A/N : Selamat datang di fanfic multichap terbaru saya... Fic yang lebih berkesan tentang pertarungan dan masa depan, saya sendiri nggak tahu apakah saya bisa membuat fic ini menjadi fic yang cukup bagus untuk dibaca... Ya, semoga saja bisa...

Theme Song : World's End Umbrella (Nico Nico Chorus)


"Ugh…" Seorang gadis berambut biru gelap memegangi kepalanya yang kesakitan. "Ke- Kenapa…" Ia memperhatikan beberapa bagian tubuhnya yang terbalut perban, kepala, lengan kanan bawah, pergelangan tangan kiri dan kaki kirinya.

"Ngg? Untuk apa gelang biru ini?" Gadis itu memutar sebuah gelang di lengan kanannya dan menemukan nama, "Shirogane… Naoto? Apakah itu namaku?"

'Kenapa aku tidak bisa mengingat apa pun?'

Sebuah layar raksasa muncul di hadapan Naoto. Ruangan Ia berada yang tadinya gelap, menunjukkan wujudnya yang asli saat lampu dinyalakan, sebuah ruangan kosong dengan warna putih bersih tanpa bercak. Sekitar empat belasan orang lainnya juga berada di sana, jika Naoto juga ikut dijumlahkan, jumlahnya ganjil lima belas. Mereka mengenakan pakaian yang sama dengan Naoto, baju kaos berlengan pendek dengan jaket hoodie tanpa lengan dan celana panjang formal berwarna biru malam.

Wajah mereka juga dihiasi dengan rasa bingung.

Seseorang muncul di layar raksasa itu, seorang pria yang umurnya sekarang berada di pertengahan dua puluh. Ia menunjukkan wajah polos tidak berdosa.

"Halo semuanya!" Ia tersenyum sambil melambai-lambaikan tangannya, "pertama perkenalkan, namaku Tohru Adachi. Kalian boleh memanggilku Adachi kalau mau."

Bisikan-bisikan mulai terdengar jelas dalam ruangan itu. Keadaan ruangan yang kosong tanpa isi selain manusia yang menimbulkan suara dan layar raksasa yang terhubung dengan langit-langit tidak mendukung untuk menghentikan gema suara mereka.

"Kalian semua pasti bertanya-tanya… Kenapa kalian berada di sini bukan? Kalian akan menemukan alasan pribadi masing-masing nanti…" Adachi itu mengecilkan suaranya, "kalau kalian selamat tentunya."

Pria paruh baya itu tertawa keras, tawa yang bukan memberikan perasaan lega pada orang lain, melainkan sensasi mengerikan bagaikan ada sebuah pisau yang siap memotong urat nadi di leher kita dalam sekali tebas jika kita bergerak, tawa seorang psikopat.

"Hahaha… Maaf aku kelepasan," Adachi itu menghapus air mata akibat tawanya, nada suaranya sudah kembali normal, "jadi begitulah, secara sederhana, kalian akan bertanding satu sama lain agar bisa hidup. Penjelasan lebih rincinya akan dijelaskan nanti saat pertarungan dimulai…"

"Jangan bercanda!" teriakan terdengar dari salah satu pemuda berambut cokelat susu dengan sebuah headphone menggantung di lehernya, memotong penjelasan yang sedang diberikan pria di dalam layar, "cepat keluarkan kami dari sini!"

Sesaat kemudian, pemuda itu berteriak kesakitan, kepalanya dipegangnya dengan kuat dengan tujuan berusaha menahan rasa sakit. Tapi Ia tetap kalah dengan rasa sakitnya dan jatuh terduduk dengan tatapan kosong.

Sebelum orang-orang lainnya mulai mengerumuni pemuda itu, Adachi kembali berbicara sambil menguap lebar, "tidak perlu khawatir, aku tidak membunuhnya… Aku hanya menyerang kelemahan 'persona' miliknya…"

"Per… So… Na…" Naoto menggumamkan kata baru yang baru saja ditangkapnya. Samar-samar sesosok wujud burung putih yang tidak pernah dilihatnya – juga tidak asing baginya – muncul dalam pikirannya, "Yamato… Takeru…"

"Betul sekali, Naoto-chan," Adachi menepuk tangannya, memberikan pujian pada Naoto, "'persona' itu… Secara sederhana adalah diri kalian yang lain. Lalu," Ia menunjukkan sebuah gelang transparan, "kalian bisa menemukan gelang ini di lengan kalian bukan? Setiap orang memiliki warna yang berbeda-beda, menunjukkan warna personaliti kalian, misalnya milikku," Adachi memakai gelang itu di lengannya, yang kemudian gelang itu berubah warna jadi hitam dengan merah darah, "lihat? Warna personalitiku menunjukkan arti keputus asaan dan terkontaminasinya jiwa… Kalian bisa melihat arti personaliti kalian lewat tombol di sebelah kanan nama kalian."

Naoto menekan tombol yang disebutkan Adachi, sebuah layar kecil muncul di atas namanya. 'Deep Blue' lah yang tertulis pada judul tulisan yang tertulis di layar kecil itu, "pengetahuan yang luas dan pikiran yang sulit dibaca…" Gadis itu membaca tulisan yang lebih kecil.

"Akan kuingatkan, fungsi lain dari gelang itu adalah alat penyiksa bagi 'persona' kalian, cara itulah yang kupakai pada orang kurang ajar yang berani menyela perkataanku tadi. Jadi sebaiknya kalian berpikir ulang untuk melawanku~ Jika 'persona' kalian mati, kalian sendiri tahukan, apa yang akan terjadi?" Adachi tersenyum dengan mengerikan.

Naoto membelalakkan matanya, beberapa suara teriakan tertahan terdengar dari beberapa orang perempuan di sana, yang pasti tidak termasuk Naoto, dimana dia lebih terlihat seperti seorang laki-laki di sini. Dan instingnya sendiri berkata untuk tidak berteriak.

"Oh ya, apakah tadi aku bilang pertarungan? Mungkin lebih tepat kalau dikatakan Death Game, tapi ingat, masih memungkinkan untuk pertarungan satu lawan satu~ Baiklah! Itu saja penjelasan dariku untuk saat ini. Kalian akan dibawa ke kamar kalian masing-masing~ Sampai jumpa!" Dan layarnya pun mati.

Sepasukan tentara berseragam dan bersenjata datang menjemput mereka dari belakang layar. Dua diantaranya merangkul pemuda yang berteriak tadi. Saat mereka melewati Naoto, Ia sempat melihat gelang berwarna orange dengan nama 'Hanamura Yosuke' tertera di atasnya.

Mereka semua dituntun ke sebuah ruangan lain, sepertinya berfungsi sebagai sebuah taman. Di kedua sisi ruangan itu terdapat lima belas pintu dengan plakat nama masing-masing peserta terpasang rapi di sebelah kanan pintu.

Naoto memasuki kamar yang menjadi miliknya. Ia sempat berpikir akan mendapatkan kamar seperti penjara. Tapi dugaannya meleset. Yang pertama Ia temukan adalah sebuah ruang duduk dengan banyak lemari buku di dalamnya, seperti sebuah perpustakaan. Di ruangan yang lebih dalam, terdapat dapur, kamar tidur, kamar mandi dan tempat latihan pribadi. Semua ditata dengan rapi dan mempunyai fasilitas modern.


"Fuh…" Adachi menekan sebuah tombol off di mejanya, mematikan kamera yang sedari tadi merekamnya, "ternyata melelahkan juga berbicara panjang lebar hanya untuk menjelaskan situasi…"

Adachi menatap orang yang sedang berdiri di belakangnya, yang sedari tadi hanya memperhatikan salah satu rekaman langsung dari salah satu kamar. Di ujung kanan atas rekaman itu tertulis angka "08" sebagai pembeda antara rekaman lainnya.

Adachi terus berbicara tanpa henti, mengejek dan menertawakan wajah-wajah para orang-orang yang menjadi peserta 'Death Game'-nya. Ia baru berhenti saat menyadari bahwa lawan bicaranya itu, tidak mendengarkannya sama sekali.

"Ayolah, jangan menganggapku sebagai orang yang tidak perlu didengarkan seperti itu. Aku tahu ini pasti berat bagimu untuk mendapati adik tercintamu harus menghadapi takdir yang kejam ini. Tapi takdir memang selalu kejam pada semua orang, dan kita di sini sebagai salah satu dari sedikit orang yang berhasil melewati takdir yang kejam itu dan mendapatkan apa yang kita inginkan. Bukankah begitu, Minato-kun?"

Orang bernama Minato itu tetap tidak menyahut. Dipakainya earphone putih kesayangannya di telinganya, lalu mendengarkan musik kesukaannya dari mp3 player yang tergantung di lehernya. Di lengannya terdapat juga gelang yang dipakai semua orang, tetap memiliki warna transparan.

'Maafkan aku, Naoto…'


Naoto tertidur di tempat tidur di kamarnya. Ia memegangi revolver yang tadi ditemukannya dalam koper silver di atas meja kamar tidurnya. Tanpa Ia sadari, setetes kristal bening turun dari pelupuk matanya.

"Onii-chan…"