Summary: Tidak ada yang menyangka bahwa sebuah liburannya ke Mesir akan membawa seorang anak laki-laki modern ke sebuah petualangan dahsyat dan penuh fantasi. Bagaimana caranya ia akan bertahan didunia penuh sihir dan mencari jalan untuk kembali ke dunia nyata.
Disclaimer: Magi seluruhnya milih Shinobu Ohtaka-sensei dan OC milik VanillaCheesecake25
Rate: T
Chapter 1 - Destination Set
Aku terus berjalan menyelusuri padang pasir yang tak berujung ini. Bahkan tak terlihat satupun piramid dari jarak pandanganku. Terlebih lagi kakiku mulai terasa sakit, tenagaku sudah hampir terkuras, dan kulitku memerah akibat tak terbiasa dengan panasnya sengatan matahari. Walau sehaus apapun aku sekarang tak akan merubah fakta bahwa 2 botol air minum yang kubawa didalam tas ranselku sudah habis sejak tadi.
Kakiku terus melangkahi setiap pasir, sudah berapa lama aku berjalan dipadang pasir ini? Satu jamkah? Dua jamkah? Aku tak bisa mengingatnya. Iphone yang kubawa pun tak menunjukan adanya sinyal dan yang terlebih anehnya lagi, waktu yang tertera pada Iphoneku sama sekali tidak berubah menit ataupun detik setiap aku memeriksanya. Tetap terpaku pukul jam 12 siang. Yang harus kulakukan sekarang bukanlah memandangi waktu pada ponselku. Aku harus terus berjalan melewati gurun pasir ini, sampai setidaknya aku menemukan Oasis atau kota kecil, dan mencari tahu dimana aku berada.
Saat aku berjalan tak tentu arah tiba-tiba sekumpulan burung bercahaya bermunculan entah darimana dan mengitari tubuhku. Aku berusaha menepis burung bercahaya itu dari hadapanku. Tapi burung bercahaya tersebut terus bermunculan. Teriknya matahari membuat pandanganku tak fokus dan menjatuhkan tas ransel yang semenjak tadi kuseret. Aku yang tidak tahan lagi dengan cuaca panas ini akhirnya menjatuhkan tubuhku dipasir yang lembut ini.
'Ugh.. Panas...' Ujarku.
Aku pun berusaha untuk mengingat-ingatnya kenapa aku bisa tersesat dipadang pasir, tapi ingatanku malah mengigatkanku seminggu sebelum hal ini terjadi.
{Flashback}
Sama seperti hari sebelum-sebelumnya Lavi hanya seorang anak remaja biasa yang berumur 16 tahun. Saat ini ia seorang siswa SMA kelas 2 di salah satu sekolah swasta. Lavi anak yang selalu pergi dan pulang sekolah tepat pada waktunya dan pulang telat hanya ketika ada kegiatan club ataupun pergi bermain dengan teman-teman sekolahnya.
Lavi memiliki darah orang Asia yang berasal dari Ibu-nya dan Eropa dari Ayah-nya. Sepertinya Gen dari sang ayah lebih kuat daripada sang Ibu karena dari segi penampilan Lavi benar-benar terlihat seperti orang Eropa dan bukan orang Asia. Ini dimungkinkan karena ia memiliki rambut pendek berwarna pirang pucat yang hampir mendekati warna putih yang diwariskan oleh sang ayah. Lalu ada satu lagi yang yang diturunkan oleh sang ayah kepada Lavi yaitu warna mata yang berbeda atau biasa yang disebut Heterochromia. Lavi memiliki warna mata biru disebelah kanan dan hijau emerald pada mata kirinya. Kemanapun Lavi pergi ia selalu menjadi pusat perhatian karena paras asingnya dan Heterochromia yang ia miliki. Walau Lavi sudah terbiasa dengan paras asingnya tapi ia belum terbiasa dengan perbedaan matanya yang mencolok. Ia selalu menjadi bahan olok-olokan teman-temannya karena matanya ini. Bahkan salah satu teman sekolahnya dulu memanggil Lavi dengan sebutan 'Setan Putih' karena manusia seharusnya memiliki 1 warna mata. Belum lagi ketika berpapasan dengan orang yang selalu memandang aneh warna matanya. Hal ini membuat Lavi risih dan sering membuatnya jalan sambil menunduk. Karena keadaan ini salah satu dari kakak Lavi menyarankannya mengunakan kontak lens warna biru pada mata kirinya agar terlihat normal.
Pada hari itu tak seperti biasanya Lavi harus memutar jalannya menuju rumah dikarenakan perbaikan jalan. Hal ini agak mengurangi mood-nya karena ia harus memutar jauh melewati jalan pertokoan yang selalu padat dan bising dengan para pedagang dan pembeli. Untuk menghibur dirinya ia mengeluarkan headset yang selalu ia bawa dan memakainya. Hal ini selalu berhasil untuk meningkatkan mood-nya. Saat sedang melewati salah satu pertokoan, tiba-tiba Lavi dihadang oleh seorang nenek-nenek. Lavi membuka headset yang ia pakai untuk mendengar apa yang ingin nenek itu sampaikan padanya.
"Apa kau mau mencoba menarik undian anak muda?" Kata nenek tersebut sambil tersenyum dan kedua tangannya saling mengosok-gosok satu sama lain.
"Maaf nek, aku tidak tertarik dengan undian.." Jawab Lavi sambil tersenyum dan hendak beranjak pergi.
"Ayolah kesempatannya besar hanya 100 ribu sekali memutar". Jawab nenek itu dengan nada setengah memaksa dan tidak membiarkan Lavi untuk pergi.
"S-seratus ribu..?! Maaf nek, tapi aku tidak punya uang sebanyak itu.. Hari ini aku hanya membawa uang 70 ribu."
"70 ribu juga saja tidak apa-apa kok.. ayo~ ayo~" Kata nenek itu sambil mendorong punggung Lavi ke stand kecil miliknya.
'Ugh, aku harap ini bukan penipuan..' sambil mengeluarkan uang dari saku bajuku.
Sang nenek langsung merebut uang yang berada di tangan Lavi. "Ohoho~ Silahkan putar roda undiannya" ujar sang nenek. Walau terpaksa menarik undian tersebut, Lavi tetap saja gugup menebak bola apa yang akan keluar dari roda undian ini.
"Haah.." Sambil menarik nafas panjang Lavi dengan cepat memutar roda undian dan keluarlah sebuah bola undian.
"...bola putih." Ujar Lavi sambil terus melihat bola putih yang baru saja keluar dari roda undian.
"Ohoho~ sayang sekali ya anak muda kau hanya dapat sebungkus tisu." ujar sang nenek sambil menyerahkan sebungkus tisu kepada Lavi. Dengan berat hati Lavi mengambil tisu tersebut dari tangan sang nenek.
'Ugh.. Nenek-nenek ini bilang tadi kesempatan menangnya besar atau memang keberuntunganku yang jelek.' Lavi pun pergi meninggalkan stand undian sang nenek namun tiba-tiba..
"T-TUNGGU! ANAK MUDA!" Nenek tersebut memanggil Lavi yang telah berjalan beberapa langkah meninggalkan stand milik nenek tersebut. Lavi menghentikan langkahnya dan menengok ke arah stand undian milik nenek tadi.
"Ada apa, nek? Kalau nenek memintaku untuk menarik undian aku sudah tidak memiliki uang lagi."
"Tidak! Bukan itu! Kau ternyata menang anak muda!"
"..Eh? Bagaimana bisa? Bukannya yang biasanya menang itu hanya yang mendapatkan bola emas, merah atau hijau saja?"
"Itu memang benar tapi diantara 300 bola undian ada satu bola putih spesial bernomor 101." sang nenek menunjukan bola putih dengan ukiran angka yang tadi dikeluarkan olehku.
"Hee.. Benarkah? Lalu apa yang aku menangkan?" Kata Lavi sambil memasukan tangannya ke dalam kantong celananya.
"Kau.. Mendapat...!
"Tapi kalau aku mendapat tisu lagi kau boleh mengambil hadiahnya untukmu, nek."
"Bukan! kau mendapat tiket pergi ke Mesir untuk 3 orang!"
"...eh?" Lavi shock dengan perkataan sang nenek.
Muka sang nenek masih bersemangat dengan mengebu-gebu berbanding terbalik dengan ekspresi Lavi saat ini.
"..benarkah? Ini bukan reality show kan?" Lavi melihat sekitarnya, mencari kamera yang tersembunyi untuk memastikan kalau seseorang ataupun kru televisi sedang mengerjainya.
"Ohoho~ tentu saja bukan. Nenek kan sudah bilang dari awal kalau hadiah kali ini sangat besar." sambil menunjukan senyuman yang lebih lebar daripada sebelumnya. Lavi masih belum bisa percaya ucapan sang nenek hingga akhirnya sang nenek memberikannya sebuah amplop yang berisikan 3 tiket pesawat ke Mesir.
'Ugh.. Ini mencurigakan sekali.. Mana ada hadiah undian pergi ke Mesir, apalagi untuk 3 orang sekaligus.' Pikir Lavi sambil memeriksa tiket pesawat dengan teliti. "Ng.. Tidak terima kasih, ini buat nenek saja." Kataku sambil mengembalikan tiket tersebut.
"Ambilah anak muda! Ini hadiah yang kau dapatkan! Kalau kau tidak menerimanya nenek bisa dimarahi karena tidak menjalankan pekerjaan nenek dengan benar." Ucap sang nenek dengan mata berkaca-kaca.
'Ugh.. Sial aku paling lemah dengan seperti ini.' Sambil mengusap-usap belakang lehernya. "Kalau nenek memaksa, baiklah akan kuambil tiketnya."
"Terima kasih anak muda! Oiya, nenek lupa bilang padamu." Lanjut sang nenek.
"Apa itu nek?" Sambil memasukan tiketnya ke tas.
"Nenek juga mencoba jualan permen, bisa tidak nenek minta pendapatmu tentang permen ini?" Sambil menyodorkan mangkok kecil penuh dengan permen bewarna hitam dan tak lupa disertai tatapan memelas dari sang nenek.
"K-kucoba satu." Lavi mengambil satu dan melihat cetakan berbentuk pentagram diatas permen tersebut dengan sekejap Lavi langsung memasukan permen itu kedalam mulutknya dan.. "Rasanya hambar.."
"Ohoho~ Maaf mungkin nenek lupa memasukan gula kedalam adonan permennya."
'Lupa memasukan Gula kedalam permen.' Lavi hanya bisa sweatdrop mendengarnya.
Setelah itu Lavi beranjak pergi meninggalkan stand nenek tersebut sambil terus memikirkan tiket pesawat yang ada didalam tasnya.
Sang nenek berteriak dari belakang sambil melambai ke arah Lavi. "Hati-hati dalam perjalanmu ya." teriaknya dari jauh.
Lavi berbalik dan menundukan sedikit kepalanya sambil tersenyum kepada nenek tersebut dan kembali melanjutkan perjalannya.
'.. Jika 'hal' itu terjadi.. Apa kau tetap menjalani takdirmu atau kau akan mengutuknya? Manakah jalan yang akan kau pilih wahai Tuan-ku.' Nenek tersebut tersenyum licik sebelum ia menghilang ditengah kerumunan orang-orang.
{End Flashback}
"Harusnya tiket itu tidak kutunjukan pada Nii-san." Gerutuku. Waktu tiket tersebut kutunjukan kepada Nels Nii-san, kakak tertuaku dia kelihatan senang dan tanpa pikir panjang ataupun menanyakan darimana aku mendapat tiket tersebut menerima tiket tersebut, Nii-san langsung mengatur jadwal keberangkatan dan menyeretku dan serta Teru Nii-san, kakak keduaku ke Mesir.
"Haah.." Aku hanya bisa menarik nafas mengigat hal itu.
Lalu kenapa aku bisa tersesat disini? Rasanya padahal pagi ini aku yakin aku masih sarapan pagi bersama-sama dengan kedua kakakku, Teru Nii-san dan Nels Nii-san. Lalu setelah itu aku beserta Nii-san pergi menaiki bus menuju lokasi Piramid berada.
"Hah.. Panas..." Aku membiarkan tubuhku terbaring diatas pasir untuk mengembalikan sedikit tenaga. Aku sangat bersyukur setiap kali sekumpulan awan bergerak menutupi matahari. Walau hanya sebentar setidaknya panasnya menjadi sedikit berkurang. Burung cahaya itu sedari tadi masih terus mengitari badanku. 'Indah sekali. Apakah ini burung khas Mesir? Ini pertama kalinya aku melihat burung seperti ini.' Aku terus memperhatikan burung bercahaya tersebut.
Setelah beberapa saat burung bercahaya yang sedaritadi ada dihadapanku tiba-tiba menghilang.
'..Eh? Apa aku hanya berhalusinasi?'
Aku bangkit dan berjalan mengambil ransel yang tadi aku jatuhkan dan menaruhnya kembali dibelakang punggungku. Aku berniat melanjutkan perjalananku, tiba-tiba terdengar dari kejauhan suara yang familiar untuk tempat tandus seperti ini yaitu, unta. Ya aku bisa memastikan itu suara binatang unta. Tapi sayangnya aku tidak bisa memastikan dari mana datangnya suara itu.
.
'Kali ini saja akan kutuntun jalanmu'
.
"Eh?" Aku melihat disekeliling tempatku berdiri mencari sumber suara yang baru saja terdengar olehku. Tapi sayangnya sejauh pandanganku tidak ada satupun orang lain dipadang pasir ini selain aku.
Tiba-tiba burung-burung bercahaya yang menghilang tadi bermunculan kembali tapi kali ini mereka tidak mengelilingi tubuhku tapi terbang menuju arah lain seakan-akan menyuruhku mengikuti mereka. Aku tidak punya pilihan lain dan lari mengikuti burung bercahaya itu terbang. Aku mendaki satu bukit pasir yang lumayan tinggi sebelum melihat beberapa gerobak yang ditarik unta sedang berhenti disebuah oasis kecil.
Aku menghapus keringat yang jatuh dari dahiku. Aku mengusap pelan mataku untuk memastikan kalau aku benar-benar melihat gerobak tersebut dan tidak berhalusinasi.
"Hah..hah.. Aku tertolong.." Aku yakin para gerobak tersebut pasti hendak pergi kesebuah kota.
"Ooooooiii!" Aku berteriak pada orang-orang tersebut agar menyadari keberadaanku. Mereka semua menengok ke arahku. Dengan berhati-hati aku berlari menuruni bukit pasir dan mendekati mereka. Aku melihat beberapa orang berpakaian Arab yang sepertinya kusir dari gerobak dan berpakaian baju besi seperti prajurit penjaga berkumpul didekat oasis. Sayangnya seperti kehadiranku tak diharapkan oleh mereka karena saat aku mendekati mereka. Aku dapat melihat mereka semua mengeluarkan senjata dari pinggang mereka dan bersiaga. Aku pun menghentikan langkahku.
"T-tunggu! Aku hanya tersesat di padang pasir ini dan tidak tau arah pulang." Aku menjelaskan keadaanku dengan nafas tersenggal-senggal.
"..." Mereka terdiam dan kelihatan semakin siaga.
'Ugh.. Orang-orang ini pasti tidak mengerti apa yang kukatakan.. Seharusnya aku mempelajari beberapa basic percakapan bahasa Mesir, kalau saja tidak ada ujian disekolah minggu ini.'
"Ya ya.. Semua bandit selalu memakai cara seperti itu untuk mencuri barang bawaan kami." Kata salah satu dari mereka.
'Eh! Mereka mengerti ucapanku! Lebih tepatnya mereka mengerti bahasa negaraku! Syukurlah! Dan tadinya aku berfikir mereka tidak mengerti bahasa selain bahasa Mesir. Tapi gawat kalau mereka tidak percaya denganku'
"Aku benar-benar tersesat dan tidak tau jalan pulang, kalau boleh bisakah kalian mengantarku sampai ke Kairo atau kota terdekat pun tidak masalah."
"Aku tidak pernah mendengar kota Kairo. Kalau kau mau berbohong kau harus lebih cerdik lagi, nak."
"Tapi aku tidak berbohong, aku benar-benar tersesat." Mereka sepertinya benar-benar tidak percaya dengan ucapanku dan masih mengacungkan pedangnya kearahku.
"Aku bersedia membayarmu seberapa pun yang kau inginkan, jika kau memperbolehkanku naik ke dalam gerobakmu dan mengantarkanku sampai ke kota terdekat." Aku mengatakan hal tersebut sambil tergesa-gesa mengeluarkan dompet dari saku celanaku dan menunjukannya pada mereka.
"Hmph! Walau kau memberiku uang aku tak mau menaikan anak aneh ke dalan gerobakku." Kalau mereka benar-benar tidak menolongku aku tidak tau harus berbuat apa di padang pasir ini.
"Tunggu." Salah satu dari mereka tiba-tiba mengatakan sesuatu dan aku dapat melihat seorang anak muda yang usianya mungkin tak jauh berbeda dariku. Pemuda itu berambut pirang pendek dengan rambut bagian depan yang mirip menyerupai tanduk. "Apa benar kau bersedia membayar?"
"Apa yang kau pikirkan Alibaba! Itu pasti jebakan." Kata seorang kusir gerobak.
'Alibaba..' Pikirku dalam hati.
"Serahkan semuanya padaku." Kata pemuda yang bernama Alibaba tadi kepada teman-temannya dan lalu mendekatiku. "Bisa kau berikan dulu uangmu?" Kata Alibaba tersebut kepadaku.
"Huh? Baiklah.." Aku mengeluarkan beberapa lembar pound Mesir dan memberikannya kepada pemuda tersebut.
"Apa segitu cukup?"
"...hah? Apa ini?" Alibaba itu malah terlihat keheranan ketika ia melihat uang yang baru saja aku berikan padanya.
"Huh? Itu mata uang pound Mesir kan.."
"Kau bercanda ya? Mana mungkin aku membiarkanmu menaiki gerobakku hanya dengan beberapa lembar kertas?!" Ujarnya sambil mengembalikan uang tersebut kepadaku dengan kasar. Aku dapat melihat orang-orang dari belakang pemuda semakin curiga denganku.
"E-ehh?! Lalu kalau begitu aku harus membayarmu menggunakan apa?" Aku malah balik bertanya pada pemuda tersebut. Ini pertama kalinya dalam hidupku, aku bertemu dengan seseorang yang marah ketika diberikan uang. 'Apa mungkin di sekitar sini masih menggunakan sistem penukaran barang atau barter? Kalau benar aku dalam masalah besar, kalau iphone ku ku tukar aku akan susah untuk menghubungi Nii-san.'
"Hah.. Kau bisa membayarku menggunakan koin emas atau pun perak." Katanya sambil menghela nafas pendek.
"Koin? Hmm.. Kalau koin rasanya aku punya tapi sayangnya ini uang koin yang berasal dari negaraku. Aku tak segaja membawanya saat membereskan barang-barang." Aku membuka tasku dan mengambil beberapa kepingan koin dari dalam kantung koin. Dan memperlihatkannya pada pemuda tersebut.
"...?" Alibaba mengambil seluruh koin dari dalam tanganku dan memeriksanya dengan teliti. "Koin apa ini? Ini pertama kalinya aku melihat koin seperti ini."
"Tadi sudah kukatakan itu koin yang berasal dari negaraku."
"Hee~" jawabnya sambil melihat kembali koin yang kuberikan.
Pemuda's Pov
Tadinya saat anak ini berlari dari atas bukit pasir, aku juga mengira ia seorang komplotan bandit yang bersiap menyerang gerobak kami, tapi nyatanya ia hanya anak berpakaian aneh yang tersesat dipadang pasir ini. Lalu memberikanku koin yang aneh pula.
'Koin dari negara manakah ini? Partivia-kah? atau Leam Empire? Atau dari kota yang belum diketahui tempatnya? Ini benar-benar pertama kalinya aku melihat koin berukiran seperti ini.'
Aku memperhatikan gerak gerik anak tersebut. Sangat berbahaya mengangkut penumpang ditengah padang pasir seperti ini apalagi jika kau seorang kusir yang mengangkut bahan-bahan makanan. Aku memperhatikan pakaian aneh yang dikenakan anak tersebut dan sepertinya pakaian yang ia kenalan bukanlah menggunakan bahan-bahan yang murah. Selain itu aku bisa melihat pipi dan tangan anak tersebut memerah karena tidak terbiasa oleh panasnya matahari.
Jadi untuk saat ini kusimpulkan bahwa anak ini bukanlah bandit.
Lavi's Pov
Alibaba terus menganalisaku dan hal tersebut membuatku sedikit gugup. Lalu ia memasukan uang koin yang kuberikan padanya ke dalam kantong bajunya.
"Baiklah kau boleh ikut gerobakku, aku akan mengantarkanmu sampai kota."
"Apa kau yakin Alibaba?! Bagaimana jika anak tersebut membunuhmu ditengah jalan!"
"Tetap saja kau harus lebih berhati-hati, Alibaba. Coba cek barang bawaan anak itu, siapa tau dia bawa senjata tajam." Kusir lainnya saling memberi saran.
"Aku tidak keberatan jika kau mau memeriksaku."
"..." Alibaba memeriksa di setiap saku bajuku dan menghela nafas lega karena ia tak menemukan satupun sejata dariku.
"Bagaimana dengan barang bawaan anak tersebut?" Teriak salah satu kusir. Tanpa ragu-ragu aku memberikan tas yang kubawa pada Alibaba. Alibaba membuka tasku yang hanya berisikan 2 botol air yang sudah kosong, jaket, kontak lens set, iphone, headset, dompet, dan tas kecil tempat menyimpan uang koin. Tak ada senjata tajam.
"Benda yang kau bawa ini aneh-aneh."
'Huh? Kenapa ia mengatakan benda yang kubawa aneh?' Aku ingin menayakan hal tersebut tapi aku tak ingin ia merubah pendapatnya.
Setelah itu Alibaba menyampaikan pada pemilik gerobak lainnya bahwa anak yang dia bawa tidak berbahaya.
"Kalau kau macam-macam aku akan langsung melemparmu dari gerobakku, mengerti?" Aku hanya menelan ludahku dan mengangguk saat mendengar perkataan Alibaba.
"Terima kasih banyak!" Aku berterima kasih dan menundukan badanku dan membawaku ke dekat oasis walau para pedagang dan prajurit masih tetap memperhatikanku dengan tatapan sinis. "Kau bisa mengisi botol air minummu disini." Kata Alibaba.
"Terima kasih." Aku yang sejak tadi haus langsung meminum air dari oasis tersebut setelah itu barulah aku mengisi botol air yang kubawa dengan air. Aku dapat mendengar Alibaba masih berdiskusi dengan para kawanannya.
Aku mengalihkan pandanganku kembali ke arah oasis dan aku sadar air oasis ini sangat jernih. Setelah sempat mencuci mukaku, Alibaba memanggilku untuk naik ke dalam gerobaknya. Aku lalu melangkahkan kakiku ke atas gerobak dan duduk dibelakang dekat Alibaba menaruh barang-barang yang ia bawa. Didalam gerobak aku mencium aroma buah-buahan dan bahan-bahan makanan lainnya yang membuatku sedikit lapar. "Tolong jangan sentuh apapun yang ada disitu." Kata Alibaba sambil terus melihat kedepan.
Aku mengalihkan padanganku pada pemuda pirang tersebut. "Aku mengerti." Aku memperhatikan pemuda tersebut dari belakang.
"Hei, sekali lagi terima kasih sudah memperbolehkanku naik ke dalam gerobakmu, aku pikir aku akan mati dehidrasi diluar sana."
"Tidak perlu berterima kasih padaku yang terpenting kau sudah membayarku dan lagipula apa yang kau lakukan di tengah padang pasir ini dengan pakaian aneh seperti itu?"
'... A-apa aku tidak salah dengar? Baru saja pemuda ini mengatakan cara pakaianku aneh kan? ..Apa maksud pemuda itu aku tidak punya fashion sense..? Atau mungkinkah pemuda ini tidak pernah meliat turis yang mengenakan baju kaos berlengan pendek dengan rompi dan memakai celana cargo pendek?'
"Ngg.. Maaf aku kurang bisa menginggat kejadian bagaimana aku bisa sampai tersesat dipadang pasir ini." Jawabku dan mengabaikan pertanyaannya tentang pakaianku yang aneh sambil melihat unta yang terus berjalan.
"Memangnya dari mana asalmu? Partevia? Leam? Atau mungkin Sindria?" Tanyanya bertubi-tubi.
Tak satupun kota yang disebutkan pemuda tersebut yang familiar ditelingaku. "Aku berasal dari- ..." Saat hendak menjawab pertanyaan pemuda tersebut sekawanan burung bercahaya yang lebih banyak dari sebelumnya itu muncul kembali dihadapanku dan mengitariku kembali.
"Uwaah! Kenapa burung-burung bercahaya ini masih terus menerus mengitariku?" Karena burung bercahaya itu semakin banyak itu membuatku agak takut. Aku berusaha menepisnya dengan tanganku.
"Hah? Ada apa?" Pemuda itu akhirnya menengokan kepalanya ke arahku dan memandangiku dengan tatapan aneh. "Apa yang sedang kau lakukan, hah?"
"Apa kau tidak lihat burung-burung bercahaya ini?" Aku menunjuk salah satu burung bercahaya yang terbang di hadapanku.
"...tidak." Mimik muka pemuda sangat aneh dan memberikan tatapan seolah aku ini sudah gila. "Kau halusinasi?" Lanjutnya.
'Pemuda ini bercanda kan? Mana mungkin burung bercahaya yang jumlahnya banyak ini tak bisa ia lihat.'
"Kau benar baik-baik saja?"
"Aku.. Tidak apa-apa." Jawabku sambil tersenyum paksa.
Kau belum menjawab pertanyaanku tentang darimana asalmu?" Tanyanya lagi.
"Aku berasal dari negara Jepang."
"Huh dimana itu? Aku baru pertama mendengarnya?"
"Bagaimana menjawabnya ya.. Pokoknya negaraku jauuuh sekali dari sini, kau harus melintasi beberapa lautan untuk bisa sampai ke sana."
"Huh?! Apa jangan-jangan kau berasal dari benua hitam?!"
'Huh benua hitam? Apa itu? Apa maksudnya aku ini dari Afrika? Sejak kapan aku negaraku berubah menjadi negara Afrika..'
"Lalu kenapa kau bisa sampai disini?" Aku tak sempat menjawab pertanyaan sebelumnya karena ia kembali bertanya padaku.
"Ah! Aku sedang liburan dengan kedua Nii-sanku tapi saat kami hendak pergi ke suatu tempat- ..." Aku memegang kepalaku dengan sebelah tangan.
"Apa yang terjadi?" Tanya Alibaba.
"Maaf setelah itu aku tidak mengingat apa-apa dan waktu tersadar aku sudah berada tengah padang pasir ini.." Sambil menyenderkan kepalaku kedinding gerobak dan menutup mataku sambil menghela nafas.
"Hee.." Kata pemuda itu sambil kembali melihat ke depan.
"Oiya, namaku Lavi! Salam kenal." Kataku sambil tersenyum.
"Alibaba." Kata pemuda tersebut sambil melirik kearahku.
"Hmm.." Aku diam sejenak dan berfikir. 'Kalau dipikir-pikir namanya sama dengan nama salah satu karakter didalam cerita 101 Arabian Night.'
"Ada apa?"
"Kau tau namamu seperti nama tokoh cerita dongeng yang pernah kubaca.."
"Benarkah? Tapi aku rasa nama Alibaba nama yang umum dipakai disekitar sini."
"Begitu ya?" Kataku
"..." Alibaba hanya terdiam.
"Lalu sampai berapa lama kita akan tiba di kota?" Tanyaku memecahkan kesunyian.
"Sekitar satu hari kalau tidak ada hambatan."
"Lama juga, boleh aku istirahat sebentar? Aku sangat lelah.."
"Ya, silahkan saja.."
"Terima kasih Alibaba." Aku merengankan badanku yang pegal dan lelah ini. Kemudian menyenderkan badanku ke dinding gerobak dan menutup mataku.
Alibaba's Pov
Ketika aku menengok kebelakang, anak yang bernama Lavi tadi sudah tertidur dengan lelap. Kurasa ia tidak bohong ketika ia mengatakan bahwa ia sangat lelah. Tapi aku terus berfikir kenapa aku menolong anak ini, padahal sejak meninggalkan tempat 'itu' aku memutuskan untuk tidak percaya dengan siapapun. Benar-benar anak yang aneh.
'...'
'Gelap'
'...'
'Dingin'
'...'
'..dimana aku?'
Aku berjalan tanpa arah ditengah kegelapan. Aku berusaha meraih sesuatu ditanganku tapi yang kurasakan hanyalah kehampaan. Aku terus meraih sesuatu hingga akhirnya aku menyentuh sesuatu yang dingin dan keras dan aku yakin aku menyentuh sebuah dinding.
Aku lanjut meneruskan perjalanku sambil terus dengan dinding sebagai pemandu jalanku, hingga akhirnya aku melihat sekilas cahaya di ujung jalan tempatku berjalan. Aku mendekati tempat tersebut dan aku bisa merasakan itu sebuah ruangan yang luas. Dan mendengar suara..
'Akhirnya aku bertemu denganmu.'
'Huh?' Aku menengok ke arah kanan dan kiri mencari sumber suara tersebut.
'Sejak dulu aku ingin bertemu denganmu.'
'Siapa kau?'
''Orang itu' selalu melarangku bertemu bahkan melihat wajahmu.'
'Oii, tunjukkan wujudmu!'
'Tidak bisa.'
'Kenapa?'
'Tidak sekarang, suatu saat nanti akan kuberitahu segalanya.'
'Hah? Hey, tunggu!'
'...'
Suara itu kembali menghilang.
"..-vi! Oii!"
Aku merasakan seseorang menepuk pipi dan mengguncang bahuku.
"LAVII!"
Ketika aku membuka mataku, aku dapat melihat muka pemuda berambut pirang tersebut terlihat panik.
"Haah~ Akhirnya kau bangun juga! Aku membangunkanmu daritadi tapi kau benar-benar tidak bergerak sedikitpun, kupikir kau tewas!"
Aku mengusap pelan mataku
"Maaf, soalnya aku lelah sekali.."
"Kita sudah sampai di kota Qishan."
"Huh? Benarkah kita sudah sampai dikota?"
"Ya, kau hampir tidur seharian semenjak kemarin dan kau harus segera turun disini."
Aku segera bangkit dan keluar dari gerobak dan menengok kembali ke arah Alibaba.
"Sekali lagi terima kasih Alibaba!" Teriakku dari kejauhan. 'Ini bukan kota kairo, tapi tak apalah mungkin aku bisa mencari tau jalan pulang dari kota ini."
Aku berlari ke pinggir jalan. Melihat kota yang Alibaba sebut Qishan, kota padang pasir dengan bangunan rumah-rumah yang sederhana dan hanya ada beberapa bangunan yang sedikit lebih bagus daripada bangunan lainnya. Tapi diantara bangunan tersebut ada satu bangunan yang menyita perhatianku yaitu menara yang menjulang tinggi ditengah kota.
"Menara apa itu? Tinggi sekali." Aku mengeluarkan iphone-ku dan mengambil beberapa foto bagunan tersebut dan tersadar kamera iphone-ku masih berfungsi walaupun waktunya masih tetap terdiam pukul 12 siang.
Selagi aku berjalan melintasi jalan kota Qishan aku merasakan orang-orang yang memperhatikanku dengan tatapan aneh seperti mereka tidak pernah melihat turis sepertiku. Tapi jika kuperhatikan dengan seksama sejak tadi aku berjalan aku tak melihat satupun turis atau penduduk lokal yang mengenakan kaos atau celana biasa. Mereka semua nyaris berpakaian yang sama. Pantas saja Alibaba mengatakan pakaianku aneh.
Aku memberanikan diriku bertanya pada seorang pedagang, kuharap mereka juga mengerti apa yang kuucapkan seperti Alibaba dan para kusir tadi.
"Permisi apa anda tau dimana letak kota Kairo?"
"Akan kuberitahu jika kau membeli daganganku."
'Eh? Kenapa pedagang ini juga berbicara dengan bahasaku juga?'
"Baiklah kalau begitu aku beli buah pear ini." Aku mengeluarkan dompetku dan mengambil selembar uang Mesir.
"Jangan bercanda bocah! Mana bisa kau membeli makanan dengan kertas!" Ucapnya dengan marah sambil menarik kerah bajuku.
Reaksi yang sama ketika aku memberikan uangku pada Alibaba. Ini sangat aneh, kenapa uangku tidak diterima di sini.
"Kalau kau mau beli sesuatu kau harus bayar dengan koin emas atau silver bocah!"
"Akan kubayar tapi tolong lepaskan kerah bajuku!" Aku mengeluarkan beberapa keping koin dari tasku dan memberikannya pada penjual itu. Penjual itu melepaskan kerah bajuku. "Hah ternyata kau punya juga uang bocah, hm? Koin apa ini? Aku baru pertama kali lihat dan mengkilap sekali."
"Itu koin dari tempatku berasal. Aku sudah membeli daganganmu, tolong beritahu aku dimana kota Kairo atau Mesir."
"Ah? Aku tidak pernah mendengar nama kota itu tanya saja yang lain." Sambil memberikan dengan kasar sekatung penuh buah pear.
"..." Aku hanya mendengar hal itu dengan muka datar bercampur kesal, saking kesalnya rasanya aku ingin meninju kepalanya yang botak, tapi aku mengurungkan niatku karena pedangan ini tetap memberikanku buah yang jumlahnya bahkan lebih dari yang kukira. Aku meninggalkan pedagang tersebut sambil memakan buah pear yang kubeli tadi. Udara dikota ini benar-benar panas dan kering, dan setiap kali aku melihat orang-orang melintas mengenakan baju khas arab itu membuatku berfikir baju seperti itu terlihat nyaman dipakai ditempat panas seperti ini. Aku pun memutuskan berkeliling mencari toko baju dan masuk kesalah satu toko kecil penjual pakaian
"Permisi.."
"Ohoho~ ada yang bisa aku bantu tuan? Anda perlu baju? Tentu kami punya ukuran yang cocok untuk anda~ Dan sepertinya anda cocok memakai pakaian ini." Aku bahkan belum mengatakan apapun tapi pemilik toko tersebut langsung sibuk mencarikan pakaian yang cocok untukku. Setelah agak lama ia mencarikan baju untukku, ia kembali sambil membawa sepasang baju. "Itu kain terbaik yang kami punya." Sambil memberikannya padaku, kain yang tidak terlalu tebal ataupun tipis dan tidak sehalus sutra yang kutahu. "Berapa harganya?" Kataku sambil memeriksa baju yang ia berikan padaku.
"Anda tidak usah bayar Tuan~" katanya sambil memberikan senyuman ramah dan mengelus-elus kedua tangannya.
"Eh? Benarkah?!"
"Tentu~ tapi sebagai gantinya anda hanya perlu memberikan baju yang anda pakai sekarang~"
'Oh maksudnya dia mau menukar bajuku dengan baju yang dia jual?'
"Umm.. Baiklah, aku tidak keberatan." Aku masuk ke ruang ganti dan menganti bajuku dengan baju yang diberikan penjual tersebut. Setelah selesai mengganti pakaian aku keluar dan memberikan bajuku pada penjual tersebut.
"Ohh! Apa ini? Bahan yang bagus sekali! Baru kali ini melihat bahan kain sebagus dan sedetail ini!"
'Ada apa dengan penjual ini? Padahal baju yang kupakai itu hanya kaos biasa berlengan pendek dengan vest dan celana pendek cargo.'
Aku memeriksa pantulan bayanganku dicermin, dan terlihat aku mengenakan baju dengan kaos berlengan panjang berwarna putih dengan garis kuning diujung lengan dan vest tampa lengan dengan panjang selutut bewarna hitam polos. Dan celana bewarna abu-abu serta kain pinggang bewarna coklat. Aku pun tak lupa memakai bandana hitam panjang untuk melindungi kepalaku dari panasnya matahari dan tetap memakai sepatu bootsku karena lebih nyaman dipakai ditempat seperti ini. Aku memperhatikan bayanganku dicermin dari atas sampai bawah.
"Ah cocok sekali tuan~" katanya dari belakangku.
"Terima kasih."
"Arara~ cincin yang anda kenakan juga bagus~ apa anda berniat menukarkan cincin anda juga?" Katanya sambil melihat cincin di ibu jari kiriku.
"Ah. Maaf yang ini tidak bisa kuberikan padamu."
"Ahh.. Sayang sekali."
"..." Aku menatap cincin perak berlambang pentagram di ibu jari kiriku dan beberapa kali mengelusnya. Aku kembali membawa tas ransel dipundakku dan keluar dari toko tersebut.
Aku mulai berkeliling kota sambil mengambil lagi beberapa foto dari kota Qishan. Aku pun tak lupa untuk mencari dimana letak keberadaan Nii-san dan kota Kairo. Tapi tak kusangka kota ini lebih luas dari yang kukira. Sayangnya setelah berputar-putar dikota ini tak ada satupun petunjuk dimana keberadaan Nii-san ataupun kota Kairo. Tapi yang lebih mengejutkanku lagi adalah setiap orang yang kutanya semuanya menggunakan bahasa yang bisa kumengerti. Aneh, padahal aku tidak menggunakan bahasa Mesir maupun bahasa yang internasional tapi mereka semua mengerti. Benar-benar aneh. Apa bahasa negaraku sangat terkenal sampai setiap orang mempelajarinya?
Aku berpapasan dengan berbagai macam orang tapi ada satu pemandangan yang sangat mengangguku yaitu, beberapa orang dengan baju lusuh, badan yang kurus berjalan dengan kedua kakinya terantai bahkan leher sebagian dari mereka pun di terantai. Mataku teralihkan pada seseorang anak perempuan berambut magenta yang ikut berjalan paling belakang. Dengan rambut mencolok seperti itu siapa yang tak akan memperhatikan anak perempuan tersebut. Tapi dilihat sebagaimanapun mereka terlihat seperti.. budak.
'Apa di Mesir masih ada sistem perbudakaan? Apa mungkin mereka penjahat?' Semakin aku berpikir keras semakin bingung aku dibuatnya. Aku melanjutkan perjalananku dan tak sengaja seorang pria gendut menabrakku.
"Oh, maaf.."
"Lihat-lihat kalau jalan anak bodoh!." Pria itu marah sambil mendorongku kesamping.
'... Kenapa dia memarahiku, bukannya dia yang menabrakku.' Sambil mengelus lenganku yang ia dorong.
Aku terus memperhatikan gerak-gerik laki-laki gendut tersebut kejauhan. Aku bisa melihat orang itu jalan dengan sombong, ia bahkan mendorong seorang ibu yang mengendong bayinya hanya karena mereka menghalangi jalan laki-laki gendut tersebut. Aku mendekati ibu-ibu tersebut dan membantunya berdiri. Seseorang pedangang lalu menyampiri pria gendut tersebut dengan memohon.
"Maaf tuan Bundel saya belum bisa bayar hutang saya.. Tolong beri saya tenggat waktu lagi."
"Hah! Dasar manusia tidak berguna! Bisanya meminjam uang tanpa bisa mengembalikannya!" Teriaknya marah.
Saat laki-laki itu melangkah tiba-tiba saja ia terpeleset dan jatuh terjungkal. "Argggghh! Siapa yang menjenkal kakiku?!" Aku melihatnya tak sengaja terjatuh karena tersandung jalan yang tak rata.
Pria gendut itu lalu melihatku. "Pasti kau ya! Yang mendorongku sampai jatuh?!"
"Hah?" Aku hanya kaget mendengar tuduhannya. Para pedagang mulai berdatangan dan menatap dingin. laki-laki gendut tersebut. Laki-laki gendut itu lalu marah bercampur takut karena ia hanya sendirian dan langsung bangun dan bergegas pergi dari situ. "Si Bundel itu sekali-kali harus diberi pelajaran!" Kata seorang pedagang dan dibalas dengan pedagang lainnya.
"Mentang-mentang penjual wine paling kaya di kota ini, sikapnya jadi angkuh sekali." Kata seorang pedagang.
"Aku dengar dia juga pernah beberapa kali membuat orang yang berhutang kepadanya menjadi budak."
"Budak?!" Kataku terkaget.
"Kenapa kaget begitu? Kau pasti sudah lihat kan, beberapa orang yang jalan dengan kaki, tangan bahkan leher yang terikat rantai kan nak." Kata seorang pedagang padaku.
"Ya.. Belum lama aku melihatnya, tapi bukannya perbudakan itu sudah tidak ada?" Saat aku bertanya seperti sebagian pedagang malah tertawa terbahak-baham mendengarnya.
"Puh- Ahaha! Perbudakan masih tetap ada malah semakin lama semakin banyak, anak muda." Salah satu pedagang yang tertawa dengan pertanyaanku.
"Tapi dibanding si Bundel tapi tuan Jamil, pemimpin kota ini jauh lebih sadis!"
"Ah.. Kalau itu aku setuju. Kalau kau macam-macam kau akan langsung dihabisi."
"..." Aku hanya mendengarkan para pedagang yang mengeluarkan pendapatnya masing-masing tentang Bundel dan pemimpin kota ini."
"Yang pasti kau harus hati-hati dengan Bundel dan tuan Jamil kalau kau masih mau hidup dikota ini, nak."
"Terima kasih atas sarannya." Aku menundukan kepalaku dan beranjak pergi. Hari sudah semakin senja dan aku masih bingung harus pergi kemana. Lalu aku berjalan di sebuah gang kecil dan melihat sosok yang kukenal dan langsung memangil namanya. "Alibaba!" Teriakku sambil berlari kearahnya.
"Kau? Ng.. Lavi?" Alibaba menengok ketika kupanggil namanya.
"Yang tadi sekali lagi terima kasih! Kalau tidak ada kau aku bisa mati terpanggang di padang pasir." Ucapku sambil tersenyum.
"Tidak usah dipikirkan, lagipula kau kan sudah membayarku." Ujar Alibaba sambil melihat penampilan baruku. "Kau sudah menemukan saudaramu?"
"... Sayangnya tidak. Aku tidak menemukan mereka dikota ini." Aku sedikit menunduk.
"Begitukah?"
"Tapi Alibaba ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan padamu."
"Soal ap-"
"Alibaba!"
Saat sedang berbicara dengan Alibaba tiba-tiba dari belakangku muncul laki-laki gendut yang tadi siang kutemui dipasar tapi kali ini ia datang bersama kedua bodyguardnya. "Ah.. Tuan Bundel ada apa gerangan anda mencari saya~?" Sambil tersenyum dan mengusap-usap kedua telapak tangannya seperti bawahan bertemu dengan atasannya. "Aku punya kerjaan untukmu, Alibaba." Jawab Bundel.
"Kau bisa kan." Lanjut Bundel sambil menaruh tangannya dipinggang.
"Tentu saja tuan Bundel, saya siap membantu anda~" Alibaba masih belum merubah gestur badannya.
Aku hanya diam menyaksikan mereka berbicara. Sesaat sebelum orang yang bernama Bundel itu pergi dia akhirnya menyadari keberadaanku.
"Kau! Anak yang tadi siang kan!" Pria bernama Bundel tersebut mendekati dan menarik kerah bajuku dan mendorongku ke tembok sambil masih menarik kerah bajuku.
"Huh?" Aku menaikan sebelah alisku.
"Aaah! Dia..-" sebelum Alibaba menyelesaikan perkataanya Bundel memotong dengan seenaknya.
"Kau berani-beraninya mempermalukanku didepan orang banyak?!"
"Tapi bukannya anda jatuh gara-gara tersandung kaki anda sendiri?" Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikir si Bundel ini. Aku bermaksud untuk menepis tangannya dari kerah baju kalau saja Alibaba tidak jadi penengah antaraku dan Bundel.
"A-ah! Tuan Bundel anak ini baru saja datang ke kota ini, jadi dia tak tau apa-apa tentang anda si penjual wine nomor 1 dikota ini." Kata Alibaba memuji-muji Bundel.
"Hmph! Pantas sikapnya berani sekali padaku!" Ia melepaskan tangannya dari kerah bajuku. "Tapi jangan pikir hanya baru tiba dikota ini aku akan memaafkan anak itu! sebagai hukumannya, Alibaba besok bawa anak bekerja denganmu."
"E-eh?! Tapi aku sudah terbiasa bekerja sendiri tuan Bundel." Jawab Alibaba dengan senyum paksa.
"Aku tidak peduli dan lagipula barang-barang untuk besok akan lebih banyak dari biasanya dan aku ingin kalian cepat menyelesaikannya."
"... aku harus ikut kerja... juga?" Aku menunjuk diriku sendiri. Dan seketika itu Alibaba menghampiriku dengan panik dan mendorong kepalaku hingga aku terlihat sedikit menunduk hormat didepan Bundel.
"Tentu saja tuan Bundel aku akan datang bersama anak ini besok."
"Oiya satu lagi.. JANGAN SAMPAI TELAT!" Sambil menunjuk kearah kami.
"Tidak masalah Tuan kami akan tiba lebih awal tuan Bendel" sambil ikut menunduk.
Kami terus menundukan kepala hingga orang yang bernama Bundel tersebut pergi dari hadapan kami. Alibaba kemudian melepaskan kepalaku dan menengok ke arahku.
"Apa yang kau lakukan pada si Bundel, bodoh?" Sekarang giliran Alibaba yang menarik kerah bajuku.
"Hei! Aku benar-benar tidak melakukan apa-apa!" Aku pun menceritakan kejadian tadi siang kepada Alibaba. Setelah aku menceritakan kejadian tadi siang, akhirnya Alibaba melepaskanku dan menarik nafas panjang.
"Sigh.. Lagi-lagi ya.. Tapi kau sial sekali harus berurusan dengan Bundel di hari pertamamu datang ke kota ini." Kata Alibaba.
"Lalu apa maksudnya pekerjaan untuk besok?" Aku bertanya kepada Alibaba.
"Mengangkut barang-barang ke dalam gerobak." Jawab Alibaba. "Tapi ini benar-benar gawat." Kata Alibaba sambil memegang kepalanya sendiri.
"Gawat apanya?"
"Besok mau tidak mau kau harus ikut bekerja denganku, kalau tidak orang yang bernama Bundel tadi akan menghukumku jika tidak menuruti permintaannya tadi."
"Ngg.. Aku tidak keberatan ikut bekerja denganmu. Lagipula aku berhutang budi padamu dan kalau aku tidak datang kau bisa kena masalah dengan si Bundel itu kan. Dan selama itu aku juga mungkin akan menemukan cara lain untuk menemukan Nii-san dan kota tujuanku." Kataku sambil tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu besok pagi-pagi kita akan bertemu lagi disini, jangan sampai telat atau mencoba kabur Lavi." Alibaba beranjak pergi meninggalkanku sendiri di gang kecil dan gelap ini.
"...eh?! Tapi aku tidak tau apa-apa tentang kota ini!" Aku lari menyusul Alibaba yang sudah berjalan meninggalkanku.
"Geh! Kenapa kau mengikutiku?!"
"Aku tak tahu harus pergi kemana lagipula kalau besok aku lupa atau tidak muncul kau sendiri yang repot, kan."
"Ugh.. Kau ada benarnya juga, baiklah ikuti aku." Alibaba mulai berjalan lagi hingga sampai di sebuah rumah sederhana dan membuka pintunya.
"Masuklah." Perintah Alibaba.
"Permisi." aku masuk kedalam rumah tersebut dan mendapati karpet yang terlentang lantai dengan beberapa bantal, daging yang digantung dan beberapa keranjang penuh dengan buah dan guci berisi air. Aku melepaskan tas ranselku dan meletakannya dilantai. Aku duduk di atas karpet sambil melihat sekeliling rumah. "Kau tinggal sendiri?"
"Ya.. Sejak tiba di kota ini aku selalu tinggal sendiri" Alibaba mengambil beberapa buah apel dari keranjang.
"Kau mau?"
"Ah? Tidak usah aku masih punya sisa buah pear yang tadi siang kubeli." Alibaba duduk dan memakan buah apel yang tadi ia ambil dari keranjang. Aku membuka ranselku dan mengeluarkan sisa pear yang kubeli dari pedagang tersebut. Sambil memakan sisa pear aku mengeluarkan iphoneku dan terlihat dipojok kiri atas layar tertulis "No Service" dan jam masih menunjukan pukul 12 siang. Aku memutuskan untuk merestart ulang iphoneku, kupikir dengan begitu aku bisa mendapat sinyal. Setelah beberapa saat aku mematikan iphone-ku aku menyalakannya kembali tapi ternyata hasilnya nihil, iphoneku masih bertuliskan 'No Service', aku pun menghela nafas.
"Benda apa itu?" Aku terkagetkan dengan suara Alibaba.
"Ini? Iphone."
"Ai pon?"
"Iya ponsel alat untuk berkomunikasi dalam jarak jauh, tapi bisa juga digunakan untuk hal lain contohnya untuk mengirim email, mengambil gambar atau merekam video." Aku mengarahkan iphoneku kedepan muka Alibaba dan menfotonya. Dan meperlihatkan hasil fotonya kepada Alibaba.
"Ehh?! Ada juga alat magic seperti itu?!" Alibaba merangkak mendekatiku dengan cepat dan memperhatikan iphone yang kugenggam.
'M-magic?! Anak ini tidak pernah liat iphone? Lebih tepatnya apa Alibaba tidak pernah lihat ponsel?!'
"Apa ini salah satu benda dari Dungeon?" Ujar Alibaba sambil memperhatikan lock screen dengan wallpaper langit malam bertabur bintang.
"Dungeon? Ini hadiah dari nii-san ku."
"Uwaah.." Masih terpukau dengan iphone milikku. "Apa benar aku bisa berkomunikasi dan mengambil foto apapun dengan benda ini?"
"Ya asal ada sinyal atau orang lain punya benda yang sama dengan ini dan baterai ponselku tidak habis aku rasa tidak masalah."
"Hee~ Boleh kupinjam?" Alibaba memintaku dengan mata berbinar-binar.
"Silahkan saja." Alibaba mengambil ponselku dan dengan muka gugup bercampur serius ia mulai menekan-nekan iphoneku "bagaimana cara mengunakannya?"
"Ngg.. Begini caranya." aku mengajari Alibaba cara membuka iphone dan ia balas dengan muka terkejut dan kagum.
"Hebat! Lalu! Lalu bagaimana cara mengambil foto?" Ujar Alibaba dengan antusias. Alibaba saat ini benar-benar terlihat seperti anak kecil yang baru diberikan mainan.
"Kau hanya perlu menekan logo ini lalu arahkan ke objek yang ingin kau foto dan tekan tombol ini. Dan saat menfoto usahakan jangan bergerak agar hasilnya tidak buram." Dengan gugup Alibaba mengikuti saranku dan memfoto kami berdua dari angle bawah.
"Ughh! Hah.. Hah.. Kau benar! Lihat! Muka kita berdua ada di dalam alat ini!"
"Ng.. Alibaba kau tidak perlu sampai menahan nafasmu juga saat difoto cukup jangan gerakan badanmu."
"E-eh begitulah? Aku hanya sedikit gugup dengan alat ini."
Aku hanya bisa tertawa kecil melihat reaksi Alibaba. Alibaba terus menerus memfoto dirinya dan apapun yang ada disekelilingnya. Setelah beberapa saat akhirnya dia berhenti. "Lalu bagaimana caranya menghubungi orang lain dengan alat ini?" Lanjutnya.
"Ah.. Itu dia masalahnya.. Aku tidak bisa menghubungi nii-sanku kalau tidak mendapat sinyal."
"Sinyal?"
"Ya, ngg bagaimana menjelaskannya ya pokoknya kalau tidak ada sinyal aku tidak bisa mengubungi orang lain."
"Hmm.." Alibaba menaruh iphoneku di atas karpet melipat kedua tangannya dan berfikir. "Kalau benda ini benda magic mungkin.. Kau bisa menemukan sinyal di Dungeon!"
"Eh? Dungeon? Maksudmu Dungeon yang biasa ada di dalam game dan tempat sarang monster?"
"Yap! kau tau? Dungeon itu tempat bersejarah misterius yang bermunculan diseluruh dunia dalam kurun waktu 14 tahun lalu. Dan dungeon di kota Qishan ini sudah berumur 10 tahun."
'14 tahun yang lalu dan muncul diseluruh dunia?! Tapi aku bahkan tidak pernah mendengar hal tersebut di negaraku, apa pemerintah menutupi hal ini? Tapi itu berati ini rahasia negara, kan.'
"Orang yang berhasil menyelesaikan misi Dungeon akan mendapatkan segunung harta dan kekuatan. Dungeon menyimpan harta yang tak ternilai harganya seperti emas, harta karun dan benda mistik"
"Terdengar seperti dogeng, tapi benda mistik yang kau maksud itu apa?"
"Hm.. Benda yang memiliki kekuatan sihir contohnya seperti karpet terbang atau guci wine yang isinya tidak akan pernah habis, tapi benda terbaik adalah benda sihir berisikan Djinn."
"D-djinn?!"
"Iya kau pernah dengar?"
"Kalau Jin aku tau! Soalnya aku kan baca buku Disn*y tentang Jin yang dibebaskan dan akan memberikan 3 permintaan kepada orang yang membebaskannya!"
"Apa benar dia akan mengabulkan permintaan kita?!" Aku bisa melihat mata Alibaba kembali berbinar-binar ketika aku mengatakan hal tersebut.
"Eh..Err.. Itu yang aku tau sih."
"Ahh! Aku jadi ingin cepat-cepat masuk ke dalam Dungeon!" Alibaba bangkit sambil mengepalkan kedua tangannya keatas.
'T-tapi Alibaba.. yang aku ceritakan ini buku anak-anak yang kubaca sewaktu aku berumur 3 tahun.' Tapi aku tak sampai hati mengatakan hal tersebut setelah melihat reaksi Alibaba. Lagipula Djinn seperti itu tidak benar-benar ada bukan.
"Yosh! Lavi! Ayo kita ke Dungeon sekarang juga!" Ujar Alibaba sambil berlari keluar.
"Eh..?" Aku hanya terpaku melihat Alibaba melesat keluar rumahnya tapi tak berselang lama Alibaba masuk kembali ke dalam rumahnya dengan muka suram.
"A-ada apa Alibaba?"
"Aku lupa.. Alasanku bekerja keras selama ini demi untuk mempersiapan perbekalan untuk di dalam Dungeon." Alibaba duduk didepanku masih dengan muka yang suram dan memeluk kedua kakinya."
"T-tapi kau bisa kan mencicil misalnya hari ini kau melawan dungeon tingkat 1 lalu besoknya tingkat 2 dan seterusnya." Aku berusaha untuk menyemangatinya.
"Hal itu tidak mungkin terjadi Lavi."
"Kenapa? Kalau tidak dicoba kita tidak akan tahu."
"Soalnya sekali kau masuk ke dalam Dungeon kau tidak akan pernah keluar kecuali menyelesaikan misinya."
"Eh? EEEHH?!" Aku terkaget mendengar penjelasan dari Alibaba.
"..Yang masuk ke dalam Dungeon tidak sedikit, ratusan bahkan ribuan prajurit maupun pengelana, orang-orang tersebut tidak pernah kembali dan bisa dipastikan mereka mati. Makanya aku bekerja keras untuk mempersiapkan perbekalan tapi.. Bundel terus menerus menambah daftar hutangku." Katanya lagi sambil menyenderkan badannya ke tembok menghela nafas panjang.
"Lalu kau masuk ke dungeon itu sendirian?"
"Ya.."
"..." Aku hanya bisa terdiam mendengarnya. 'Anak ini, kalau seribu orang prajurit tidak bisa apalagi anak-anak kan.' Alibaba berdiri mengambil dua wadah air kecil dengan kain. Ia menaruh kedua wadah kecil air tersebut diatas karpet.
"Ngg.. Ini untuk apa?" Tanyaku dengan penasaran.
"Usapkan kain basah ini ke badanmu, dikota ini air sangat berharga dan yang hanya orang-orang kaya yang bisa mendapatkan jatah air lebih." Jelasnya.
'Maksudnya kau mandi dengan ini?!'
"Hmm.. Terima kasih." Aku membuka bajuku dan melap badanku dengan kain basah yang diberikan Alibaba. Setelah selesai Alibaba mengambil kedua wadah air dan menaruhnya di atas meja.
"Lebih baik kau tidur Lavi kalau tidak besok kita bisa telat, Bundel sangat menyebalkan kalau kita sampai telat." Ujar Alibaba yang sudah merebahkan badanya di atas karpet. Aku yang juga lelah mengikuti usul Alibaba. Aku memasukan iphone ke tas dan menidurkan badanku di karpet yang tipis ini.
'Aku akan melepaskan kontak lensku setelah Alibaba tertidur' sambil menyentuh mata kiriku.
"..."
"Ngomong-ngomong darimana asalmu Alibaba?" Tanyaku memulai percakapan kembali.
"...Balbadd." Jawab Alibaba sambil menutup matanya.
'...balbadd? Itu ...dimana?'
Alibaba membuka matanya dan menengok ke arahku. Muka bingung terpapang jelas dimukaku. Alibaba yang melihat reaksiku malah terlihat kaget.
"Kota Baldbadd loh! Baldbadd!"
"Err.. Itu di Saudi Arabia ...kan?" Jawabku dengan ragu-ragu.
Alibaba merasa putus asa dengan jawabanku dan menutup mukanya dengan sebelah tangannya. 'Kupikir tadinya Alibaba berasal dari amerika atau kalau tidak eropa, aku ingin menanyakannya lebih lanjut tapi melihat reaksinya saat ini rasanya tidak mungkin.' Setelah itu keadaan menjadi hening kembali.
"Nee.. Lavi." Sambil menaruh kedua tangannya dibelakang kepala dan menekuk sebelah kakinya.
"Hm?" Aku menegok ke arah Alibaba.
"Walau sepertinya kau tidak tau apa-apa, tapi sepertinya kau tau sesuatu tentang Dungeon itu. Apa kau pernah masuk kedalamnya atau mungkin nii-san mu itu penakluk Dungeon?"
"Err.. Tidak pernah dan tidak mungkin soalnya Teru niisan hanya seorang dokter bedah dan Nels niisan hanya pekerja kantoran biasa tidak lebih dari itu."
"Tapi bisa saja saudaramu merahasiakannya padamu kan." Ujar Alibaba sambil mengerucutkan bibirnya.
"Aku meragukan hal itu, aku cuma pernah baca buku tentang itu saja kok." Aku pun mengatakan itu sambil mengerucutkan bibirku. Keadaan kembali sunyi sampai akhirnya Alibaba mengatakan sesuatu.
"Selama ini aku selalu berfikir aku bisa melakukan semuanya sendirian, apapun masalahnya. Tapi keberadaanmu membuatku berfikir bagaimana kalau kita masuk kesana bersama-sama? Mungkin saja kau bisa menemukan sinyal di dalam Dungeon!"
"...Pfft!" Aku menahan tawaku.
'Menemukan sinyal dalam Dungeon, itu terdengar lucu dan konyol.' Aku mulai berfikir aneh tentang hero yang gagah berani memakai baju besi dan berkuda putih yang pergi ke Dungeon untuk mencari sinyal untuk Iphone-nya.
"Ahahaha.."
"K-kenapa kau tertawa?! Aku serius loh!" Kata Alibaba sambil melihat kearahku.
"Tapi aneh saja pergi ke Dungeon untuk mencari sinyal iphone."
"Kau tidak perlu mentertawakanku!" Alibaba mengerucutkan bibirnya dan mukanya berubah sedikit merah. "Memang sinyal bentuknya seperti apa?"
"Sinyal itu seperti gelombang suara kau tidak bisa menyentuh dan merasakannya tapi kau juga tidak bisa mendengarnya."
"Ch! Kupikir sinyal itu seperti bola magic yang menghubungan satu orang dengan orang lain. Jadi kau bagaimana? Kau mau ikut ke Dungeon tidak?"
"Aku ikut. Aku penasaran seperti apa Dungeon itu dan lebih baik kita masuk bersama-sama daripada masuk sendirian. Lagipula kalau ada apa-apa kita bisa saling membantu, kan.."
"Yosh! Kalau begitu mohon kerja samanya ya, Lavi! Alibaba bangkit dari tidurnya dan mengulurkan tangannya padaku.
Aku meraih tangannya Alibaba dan menjabatnya. "Mohon kerja samanya juga Alibaba."
Tapi sesaat aku menjabat tangan Alibaba. Tiba-tiba muncul ratusan burung bercahaya muncul didepanku dan mengitariku dan Alibaba. Walau kaget tapi aku mulai terbiasa dengan kehadiran burung bercaya tersebut.
'Tapi darimana asalnya mereka?' Pikirku sambil terus melihat burung bercahaya tersebut sampai mereka pergi ke luar jendela.
"Kau lihat apa sih Lavi?
'Ah.. aku lupa Alibaba tidak bisa melihat burung bercahaya tersebut.'
"Ah apa-apa kok.." Kataku sambil melepas jabatan tangan Alibaba.
"Lebih baik kita istirahat sekarang, besok kita bisa telat."
"Ya, selamat tidur Alibaba." Aku tersenyum dan menidurkan badanku dikarpet dan membelakangi Alibaba.
Beberapa saat kemudian aku membuka mataku kembali dan mendudukan badanku. Aku memegang kepalaku dengan sebelah tangan. Ketika aku menengok, aku mendapati Alibaba sudah tertidur lelap, aku membuka tasku dan mengambil kotak lens. Aku melepaskan kontak lens dari mataku dan menaruhnya di kotak lens kemudian meletakannya disamping bantal. Aku pun menidurkan kembali badanku kembali, dan mengingat semua kejadian yang terjadi pada hari ini.
'Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua orang dikota ini mengerti apa yang aku katakan? Dan tidak ada satupun yang tau dimana Mesir ataupun kairo. Bahkan aku tidak tau keberadaan nii-san.'
Aku terus memikirkan hal tersebut sampai akhirnya aku lelah dan jatuh tertidur.
Gak nyangka Chapter 1-nya bakalan sepanjang ini (ll゚д゚) (gak nyadar soalnya nulis fanficnya di Notes hp). Bagaimana pendapat kalian tentang chapter 1? Terlalu panjang atau terlalu pendek? Ini fanfic pertama saya, maaf kalau masih banyak typo dan penataan kata yang salah ( ;∀;) Silahkan Review kalau ada saran maupun kritik akan saya terima. ╰(*´∀`*)╯
