Story by
DISCLAIMER : OM MASASHI K.
GENRE : ROMANS AND DRAMA
WARNING : EYD, TYPO(s), GAJE, ANEH, KONFLIK RINGAN, KALIMAT DIULANG-ULANG, DLL
;
;
SILAHKAN TEKAN TOMBOL BACK YANG TIDAK SUKA DENGAN CERITANYA
.
HAPPY READING
.
chap 1
-WINTER-
Sang surya dengan malu-malu menampakkan diri dari tempat persembunyiannya, semburat merah mulai terlihat menghiasi langit yang semula hitam, satu persatu cahaya dari para bintang mulai lenyap, tergantikan oleh putih dan tebalnya kabut pagi.
Cahayanya yang bersilau terang mulai menyinari bumi, pantulannya mengenai tembok beserta jendela-jendela yang terhalang tirai-tirai, membangunkan manusia-manusia yang masih terlelap di balik selimut tebalnya, hawa dingin mulai menjalar menusuk sampai ketulang-tulang, para burung mulai bersiul-siul merdu, terbang keangkasa yang luas, memulai petualang barunya.
"Engh.." erang gadis itu pelan, kelopak matanya perlahan terbuka, menampakkan sepasang bola matanya yang pucat. Ia mengerjabkan matanya perlahan, menyesuaikan cahaya mentari yang mulai menyusup ke dalam kamarnya melalui tirai-tirai transparan dibalik jendela besarnya.
"Jam berapa sekarang" ia bergumam pelan, tangan putihnya terulur mengambil sebuah jam waker di atas nakas.
"Oh, jam delapan lima puluh menit" gumamnya kembali, ia menjauhkan jam digital itu dari pandangannya, namun taklama kemudian, ia kembali melihat deretan angka yang terdapat dalam jam tersebut, lalu berteriak histeris.
"Tunggu! Apa?! Gawat! Aku kesiangan!'
Segera ia meloncat dari kasur yang penuh akan kehangatan dan nikmatnya dunia itu, menyambar handuk ungunya, ia segera berlari ke kamar mandi menjalani aktivitas rutinnya setiap hari dengan waktu yang amat singkat.
PRAYER IN WINTER
STORY BY
"Apa tema yang akan kita angkat untuk kelas kita ini" tanya pemuda tampan dengan tato huruf kanji di dahinya itu. namanya Gaara, ia seorang putra bungsu dari keluarga Sabaku yang sekaligus menjabat sebagai ketua OSIS.
"Ramen! Bagaiman kalau kita buka kedai ramen saja, kita akan menjual ramen instan, aku punya banyak persediaan dirumah" usul Naruto. Pemuda berkulit tan itu dengan ajaibnya muncul ditengah-tengah segerombolan murid dengan menyeret dua buah kardus berisi ramen instan, tak lupa kedua tangannya masing-masing membawa dua buah cup ramen instan, oh dan jangan lupakan juga senyum lebar nan manisnya, memamerkan deretan gigi-gigi putihnya.
"Hey! Ini sekolah, bukan Ichiraku. Lagian kalau kita membuka kedai ramen, bukannya habis karena laku, melainkan habis karena kau makan sendiri" siswi berambut blonde itu memberikan bogem mentahnya pada kepala duren Naruto, membuatnya mengaduh kesakitan. Semua orang yang ada diruangan tertawa melihat kelakuan mereka.
"Bagaimana kalau kita mengusung tema café? Disana kita bisa menjual beberapa jenis kopi dan beberapa makanan ringan" kali ini, siswi dengan mata emeraldnya yang mendeklarasikan usulnya, mata zambrutnya menatap semua orang yang berada di kelas itu.
Semua penghuni kelas Nampak berpikir, menimbang-nimbang usul dari teman mereka yang bernama Sakura. Tak berapa lama, mereka mengangguk, mengisyaratkan persetujuan mereka akan ide dari gadis Haruno itu.
"Baiklah. Sudah diputuskan, masing-masing akan menerima tugas. Ino yang akan mengatur apa saja yang perlu disiapkan"
.
Beberapa jam sudah terlewat, Ino yang dibantu Sakura dan Tenten telah selesai mendaftar beberapa perkakas yang akan mereka butuhkan nantinya. Setelah itu, Ino berteriak kencang, menyuruh semua penghuni kelas untuk segera berkumpul untuk menerima tugasnya masing-masing.
"Tinggal satu lagi. Belanja" gumamnya pelan.
"Bagaiman kalau aku yang mendapat jatah belanja?"
seorang gadis dengan surai indigo itu muncul di balik gerombolan para murid, membuat Ino menolehkan pandangannya untuk focus pada satu titik dimana gadis indigo itu berada. Ino menatapnya tak percaya, sorot matanya mengatakan seolah-olah ia adalah robot dari masa depan yang tiba-tiba muncul dihadapannya.
Mengerti akan sorot tatapan Ino, membutanya melangkahkan diri untuk semakin mendekatkan diri ke Ino, ia terkikik geli melihat ekspresi tak lazim dari sahabat satu nya itu.
"Tak usah berlebihan seperti itu"
Ino mendengus kesal "Ck, kemana saja kau, huh? Ya sudah, ambil saja tugas itu. dan kau Sasuke" jeda sejenak, telunjuk panjangnya teracung kearah Sasuke yang sedang duduk tanpa memperdulikan suasana riuh di sekitarnya.
"Kau yang akan membantu Hinata" seringai nista tak lepas dari bibir tipis gadis berkuncir pony tail itu.
Deg
Whuuuuaat?! Apa yang sahabat bodohnya rencanakan?
Hinata menatapnya tak percaya, tak lama kemudian, ia mengganti tatapannya itu menjadi sebuah tatapan tajam yang mematikan. Salahkan saja Ino yang telah kebal dari tatapan Hinata, sehingga seringai nista itu masih setia terpatri di wajah eloknya.
"Bisakan Sasuke? Kasihan kan Hinata? Belanjaan ini akan banyak dan berat. Lagi pula kaukan tidak dapat tugas apa-apakan?" ujar Ino, nada bicaranya ia lafalkan semanis mungkin.
"Hn"
PRAYER IN WINTER
STORY BY
"Moshi-moshi. Tou-san?"
"Hn. Hinata, apa kau sudah berkemas?"
Hinata memutar bola matanya bosan, apa sang ayah begitu merindukannya? Pikir Hinata dongkol.
Jangan salahkan kepercayaan diri Hinata, salah kan saja tou-sannya yang setiap kali menelepon selalu bertanya soal kepindahan Hinata ke Australia.
"Ini terlalu awal untuk berkemas tou-san"
Terdengar suara helaan nafas sang ayah dari sebrang sana "Baiklah. Terserah kau saja-" jeda sejenak, Hinata masih sabar menunggu kalimat berikutnya yang akan tou-sannya lanjutkan.
"-tou-san sudah menyiapkan tiket penerbanganmu, masal sekolah mu di Tokyo itu, tou-san sudah menyuruh bawahan tou-san untuk mengurusnya"
Hinata bergumam akan ketidak sukaannya terhadap keputusan sang ayah.
"Tou-san masih banyak pekerjaan, sebaiknya kita mengakhiri sambungan ini. Jaga dirimu baik-baik. Tou-san menunggumu disini"
Suara yang sarat akan kerinduan dapat Hinata dengar sekarang. Hiashi tak dapat memungkiri bahwa ia sangat-sangat merindukan putri semata wayangnya itu.
Hinata merupakan harta yang sangat berharga baginya. Harga berharga dari peninggalan istrinya. Harta yang tak dapat ditukar oleh apapun.
Baginya, Hinata sekarang ini, masih Hinata kecilnya yang dulu, Hinata yang suka merengek agar dibelikan cokelat dan eskrim, Hinata yang suka di ajak berkebun di taman. Ia tak akan pernah membiarkannya terluka sedikitpun. Bahkan jika memang harus, ia akan dengan senang hati mengorbankan nyawanya sendiri untuk Hinata. Silahkan salahkan saja ia karena sudah memaksa Hinata untuk pindah ke Australia, itu semua ia lakukan untuk kebaikan Hinata itu sendiri.
"Iya tou-san, tou-san juga jangan lupa istirahat yang cukup" sorot matanya kini menjadi redup, suaranya mulai bergetar sebagai respon agar dirinya jangan sampai mengeluarkan air mata setetespun. Ia tersenyum tulus walau ia tahu jika ayahnya tidak akan mungkin bisa melihat senyumannya ini.
Setelah itu, sambungan terputus.
"Hiks… tuhan hiks.. hiks sekarang apa yang harus aku lakukan" tangisannya mulai pecah, air mata tak henti-hentinya mengucur deras dari mata bulannya.
Ia bingung. Apa iya harus benar-benar menyusul ayahnya untuk tinggal disana? Atau tetap tinggal di sini? Ia ingin terus berjuang demi cintanya. Tapi untuk apa? Apa yang ia perjuangkan? Sasuke tidak menyukainya-lebih tepatnya belum- jelas-jelas ia menyukai Sakura. Jadi untuk apa dia berjuang jika akhirnya ia yang terus tersakiti? Sudah cukup dengan semua aktingnya, sandiwaranya didepan teman-temannya yang memang sangat bagus dan rapi, sampai-sampai tidak ada orang pun yang mengtahui akan perasaanya kepada Sasuke kecuali Ino. Cukup sudah hatinya remuk karenanya. Ia sudah lelah dengan semua ini.
Ia harus mengakhiri semua ini
"Sudah aku putuskan" tegasnya kemudian. Ia segera bangkit dari kasurnya. Menduduki kursi belajarnya, ia mengambil selembar kertas menuliskan beberapa deret kalimat di dalamnya.
"Ternyata aku memang pengecut ya"
PRAYER IN WINTER
STORY BY
Mereka masih saja terdiam, tidak ada yang berniat memancing pembicaraan setelah kepulangan mereka dari rumah Gaara.
Sasuke yang sedang focus dengan jalan yang berada dihadapannya, sementara Hinata, ia memilih untuk bersandar pada pintu mobil sambil melihat pemandangan dari balik kaca hitam lampu dan pohon terlihat seperti sedang mengejarnya.
Titik titik putih berbentuk Kristal sedikit demi sedikit mulai berjatuhan di luar sana. Membuat nya membuka kaca mobil dengan wajahnya terlihat berseri saat tangannya ia tengadahkan
Ya, salju mulai turun.
"Apa yang kau lakukan? Cepat tarik tanganmu dan tutup kembali kacanya"
Hinata menggeleng pelan, menolak perintah dari Sasuke yang kini terpaksa membagi konsentrasinya menjadi dua, antara jalan dan Hinata.
"Bisa kau berhenti di depan sana, Sasuke? Aku mohon" ucapnya memelas, pandangannya tak sekalipun lepas dari untaian salju yang hinggap di tangannya.
Sasuke menghela nafas pasrah. Segera ia menepikan mobilnya ke arah dimana Hinata inin tuju.
"Terimakasih" ucap Hinata, ia segera keluar dari dalam mobilnya. Berlari menuju sebuah tempat lapang yang mulai tertutup oleh salju.
Sasuke tersenyum, melihat Hinata seperti anak kecil yang sedang bermain di tengah hujan salju. Ia pun menghampiri Hinata.
"Kau seperti tidak pernah melihat salju saja. Lagi pula kan kau bisa menikmatinya lagi besok"
"Mungkin kau memang benar" Hinata tersenyum pahit.
'dan mungkin juga, ini akan menjadi waktu dimana terakhir kali aku bermain salju di Jepang dan melihatmu"
"Kau kedinginan?" tanya Sasuke, ia dapat melihat pipi Hinata yang tampak lebih merah dari biasanya, wajahnya pun mulai pucat dan badannya menggigil.
"Tidak. aku baik-baik saja" jawabnya.
Sasuke mulai melepaskan jaketnya, menaruhnya di kepala Hinata, membuatnya menoleh dengan raut tanda tanya.
"Jangan bohong. Cepat pakai"
Kini Hinata mulai memalingkan wajahnya, menhindari kontak langsung mata mereka agar Sasuke tak dapat melihat rona merah Hinata yang menghiasi pipi gembilnya kini.
Mencoba mengalihkan perhatian, kini Hinata menunjuk sebuah gereja yang tak jauh dari tempat mereka sekarang ini.
"Ada gereja disana, kau mau berdo'a disana? Legenda disini mengatakan, bahwa siapa saja yang berdo'a disana akan dikabulkan do'a nya" jelas Hinata, mata pucatnya memandang lurus pada sebuah gereja yang kini berselimut salju tipis di depannya.
"Dan kau percaya itu?"
Hinata mengalihkan pandangannya dari gereja sederhana tersebut, memusatkan perhatiannya pada seorang pemuda yang kini menatapnya penuh tanya, ia tersenyum tipis "Entahlah, kenapa tidak mencobanya? Mungkin saja terkabul" ia mengendikkan bahunya acuh, melangkahkan kakinya memasuki gereja tersebut, meninggalkan Sasuke yang masih berdiri mematung, terkejut akan jawaban dari Hinata.
Persekian detik kemudian, akhirnya Uchiha Bungsu itu terbangun dari aksi keterkejutannya, ia melangkah dengan tergesa-gesa, menyusul Hinata yang sudah terlebih dahulu masuk dan meninggalkannya.
Gereja itu Nampak sepi, hanya terdapat satu dua orang yang berada di dalamnya, tak ada alunan lagu pujian yang biasa didengar digereja-gereja, tak ada sang pendeta yang biasa berceramah maupun memimpin do'a. begitu sepi.
Sangat sepi.
Dilihat dari sudut pandang manapun, gereja ini Nampak begitu terlihat rapid an terawat. Dekorasinya yang tidak berlebihan maupun bertele-tele namun tetap mengutamakan keindahan dan kenyamanan bagi para jema'atnya membuatnya terkesan indah dan sederhana secara bersamaan.
Hinata melanjutkan langkahnya, perhatiannya pun jatuh pada deretan lilin yang berjajar rapi di samping kanan ruangan ini. Kedua kakinya tanpa dikomando berjalan mendekati deretan lilin tersebut.
Mendudukkan dirinya di sebuah kursi panjang yang memang disediakan untuk umat yang ingin berdo'a disitu.
Lama ia memandang lilin-lilin putih yang ditata sedemikian indah, matanya tak sekalipun lepas dari benda padat namun akan meleleh jika terkena api itu. senyum tipis tercetak di bibir tipisnya, entah mengapa melihat jejeran lilin itubmembuat hatinya menghangat pikirannyapun tenang.
Apa mungkin ini efek dari udara di sekitar yang dingin dan secara kebetulan di depannya terdapat lilin-lilin yang menyala memancarkan kehangatan? Atau mungkin juga karena lilin-lilin itu mempunyai kekuatan magis yang tersembunyi. Ah, entahlah, ia tak ingin ambil pusing dengan semua itu.
Perlahan ia manautkan kedua tangannya, menariknya mendekati wajahnya, menutup perlahan matanya, iapun mulai berdo'a dengan kusyuk sampai tak menyadari jika seorang Uchiha Sasuke yang sempat ia tinggal di depan gereja tadi sudah berhasil menyusulnya, dan kini, iapun juga ikut mendudukkan dirinya disamping kursi yang tengah Hinata duduki sekarang.
Namun Sasuke tak lantas berdo'a, ia menoleh kesamping, mengamati wajah cantik Hinata yang masih sibuk merapal do'a. lama ia mengamati wajah rupawan itu, sampai tak sadar bibirnya tertarik membentuk sebuah senyum tulus. Tak lama kemudian, akhirnya ia menyadari apa yang sedang terjadi.
Ia tersenyum?
Oh tuhan, padahal hanya mengamati wajahnya saja sudah mampu membuatnya tersenyum? Segera ia memalingkan wajahnya yang sudah berhiaskan semburat merah tipis. Memandang deretan lilin dihadapannya sebentar, lalu berkonsentrasi dan akhirnya ia menutup mata serta menautkan tangannya, persis seperti yang tengah Hinata lakukan sekarang.
Sasuke's Pray
Tuhan..
Kini aku sadar, bila aku memang benar-benar mencintainya. Mencintai seorang gadis yang kini tengah duduk disampingku dengan berbagai do'a yang ia panjatkan kepadamu. Ia gadis yang baik, maafkan aku yang mencoba menjauhinya, tolong jangan kau beri karma akan dosaku yang telah menyakiti gadis ini. Kumohon biarkan ia tetap disisiku, kumohon jangan pisahkan kami, biarkanlah ia menjadi pendamping hidupku dan menjadi ibu dari anak-anak ku kelak. Kumohon… kumohon
Hinata's Pray
Tuhan…
Apa ini mimpi? Mimpi dengan seorang Uchiha Sasuke? Jika memang iya, kumohon jangan pernah bangunkan aku. Biarkan aku tetap seperti ini. Jika perlu, akan ku bunuh waktu saat ini juga.
Tuhan…
Apa aku salah karena mencintai seorang Uchiha Sasuke? Apapun itu, kumohon biarkan dia tetap disampingku seperti saat kami menikmati rintikan salju tadi. Biarkan ia menjadi teman hidupku, mendampini hidupku sampai ajal menjemput kami.
Jika ia memang orang yang kau pilih untuk menjadi pendamping hidupku, biarkan ia tetap disisiku. Jika dia bukan orang yang kau pilih, tolong jauhkan ia dariku secara perlahan. Sungguh ini benar-benar menyakitkan.
Dan saat itu pula, air mata mereka pun terjatuh dengan perlahan, membasahi pipi mereka masing-masing
TBC
hay! Rei kembali dengan fic baru. sebenarnya Rei berencana agar ini fic ikut merayakan event, apaboleh buat, Rei nggak pede ikutnya, mungkinkan diluar sana banyak fic yang jauuuuhh lebih bagus dari punya Rei. dan lagi, fic ini tidak memenuhi syarat dimana fic yang boleh ikut event maksimal 1k. sedangkan ini fic, wordnya hampir 3k. kerena kebanyakan, akhirnya Rei potong ini fic jadi two shoot
oh satu lagi. Rei mau promosi lapak baru Rei di wattpad (Yuriko_Rei) barangkali ada yang mau berkenan mengunjungi^^
oky bye bye
mind RnR?^^
