebih tajam. Hei! Aku sekarang bukan aku yang dulu, Aku adalah Uzumaki Naruto!
"Kau…" kata Kak Lee tertahan. "…Apa masalahmu, 'Dik! Mari kita bertarung saja! Kau telah berani meremehkan klub tercintaku ini!" kata Kak Lee yang marah, dapat kurasa dari auranya yang berat.
'Bertarung?' batinku. Aku pun tersenyum kecil. "Boleh," jawabku sambil memasang kuda-kuda bertarungku.
"No, no, no, 'Dik. Bukan bertarung fisik. Tapi, futsal!" kata Kak Lee.
Aku terdiam dalam posisi kuda-kuda bertarungku. 'Futsal?'
'WHAT! Matilah! Aku nggak lihai main-mainan anak kecil itu,' batinku yang masih sempat saja menghina permainan yang menurutku emang permainan anak kecil.
Aku pun langsung panik dibuatnya. Walau nggak kutunjukan dari tingkah lakuku, tapi aku tahu mukaku pasti sudah pucat karena panik sekarang. Maunya aku mundur saja dari pertarungan konyol ini, tapi aku nggak mau dibilang pengecut! Kabur aja?...Aduh! Apalagi itu! Bisa dibilang pecundang! Percuma aja aku menjadi seperti sekarang ini.
Tanpa sadar, ternyata aku sudah ada di lapangan futsal yang berada di tengah aula futsal ini. Lapangan ini, didindingi oleh net-net agar bolanya nanti nggak mengenai orang yang bermain, mungkin.
Kulihat Kak Neji ada di pinggir lapangan futsal ini. Ia berdiri di sudut tiang net. Sedangkan aku dan Kak Lee berada di tengah lapangan sambil saling member tatapan tajam. Kudengar juga suara teriakan-teriakan dari anggota klub futsal yang mulai berkumpul di luar net mengelilingi lapangan ini.
"Kak Lee! Maju!"
"Yo! Yo! Kak Lee! Kak Lee! FIGHT, MAN!"
"KALAHKAN ORANG PIRANG ITU!"
"LEE, BERJUANGLAH!"
"GO! GO! GO! GO!"
'Cih! Norak!' batinku malas. Kulihat Kak Lee tersenyum lebar ke arah anak buahnya itu. "Tenang saja! Teriakan dukungan kalian MENGOBARKAN SEMANGAT MASA MUDAKU!" teriaknya.
Aku hanya tertawa sinis sambil bergumam,"bodoh."
Kak Lee lalu menatapku tajam. Entah kenapa, aku bisa melihat kobaran api di mata bulatnya itu. Ia menginjak bola yang ada di antara kami. "Siap?" tanyanya semangat. Aku memutar bola mataku, "kapan pun."
Kak Lee tersenyum lebar, lalu berteriak, "MULAI!"
DUG!
Kak Lee langsung menendang bolanya menuju ke area-ku. Langsung saja, aku pun mengejarnya, berusaha menyusul dan merebut bola yang digiringnya dengan lihai. Berkali-kali aku hendak melakukan tackle ke arahnya. Tapi, GATOT! GAGAL TOTAL!... Tak bisa kuterima dia menang!
Saat dia ingin menembakan bola tersebut ke gawang milikku, aku segera berlari ke arah gawang, hendak bersiap-siap melakukan defense di areaku.
DUG!
SIIUUUHH!
BRUKKK!
"Great!" gumamku setelah aku bisa menangkap bola itu dengan menghadangnya menggunakan dadaku. Walau nyeri sekali, tapi aku senang karena jadinya nggak masuk, hehehe… Oh! Sebenarnya maunya sih aku menangkap bola itu dengan tanganku biar nggak sakit, tapi aku pikir-pikir lagi… kami kan cuma main berdua? Selain jadi striker, defense, aku juga jadi keeper. Tapi, kalo aku nangkap nih bola, aku ngopernya ke siapa? Hayo! Hohoho.. Pinter kan aku?
Dengan gesit, aku berlari ke area si Kak Lee. Kak Lee tertinggal di belakangku. Aku terkekeh pelan, bersiap untuk menendang bola yang kukuasai ini. 'Hahahaha…Kemenangan pertamaku~' batinku riang.
Tapi, belum juga aku menendang bola ini untuk dimasukan ke gawang. Tiba-tiba…
SRREETTTTTTT!
Kulihat Kak Lee mengambil bolaku sambil berbaring err…menyeret? Err..pokoknya tubuhnya di lapangan. Lalu, dengan sigap dia berdiri dan berlari lagi ke areaku. Semula aku takjub melihat kemampuannya, tapi saat tersadar aku langsung berlari sekuat tenaga ke arahnya. "Shit!" gumamku pelan.
Begitulah. Pertarunganku dengan Kak Lee berlangsung dengan…seru? Cih! Nggak sama sekali, aku nggak suka main bola. Jadi aku menganggapnya…
SANGAT MENYEBALKAN!
Berulang kami kejar-kejaran, berebut bola, dan juga harus menjaga gawang tanpa menggunakan tangan, TANPA HASIL SAMA SEKALI!... Ini membuatku sangat kesal dan tentu saja, LELAH!
Rasanya aku ingin istirahat sejenak, tapi nggak bisa. Aku nggak mau dibilang lemah!
Jadi, teruslah kami seperti ini dalam beberapa menit ini. Kulihat orang yang berada di hadapanku sekarang sedang menggiring bola dengan senyuman lebarnya. 'Nih orang nggak capek apa? Jangan-jangan dia ini benar-benar alien,' batinku yang mulai ngawur. Ingin rasanya kutonjok orang ini dan menyuruhnya berhenti—OH! Atau nggak, kubuat aja dia babak belur supaya senyum bodohnya itu hilang?
Aku terkekeh-kekeh pelan karena mendapat rencana yang HEBAT itu! 'Tendang kakinya…Injak! Duduki tubuhnya…Lalu, pukul bertubi-tubi!' batinku girang karena mendapat rencana yang menakjubkan!
Aku pun berlari kencang ke arahnya, tapi…belum sempat aku melakukan hal itu, kulihat dia hendak menembakan bola. 'SHIT! Kalo masuk, permainan pasti berakhir! Ini sudah menit-menit terakhir!' batinku panik saat melihat jam dinding yang tergantung di luar net ini yang telah menunjukan pukul 2.28. '2 menit lagi!' batinku.
Aku langsung berlari saja ke arah gawang. Bersiap untuk menerima tembakan dari Kak Lee…
DUG!
SYIIUHHH!
"GOOOOOOLLLLLLLLL!"
"Time UP!"
"YEAAAHH! MENANG!"
"Sial!" Aku langsung memandang nanar Kak Lee yang lari-lari nggak jelas di lapangan. Mataku pun langsung melirik ke arah bola yang menggelinding dari dalam gawang ke luar, ke arahku. "Apa liat-liat!" kataku geram sambil menendang kembali bolaku ke dalam gawang.
Lalu, tanpa memedulikan teriakan Kak Lee yang mengejekku dan blablablabla, aku berjalan ke arah Kak Neji yang menatapku datar. "Lanjut ke ekskul lain, Kak," kataku pada Kak Neji, yang dibalas anggukan kecilnya.
Lalu, kami pun keluar dari aula klub sekumpulan orang-orang aneh itu diiringi teriakan mereka yang…UH! Kalau nggak ada Kak Neji –si ketua OSIS—, kubantai habis-habisan mereka!
Setelah kejadian memalukan yang nggak mau kuingat sama sekali tadi dari aula futsal—tempat orang-orang aneh—, aku pun terus berkeliling ke setiap ruang ekskul bersama Kak Neji. Nggak sedikit kejadian yang sama aku lalui seperti di ruangan klub orang-orang aneh itu. Tapi, selebihnya nggak ada kejadian khusus, tapi aku selalu diam jika ditanya mau ikut klub tersebut atau tidak. Hei! Aku kan sudah bilang kalo nggak minat dari awal untuk ikut kegiatan ekskul yang menurutku merepotkan. Makanya, daripada mengatakan 'tidak' terus dan berurusan dengan Nenek, lebih baik diam, kan?
Setelah sekitar hampir 2 jam, sekarang aku menuju ruang ekskul terakhir, yaitu…
Ruangan JUDO…
"Haa…" aku menghela nafas lelah saat lagi-lagi Kak Neji menjelaskan tentang klub salah satu bela diri khas Jepang ini. Sungguh! Aku paling malas mendengar penjelasan tentang sesuatu hal, walau pun aku tahu penjelasan yang diberikan Kak Neji menurutku singkat dan mudah dimengerti.
"…Dan, Uzumaki, di sini..akulah ketuanya," katanya sambil melirik ke arahku sekilas, lalu kembali menatap orang-orang yang sedang berlatih sambil berteriak nggak jelas—menurutku.
Aku mengangguk kecil. "Jadi, apa kau berminat?" tanya Kak Neji datar.
"Minat apa? Hei, lihat aja! Judo ini nggak sebagus 'bela diri' khas Uzumaki Naruto ini, tahu!" kataku tanpa sadar.
EH?
MAMPUS!
Aku langsung melirik Kak Neji yang berada di sampingku. Kulihat, dia juga melirikku dengan tatapan….datar? Sama seperti tatapan ia selama ini.
"Ka…Kak—"
"Uzumaki, tunjukan kalau begitu," kata Kak Neji. Ia langsung berjalan ke arah ruang ganti di situ dan tak beberapa lama kemudian kembali ke arahku dengan pakaian khas judo.
'Matilah aku!' batinku takut. 'Nih mulut nggak bisa dijaga. Sial! Bego! Bego! Naruto, kau bego!' batinku lagi sambil merutuki mulut bodoh nggak berguna ini.
"Ayo," kata Kak Neji. Aku pun langsung menghampirinya dan mengikutinya dari belakang. Kulihat orang-orang yang tadi sedang berlatih langsung menepi ke dinding ruangan.
Sungguh! Aku berani bersumpah demi Dewa Jashin yang sesat, kalo aku sebenarnya SANGAT panik saat ini! Walau, aku ini sering berkelahi, aku nggak pernah sekali pun berkelahi sama orang yang ahli bela diri Jepang! Percayalah!
Set!
Kak Neji yang tadi memunggungi diriku, tiba-tiba berbalik menghadapku. Dengan tatapan khas-nya, ia menyiapkan kuda-kuda khas bela diri Judo. "Bersiaplah," katanya.
Dengan ragu-ragu, aku pun menuruti perintahnya. 'Moga masih selamat,' batinku berharap. Karena entah kenapa firasatku mengatakan Kak Neji bukanlah ahli judo yang sembarangan.
Beberapa detik berikutnya, Kak Neji pun berkata, "Mulai,"
Dia langsung menyerangku dengan gaya khas petarung Judo, aku pun berusaha sekeras mungkin untuk menghindari serangan-serangan yang sangat cepat.
'Ayo, Naruto! Fight!' batinku memberi semangat pada diriku sendiri. Ohh..bukan karena aku minder karena anak-anak di klub ini hanya menyoraki Kak Neji dengan noraknya. Tidak, tidak! Kuakui klub ini jauh lebih elite karena mereka tenang. Aku menyemangati diriku sendiri karena aku—
—SANGAT LELAH!
Gerakan Kak Neji yang sangat cepat ini membuatku sangat lelah, apalagi ditambah gara-gara efek pertarungan konyol dengan Kak Lee tadi. Wow! Great!
Capek menghindar, dengan gesit aku pun mengarahkan kakiku berniat menendang wajah serius Kak Neji.
SYIIUHHH!
"Sial!" rutukku kesal, karena Kak Neji menghindar dengan cara menundukan tubuhnya.
Lalu, belum sedetik kakiku kembali ke tanah, Kak Neji tiba-tiba langsung menampar dadaku keras.
"Ukh! Uhukk! Uhukk!"
Aku mundur beberapa langkah sambil memegang dadaku yang nyeri. Kak Neji pun berhenti sejenak. 'Ukh! Setidaknya dia nggak agresif,' batinku bersyukur.
Setelah selesai terbatuk-batuk ria, aku pun kembali berdiri tegap. Kutarik dan kuhembuskan nafasku secara perlahan, kemudian kukencangkan headband yang selalu melingkar manis di keningku.
"Heh! Cuma segitu? Maju sini!" kataku, tanpa sadar—lagi. Ck, Naruto bego! Kau orang terbego sedunia! Dadamu masih nyeri gini, masih dibilang 'Cuma segitu'. Dasar o'on!
Aku pun berlari ke arah Kak Neji dan melakukan penyerangan dengan tinjuku secara bertubi-tubi. Tapi, dengan mudahnya, serangan-serangan yang kulancarkan ditangkis dan dihindari oleh Kak Neji.
Aku menggeram kesal, nggak terima karena pukulan-pukulan jituku itu nggak satu pun yang kena!
Dengan beringas, aku pun terus menyerang Kak Neji.
Pukulanku—yang entah sudah keberapa— pun sudah melayang ke udara, hendak memukul telak wajah Kak Neji. Tapi, naas…
…Kak Neji langsung menahan tanganku dan melilitnya ke belakang. Aku pun dibuat mengaduh kesakitan olehnya. Kak Neji lalu juga mendorongku jatuh sehingga dengan sukses bagian depan tubuhku berciuman mesra dengan matras di bawahku. Lalu, tiba-tiba Kak Neji menginjakku dengan masih melilit kedua tanganku.
"Kau kalah," kata Kak Neji datar.
Aku bisa mendengus kesal dibuatnya. Dengan beringas, aku membalik tubuhku, ia langsung saja melepas lilitan dan injakannya kepadaku. Aku memandang Kak Neji dengan kesal. Lalu berdiri dengan cepat. Kubersihkan bajuku dari debu-debu di ruangan sialan ini.
"Ck, aku nggak peduli," kataku mencoba menutupi rasa maluku karena kalah untuk yang kedua kalinya. HELL NO?
Lalu, aku berjalan ke arah Kak Neji dan berhenti saat berada di samping Kak Neji. "Terserah kau mau memasukiku ke klub ekskul apa," kataku sebal.
Lalu, dengan kesal dan diiringi tatapan anak-anak di ruangan tersebut aku pun berjalan keluar dari ruangan tersebut.
'Aku benci hari ini! Hari ini sangat SANGAT SIAL!' batinku kesal. Nggak berniat menambah kesialanku, aku pun langsung berjalan pulang.
End Naruto POV
.
Di samping itu, Naruto benar-benar tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengawasinya dari tadi.
-TBC-
.
.
Huwaa~~
Akhirnya diriku bisa mempublish fict gaje ini. Special Thanks untuk Zurue Pink-chan a.k.a Pink-nee yang dengan segala keanggunannya (?) mau memeriksa dan atau mungkin membeta fict ini..? Entahlah. Pokoknya MAKASIH! #hugs nee#
Ohh.. Sekedar pemberitahuan saja, fict ini juga memang saya ambil dari Ending Naruto Shippuden—yang entah keberapa— yang berjudul 'Michi To You All'... ^^a
Saya harap feel lagu tersebut juga masuk ke fict ini.
Hehehe... Walau fict ini multichap, tapi bakal update kilat karena ini Special Fujoshi Independence Day #3!
Tapi, aku tetap butuh doa kalian semua... karena bisa-bisa malah nggak update #dihajar#
Heehehe... See you in Next chap, ya! XDD
Sekilas di Chap 2
"Aku berharap kau sadar kalau kau sudah berbuat salah, boy"
"I-ini! Mo-mohon terima su…su-surat ci…ci…cintaku ini!"
"Heh! Bocah, kau sudah gila ya tertawa sendiri?"
'Hei! Naruto bego! Memangnya kau bisa masuk surga! SADAR, BODOH! Kau mempunyai banyak dosa! NERAKA adalah tempatmu!'
'Ayah… Ibu… Maafkan aku, ya. Kita tetap nggak bisa bersama, ternyata,'
"What! Hei! Beasiswa kan untuk murid cerdas yang nggak mampu, Teme! Jelas saja aku menganggap kau itu miskin!"
Mind to Review?
