Disclaimer: Breathless punya bluemixtape. Kalo sekiranya ini harus dihapus, aku bakal dengan senang hati hapus ini. Just let me know^^
Summary:
Jarak antara Pangeran Yoongi dan Jungkook—satu-satunya sumber kenyamanannya— lebih dari jarak antara langit dan bumi: berat mahkota, maaf yang tak tersampaikan, penyesalan tak berujung.
Ketika takdir memaksa mereka untuk bertemu kembali, kedua dimensi yang berbeda bercampur menjadi emosi acak dan ingatan yang semu. Min Yoongi, membawa cintanya yang abadi, berjuang untuk mendapatkan nafasnya: seorang baik hati bernilai setara dengan seribu tahun rasa sakit, Jeon Jungkook.
—õ—
Setiap kali Yoongi terbangun di kamarnya, tenaganya habis. Kelasnya dimulai semenjak subuh dan semua motivasinya menguap begitu saja setiap kali ia mengingat tentang tanggung jawab yang ada pada bahunya. Dan perasaannya semakin buruk setiap ia melihat langit yang tak kunjung cerah.
Kerajaan aneh yang selalu dirundung hujan. Kerajaan aneh yang akan Yoongi pimpin nanti.
Yoongi menghela napasnya dalam. Tiba-tiba saja, menghela napas menjadi hal yang paling ia sukai, dan setidakenaknya ia ketika Taehyung dan Jimin—pengawal pribadinya— memandang Yoongi dengan wajah bersalah saat waktu makan, ia tetap tidak bisa menyembunyikan wajah letihnya. Yoongi merasa tertekan, dan perasaan Yoongi yang menolak semua takdirnya hanya membuat dirinya semakin sulit untuk menerima keyataan.
Selain kamar, ruang belajar dan ruang latihannya, Yoongi tidak tahu apa-apa soal istananya sendiri. Seorang pangeran adalah seorang tahan. Tahanan atas tanggung jawab, tahanan atas mahkota di kepalanya. Namjoon, guru sastranya, pernah berkata demikian, dan Yoongi sangat setuju dengan pernyataan tersebut.
Pagi ini Yoongi terlalu letih, ia tak tahan kalau harus menghabiskan waktunya belajar tentang ini-itu yang hanya akan membuatnya mual. Jadi setelah dengan sengaja mengabaikan wajah khawatir Jimin dan larangan bolos Taehyung, Yoongi akhirnya berhasil kabur, berjalan pelan setelah menipu mereka berdua, ke sebuah kebun yang keberadaannya bahkan tak ia ketahui sebelumnya.
Ia mendecak kagum sesaat setelah kakinya melangkah mendekati sebuah rumah kaca yang besar. Ia mendesah kecewa saat mendapati pintu rumah kaca tersebut terkunci. Baru saja ia ingin meminta kunci ke pelayan di sekitar saat cicitan burung mencuri perhatiannya. Yoongi tertawa pahit ketika melihat seekor burung merah, kecil dan cantik, terkurung dalam sebuah sangkar besi berwarna emas.
Yoongi mengangkat tangannya, "Ada apa? Kau merindukan langitmu?" Katanya pada burung itu.
Jujur saja, sebenarnya itu adalah pertanyaan untuk dirinya sendiri, dan ia sama sakali tidak mengharapkan respon apa pun. Oleh karena itu ia terkejut ketika tiba-tiba saja burung itu gelisah dan Yoongi merasakan hawa seseorang di belakangnya. Ia menengok tepat saat orang itu berbicara padanya. Seorang lelaki.
"Anda menakutinya, Your Highness."
Yoongi tidak menjawab, ia malah bergeser, membuka jalan agar lelaki itu bisa mendekati sangkar di depannya.
"Anda mau mencoba memberinya makan, Your Highness?" Tanya lelaki itu. Yoongi terdiam seraya mengamati wajah lawan bicaranya. Cantik. Wajahnya cantik, terutama mata berkilaunya. Suaranya pun terdengar merdu. Dan ia tersenyum—dengan senyuman yang sama indahnya—, menunggu jawaban dari Yoongi.
Mendapati Yoongi yang terlihat ragu, lelaki itu memutuskan untuk membuka sangkar, menjulurkan jarinya agar burung itu bisa keluar. Belum sempat Yoongi membuka mulutnya untuk bicara, lelaki itu menunjukkan beberapa buah kering ke arahnya.
Meski masih ragu, Yoongi mengambil segenggam. Dengan perlahan tangannya ia ulurkan ke arah burung yang bertengger di jari lelaki di hadapannya. Awalnya burung itu diam. Tapi lama kelamaan ia mulai melangkahkan kakinya mendekati tangan Yoongi. Lelaki di hadapannya perlahan-lahan menarik jarinya, sampai akhirnya burung itu bertengger di tangan Yoongi sepenuhnya. Lelaki itu akhirnya melangkah mundur, membuat harum bebungaan hilang dari indra penciuman Yoongi. Hal ini membuat Yoongi berpikir, "Dia harum."
"Lihat," tawa yang sama indahnya terdengar oleh pendengaran Yoongi. "Ia menyukai Anda."
Yoongi tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah lelaki itu. Tawanya cerah, seperti wajahnya yang bersinar dalam istana yang suram ini. "Siapa namamu?"
Senyum sopan pun dilemparkan oleh lelaki itu. "Di sini saya tak memiliki nama, Your Highness. Saya hanyalah seorang pelayan rendahan." Jungkook. Nama saya Jungkook, My Prince.
Sorot mata Yoongi pun berubah. Jungkook bertanya-tanya apakah maksud dari sorot mata itu. Kekecewaan? Kemarahan? Ataukah kesedihan? Yang terakhir, putus Jungkook akhirnya.
"Apa yang telah menghapus senyummu, Your Highness?" Tanya Jungkook seraya mengembalikan burung yang bertengger di tangan Yoongi kembali ke sangkarnya.
"Segalanya." Gumam Yoongi pelan, namun Jungkook tetap bisa mendengarnya. Ia melangkah menuju pintu rumah kaca, mengeluarkan sebuah kunci kecil. "Anda ingin masuk?"
Yoongi melangkah mengikuti Jungkook dalam diam. "Saya kesukaan Her Highness. Beliau menyukai suara saya. Beliau senang jika saya yang mengurusi bunga-bunganya." Kata Jungkook senang. Senyum cerahnya mengembang.
Yoongi hanya merespon dengan gumaman, namun Jungkook tidak mempermasalahkannya. Sudah rahasia umum bahwa pangeran mereka adalah orang yang tak banyak bicara. Menggumam saja hitungannya sudah bagus.
Langkah mereka berhenti di jejeran bunga berlatar putih dengan warna kuning di tengahnya. "Your Highness, apakah Anda belajar tentang bahasa bunga?" Tanya Jungkook.
Yoongi melirik bunga di sampingnya. Daisy. Simbol keceriaan. Sang pangeran mengangguk dan Jungkook hanya tertawa kecil. Tawa kecil adiktif yang membuat Yoongi semakin mengagumi suara lelaki itu.
"Her Highness mengijinkan saya mengambil bunga apa pun yang saya mau, asalkan saya merawatnya dengan baik. Tapi saya tidak pernah mengambil apa pun, bunga-bunga ini tidak akan suka dengan ruangan saya yang gelap. Lain dengan Anda, Your Highness, saya yakin bunga-bunga ini akan suka jika berada di ruangan Your Highness." Jungkook memetik setangkai bunga daisy dan menyerahkannya pada Yoongi. "Semangat, My Prince." Katanya.
Sebagai pelayan rendahan, Jungkook bahkan tidak berani mengharapkan ucapan terima kasih. Betapa terkejutnya ia saat pandangan Yoongi beralih dari bunga di tangannya dan berkata, "Bisakah kita bertemu lagi besok?"
Rasa bahagia membumbung di hati Jungkook, tapi perbedaan antara baju sutera yang dikenakan Yoongi dan katun kasar yang ia kenakan mengingatkannya tentang status mereka. Sekali lagi, Jungkook tersenyum sopan. "Negeri ini tidak akan suka jika pangeran terhormat seperti Anda berbicara dengan pelayan rendahan seperti saya."
Yoongi menggumamkan kata protes namun tidak begitu tahu apa yang harus ia lakukan, jadi ia hanya memandang bunga di tangannya tanpa berkata apa-apa. Jungkook diam, bukannya ia tak mau mengenal pangerannya lebih dalam, tapi ada batasan-batasan yang tak akan pernah bisa ia hancurkan.
"Hwanggeum.." Jungkook berucap tanpa sadar, matanya melirik ke arah Yoongi. Yoongi hanya menatapnya bingung. "Hwanggeum, burung itu.. Saya memberinya makan setiap hari, di tempat dan waktu yang sama."
Akhirnya cekungan kecil hinggap di bibir Yoongi. Ia mengangguk senang atas janji yang Jungkook ucapkan. Janji kecil nan manis yang akan merubah hidup mereka.
—õ—
Yoongi memandang sekelilingnya. Ia kini berdiri di sebuah ruangan besar yang silau, yang tetap tak berhasil membuat hatinya lega. Ia merasakan sesuatu yang tidak enak dan ia tidak tahu kenapa.
Ia mencoba untuk mengangkat tangannya, tapi tak bisa. Aneh, ia merasa seperti terjebak di tubuh orang lain, berkedip dan melihat melalui mata orang lain.
"Your Highness?"
Yoongi menengok ke arah suara itu, kemudian sekitarnya berubah menjadi kebun bunga yang luas. Di waktu yang bersamaan, ia merasa tidak mengenal sekaligus metasa familiar dengan kebun bunga itu.
Selanjutnya terlihat seperti pecahan-pecahan yang tak lengkap.
Cicitan burung.
Seorang lelaki yang tersenyum.
"Siapa namamu?"
Bunga daisy.
"Semangat, My Prince."
Yoongi melangkah mendekat, harum.
"Temani aku berkeliling. Aku ingin tahu tentang kerajaanku."
Kemudian potongan-potongan itu kembali berganti. Kolam dan sungai, kuda dan domba.
"Your Highness, ibuku berkata, jika kita menghanyutkan bunga ini ke sungai, kita akan bertemu dengan orang yang paling kita rindukan." Beberapa kelopak bunga terselip keluar dari jari-jari mereka, menunggu. Bisikan demi bisikan terdengar.
"Apakah Anda sedang merindukan seseorang?"
"Entahlah. Apakah kita bisa merindukan orang yang sudah berada di hadapan kita?"
Percakapan selanjutnya memburam. Hanya bunyi detak jantung dan lirikan malu-malu.
Tawa kecil terdengar. Mereka berlari, menghindar, dengan suara khawatir Jimin dan Taehyung sebagai latarnya.
Tempat itu kemudian berganti menjadi jalan panjang dan lapak jajanan. Lelaki itu masih menolak memberi tahu Yoongi namanya. Di sana Yoongi mencoba makan ini-itu yang membuatnya sakit perut. Ia tidak menyalahkan si lelaki, ia senang. Meski sakit perut ia malah minta tambah.
Kemudian latarnya berubah menjadi malam, si lelaki memudar ditelan gelap. Tunggu— Tunggu, siapa namamu? Beritahu aku namamu—, kata tolong tersangkut di kerongkongannya. Ia tak bisa bernapas—
Suara kencang alarm membuat Yoongi tersentak bangun dari tidurnya. Ia mengerang sembari mematikan alarm, mengumpat. Ia menutup matanya dengan tangan. Ia lelah, dan perasaan aneh dari mimpinya masih terasa.
"Apa barusan itu tadi?" Tanyanya pada diri sendiri, mencoba mengingat orang-orang di mimpinya. Dia selalu menjadi pangeran dalam mimpi-mimpi itu, setahunya. Ini bukan pertama kalinya Yoongi memimpikan ini, mimpi dimana ia adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan yang sedang di ujung tanduk. Ia melihat dirinya yang dibesarkan di sebuah istana, belajar menunggangi kuda dan menggunakan pedang. Awalnya Yoongi sendiri merasa aneh, tapi seiring berjalannya waktu, ia merasa terbiasa. Malah kadang ia merasa terhibur melihat dirinya sebagai seorang pangeran. Duh, dia itu bangun saja malas. Memimpin kerajaan? Mustahil.
Satu hal lagi yang menarik adalah, member Bangtan ada dalam mimpinya juga. Sampai-sampai Yoongi sudah terbiasa melihat Namjoon sebagai guru bahasanya, Pangeran Hoseok sebagai adik tirinya, juga Taehyung dan Jimin sebagai pengawalnya. Hanya Jin dan Jungkook yang belum terlihat.
Biasanya, wajah-wajah yang muncul di mimpinya terlihat sangat jelas, jadi Yoongi masih ingat saat ia bangun tidur. Tapi kali ini, ada wajah baru, seorang lelaki, dan Yoongi tak bisa mengingat wajahnya. Dibandingkan dengan saat Yoongi menyesuaikan diri dengan sosok Namjoon mengajarinya bahasa atau sosok Taehyung yang melindunginya (Taehyung melindunginya? What the fuck), lelaki tak dikenal ini—anehnya— lebih terasa familiar, lebih terasa nyaman.
Suara gaduh terdengar dari ruang tengah. Namjoon—Namjoon sungguhan, Namjoon si Rap Monster— sepertinya memecahkan piring (lagi). Buktinya adalah keluhan frustasi Jin dan omelan Hoseok.
Mimpi hanyalah mimpi, putus Yoongi sambil bangun dari tempat tidurnya. Ia tak punya waktu untuk memikirkan soal mimpinya. Hari ini pastilah akan menjadi hari yang panjang. Ia akan bertemu dengan produser agensi untuk membicarakan soal album baru Bangtan. Sebagai seorang profesional dan perfeksionis, ia tak mau mengacaukan apa pun.
Biasanya, seaneh dan setidak masuk akal apa pun perasaannya ketika ia bermimpi tentang ia yang menjadi seorang pangeran, Yoongi selalu bisa dengan mudah mengabaikan dan melupakannya. Tapi untuk kali ini, ada sesuatu yang mengganjal dan Yoongi tak tahu kenapa.
—õ—
Pertemuan sederhana dengan singkat berubah menjadi candaan dan pertemuan rahasia di luar istana. Tiba-tiba Yoongi dan Jungkook mendapati diri mereka berbaring di rumput, di mana tepatnya pun mereka tak tahu.
"Hei."
Jungkook menengok, mendapati Yoongi yang menatapnya. "Siap melayanimu, Your Highness"
Yoongi memutar matanya malas. "Berhenti mengatakan itu. Dan bukankah sudah waktunya kau mengatakan padaku siapa namamu? Aneh rasanya memanggilmu dengan 'hei' terus-menerus."
Jungkook tersenyum dengan senyum—sopan—yang sama setiap Yoongi menanyakan namanya, dia tertawa ketika Yoongi menirunya mengatakan, "Disini saya tak memiliki nama, Your Highness."
Yoongi mendengus sembari bangkit ke posisi duduk. Jungkook mengikutinya, waktu yang mereka habiskan bersama membuat Jungkook paham bahwa ada sesuatu yang Yoongi ingin katakan.
"Tanganmu." Pinta Yoongi sambil mengulurkan tangannya. Jungkook menatap tangan Yoongi dengan bingung sebelum menggenggamnya ragu. Tawa Yoongi pecah, "Bukan, bukan seperti ini." Rona merah pun mampir ke wajah Jungkook.
Yoongi membalikkan tangan Jungkook sehingga telapak tangannya terlihat. Jungkook hanya melihat dalam diam saat Yoongi mengeluarkan sebuah pena dan mulai menggambar di pergelangan tangannya. "Aku buruk dalam menggambar, tapi aku menyiapkan ini, kau tahu?"
"Lilac?" tanya Jungkook, mengenali bentuk dari bunga kecil yang digambar Yoongi. Yoongi mengangguk. "Lilac adalah simbol kerendahan hati, My Prince. Cocok sekali dengan Anda." Tambah Jungkook.
Kali ini Yoongi menggelengkan kepalanya, "Itu adalah arti dari lilac putih. Aku tahu tinta yang kupakai berwarna hitam, tapi aku menggambarkanmu lilac yang berwarna ungu." Tangan mereka masih bertaut meski pun Yoongi sudah selesai menggambar, tapi tak ada satu pun dari mereka yang berniat melepaskannya.
Jungkook merona. Lilac ungu, bermakna cinta pertama. Hati Jungkook membumbung senang, namun hal itu tak bertahan lama. Ia menelan salivanya, ragu-ragu, "Kita tak bisa, Your Highness. Anda adalah seorang pangeran, dan kita berdua..."
Jemari Yoongi menyentuh pipi Jungkook yang masih merona, mengelusnya dengan sayang. "Apakah aku salah mengartikan ini?"
Suara Yoongi sangat dalam, sampai membuat Jungkook merinding. "Katakan padaku." Kali ini Yoongi meraih lengan Jungkook, merasakan nadinya yang berdenyut kencang. "Apakah aku salah mengartikan ini? Apakah kau terpaksa menemaniku hanya karena kau tak bisa menolak permintaanku1?"
Jungkook tak tahu apa pun, terlalu tak berpengalaman. Ia tak tahu bagaimana cara mengatasi situasi seperti ini. Jungkook sadar bahwa di kerajaan ini—kerajaan yang suka menumpahkan darah, kerajaan yang mengagung-agungkan status sosial dan kekuasaan—keberadaannya hanyalah bagaikan sebuah benda. Dan Yoongi, Yoongi sang putera mahkota, suatu saat pasti akan memimpin kerajaan ini. Jarak di antara mereka sangat jauh, tak teraih bagaikan langit.
Tapi Yoongi menatapnya dengan penuh perasaan. Pada awal-awal pertemuan mereka, mata Yoongi terlihat tajam, dalam, dan murung. Perlahan-lahan matanya mulai menunjukkan sinar lembut yang menawan. Ketika ia tersenyum, ketika ia tertawa, ketika ia memandang wajah Jungkook. Sekarang Jungkook tahu, bahwa ada hati yang lembut dibalik penampilan Yoongi yang gagah.
Apa yang akan terjadi jika ia menolak?
Dia tak tahu soal Yoongi. Mungkin saja Yoongi akan bertemu dengan pelayan yang cantik atau puteri yang jelita, siapa yang tahu.
Tapi ia sendiri... Ia yakin bahwa dirinya akan hancur. Yoongi adalah satu-satunya orang yang memperlakukannya dengan lembut, yang memperlakukannya sebagai manusia di sini.
Lalu apa yang akan terjadi jika ia setuju?
Disebut apakah mereka setelah ini? Kekasih? Apakah ini dapat diterima? Bagaimana kalau orang-orang tahu?
Jungkook membasahi bibirnya, melihat mata Yoongi yang menatapnya lembut, menganalisis ekspresinya, mencari jawaban dari setiap lengkuk wajah dan ekspresi yang Jungkook buat.
Jungkook memilih pilihan teraman. Dia diam, membiarkan Yoongi mengambil keputusan. Ketika Yoongi mendekatkan wajahnya untuk mencium Jungkook, yang ia lakukan hanyalah menutup mata.
Ciuman tersebut berakhir sebelum Jungkook sempat merespon. Yoongi menarik diri, tertawa sambil menggaruk lehernya canggung.
Keraguan menerpa Jungkook.
Satu, dua.
Keraguan kembali menyapanya namun Jungkook akhirnya membalas ciuman Yoongi.
Ciumannya sekilas. Hanya menempelkan bibirnya sedikit, tidak lebih dari sebuah sentuhan ringan. Yoongi membuka bibirnya dan Jungkook terkejut.
Tangan Yoongi meraih wajah Jungkook sebelum ia bisa menarik diri. Setelah keraguannya tadi hilang, Jungkook mulai membalas Yoongi, menyatukan kekhawatiran mereka bersama. Yoongi mengelus wajah Jungkook, hidungnya, tahi lalat di bawah bibirnya, dan juga lehernya.
Ini adalah hal baru bagi Jungkook, namun nafas Yoongi lah yang memburu. Ia mendekap lebih dekat, menuntun tangan Jungkook untuk melingkari lehernya. Keduanya memiringkan kepala, memperdalam ciuman mereka.
Jungkook hampir bisa merasakan emosi Yoongi setiap bibir mereka menyatu. Ciuman yang Yoongi berikan adalah ciuman penuh perasaan. Mencium Yoongi, bagi Jungkook, adalah sama seperti sedang menggantung lehernya dengan tali, sedangkan kursi di bawahnya rapuh dan bisa rusak kapan saja. Sama saja dengan memberikan Yoongi pedang untuk mengiris arterinya. Sama saja dengan berdiri di pinggir jurang, di mana sedikit saja salah langkah, akan berakhir dengan bencana.
Malam pun tiba. Bibir mereka mulai merasa kaku karena berciuman, namun suara Jimin menghentikan mereka. Jungkook masih linglung ketika Yoongi memberikan kecupan ringan, memandang sayang bibir Jungkook yang merah.
"Kau tahu apa artinya ini?" tanya Yoongi, jempolnya mengusap bibir bawah Jongkook.
Yoongi tak mengatakan apa tepatnya 'ini', tapi Jungkook tahu maksudnya: hubungan ini, hubungan yang tercipta dari benang harapan yang tipis. Rahasia di antara mereka berdua.
Pikiran Jungkook masih melayang-layang. Suara Jimin terdengar semakin dekat, malah sekarang terdengar pula suara Taehyung. Yoongi meraih tangan Jungkook, membantunya berdiri. Ia mengerling, "Sensasi melanggar aturan." Kemudian menarik Jungkook untuk kabur.
Mereka berdua sama sekali tidak sadar bahwa ciuman itu menanamkan benih di tulang rusuk mereka. Benih yang nantinya akan tumbuh menjadi sesuatu yang lain.
Mereka sama sekali tak sadar bahwa mereka menenggelamkan diri ke dalam lautan cinta terlarang. Cinta yang akan membuat orang tua mereka murka. Cinta yang selalu tertulis dengan penuh tragedi.
—õ—
Kelelahan karena jadwal sudah biasa bagi Yoongi, tapi kelelahan secara mental... rasanya baru kali ini. Entah kenapa ia terus merasa merindukan seseorang. Rasanya seperti sedang dalam LDR dan itu aneh, karena Yoongi jomblo.
Bahkan ketika Yoongi berbaring di kasurnya, ia terus kepikiran. Rasa rindu yang membuatnya gila.
Dalam mimpinya yang terakhir kali, sosok lelaki itu muncul lagi. Seperti biasanya, Yoongi tak bisa mengingat wajahnya. Ia dan lelaki itu jelas-jelas telah berciuman. Lelaki itu sangat pemalu, bibirnya lembut seperti kupu-kupu.
Dan kejadian ini bukanlah mimpi biasa. Karena saat ia bangun, ia masih bisa merasakan rasa manis di mulutnya.
Yoongi sekali lagi membayangkan bibir itu. Sepertinya mustahil ia bisa tidur lagi. Menyerah, ia pun bangkit, perlahan-lahan agar Jin tak terbangun. Ia berjalan keluar dari kamarnya, terkejut mendapati lampu ruang tengah yang masih menyala.
Jungkook, notis Yoongi, saat melihat siluet seseorang di dapur, sibuk melakukan sesuatu.
"Kenapa kau belum tidur?" Tanya Yoongi pelan, namun Jungkook tetap terperanjat di kursinya, kaget. "Ah, hyung!" Jungkook meletakkan tangannya di dada, tidak menyangka masih ada yang bangun di dorm ini.
"Serius deh, Jungkook. Jin-hyung akan mengomel kalau dia tahu." Yoongi mengambil posisi di kursi sebelah Jungkook yang terlihat gelisah. "Aku sedang mengerjakan sesuatu, sepertinya sebentar lagi selesai."
Yoongi melirik tablet yang dipegang Jungkook, yang memperlihatkan sebuah gambar. Kupu-kupu berwarna putih-kuning. Perasaan aneh kembali menyerang Yoongi, membuat pikirannya langsung tertuju pada sekumpulan bunga daisy.
Semangat, My Prince.
Senyum manis kekanakan. Mata yang bersinar. Pipi yang merona. Bibir yang manis.
Yoongi tenggelam di dalam pikirannya. "Ada apa, hyung?" Jungkook mencolek lengannya, mengembalikan Yoongi dari lamunannya.
Kenapa aku membayangkan Jungkook?
"Tidak apa-apa." Yoongi berdehem, memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan. "Ngomong-ngomong, kau menggambar untuk apa? Agensi menyuruhmu untuk mendesain sesuatu lagi?"
Jungkook memandang gambarnya. "Begitulah. Mungkin untuk teaser konser atau sejenisnya. Bagaimana menurutmu, hyung?" Jungkook bertanya sambil mengangkat tabletnya, menunjukkan gambar kupu-kupu yang dia kerjakan, dengan mata yang bersinar penuh harapan, menunggu respon dari Yoongi.
Dan saat itu Yoongi bersumpah ia bisa merasakan kupu-kupu di bibirnya. Pikirannya kembali melayang, membawanya melihat adegan-adegan dalam mimpinya. Padang. Janji-janji kecil.
Tiba-tiba saja Yoongi merasa wangi parfum Jungkook terlalu dekat, terlalu familiar. Tanpa sadar matanya memandang bibir Jungkook-merasakan, mengenang-. Ia bahkan merasa seperti ada rasa manis yang mampir ke indera perasanya.
Membayangkan mengelus tahi lalat yang ada di bawah bibir Jungkook, ibu jari Yoongi bertemu dengan jari telunjuknya.
"Hyung? Kau tidak apa-apa?"
Yoongi mual. Ia dengan cepat memalingkan wajahnya dari Jungkook.
-1-
Ket:
1. Maksudnya dia terpaksa karena Yoongi itu pangeran, jadi kan dia sebagai pelayan mau ga mau nurut, gitu.
Anyway. Aku sama sekali gak nulis fanfiction ini, ini sepenuhnya punya bluemixtape. Dia ilang dari AO3 dan aku moping di sini TvT cuma mau ngeshare betapa bagusnya ff dia ke Yoonkook shipper nusantara hehe
