DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO

WARNING : TYPO(s), EYD, ANEH, GAJE, DLL


PROLOG

"Aku berangkat" gadis itu berucap datar, tangannya meletakkan sendok beserta garpunya diatas piring. Tak ada tanggapan yang ia terima dari orang tuanya ataupun kakak perempuannya. Mereka tetap menyuapkan makanan kedalam mulut mereka tanpa berniat untuk menjawab ucapan Hinata. Bahkan tak ada kata 'ya, hati-hati dijalan' yang biasa ibu ataupun ayahnya ucapkan sat anak-anaknya pergi.

Sreet

Gadis itu pergi, tanpa mngucapkan sepatah katapun lagi. Sesak? tentu saja ia rasakan saat dengan mudahnya mereka tak mengacuhkannya. Namun itu hanya sesaat. Kenapa? Karena ia sudah kebal akan sifat mereka yang selalu bersikap dingin padanya.

Setiap hari, sikap dingin ayahnya bukan semakin luluh, namun sebaliknya. Ibunya yang seharusnya menyayanginya serta membagi rata kasih sayangnya, malah mengikuti jejak ayahnya untuk mengabaikannya. Hal itu membuat Hinata tumbuh menjadi gadis yang dingin, namun dibalik itu semua, ia hanyalah seorang gadis yang rapuh dan membutuhkan kasih sayang.

Bahkan tak jarang mereka menatapnya bagaikan setangkai benalu yang harus di pangkas dan di musnahkan, terkadang ia merasa seperti orang asing yang hidup ditengah-tengah keluarga itu.

Saat kau mengnealnya sekilas. Maka diotak kalian akan terlintas pikiran jika gadis itu merupakan gadis yang dingin nan angkuh. Namun jika kalian sudah mengenalnya baik, kalian akan tahu seperti apa dia sebenarnya.

Hinata berjalan menuju sebuah halte yang tak jauh dari rumah megahnya ah atau mungkin rumah megah ayahnya, ia tak punya rumah bukan? Ia berdiri di depan sebuah halte bermaksud menunggu kedatangan bus untuk berangkat sekolah. Namun sudah lama ia menunggu, tak ada satupun bus yang melintas.

Tiit tiit

Suara klakson sebuah mobil terdengar sangat nyaring ditelinganya. Membuatnya berjengit kaget. Ia mendongakkan kepalanya, hampir saja ia akan memaki kasar pada sang pengendara mobil, namun niat itu harus ia urungkan saat melihat seorang pemuda bertubuh jangkung keluar dari mobil hitam itu dan berjalan mendekatinya.

"Itachi-nii"

Hinata mengernyit heran. Bagaimana pemuda berambut panjang itu bisa kesini? Bukankah seharusnya ia membantu sang ayah mengurus perusahaan?

"Kau sedang apa?" tanya pemuda itu ramah saat ia sudah berada di depannya.

"Menurut nii-san, apa gunanya seseorang berdiri di sebuah halte di pinggir jalan?" Hinata menggembungkan pipinya sebal.

Pemuda yang Hinata penggil bernama Itachi itu menggaruk tengkuknya kikuk. Iapun tersenyum pada Hinata. Tangan kokohnya dengan tiba-tiba mengambil tas ransel yang melingkar nyaman di bahu Hinata, membuat si pemilik memekik kaget.

"Apa yang nii-" ucapannya terpotong saat tangan kokoh Itachi yang lain menariknya untuk berjalan menyebrangi jalan menuju tempat mobilnya yang terparkir rapi di tepi jalan sana.

"Kau tak mau telat berangkat bukan?" Hinata mengangguk pelan. Ia pun mengikuti langkah Itachi untuk menaiki mobil sport hitam miliknya.

"Arigatou nii-san" ujar Hinata seraya membungkuk. Itachipun membalasnya dengan senyuman kecil kemudian kembali melajukan mobilnya.

Hinata membalikkan badannya. Ia berjengit kaget saat sahabatnya tiba-tiba muncul dan berteriak heboh di depan wajahnya "Kyaaa! Hinata di antar orang tampan bernama Itachi kakak dari Sasuke Uchiha!"

"Hentikan Sakura. Kau tak lihat sekarang ini kita jadi pusat perhatian" tegur Hinata mencoba mengingatkan gadis aktif bersurai soft pink itu akan ketidak nyamanannya terhadap dirinya yang kini menjadi objek perhatian para murid seperti tontonan gratis drama anak remaja.

"hehehe gomen gomen Hinata"

Tangan Sakura segera menarik Hinata saat matanya tanpa sadar melihat angka yang tertera pada jam tangan yang tengah Hinata kenakan. Sebentar lagi bel akan bordering, ditambah lagi jam pertama merupakan jam guru killernya mengajar.

"shht… Hinata. Tadi itu Itachi-nii kakak dari Sasuke-kun kan?" tanya Sakura pelan. Sebisa mungkin ia menekan volume suaranya yang pada dasarnya memang keras agar tak terlalu terdengar. Bisa gawat kalau sensei yang mengajar ini mengetahui bahwa mereka sedang asyik ngobrol sendiri.

"menurutmu siapa?"

"Itachi-nii. Hei! Bisa kau kenalkan aku dengannya. Kalau aku tidak bisa mendapatkan Sasuke. Itachi-nii boleh juga. Mereka sama-sama tampan"

"khe.. jangan bercanda"

"Hei! Apa yang kalian bicarakan hah?!"

Sakura membelalak tak percaya. Dia ketahuan mengobrol?

Ibiki-sensei kini menatapnya garang, seolah ingin menguliti siapa saja yang mengabaikan penjelasannya. Demi Jashin-sama. Ia tidak mau mati mengenaskan ditangan guru killernya itu karena hukuman Ibiki-sensei yang terkenal berat.

"kalian berdua! Jawab pertanyaanku!" bentak guru itu lagi.

Glek

Sakura menelan ludah paksa. Ia bergidik ngeri melihat ekspresi gurunya yang sungguh sangat menakutkan. Berbeda dengan sakura, Hinata malah menatap datar senseinya itu, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.

Sakura menatap Hinata seraya memelas, seolah meminta alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan senseinya, tak mungkinkan bila ia menjawab 'kami sedang membicarakan kakak Uchiha Sasuke yang tampan itu' bisa-bisa ia dipenggal nanti. Namun na'as, Hinata malah tak merespon tatapannya.

"k-kami s-sedang em…" Sakura kesulitan mencari jawaban yang tepat, matanya melirik kesana kemari seolah-olah sedang mencari jawaban yang tepat sebagai alasannya.

"kami sedang berdiskusi tentang pelajaran anda sensei. Ia bertanya padaku tentang bagaimana bisa rumus kuadrat itu digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut" sela Hinata datar.

Sakura menghela nafas lega, sepertinya nanti ia harus mengucapkan kata maaf dan terimaksih pada Hinata.

"jika ada yang kurang jelas, kau bisa menanyakannya padaku Haruno-san. Itu sudah menjadi tugasku sebagai gurumu untuk menerangkan" ujar sang guru menasehati.

"ha'I sensei"

'huuuft selamat'

Bel istirahatpun berdering, membuat sang guru untuk segera mengakhiri pelajarannya. Dengan mata berbinar-binar, para murid mulai meninggalkan kelasnya untuk istirahat melepas penat setelah pelajaran yang cukup menguras pikiran dan tenaga tadi.

"Hinata" suara baritone itu mengalun pelan menyapa indra pendengaran gadis penyuka bunga lavender itu, membuatnya menoleh dengan ekspresi tanya tanpa berusaha ia tutupi.

"bisa kita bicarakan tugas kelompok kita di perpus?"

Hinata mengangguk mengiyakan. Dilihatnya pemuda tampan itu sekilas dan mulai untuk membersihkan buku-bukunya yang berserakan tak karuan diatas meja.

Setelah membereskan semua bukunya. Ia berjalan beriringan dengan Sasuke menuju perpustakaan sekolah yang terdapat di lantai dua.

Bagi Sasuke itu sendiri, berjalan bersama Hinata merupakan sesuatu yang wajar. Mengingat dirinya dan Hinata sudah bersahabat sejak lama. Selama ini, tak ada seorangpun wanita yang bisa berjalan beriringan dan berdekatan dengan Sasuke kecuali Hinata dan ibunya. Ia sudah merasa nyaman dengan kehadiran Hinata didekatnya. Gadis itu adalah seseorang yang tak banyak bicara. Ia tahu kalau Hinata mempunyai sifat dingin, bahkan kadang-kadang, sifatnya itu bisa melibihi sifat dingin yang Sasuke miliki.

Ia beranggapan bahwa Hinata adalah orang yang sama sepertinya. dingin namun juga hangat secara bersamaan, yeah diakan menjadi sosok yang hangat jika kau mampu lebih dalam menyelami dirinya, maka kau akan mendapatkan hatinya. Well, walaupun pada kenyataanya, Sasuke bukanlah orang dengan aura kehangatan yang terpancar dari tubuhnya seperti halnya sang kakak ataupun Naruto sahabat ramennya itu.

Lain pola pikir Sasuke, lain juga dengan Hinata. Bisa bersama dengan Sasuke saja merupakan hal yang luar biasa baginya. Ia menyukai pemuda raven itu.

Sudah lama

Hanya ia dan Kami-sama lah yang tahu tentang perasaannya itu.

Kedekatan Hinata dengan pangeran sekolah tidaklah disambut baik oleh para penghuni sekolah, terlebih para siswi yang selalu menatap benci padanya. Seolah ingin melenyapkan dirinya dari dunia ini atau mungkin seolah menjauhkan sejauh-jauhnya dari pangeran sekolah itu. namun jangan harap! Ingat? Mereka sa-ha-bat. Masa bodo dengan tatapan itu. memangnya Hinata peduli.

Bahkan tak jarang ia melihat tatapan tak suka dari sekian banyak gadis yang terlontar untuk Hinata saat mereka berjalan beriringan, namun saat ia menanyakan keadaan Hinata tentang tatapan itu, ia malah terlihat tak menghiraukan tatapan mereka dan selalu berkata seolah tak pernah terjadi apa-apa.

"Kau mau meminjam buku dulu?" tanya Sasuke setelah mereka sampai di depan perpustakaan.

Hinata menggeleng pelan. Merekapun melanjutkan langkahnya dan mengambil sebuah tempat duduk berhadapan di ujung ruangan.

"Kau bawa laptop?" sekarang giliran Hinata yang bertanya, ia mengobrak abrik isi wadah pensilnya mencari sebuah pensil yang akan mereka gunakan untuk mengerjakan tugas nantinya.

"Tentu saja"

Merekapun mulai mengerjakan tugas tersebut, kadang juga terdengar tawa kecil dari mereka. Entah sejak kapan persahabat kedua manusia berbeda gender itu terjalin.

Sasuke yang dingin, mampu menjadi sasuke yang hangat jika berhadapan dengan Hinata.

"Coba putarlah sebuah lagu. Aku mulai jenuh"

"Ini di perpus Ta. Kau bisa membuat kebisingan disini"

"Disini sepi. Lagipula kau bisa memutarnya dengan pelan"

Sasuke mendengus, namun ia tetap melakukan apa yang Hinata minta.

"Ukh… akhirnya selesai juga" erang mereka berbarengan.

"Hinata. Kau mau dengar kisahku?"

"Apa memang?"

"Tentang aku dan….. kekasihku" ada suara ragu saat Sasuke mengucapkan kata kekasih. Oh, ia hanya takut akan ejekan Hinata yang kerap kali menghinanya. Kekasih? Sepertinya Sasuke akan menjadi bahan tawaan Hinata setelah ini. Tapi ia sudah terlanjur mengucapkan kata langka itu. kekasih dia bilang? Itu sangat-sangat diluar karakter seorang Uchiha Sasuke. Bukan berarti dia gay, tapi seorang Uchiha Sasuke yang mempunyai sifat dingin dan sering mengacuhkan orang itu punya kekasih? Jangan bercanda.

Blar!

Bagaikan tersampar petir, Hinata terkejut bukan main akan pengakuan Sasuke yang menurutnya mustahil itu. mendadak hatinya ngilu.

Ingin sekali ia menolak mendengarnya. Takut hatinya sakit, namun hati kecilnya seolah tercubit akan rasa penasaran yang menggerogotinya tentang cerita yang akan dibawakan Sasuke.

Dengan ragu, ia mengangguk.

"Dulu.. saat masih Junior High School. Aku pernah dekat dengan seorang gadis" ia tersenyum mengingat masa lalunya seakan ia mempunyai kenangan yang sangat menyenangkan. Namun hal itu malah membuat Hinata mencelos, ia tersenyum pahit.

"Dia gadis yang cantik dan baik. Ia merupakan gadis yang ramah dan hangat.. dan… memiliki suara yang lembut nan merdu"

"Kami selalu menghabiskan waktu bersama. Dan kamipun akhirnya berpacaran"

s-sasuke berpacaran?

Hinata hanya bisa tersenyum kecut, menyadari betapa jauhnya dia dari kesempurnaan yang kekasih Sasuke miliki. Gadis itu merupakan gadis yang hangat, sementara ia? Ia hanyalah seorang gadis dingin yang merasa kurang beruntung karena berhasil dilahirkan di dunia ini. Ramah? Hinata bahkan tidak pernah tersenyum pada siapapun kecuali pada orang yang ia sayangi dan para pengunjung dik toko tempatnya bekerja bahkan pada keluarganya sekalipun ia tak pernah mengumbar senyumannya, kecuali dengan kakak laki-lakinya. Hatinya kini berkecamuk di bakar api cemburu.

"Lalu apa yang terjadi?" tanyanya ragu.

"Kami melalui masa-masa high school kami dengan menyenangkan"

"Awalnya sangat sulit mendapatkannya, harus melalui perjalanan yang panjang untuk mendapatkannya"

"Oh ya?" Sasuke mengangguk.

"namun akhirnya aku bisa mendapatkannya"

"Lalu bagaimana kelanjutan hubungan kalian?" hati-hati Hinata bertanya, berharap apa yang ia pikirkan tak terjadi.

"Karena Tou-san pindah rumah, akupun juga ikut pindah dan otomatis jarak kami sangat jauh. Akhirnya kamipun dengan perlahan-lahan mulai kurang berkomunikasi dan akhirnya hubungan kami kandas" ujar Sasuke lesu.

Sasuke mendongak menatap Hinata dengan tatapan tak mengerti saat Hinata dengan tiba-tiba tertawa seolah mengejeknya "Apa yang kau tertawakan?"

"Ekspresi, cerita, dan nadamu" jawab Hinata sambil terus tertawa mengacuhkan Sasuke yang kini menatapnya sebal.

"Hei! Itu tidak lucu Hinata"

"Tapi itu lucu bagiku Sasuke. Seorang Uchiha Sasuke yang dingin mempunyai kekasih? Apa kata dunia?! Dan apa-apaan ekspresi melasmu itu?" ujarnya kembali sambil memasang mimic wajah mengejek. Dalam hati ia bersyukur apa yang ia pikirkan tak terjadi. Entah apa yang harus ia lakukan jika hal itu memang benar terjadi.

"Ck, dingin kau bilang? Tidakkah kau menyadari seberapa dinginnya juga kau Hinata?" ujar Sasuke tajam, sungguh hal yang ia pikirkan benar terjadi. Yeah! Mungkin kali ini Hinata menang karena sudah berhasil mengumpulkan satu bahan lagi yang akan membuatnya jengkel akan ejekan yang dilontarkan Hinata nantinya. Dan mungkin lain kali ia yang akan membalasnya.

Am I A Good Girl?

Saat pulang sekolah, Hinata tak langsung pulang kerumahnya. Ia berjalan menuju arah yang berlawanan dengan arah jalan menuju rumahnya. Ia berjalan ke persimpangan jalan menuju kesebuah toko roti dan kue yang lumayan besar dipinggir jalan raya.

"Jii-san. Berapa kue yang sudah laku?"

"Semua kuemu laku Hinata. Malahan ada yang mau pesan kue buatanmu itu" ujar paman berambut coklat itu sambil tersenyum.

"Berapa yang mau mereka pesan?" tanyanya dengan tangan yang masih sibuk membereskan keranjang-keranjang kue yang akan dibawanya pulang nanti.

"lima pulu potong. Apa kau bisa?"

Hinata sedikit terkejut akan ucapan paman pemilik toko tersebut. Lima puluh? untuk seorang yang mempunyai usaha ataupun waktu lenggang untuk membuat kue, jumlah segitu tidaklah terlalu besar. Namun bagi Hinata yang hanya seorang pelajar dan hanya mempunyai dua buah tangan untuk bekerja, tentunya ia tidak bisa membuat kue dengan jumlah sebanyak itu.

"untuk seorang pelajar sepertiku, jumlah tersebut tergolong banyak jii-san. Tolong sampaikan pada mereka, aku hanya bisa membuat setengahnya"

Paman itu mengangguk menanggapi ucapan Hinata.

"aku akan kesini untuk bekerja dan menitipkan kue lagi besok. Terimakasih sudah membantuku menjual kue-kue ini jii-san" Hinata membungkuk sopan sebelum meninggalakan tempat tersebut dan berlalu pulang.

Am I A Good Girl?

"ini untuk membeli bahan kue dan ini untuk menabung dan sisanya untuk uang saku" gumam Hinata pelan saat ia mendudukkan diri di atas kasur nya dengan tangan yang sibuk membagi-bagi uang hasil kerja kerasnya.

"Hinata! Dimana kau menaruh semua barang-barangku hah?!" itu suara kakak perempuannya, Karin Hyuuga. Ah betapa Hinata selalu dibuat jengkel akan suaranya yang bahkan mampu membuat gendang orang lain robek akan teriakannya.

Hinata berdecak sebentar sebelum akhirnya beranjak dari kasur dan mulai menuruni anak tangga menuju kelantai bawah tempat suara sang kakak berasal.

"bukankah barangmu itu aku taruh dikamarmu?" tanyanya dingin, tak ada ekspresi sedikitpun yang tersilat di atas wajah cantiknya.

"disana tidak ada! Kau yang menaruhnya. Cepat carikan!" bantak Karin kesal. Ia menghentak-hentakkan kakinya sebal.

"ada apa ini?"

Nii-san?

"barang kakakmu hilang nii" ujar Hinata dingin, tak sekalipun ia mengubah nada dalam kalimatnya. Semua kaliamat yang selalu ia lontarkan hanyalah nada datar dan dingin dengan wajah tanpa ekspresi yang berarti.

Neji mendelik menatap Hinata tajam, seolah kalimat yang dia ucapkan sangat-sangat salah "dia kakakmu juga Hinata"

"dia bukan kakakku. Dan kau Karin. Barangmu ada di kamarmu, carilah lebih teliti. Matamu tidak rabun bukan? Bersikaplah mandiri dan lebih dewasa" setelah mengucapkan kalimat panjang nan terkesan tajam itu, ia berlalu pergi meninggalkan kedua kakaknya yang menatapnya geram tanpa mengindahkan teriak-teriakan Neji yang memanggil namanya untuk kembali.

'cih! Siapa yang manja sekarang?'

"HINATA!"

TBC

baiklah. pertama-tam rei mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya untuk para readers yang udah mau mbetulin judul nya cerita Rei #dasar author veak :v

yang kedua rei terimakasih untuk para readers semuanya, yang udah follow, favorit, review, semuanya pokoknya

dan yang ketiga, sampai jumpa lagi di chap depan XD