Summary :
Oke , Alfheim Online telah berakhir. Tapi Asuna belum juga sadar dari tidur panjangnya. Ada apa ini? Kenapa?
Bukan! Bukan karena dia hobi tidur kaya Author. Bukan karena dia tiba-tiba berubah kisah jadi Snow White juga. Lalu kenapa?
Pertanyaan : Kenapa Author suka banget bikin Asuna nggak bangun? Di fanfict yang kemarin gitu, yang ini juga.
Jawaban : Kirito punya gue! Gue ga kalah cakep sama Asuna. Jangan protes! :p
Starring : Kirigaya Kazuto, Sugou Nobuyuki, Yuuki Asuna, Kirigaya Suguha, Mail Jeevas, and Ulquiorra Schiffer. (Mereke berdua bukan dari fandom ini, tapi cuma saya pinjem buat figuran. Jadi nggak masalah donk ya ini tetep jadi fanfict dan bukan cross-over)
Disclaimer : Reki Kawahara. Kalo SAO punya saya, Asuna nggak bakalan ada, yang ada adalah Molli. Yuuki Molliorra, setelah kawin jadi Kirigaya Molli (Sounds great ya!) :p
Warning : SAO-after story, angst, AU, dll.
Jumlah huruf : 1307 kata.
From Author with love : Ini fanfict multichapter pertama saya. Dan yang tidak biasa di fanfict kali ini adalah bahwa Fanfict kali ini "CEREWET" sekali (biasanya saya bermain dengan deskripsi dan sedikit dialog, kali ini dialognya banyak). Akan ada tiga (3) chapter. Kerangkanya sudah ada, tapi belum masuk kandang editan.
(Review adalah motivasi yang sangat halus. Jadi berilah review untuk memompa motivasi author yang mengenaskan ini) T.T
Okelah. Here We go!
m
m
THIS IS NOT OVER YET
by : Ulquiorra Mollie a.k.a Molliorra Schiffer
"Apa yang kau lakukan kepada Asuna, brengsek?" suara seorang lelaki. Menggema tajam dalam keheningan malam. Menyibak atmosfer tenang dalam udara berbalut dinding serba putih, Rumah Sakit; Kamar Asuna.
Ada tiga orang di dalam ruangan itu. Dua lelaki dan satu perempuan yang terbaring lemah di ranjang yang juga bertahtakan warna putih. Lelaki pertama adalah si pemilik gema, ia bernama Kirito. Seorang lagi sedang memijit-mijit luka lebam di kelopak mata kanannya yang terlihat di balik frame kacamata, Sugou Nobuyuki.
Dengan cara yang berbeda, menunjukkan ketenangan seorang dewa ia membalas gertakan Kirito. "Sudah kukatakan padamu, Kirigaya-kun. Aku tidak main-main. Aku sangat menginginkan Asuna lebih dari apapun, tapi kau terlalu serakah untuk berkeinginan memilikinya."
"Lalu kenapa tidak kau hidupkan lagi dia?"
"Karena kau!"
Kirito mencelos. Seakan palu godam mendarat tepat di rusuk kanannya. Suaranya melemah, "Kalau begitu, bangunkan dia. Kembalikan dia. Hidupkan lagi tubuhnya. Aku… ,"Kirito mengangkat jeda, mengulum kepedihannya sendiri bersama ludah yang ditelannya. Lalu melanjutkan, "Aku akan melepaskannya."Air matanya mulai menetes, membentuk suatu aliran air pada lembah pipinya.
Sugou terkekeh, sedetik kemudian ia membuka mulutnya dan tertawa sejadinya. Tidak ada yang tahu apa yang ia tertawakan. Mungkin, lelehan di pipi Kirito dianggap sebuah lelucon tersendiri baginya. "Terlambat, Pahlawan."
"Apa maksudmu?"
"Tidak ada yang dapat mengembalikan Asuna. Anggap saja ia sudah mati."
BRRRAAAKK
Sekepal tinju mendarat di pipi kiri Sugou. Cukup keras hingga membuatnya terjatuh. Kirito terlanjur memanas.
"Jaga bicaramu!" Dua kata singkat dari Kirito, ini perintah.
"Bukankah sistem SAO yang dibuat Kayaba Akihiko terintegrasi ke otak pemakainya?"Sugou menatap lekat mata Kirito yang tak memberikan jawaban. "Aku mengubahnya sedikit. Ah… aku pastilah orang paling jenius abad ini."
"Mengubahnya?"
"Ya. Di dalam SAO, mati dalam game sama saja dengan mati di dunia nyata, bukan? Tapi berkat kelihaian tanganku, aku tidak membuatnya sekejam itu. Dan Asuna tidak akan mati. Kau senang? Hahahhahaha.. "
Kirito geram. Tangannya terus mengepal bersamaan dengan gigi yang sedari tadi gemeretak membentuk sebuah desisan. "Lalu kenapa Asuna tidak juga kau sadarkan?"
"Hahahhahaha…. Aku memang tidak akan membunuhnya, tapi sistem yang terhubung akan merusak sel otaknya. Persis ketika aku mati di game ini,"Ia kembali terkekeh,"Sebenarnya… yang kau hadapi di game bukan hanya aku, tapi juga dia. Jadi kau yang telah membunuhnya, Kirito-kun. Aku menyambungkan sistem di konsolku dengan konsol yang ia pakai."
Seringaian kembali terkembang di bibir Sugou ketika ia menyadari air muka Kirito berubah. "Bisa dibilang, keadaannya sekarang ada pada masa Persistent Vegetative State, tapi sebulan lagi, kau akan mendengar dokter mengatakan ia dalam kondisi Permanent Vegetative State. Sampah. Ia akan menjadi sampah. Hanya detak jantung dan nafas yang tersisa. Jika kau mengharap ia bangun dan sadar, kau hanya akan menemui kesia-siaan. "
Kirito mencengkeram leher Sugou. Bersiap mengayunkan pukulan dengan kekuatan penuh. Tapi sebelum itu benar-benar terjadi, Sugou membungkamnya dengan kalimatnya lagi.
"Asuna adalah milikku. Itu hukum Tuhan!"
Pukulan itu semena-mena mendarat.
PRAKK
Puing-puing bening berceceran di lantai, pecahan dari kacamata Sugou.
"Keparat kau! Kau bahkan tidak bisa mencintainya dengan benar. Harusnya kau melindunginya, menyelamatkannya dari semua ini dan membuatnya mencintaimu! Lalu aku akan pergi!"
"Kalau saja kau tidak masuk dalam game itu dan menjadi pahlawan kesiangan tak berguna, aku sudah menyelamatkannya, bahkan aku bisa menikahinya! Ini semua gara-gara kau, anak kecil!" kali ini Sugou menaikkan nada bicaranya. "Aku sudah bilang kepadamu, aku akan menikahinya tanggal 26 Januari besok. Aku bahkan berbaik hati mengundangmu. Tapi kau mengacaukan semuanya!"
Sugou kini berbalik mencengkeram kerah leher Kirito.
"Dengar, kirito-kun. Kalau aku tidak bisa memilikinya, berarti kau juga tidak! Asuna diciptakan untukku. Tidak ada yang boleh memilikinya selain aku!" lalu Sugou mendaratkan segenggam pukulan tepat di hidung Kirito.
"Bangsat! Ku.. kurang ajar kau, Sugou."
Dan perkelahian antar dua lelaki itu terjadi. Adu argumen memang tidak bisa mengatasi permasalahan 'antar lelaki' ini. Bagi Kirito, ini bukan lagi masalah harga diri, ini tentang melindungi. Wajah dan tubuhnya memang menerima pukulan Sugou. Tapi pukulan yang berkecamuk di dada lebih potensial membunuhnya. Dan matanya, berkata dengan diksi yang tepat: ia ingin membunuh orang ini.
Emosi Kirito terlalu kuat untuk dipatahkan Sugou. Tangan Kirito tidak mengenal ampun, Ia terus saja memukul Sugou, tidak peduli bagaimana Sugou membalasnya. Sampai jemari Sugou mencengkeram leher Asuna. Melayangkan peringatan. Sebuah ancaman telak untuk Kirito. Tidak ada orang yang mau mengalami kekalahan, dan Sugou mengerti perasaaan manusiawi ini dengan benar. Ia harus melakukan apapun untuk medapatkan kemenangannya.
"Lepaskan tangan kotormu dari Asuna, manusia menjijikkan!"
"Aku bilang dia sudah mati, tapi kau yang terlalu bodoh ini masih saja memainkan drama picisan ala Putri Tidur! Aku muak, kau tahu? Aku tidak sabar lagi untuk membunuhnya!"
"Sugou, jangan! Lepaskan! Kumohon!"
"Bodoh! Drama macam apalagi yang akan kau mainkan?"
"Jangan lakukan itu, kumohon,"
"Berlutut di kakiku!"
Kirito tercengang. Kata-kata tak terduga yang membuat mulutnya menganga lebar dan membuka kelopak matanya seribu kali ia mampu. Lalu membuang muka, "Cih."
"Baiklah kalau itu maumu. Ucapkan selamat tinggal pada Snow White-mu ini."Sugou benar-benar melakukan ancamannya. Ia mempererat cengkeramannya. Kirito membabi buta, melemparkan tinju dan tendangan ke tubuh Sugou.
Tapi Sugou tak bergeming. Ia masih mencengkeram leher Asuna, hingga Asuna mulai kesulitan bernafas.
"Hentikan!"
Akal Kirito tidak lagi dapat memilih dan mempertahan harga dirinya. Bagaimanapun, harga diri tidak dapat membuat orang yang dicintai terlindungi.
Terbata, pasrah dengan segala kebingungan yang menyeruak, ia merendahkan dirinya bersimpuh di kaki Sugou. Untuk saat ini, ia tahu hanya itu yang dapat ia lakukan untuk melindungi Asuna. Ada sesuatu yang hancur dalam hidupnya, kemudian mati. Tapi ia tetap melakukan apa yang Sugou perintahkan.
Seringaian di bibir Sugou melebar. Kemenangan benar-benar ada dalam genggaman. Pembalasan yang ia lakukan ternyata meraup hasil yang besar. Ini lebih dari yang ia perkirakan.
"Hhahahhahaha… . Bodoh! Tentu saja aku tidak akan melakukannya. Aku hanya bercanda Kirito-kun."
"Sssugou.. Kau..,"Kirito kembali mendesis.
Sugou meraih rambut Kirito, menariknya hingga tidak lagi berjarak. Mata dengan mata, dan menyatukan tatapan yang membawa banyak arti dan kebencian satu sama lain. "Akan lebih menarik jika aku melihat dia yang dengan kesombongannya telah menolakku, mati secara perlahan-lahan. Aku tidak akan membiarkan tanganku kotor hanya untuk membunuhnya."
"Kirito-kun,"Sugou mendekatkan mulutnya ke telinga Kirito, cengkeramannya pada rambut Kirito bertambah kuat."Setelah ini sebaiknya kau pergi ke Gereja. Kau harus membuat pengampunan atas apa yang kau lakukan padaku, utusan Tuhan. Dan tidak baik bagi anak kecil sepertimu terlalu banyak mengucapkan kata-kata kotor."Kemudian ia melepaskan cengkeramannya seraya mendorong kepala Kirito dengan kasar.
"Selamat tinggal,"
0
0
"Onii-chan, "sapa ceria seorang perempuan berwajah sendu saat Kirito memasuki pintu rumah. Namun seketika keceriaannya menjelma menjadi sebutir kekhawatiran yang menggantung pada gurat-gurat wajahnya mana kala menatap mata kakaknya yang berair.
Kirito menghiraukannya, menidak-acuhkan simpati adiknya dan beranjak melewati tubuh itu tanpa jawaban.
"Kau kenapa? Bagaimana Asuna-san?"
Pertahanan Kirito jebol. Air yang mengalir dari sudut mayanya menderas. Ia hanya melampiaskannya pada sisi sofa, meremasnya. Tidak mungkin baginya untuk menyalahkan adiknya hanya karena menyebut nama Asuna, walaupun mendengar nama itu saja sudah cukup membuatnya terluka.
"Sugu,"Ia berkata tanpa membalikkan badan. Membiarkan perempuan itu berbicara dengan punggungnya.
"…."
"Aku sudah tidak sanggup lagi. Aku ingin mati,"
"Onii-chan. Kau kenapa?"
Kirito berlalu, melanjutkan titian langkah kakinya ke kamar. Tapi Sugu mengejarnya dengan langkah yang lebih cepat, dan segera meraih tubuh Kirito, mendekapnya.
"Aku mengkhawatirkanmu, Kak. Kau menangis lagi. Ada apa? Bukankah semua ini telah berakhir?"
"Semua ini salahku. Asuna tidak akan bisa kembali."
"Apa maksud kakak?"
"Asuna.. Asuna… Sugou…
… Maafkan aku, Sugu. Ini bukan hal yang mudah untuk dijelaskan."
"Aku selalu bersamamu, kak,"
"Terimakasih, tapi aku sedang benar-benar ingin sendiri. Maafkan aku,"
Dekapan itu terlepas, dan langkah kaki Kirito semakin jauh meninggalkan tatapan Suguha di balik punggungnya. Saat pintu kamarnya terbuka dan lampu menyala, ia sadar akan keberadaan nervegear di ranjangnya.
Ia mendekat, meraih kembali nervegear itu. Menimang-nimang keberadaannya, dan berlalu dalam lautan pikiran yang ia buat sendiri,
Nervegear,
SAO
Kayaba Akihiko
Yui
Wajah lugu itu kembali tenggelam dalam balutan nervegear. Sejenak ia menutup mata dan meraih tangan Asuna yang berusaha menggapainya. Lalu melalui mulutnya, kegelapan dunia tahu, Ia membisikkan satu nama sesaat sebelum benar-benar tersedot dalam dunia virtual.
"Kayaba Akihiko, temui aku."
0
0
0
0
Summary of Next Chapter : Adegan mobil! (*digampar)
Bercanda!
Oke. Ini serius..
Summary of Next Chapter : Apa yang dapat Kirito lakukan dengan menggandeng Kayaba Akihiko? Akankah Asuna bisa kembali? Atau ia akan benar-benar mati?
Author's Note : Matt dan Ulquiorra belum bisa saya munculkan. Mereka masih latihan vokal di lapangan sono noh…
Oya. Konsep fanfict ini sebenernya sudah ada sejak lama, tapi karena kamar kos saya itu kadang dipenuhi dengan orang-orang keturunan genderuwo dan kuntilanak, jadinya konsentrasinya agak susah. Dan yang ada bad mood nulisnya. Ini akhirnya bisa saya tulis setelah menenangkan diri dengan pergi jauh ke ujung dunia.. (*lebeh)
abis baca tolong direview ya, biar saya semangat nerusinnya.
Matt : Lu kaga malem mingguan, thor?
Author : Lu aja sibuk latian vocal. Gimana gue bisa malem mingguan.
Ulquiorra : Yaudin sama gua aja. Gua dah lama ga jalan sama lo.
Author : Eh.. Latian latian!
Kirito : Udah udah, jangan ribut. Author sama ane aja, udah nyewa hotel kok!
Author : Sure? Aaaa.. amazing!
Asuna+Suguha : Author bejad! (*nendang author)
Sebelum author ilang, ini pesen buat readers : REVIEW! REVIEW!
