THE CHASER

Author: Hye Ji

Genre: Wolf!AU, BL, BOYXBOY

Rating: T

Chapter 1 of 3

Cast: Wu Yifan | Kim Junmyeon | Siwon | EXO member | Others

Disclaimer: I only own the story.

Warning! Yang gak suka KrisHo ga usah baca. Yang gak suka Wolf!AU juga gak usah baca.

Wolf!AU ini karangan aku. Beberapa hal dibikin biar nyambung sama ceritanya. Jadi kalau ada yang aneh, maklum ya.


The Chaser

Chapter 1

"Yifan ge, aku tidak mau menjadi Beta-mu lagi."

Ucapan Zitao memecah keheningan ruang keluarga itu. Beberapa pasang mata mengalihkan pandangannya pada Yifan, yang tampak lelah. Alpha itu hanya menatap Zitao dengan matanya yang berkantung, lalu menghela nafas. Atmosfirnya tidak mengenakkan.

"Mau berapa kali lagi kau protes? Kau tahu aturannya."

Jawaban Yifan menggantung, membuat Zitao menghela nafas. Lima orang lainnya disana diam. Klan kecil mereka ini menghadapi masalah yang sama sejak 3 bulan yang lalu. Alpha mereka belum punya pasangan. Sementara peraturannya jelas, seorang Alpha harus memiliki pasangan, support, beta. Dan kalau terpaksa, seperti dalam kasus Yifan, harus ada seseorang yang menggantikan sosok itu sementara.

"Aku adikmu, bukan pasanganmu. Kau sudah berjanji akan secepatnya mencari pasanganmu. Sudah setahun berlalu sejak itu, ge."

"Kau pikir mencari pasangan semudah mencari kayu bakar?"

Yifan menaikkan sebelah alisnya. Dia tampak tidak senang. Luhan berdeham, berusaha mencarikan suasana, dia mengusap lengan Yifan berharap itu bisa menenangkannya.

"Sudahlah Zitao, tugasmu tidak seberat itu kan? Klan kita hanya klan kecil."

Minseok akhirnya buka suara, sebagai yang paling tua diantara mereka, meski bukan Alpha. Zitao merengek, hampir seperti anak kecil. Inilah kenapa dia tidak mau menjadi Beta lagi. Dia paling muda, dan tidak ada yang menempati posisi Omega di klan ini. Jelas-jelas posisinya sebagai Beta membuatnya tidak bisa sesantai Omega.

Yixing yang berada di sebelah Zitao langsung memeluknya, meski tampak tidak perlu. Yifan memutarkan matanya, tak habis pikir dengan kelakuan kekanakkan adiknya itu. Chanyeol dan Baekhyun tampak lega dengan perubahan suasana di ruangan itu, sementara Kyungsoo, tampak tidak terpengaruh dari awal.

"Bukan itu maksudku. Kita semua tahu sudah banyak sekali yang dikenalkan padamu, sebagai calon pasanganmu. Dari… berapa orang?"

"28." Ujar Luhan bersemangat. "Iya! Dari 28 orang itu, tidak ada satupun? Satupun yang menarik hatimu?" lanjut Zitao tak percaya.

Yifan speechless. Dia menoleh pada Luhan yang tampak bangga karena sudah mengingat hal bodoh itu. Matanya lalu beredar ke semua anggota klannya. Yifan facepalm. Semuanya tampak penasaran akan jawabannya.

"Kalau ada, apa kau pikir aku masih seperti ini?" tanya Yifan balik. Tak lama, suara tawa Luhan mendominasi semua suara tawa diruangan itu.

Yifan menarik nafas dalam dalam. Sambil menatap Zitao tajam, Yifan mengumpat dalam hati.

Zitao hanya mengedipkan sebelah matanya dan tetap tertawa.

.

Tanpa melihat kebelakang lagi, Yifan berlari ke hutan.

Ini kegiatan favoritnya, setelah berhasil kabur dari pertengkaran Chanyeol dan Baekhyun yang sudah entah keberapa ribu kalinya. Pasangan muda itu selalu mengejek satu sama lain yang ujung-ujungnya perdebatan. Kalau hari sedang baik, salah satu dari mereka bisa tidak pulang ke rumah setelahnya. Minseok mengumpat dalam pikirannya, dan Yifan hanya bisa nyengir, melimpahkan tugas beratnya pada orang tertua di kawanan.

Maaf, hyung. Hari ini kau yang jaga.

Jauh di dalam hutan, di depan danau yang airnya kehijauan itu Yifan behenti. Berganti ke wujud manusianya, dia merebahkan tubuhnya di hamparan rumput. Lega sekali. Angin segar menerpa wajahnya, dan Yifan menghela nafas.

Teringat perkataan Zitao kemarin, Yifan memutar tubuhnya ke samping. Dia jadi teringat posisinya sebagai Alpha, Zitao yang menjadi Beta-nya, pasangannya, klannya. Berapa banyak lagi yang harus jadi beban pikirannya? Sejak awal dia diputuskan untuk mejadi Alpha secara sepihak oleh klannya, Yifan sudah mencoba mencari Beta-nya.

"-dak, bukan itu masalahnya." Sebuah suara datang mendekat, memotong Yifan dari rentetan pikirannya. Rasanya dia ingin bangkit, tapi entah kenapa dia lebih memilih untuk diam dan memutar tubuhnya ke arah berlawanan.

"Lalu apa? Myeonnie, kau sebenarnya tidak punya alasan yang kuat untuk menolakku."

Suara itu berhenti, dekat dari tempat Yifan berbaring. Sepertinya mereka tidak mempedulikan keberadaannya, meski tidak ada jawaban untuk beberapa saat. Yifan hampir tertawa karena diam-diam mendengarkan percakapan mereka.

"Berhenti memaksakan dirimu padaku, Jung."

"Oohh, sekarang kau mau memakai nama keluarga? Kenapa? Karena nanti nama itu yang ada dibelakang namamu? Jung Junmyeon?"

Yifan tanpa sadar berdecih, berpendapat bahwa 'Jung' itu payah sekali.

"Hanya dalam mimpimu."

"Lihatlah, sikapmu yang seperti ini yang membuatku semakin tidak mau menyerah."

"Satu jari kau menyentuhku, habis semua tangamu, Jung."

'Jung' itu tertawa, sepertinya menarik tangannya kembali untuk dirinya sendiri. Yifan masih mencoba berpikir kalau 'Jung' ini bukan dari klan Jung yang itu. Kalau sampai dia ketahuan menguping pembicaraan mereka, berurusan dengan klan besar yang terkenal sombong itu, membayangkannya saja sudah membuat Yifan bergidik.

Jadi dia tetap pura-pura tidur.

"Apa kau tuli? Kawananmu berisik sekali."

"Tsk, baiklah, aku akan pergi. I'll see you around, Myeonnie."

Terdengar suara tepisan yang cukup keras, sampai kemudian hawa keberadaan yang sangat kuat itu hilang. Tinggal ada dia dan 'Junmyeon' sekarang, hawa keberadaannya tidak sebesar orang tadi, tapi dia cukup merasa terintimidasi juga. Seperti hawa keberadaan seorang Alpha.

"Kau mendengarkan semuanya ya," sebuah suara menghentikan pikirannya. Yifan membeku di tempat, tidak mau berbalik karena malu sekali. Sungguh, dia tidak bermaksud menguping atau apa. Lagipula dia yang berada disini lebih dulu.

Yifan memejamkan matanya senatural mungkin.

"Apa kau mati? Oh? Sepertinya dia tidur," ujar suara lembut itu, ditujukan pada dirinya sendiri di akhir kalimat. Yifan mengatur napasnya setenang mungkin. Terdengar orang itu bangkit, menghela napasnya berat. Beberapa saat kemudian, suara khas saat mereka berganti wujud terdengar.

Yifan refleks menoleh saat sesuatu menyentuh lengannya. Dia kira itu orang tadi, ingin memastikannya benar-benar tidur atau tidak. Tapi oh, lihat itu.

Mata birunya bening, seperti menembus kedalam hatinya. Bulunya seputih salju, bersih tanpa cela. Tubuhnya tidak terlalu besar, bahkan bisa dibilang kecil. Instingnya bekerja, mengatakan kalau wolf yang berdiri disampingnya itu Alpha.

Sebelum Yifan bisa berkata apapun, wolf itu menjauh, berlari kecil, menoleh padanya sekali lagi lalu menghilang ke hutan. "Cantik sekali," bisik Yifan, menyesali keputusannya untuk berpura-pura tidur saat dia bisa saja menahan wolf cantik itu sebentar disini. Harusnya dia bisa mengobrol dengan Alpha itu.

"Tunggu, seorang Alpha?" Yifan berkata pada dirinya sendiri, baru saja menyadari. Instingnya sangat kuat dan dapat diandalkan, tapi kali ini, dia tidak mau percaya kalau wolf yang tubuhnya tidak besar itu seorang Alpha. Lagipula mata birunya dan bulu putih bersihnya tidak mengisyaratkan sama sekali kalau dia Alpha.

Lolongan Zitao terdengar di kejauhan, memanggil seluruh klannya. Yifan berjalan pelan, tidak mau terburu-buru. Seluruh pikirannya hanya tetuju pada Alpha cantik tadi. Dia jadi penasaran bagaimana wujud manusianya, sedangkan tadi dia ada begitu dekat dengannya. Kemudian ia mengutuki dirinya sendiri sekali lagi karena berpura-pura tertidur.

Yang dia ingat dengan samar adalah sebuah nama.

Myeonnie, seingatnya. Dan yang mengejarnya adalah seseorang dengan marga Jung. Lolongan Zitao makin kencang, khusus hanya untuknya, karena sepertinya hanya dia yang belum berkumpul. Dengan senyum, Yifan berubah wujud, merasa puas karena setidaknya dia tahu nama panggilan wolf cantik itu.

"Lama sekali, ge!" seru Zitao begitu dia sampai. Benar dugaannya, yang lain sudah ada disana, bermain-main seperti anak-anak. Yifan mengganti wujudnya, seketika langsung merapatkan jubahnya karena hembusan angin di bukit itu cukup kencang.

"Ada apa? Kenapa kau mengumpulkan kita disini?" tanya Yifan kemudian, tidak memedulikan omelan Zitao barusan. Beta-nya itu memutarkan mata, melirik Yifan yang membuat klannya berkumpul dengan satu kali panggilan. Mereka berbaris rapih sekali, mengulum senyum yang sama. Alpha itu menaikkan alisnya, merasa aneh karena tidak bisa mendengar satupun pikiran klannya.

"Jadi begini, klan Choi baru saja menghubungiku, karena kau tadi tidak ada! Ini soal perjanjian persekutuan, karena wilayah kita dan mereka bersinggungan. Sehubungan dengan adanya beberapa kepentingan lain yang mengharuskan kita bersekutu."

Yifan menaikkan sebelah alisnya pada Zitao. Beta-nya itu penuh ketenangan, dan sedikit rasa khawatir, entah apa, tapi sekali lagi, Yifan tidak bisa membaca pikirannya.

"Klan Choi? Jadi mansion yang kudengar baru selesai dibangun satu bulan yang lalu itu milik mereka? Memangnya kepentingan apa?"

Belum juga dijawab, gelombang aura yang sangat kuat menerpa mereka. Itu insting, klan Yifan jadi sedikit ketakutan. Meskipun mereka masih berdiri dengan tegap di tempat, namun rasa takut dan terintimidasi mereka membebani Yifan juga. Itulah beratnya menjadi seorang Alpha. Jadi Yifan maju beberapa langkah, menyambut beberapa wolf yang baru datang itu.

Ternyata hanya ada 4 orang, tapi auranya luar biasa. Yifan tidak gentar sedikitpun, karena terbiasa dengan aura orangtuanya yang juga besar. Jangan salah, meskipun klannya hanya terdiri tidak lebih dari 8 orang (9 termasuk dirinya), tapi mereka tetaplah klan kuat.

Seorang pria paruh baya tersenyum padanya, jenis senyum culas yang hanya pantas dilakukan oleh seseorang berkedudukan tinggi. Tiga orang di belakangnya lebih muda, dan Yifan tidak memperhatikan satu-satu wajah mereka. Hanya pria di depannya, yang meskipun termakan usia, tetap terlihat tampan. Itulah Alpha keluarga Choi.

"Choi Siwon. Senang bertemu dengan anda, Yifan-ssi."

"Wu Yifan. Senang bertemu dengan anda, Tuan."

"Anda pasti sudah tahu mengenai tanah kami, yang berada sangat bersebelahan dengan tanah anda. Setelah bertahun-tahun, kami datang kembali. Saya mengenal orangtua anda, keluarga Wu."

Yifan mengangguk, mengingat kedua orangtuanya yang sekarang sudah tidak ada. Ia menolak untuk kembali ke Kanada, meneruskan klan ayahnya disana, dan lebih memilih melanjutkan peninggalan ayahnya dengan sebuah kawanan baru, di rumah peninggalan orangtuanya. Bahkan sejak dia bisa mengingat, keluarga Choi tidak ada disana, mungkin mereka pindah sudah lama sekali.

"Karena tidak ada kepentingan yang bersinggungan, alasan lain apa yang mengharuskan kita bersekutu?"

Siwon menaikkan sebelah alisnya, menghargai sifat Yifan yang tidak banyak basa-basi. Tapi dia sedikit heran juga melihat Yifan sepertinya tidak mengetahui apa-apa. Dari ekspresi wajahnya, dia terlihat bingung.

"Klan Jung?" tanya Yifan, hampir polos. Siwon tertawa keras, begitu juga klannya. Yifan sedikit bingung, menoleh ke belakang, dimana klannya tertawa kecil, ditahan. Apalagi Zitao dan Kyungsoo, ekspresi mereka tidak bisa ditebak.

"Oh nak, mereka benar-benar tidak memberitahumu?"

Yifan benar-benar bingung sekarang. Memberitahu apa? Siwon kemudian bergeser, menampakkan ketiga orang yang ada dibelakangnya. Matanya seketika bertemu pandang dengan seseorang yang berada di tengah, diapit dua orang lainnnya.

Kita bertemu lagi.

Kening Yifan berkerut. Dia menyadari kalau wangi dua pemuda disamping orang itu memiliki wangi yang sama dengan Zitao dan Kyungsoo.

Mata biru?

Dia menyeringai, maju lebih dulu diikuti dua pemuda disampingnya. Auranya sangat kuat, seperti seorang.. Alpha.

"Choi Junmyeon. Ini adik-adikku, Choi Sehun," dia menunjuk pemuda tinggi dengan kulit pucat disamping kanannya. "Dan Choi Jongin," lalu pemuda dengan kulit tan disamping kirinya. Yifan menjabat tangan mereka bergantian.

"Wu Yifan."

"Mereka pasangan Kyungie dan Taozi." Ujar Junmyeon sambil tersenyum pada dua pasangan adiknya itu. Sementara yang baru saja disebutkan itu maju kedepan, menghampiri pasangan mereka masing-masing dengan senyum lebar di wajah mereka.

Yifan bengong di tempat.

"Pasangan?"

Tawa Siwon keras, mendominasi tawa tertahan kawanan Yifan. Alpha itu menoleh cepat pada klannya, menaikkan sebelah alisnya. Dia berharap dia salah dengar, tapi saat merasakan aura yang sama dari dua pasangan itu, Yifan merasa konyol.

"Itulah kenapa kita harus bekerja sama. Yifan-ssi, mereka sudah jadi bagian dari Choi dua minggu yang lalu."

"Apa?" Sialan kalian berdua!

Yifan menatap tajam Zitao dan Kyungsoo, dan keduanya langsung menunduk. Siwon menepuk pundaknya sekali lagi, dan entah kenapa aura sombong dan galak Siwon jadi lebih lunak, lebih seperti.. ayah. Alpha bermarga Wu itu merasa aneh. Karena hubungannya dengan Ayahnya tidak begitu baik, perasaan seperti ini sangat asing untuknya.

"Jadi, Kyungsoo dan Zitao akan pindah klan." Simpul Yifan akhirnya, menghela napas. Sudah tidak usah disebutkan lagi, perkawinan antar klan juga masalah kekuatan. Tidak masalah siapa yang jadi dominannya, yang pindah klan sudah pasti yang klannya lebih lemah.

Tiba-tiba kepalanya berdengung lagi, dan semua kekhawatiran kawanannya bisa Yifan dengar. Klan mereka yang kecil dan sudah seperti keluarga itu akan kehilangan dua anggotanya. Zitao menggeleng.

"Sampai Yifan ge dapat Beta, kami tidak akan pergi."

"Nah," ujar Siwon, merangkul Yifan tanpa susah payah. "Aku setuju dengan ide itu, tidak perlu terburu-buru. Proses perkawinan sudah dilaksanakan, apalagi kita berdekatan. Tidak ada halangan apapun."

"Maaf atas ketidaknyamanan ini." Yifan membungkuk dalam, menyembunyikan wajahnya yang memerah malu. Sungguh, ini sebenarnya lebih seperti aib. Tidak punya Beta perarti tidak punya pasangan. Dan tidak punya pasangan berarti tidak punya support. Dan Alpha yang tidak punya support itu payah.

Tidak ada Alpha yang berdiri sendiri.

"Kau tahu nak, aku termasuk orang yang konservatif. Tidak peduli berapa lama yang dibutuhkan, kalau kau belum menemukan pasanganmu, maka itu bukanlah aib. Jangan terlalu memaksakan dirimu." Ujar Siwon kebapakan. Yifan menegakkan tubuhnya, kaget. Sungguh, dia akan butuh waktu lama untuk membiasakan diri dengan Siwon yang seorang 'ayah'.

"Terimakasih, Tuan Choi."

"Tidak masalah. Sekarang hanya itu saja, kami harus pergi. Semoga beruntung, Yifan-ssi."

Siwon berbalik, berjalan dengan tenang sampai Junmyeon, lalu mereka pergi darisana dengan teleportasi. Yifan masih menatapi kepergian mereka yang tiba-tiba, dan sedikit rasa kehilangan timbul di hatinya. Ayolah, dia ingin mengenal Junmyeon lebih jauh.

Sehun dan Jongin berpandangan, berkomunikasi dalam kepala mereka. Yifan sepertinya punya ketertarikan pada kakak mereka dan itu sudah jadi alarm. Zitao menyikut Sehun, memutus komunikasi mereka karena hey, Zitao dan Kyungsoo bisa mendengarnya juga.

"Kita pulang. Dan kalian," tunjuk Yifan pada dua pasangan itu. Tatapan matanya mengancam, kentara sekali dia sedang kesal. "Harus menjelaskan banyak hal untukku."

.

"Jadi begitu. Aku benar-benar akan mengatakannya pada gege waktu itu, tapi kau sedang.. marah." Zitao menutup ceritanya menggantung. Dia mewakilkan Jongin, Sehun dan Kyungsoo sekalian dalam satu cerita singkat yang membuat Yifan tidak berhenti menaikkan sebelah alisnya.

"Marah?"

"Omega yang terakhir itu.. siapa namanya? Meixian?" Zitao berhenti karena Yifan mengangkat telunjuknya, memintanya berhenti tanpa suara. Omega asal Tiongkok itu benar-benar membuat Yifan merinding sampai ke tulang, tingkahnya yang menyebalkan membuatnya kesal bahkan hanya dengan mendengar namanya. Itu adalah mimpi buruk.

"Baiklah, aku mengerti."

"Maaf, Yifan hyung. Aku tidak bermaksud lancang mendahuluimu." Ujar Kyungsoo pelan. Astaga, moodnya jatuh menjadi pembicaraan domestik serius. Semuanya duduk melingkar di dekat perapian rumah keluarga Wu, cahaya temaram menemani mereka. Yifan tertawa canggung.

"Jangan pikirkan aku. Kalau sudah waktunya, aku juga akan bertemu pasanganku." Ujar Yifan, yang segera menyadari kalau dia baru saja membayangkan Junmyeon saat menyebutkan 'pasanganku'. Entah darimana ide itu muncul, tapi senyum tipisnya terngiang di kepalanya.

Sehun dan Jongin berpandangan, berbagi pikiran yang sama. Mereka tidak bisa membiarkan ini terjadi, tapi ini adalah daerah kekuasaan Yifan jadi tidak ada yang mereka bisa lakukan. Ada seulas senyum yang diumbar Yifan sebelum dia memutuskan untuk menyudahi 'interogasinya' pada dua anggota kawanannya itu.

"Aku hanya ingin bilang kita ini keluarga. Bukan sekedar kawanan yang berkumpul bersama untuk bertahan hidup. Aku menyayangi kalian semua dan tidak ingin satupun dari kalian terluka, jadi tolong, ceritakanlah masalah kalian padaku segera. Mengerti?" tanya Yifan dilanjutkan dengan telepati. Semua anggota kawannya membalasnya dengan telepati juga.

"Tentu saja, Yifan." Jawab Luhan dan Xiumin berbarengan. Keduanya berpandangan dan tertawa setelahnya. "Baik, duizhang." Adalah jawaban Yixing. "Siap, komandan Wu!" itu jawaban iseng pasangan beagle, Baekhyun dan Chanyeol ditambah Jongdae.

"Tapi aku lapar."

"Aku sedang malas memasak,"

"Tidaak Kyungsoo-yaaah," koor Chanyeol dan Baekhyun dengan ekspresi memelas. Yifan tertawa langsung.

"Kenapa, mulut kalian sekarang terkunci?"

Luhan ikut tertawa geli, menyerah dari permainan telepati mereka. Dia melihat Yifan berdiri, akan pergi dari sana. Refleks, Luhan langsung menahan tangannya, bertelepati hanya untuk mereka berdua. "Mau kemana?"

"Aku hanya ingin beristirahat sebentar. Panggil aku kalau makanannya siap."

Senyum Yifan punya ekspresi lain di mata doe Luhan. Omega itu melepaskan tangannya, mengangguk. Yifan pergi darisana dan Luhan menoleh pada mate-nya, Yixing. Semua orang masih saja bercanda dengan telepatinya, tapi pikirannya masih tertuju pada Yifan. Mendeteksi kegelisahan Luhan, Yixing menautkan tangan mereka bersama.

Luhan mengerti sekarang. Melihat semua orang dengan mate-nya kecuali Yifan sendiri. Senyumnya menyiratkan kesepian. Kyungsoo akhirnya menyerah karena diminta Jongin sendiri untuk memasak, tapi Luhan tidak bisa fokus.

Dia ingin Yifan juga segera bahagia.

.

Yifan berlari lagi ke hutan hari ini.

Minseok tidak mengumpat hari ini. Dia bahkan berpesan agar Yifan berhati-hati dan kembali di jam makan malam. Yifan tidak mengerti, kawanannya begitu perhatian padanya akhir-akhir ini tapi sekali lagi saat Yifan mencoba mengetahui alasannya, dia tidak bisa membaca pikiran mereka. Tapi, dia tidak perlu memikirkan itu sekarang, 'kan?

Semilir angin dapat dia rasakan diseluruh tubuhnya, bersama dengan adrenalin yang memompa jantungnya lebih cepat. Yifan merasa sangat tenang begini, di kedalaman hutan dimana hanya ada dirinya dan pohon-pohon besar berusia ratusan tahun, juga sesekali suara burung diatasnya. Dia sampai kembali ke depan danau favoritnya, lega karena tidak banyak wolf apalagi manusia yang mengetahui tempat ini.

Rasanya seluruh dunia miliknya.

Yifan baru mulai memejamkan matanya lagi ketika mendengar suara-suara. Ugh, siapa lagi? Jangan-jangan si mata biru? Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat, dan Yifan merasakan sensasi déjà vu ketika dia membalikkan tubuhnya dan memutuskan untuk pura-pura tidur.

"Kita bertemu lagi, Yifan-ssi."

Mendengar namanya disebut, Yifan tidak bisa lagi berpura-pura tidur. Sebuah aroma yang sama dengan milik Jongin dan Sehun menyapu penciumannya. Dia membalikkan tubuhnya dan melihat seseorang berdiri di sampingnya, wajah pucatnya tidak berubah.

"Oh, Junmyeon-ssi."

Kalau saja Yifan menahan pandangannya tiga detik lagi, dia bisa menemukan hatinya di mata Junmyeon. Dia menarik dirinya sendiri untuk duduk, yang kemudian diikuti Junmyeon. Putra sulung keluarga Choi itu mengenakan sebuah coat hitam dengan sweater putih di dalamnya. Kalau saja dia bukan seorang Alpha, Yifan tidak akan segan berpendapat kalau Junmyeon cute.

"Sepertinya bukan aku saja, yang menyukai tempat ini." Ujar Junmyeon, membuka percakapan. Yifan tergagap di sebelahnya, merasa bingung dengan mulutnya sendiri sekarang. Kemana kemampuannya berbicara pergi?

"Aku menemukan tempat ini bertahun-tahun lalu, sejak orangtuaku masih disini." Balas Yifan sedikit territorial. Tentu saja dia merasa memiliki tempat ini, semua kenangannya semasa kecil dengan Mamanya, ditambah memang tidak ada satu klanpun di hutan ini yang jelas-jelas mengklaimnya jadi alasan.

Junmyeon tertawa kecil. "Aku mengerti."

Yifan terdiam mendengar tawanya. Tawa itu terdengar sangat menyenangkan, Yifan ingin mendengarnya lebih. Ia memberanikan diri menoleh ke samping, dimana putra sulung keluarga Choi itu berada. Dan astaga, pernahkah dia melihat sesuatu seindah ini sebelumnya?

Rambut merah Junmyeon tersibak angin, menampakkan dahinya yang putih bersih. Mata almondnya yang berwarna coklat tertutup menyambut angin yang menerpanya, hidung mancungnya, bibir pinknya yang tertutup rapat, pipinya yang sedikit memerah karena dingin.

Apa dia seorang malaikat? Pikir Yifan dengan bodohnya, merasakan sensasi aneh menjalari hatinya.

"Menatap seseorang seperti itu katanya tidak sopan, kau tahu?"

Dan Yifan langsung gelagapan.

"Aku tidak menatapmu."

Mata Junmyeon terbuka, menoleh pada Yifan yang langsung mengalihkan pandangannya ke arah danau. Air kehijauannya berkilauan diterpa cahaya matahari sore. Junmyeon tertawa.

"Yifan-ssi," panggilnya, lembut. Yifan bersumpah tidak bisa mengabaikannya, seperti ada sihir yang membuatnya menoleh dan bertemu dengan dua manik mata milik Alpha yang satunya itu.

"Apa kau percaya takdir?"

Yifan memalingkan wajahnya, berdeham. "Apakah kau, Junmyeon-ssi?"

"Tentu. Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak terjadi secara kebetulan."

Lelaki bermarga Wu itu tidak mengerti senyum tipis di bibir Junmyeon, tapi dia menyetujui perkataannya. Pipi putih Junmyeon terlihat sangat lembut Yifan pikir itu akan sangat menyenangkan untuk disentuh.

"Mungkin aku percaya kita ditakdirkan untuk bertemu. Atau mungkin aku percaya ini hanya kebetulan kau datang kemari bersamaan denganku." Balas Yifan, tenggelam dalam manik coklat Junmyeon.

Bagaimana kalau kebetulan itu adalah sebuah takdir yang kau sangkal?

Junmyeon tersenyum, memutuskan kontak mata itu lebih dulu sebelum berganti ke wujud wolfnya dan pergi tanpa menoleh dua kali. Meninggalkan Yifan yang masih memikirkan kata-kata Junmyeon yang dia ucapkan lewat telepati, membekas di hatinya. Apa maksudnya pertemuan mereka disini bukan kebetulan? Yifan tidak bisa menduganya.

Hari mulai gelap ketika Yifan sadar dia akan terlambat untuk makan malam. Zitao mengomelinya di kepalanya dan Yifan tidak bisa menjawab apapun. Dia berganti ke wujud wolfnya, lalu berlari ke rumah.

Kalau aku begitu terlambat, kalian boleh mulai tanpaku.

TBC