Pair : NaruSasu

Declaimer © Masashi Kishimoto

Rate : T

Warning : Shounen-Ai, Typo, OOC, Alur cepat, Cerita sedikit membosankan, Tidak suka dengan PAIR nya? Mohon jangan dibaca!


IRREGULAR LOVE


Musim dingin tahun ini benar-benar musim yang mengerikan bagi Sasuke. Salju yang dulunya memjadi simbol kehangatan cinta mereka kini telah berubah. Dinginnya salju seolah ikut membekukan apa saja, tak terkecuali hati seseorang yang begitu dicintainya.

Plakk

"Apa yang kau lakukan, bodoh!"

Tubuh Sasuke tersentak saat mendengar bentakan keras dari kekasihnya. Baru kali ini dan untuk pertama kalinya Naruto berlaku kasar, padahal ini hanya karena masalah kecil tapi kenapa kekasihnya begitu marah. Belum lagi sikap dingin kekasihnya akhir-akhir ini semakin membuatnya kepikiran tentang apa yang sudahia perbuat hingga membuat kekasihnya berubah.

"Maaf, aku akan membereskannya."

Sasuke memunguti berkas kekasihnya yang sudah kotor karena tumpahan kopi yang dibawanya. Ia sungguh tak sengaja melakukannya tadi. Kakinya tiba-tiba tersandung sesuatu hingga kopi tersebut tumpah mengenai berkas Naruto yang ada di meja.

"Sudahlah, kau semakin membuatku terlambat saja." Dengus Naruto—kekasih Sasuke—kesal.

Naruto mengambil tas kerjanya dan tak mempedulikan Sasuke yang kini sibuk membereskan meja.

Beberapa menit kemudian Sasuke kembali dengan secangkir kopi hitam yang ada ditangannya. "Aku sudah membuatkan kopi yang baru untukmu, minumlah." Ucap Sasuke menghampiri Naruto yang kini sedang memakai sepatunya. Namun nampaknya Naruto masih saja tak menganggap Sasuke ada. Dengan tega ia berjalan keluar tanpa menoleh sedikitpun pada Sasuke.

Sasuke menatap kepergian Naruto dengan sendu. Tubuhnya tersentak saat pintu apartemen milik mereka berdua ditutup begitu keras oleh kekasihnya.

'Sebenarnya apa salahku?'

Setetes cairan bening keluar dari pelupuk matanya. Ia tak mengerti kenapa kekasihnya tiba-tiba berubah. Setahu Sasuke ia tak pernah melakukan salah. Bahkan dia selalu menuruti kemauan Naruto tanpa membantah sama sekali. Jika ada orang yang selalu marah dan bersikap seenaknya disini tidak lain adalah dirinya sendiri, Naruto bahkan selalu sabar menghadapi sikapnya selama ini. Tapi kenapa saat Naruto yang marah padanya, hatinya bisa sesakit ini? Ia merutuki dirinya sendiri. Kini dia tahu rasanya menjadi Naruto yang begitu sabar menghadapi sikap temperamentalnya.

Sasuke menghentikan acara melamunya, ia hendak berbalik untuk mengembalikan cangkir kopinya namun matanya tak sengaja menangkap sebuah kunci yang tergeletak di lantai.

"Jangan-jangan Naru lupa membawanya. Aku harus segera memberikannya." Ucapnya sebelum berlari menyambar kunci mobil Naruto setelah menaruh asal cangkir yang tadi dipegangnya. Ia tak mau kekasihnya repot-repot menaiki lift kembali ke apartemennya yang berada di lantai delapan belas. Cukup karena kecerobohan dirinya yang mengulur waktu Naruto saat insiden kopi tumpah tadi.

Sasuke bergegas berlari menuju ke lift, sialnya lift nya sedang naik ke lantai lima puluh. Sasuke memutuskan untuk menaiki lift satunya, dan Sasuke kembali menghela nafas berat saat dirinya harus di depak keluar karena lift tersebut kelebihan muatan.

Sasuke akhirnya memilih untuk menuruni tangga agar bisa sampai ke basement. Dengan hanya memakai sandal rumah serta penampilan yang cukup berantakan, Sasuke berusaha menghiraukan tatapan orang yang bersimpangan dengannya.

Nafas Sasuke mulai tersengal saat mencapai lantai enam. "Semangat Sasuke, tinggal lima lantai lagi ha..ha.."

Sasuke melanjutkan larinya tanpa peduli kondisi tubuhnya. Ia sadar betul dengan riwayat hidupnya yang pernah mengidap penyakit pneumothorax yang cukup parah, meski dokter menyatakan jika dirinya sudah sembuh, namun tetap saja ia tak boleh melakukan aktivitas berat yang bisa memunculkan kembali penyakit tersebut.

Sasuke menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Namun ia tersenyum karena sudah berhasil mencapai basement apartemen nya. Dengan berlari kecil seraya menetralkan deru nafasnya yang memburu, Sasuke mencari dimana posisi mobil kekasihnya.

"Itu dia!"

Senyuman Sasuke semakin lebar saat matanya menangkap sosok yang begitu dicintainya masih berdiri di samping mobil. Sepertinya ia tengah berbicara dengan seseorang.

Sasuke mempercepat langkahnya dengan senyuman tipis yang tak lepas dari bibirnya, namun saat langkahnya sudah berada di dekat Naruto, senyuman itupun memudar seketika.

Sasuke lagi-lagi meremat dadanya, sesekali ia memukul-mukulnya saat merasakan sakit yang teramat sangat disana. Matanya mulai berkaca-kaca melihat wajah bahagia Naruto yang tengah tersenyum pada orang yang berbicara dengannya.

Sasuke mendongakan kepalanya—mencoba memasukan kembali air mata yang keluar dengan tiba-tiba. Meski itu percuma saja, karena air mata Sasuke tetap menetes tanpa henti dari kedua matanya. Dengan kasar ia usap air mata tersebut dengan menggunakan punggung tangannya. Bibirnya ia lengkungkan seindah mungkin untuk menutupi sesuatu yang dirasakan kini.

"Naru—" Sapanya dengan senyuman manis seperti biasanya, meski matanya kini nampak sedikit memerah.

Tangannya terkepal kuat saat Naruto sama sekali tak mau membalikan badan ke arahnya. Tidak mungkin kekasihnya tersebut tidak mendengarnya, bahkan seseorang yang menjadi teman berbicaranya kini saja memandang Sasuke penuh tanya.

"Dobe!" Ucapnya sekali lagi berusaha menyembunyikan suaranya yang semakin bergetar. Hatinya semakin sakit melihat Naruto nya yang masih setia berbicara pada gadis di depannya.

"Naruto, dia memanggilmu."

Naruto membalikan badannya begitu gadis tersebut menunjuk Sasuke. Jantung Sasuke seakan terhenti untuk seperkian detik saat raut bahagia yang tadi ditunjukan kekasihnya kini menghilang tak berbekas tergantikan ekspresi dingin saat menatapnya.

"Apa maumu?" tanya Naruto datar.

"Kuncimu." Tanpa basa-basi Sasuke menunjukan kunci mobil Naruto yang tertinggal. Mungkin jika situasinya tidak seperti ini Sasuke akan berkata kasar 'Dobe, kau meninggalkan kuncimu, sialan.' namun sayang situasinya tidak memungkinkan, serta jika ia mengucapkannya demikian mungkin Naruto akan semakin marah padanya.

Naruto merogoh saku celananya sejenak sebelum mengambil kunci mobilnya kasar dari tangan Sasuke.

"Kau boleh pergi." Ucapnya seraya berbalik dan memulai pembicaraan yang terpotong tadi dengan seorang gadis di depannya.

Mana ucapan terima kasih untuknya? Jika memang kekasihnya tersebut malu untuk berterima kasih padanya, setidaknya berikan ia senyuman sedetik saja. Tak tahukan betapa berat perjuangan ia melewati tangga hingga sampai kemari? Tak tahukah betapa kakinya kini terkilir saat hampir terjatuh tadi? Bahkan Sasuke mengabaikan begitu saja kakinya yang terasa kebas saat ini. Sasuke bahkan tak mempedulikan riwayat penyakitnya yang mungkin saja akan kambuh kembali hanya demi mengantarkan kunci itu padanya.

"Oh ya, sampai dimana kita tadi aku lupa. Hm, bagaimana jika kau sekalian saja menumpang di mobilku?"

Naruto seolah lupa jika kini Sasuke masih berdiri di belakangnya. Gadis yang entah siapa namanya tersebut sesekali melirik Sasuke yang diam mematung disana. Ia sedikit tak fokus mendengarkan ucapan Naruto.

"Hei, bagaimana?"

"Ak—aku sih, mau-mau saja tapi—"

"Dobe—" Panggil Sasuke memotong ucapan gadis tersebut.

Aura canggung membuat gadis tersebut tak enak berada disana. Ia seperti berada diantara dua Negara yang tengah melakukan perang dingin.

"Ayolah, sesekali aku mengantarmu." Ucap Naruto yang masih berpura-pura tak mendengar panggilan Sasuke. Sementara gadis yang berada di depannya kini mulai merasa tak nyaman dengan situasi yang ada disekitarnya.

"Naru, siapa dia?" tanya gadis tersebut ingin tahu. Ia bisa merasakan tatapan penuh luka dari pemuda raven yang berdiri mematung tersebut, meski pemuda itu berdiri dengan muka datar seperti itu tapi ia tahu jika lelaki raven itu seakan menahan sesuatu. Bukankah wanita memang makhluk yang paling peka? Apalagi saat pandangannya ia turunkan ke bawah, disana ia bisa melihat kedua tangan pemuda raven itu terkepal sangat kuat.

"Dia?" tunjuk Naruto pada Sasuke. "Dia hanya temanku—"

DEG

"—kebetulan aku tinggal se-apartemen dengannya." Gadis tersebut mengangguk mengerti, meski dalam hatinya ia sedikit tak bisa mempercayai ucapan Naruto.

Sementara Sasuke? Kini hatinya benar-benar remuk tak berbentuk. Apakah Naruto begitu malu mengakuinya sebagai kekasih? Apakah dia takut hubungannya selama ini dianggap tabu oleh mereka? Lalu mana janji Naruto dulu yang kini merubahnya menjadi seperti ini?

Sasuke masih ingat betul perjuangan Naruto untuk mendapatkan dirinya, merubah orientasi nya yang lurus menjadi berbelok seperti ini. Menyakinkan kedua orang tuanya hingga Sasuke rela melepas kemewahan yang diterimanya dan memilih tinggal berdua bersama kekasihnya.

Apakah janjinya dulu hanya bualan semata? Setelah perjuangannya yang begitu keras kini dengan mudah ia mendepaknya begitu saja?

Namun sepertinya rasa penasaran gadis tersebut tak berhenti begitu saja mendengar penjelasan Naruto. Iapun bertanya pada Sasuke. "Benarkah?"

Sedetik kemudian Sasuke tersadar jika kini dia harus melakukan sandiwara dadakan. Dengan muka datar dan menatap tajam Naruto, dia menjawab pertanyaan gadis tersebut. "Seperti yang dia bilang, aku hanya temannya." Ucapnya penuh penekanan pada kata terakhir.

Sasuke menyeringai kini ia menatap gadis lugu dihadapannya. "Aku sungguh berterima kasih pada Naruto yang mau memunggutku untuk tinggal bersamanya. Bukankah tadi kau bilang terburu-buru, dobe? Sebaiknya kalian berangkat segera agar tidak terlambat."

Naruto dengan cepat menatap kekasihnya begitu mendengarkan apa yang terlontar dari bibir pucat tersebut. Entah kenapa rasa nyeri menghantam ke uluh hatinya begitu saja. Dan nyeri itu semakin bertambah begitu melihat mata kekasihnya yang penatapnya penuh amarah serta juga—luka.

"Baiklah, ayo kita pergi Naru." ucap gadis tersebut dengan nada manja seraya merangkul lengan Naruto dan membawanya ke mobil.

Naruto membukakan pintu untuk gadis tersebut sebelum membuka pintu kemudi untuk dirinya sendiri. Sebelum menutup pintu tersebut, Naruto memcoba menoleh ke arah Sasuke. Mengetahui kekasihnya kini tengah memandangnya, Sasuke memaksakan senyuman palsunya seraya melambaikan tangannya.

"Hati-hati dijalan." Seiring dengan ucapan Sasuke, Narutopun memasuki mobilnya dan segera menjalankannya. Dari kaca spion di sampingnya, dia masih bisa melihat Sasuke yang masih berdiri melambaikan tangannya tanpa melepas senyumnya. Baru kali ini dia melihat senyuman Sasuke selebar itu, dan itu sangat tidak Sasuke sekali. Apa memang dia sudah sangat keterlaluan?

Naruto tiba-tiba menjadi gelisah. Rasa nyeri serta takut kini menyeruak ke dalam pikirannya. Namun Naruto mencoba menampiknya. Ia fokus memandang ke depan tanpa sekalipun melirik ke belakang.

Tubuh Sasuke merosot seiring hilangnya mobil Naruto dari pandangan setelah berbelok menuju pintu keluar. Air mata yang sudah ditahannya kini keluar dengan derasnya tanpa ada isakan sama sekali. Tubuhnya begetar hebat dengan tangan yang tak henti memukul-mukul dadanya. Beberapa orang melihatnya prihatin saat melihatnya menangis dalam diam seperti ini, tapi sungguh ia sama sekali tak peduli.

"Kenapa rasanya begitu sakit?"

Fin


Ada yang pernah baca cerita ini? Di Asianfanfiction mungkin? Don't worry saya tidak copas, jiplak, or plagiat, karena memang itu cerita saya sendiri. XD

Lagi stuck, banyak ide namun susah nuanginnya alhasil hanya bisa remake dari story lama. Okay happy reading Mina-san.

Sebenarnya ini ada sequelnya, tapi tergantung respon serta waktu luang yang saya punya. XD

May 26, 2016

HAPPY BIRTHDAY :D