Tsukimori Family Production
Rated : T
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pairing : Sasuke Uchiha and Sakura Haruno
Genre : Romance/Angst
Warning : OOC, AU, abal, geje.
Dedicated to LuthRhythm, my beloved sister. Semoga bisa sedikit menghibur setelah musibah itu.
The Sound Track is : Sabrina - , or Mr. Brightside
.
Just enjoy
.
Presenting :
Blackcherry
.
Melody 1 : Jealous
.
Aku menarik nafas panjang, membetulkan posisi dudukku agar lebih nyaman. Aku mengambil gitar yang tadi ku letakkan di sisiku, mulai memainkannya. Petikan gitarku mengalun cukup pelan agar tak mengusik siapapun. Aku menyisir rambut model ravenku kebelakang dengan jari-jari tangan kananku. Beberapa kali aku mendesah, bosan. Kemudian ku lirik jam di tanganku. Sebentar lagi, pikirku. Kemudian ku lirik balkon kamar di sebrangku. Masih belum datang.
Kini aku menarik nafas panjang, menarik udara segar yang berada di sekitarku, menghembuskannya perlahan. Entah mengapa degup jantungku menjadi semakin cepat, membuatku kesulitan bernafas. Pikiranku terpacu pada bayangan seorang gadis berambut merah muda dengan iris emerald menawan pada sepasang bola matanya. Senyumnya, tawanya, semuanya terekam jelas dalam ingatanku. Aku masih memainkan gitarku, memetik satu persatu senar gitarku, mengalunkan akustik 'That Should Be Me'-nya Justin Bieber, lagu kesukaannya.
Aku menyadari kalau bibirku mulai membentuk senyuman tipis, dan otakku masih terpaku pada bayangan seorang gadis bernama 'Haruno Sakura'. Aku menikmati alunan gitar yang seakan mulai menggelitik telinga dan perutku, membuatku ingin tersenyum lebar dan tertawa sekeras-kerasnya. Ah sial, coba saja Sakura tau kalau..
"That Should Be Me!"
Aku tersentak, menoleh sedikit ke arah balkon di sebrangku, mendapati sesosok gadis dengan seragam Ame High School, duduk di kursi merah yang seakan sengaja ia sediakan disitu. Rambut merah muda yang panjangnya hanya sebahu itu melambai tersapu angin, sementara senyuman manis terbentuk di bibir manisnya. Degup jantungku memuncak, serasa dippompa dua kali lebih cepat dari sebelumnya. "Sakura? Sejak kapan disitu?"
"Sejak Sasuke-nii mulai memainkan gitar.." Sakura—gadis berambut merah muda ini, menunjuk gitarku dengan telunjuk kanannya. Sakura nyengir, "Nii-chan kenapa nggak menyanyi juga?"
Aku terdiam. Degup jantungku kian cepat. Ah sial! Kenapa Sakura harus nyengir? Mana ada Uchiha blushing? Jangan!
"Tidak. Aku tidak suka menyanyi," jawabku datar, lalu melanjutkan petikan gitarku yang sempat berhenti. "Kamu saja yang nyanyi kalau mau."
Sakura tersenyum pahit, "Suaraku sedang serak.. Gomenne.."
"Hn." Aku mulai memainkan petikan gitarku dari awal. "Bagaimana hari pertamamu di sekolah?"
"Menyenangkan! Aku langsung akrab dengan tablemate-ku! Namanya Karin," Sakura tersenyum lagi. "Ternyata Ame memang seru seperti yang Nii-chan selalu ceritakan padaku."
"Hn." Aku mengangguk, masih terus memetik senar gitarku. "Ada yang membuatmu tertarik?"
"Ada!" Sakura berseru heboh. Ah dasar Sakura, tak pernah berubah. "Namanya Neji-senpai, ketua Student Council! Pasti Nii-chan kenal ya?"
"Dia teman main band-ku.." aku menjawab seadanya. Aku sedikit sebal kalau Sakura mulai membicarakan pemuda lain. Posesif? Mungkin.
"Wow, benarkah? Dia keren ya? Karin juga tertarik padanya loh!" Sakura bersua lagi.
Enggan ku pedulikan, aku terdiam. Pikiranku kembali melayang. Kembali pada ingatan sekitar lima tahun lalu, saat pertama kali aku mengenal Sakura.
.
"Sasuke, ini Sakura, teman barumu."
Aku menatap bocah perempuan di depanku dengan tatapan khas Uchiha. Bocah dengan rambut seperti gulali itu menatapku takut-takut, lalu perlahan mengulurkan tangannya. Kemudian ia mendongak untuk menatapku yang jauh lebih tinggi darinya. "A-aku Sakura."
Aku tersentak. Dengan bola mata emerald itu, ia terlihat sangat cantik.. Degup jantungku terpacu lebih cepat. Ku tatap tangan itu, menjabatnya. "Sasuke."
"Sasuke ini sekarang kelas enam SD, setahun di atas Sakura. Jadi Sakura panggil Nii-chan ya pada Sasuke." Perempuan di sebelah Sakura menepuk punggung Sakura, membuat gadis itu merona pipinya. Manis. Aku mengagumi Sakura.
.
Entah sejak kapan, perasaan kagum itu berubah. Aku sudah tidak merasakan rasa kagum lagi padanya. Mataku menatap langsung ke iris emeraldnya, menatap tajam. Sakura balik menatapku, bibirnya terus mengucapkan lirik-lirik lagu itu tanpa suara, tapi aku bisa mendengar suaranya hanya di telingaku. Ah, aku tau kalau sekarang memang aku jatuh cinta padanya.
Sakura tersenyum. Lalu tangannya menepuk-nepuk, memberi tepukan kecil untuk menyemangatiku. "Nii-chan semakin ahli loh!"
"Hn." Aku kembali memainkan akustik lagu yang ku sukai. Berharap Sakura dapat menebak apa judulnya.
Ku lirik Sakura, ia memutar bola matanya, lalu sedetik kemudian balas menatapku. "Your Guardian Angel!"
"Hn." Aku masih memetik senar gitarku, meredam suara degup jantungku yang ingin meledak ketika Sakura tersenyum, dan memfokuskan pandangan pada gitar agar wajahku tidak hancur.
"Nii, nyanyi dong.."
Aku menoleh, menatap Sakura yang kini berdiri sambil bersandar pada teralis kamarnya, membuatnya menjadi semakin dekat. Aku menunduk, kembali menatap gitarku. "Aku tidak bisa bernyanyi."
"Bohong!" Sakura membantah, bibirnya melengkung ke bawah, "Kalau Nii-chan tidak bisa menyanyi, lalu siapa vokalis band Blackcherry?"
Aku terdiam. Menghentikan petikan gitarku, mendongak perlahan, menatap tepat ke dalam bola mata Sakura. "Aku baru calon vokalis, bukan vokalisnya."
Sakura terdiam sebentar. "Nii-chan yang bentuk band itu, kok Nii-chan yang jadi calon.. ah Nii-chan, bernyanyilah.."
"Malas." Aku masih memainkat gitarku, berusaha keras tak menatap ke arah Sakura, atau aku akan sangat malu menyandang nama Uchiha di belakang namaku.
PUK!
Aku terkejut, menatap benda yang barusan menimpuk kepalaku. Sebuah kotak. Aku melirik Sakura, memperhatikan mimik kesalnya. Bibirnya melengkung kebawah. Hampir saja terkikik geli kalau aku tidak ingat Uchiha maner.
"Nii-chan jahat!" seru Sakura, beranjak masuk ke dalam kamarnya, dan membanting pintu geser menuju kamarnya.
Aku membuka kotak yang barusan Sakura lemparkan, membukanya. Dua buah coklat berbentuk hati. aku baru ingat kalau sekarang ini valentine. Kemudian aku mengambil sebuah, memasukkannya ke dalam mulutku. Aku tersenyum tipis. "Manis.."
.
O.O
.
Aku masih asik memperhatikan pemuda berambut pirang di depan yang sedang cuap-cuap menjelaskan visi dan misi klub teater. Suasana ruangan klub yang hening dan hanya di dominasi satu suara membuatku bosan. Aku menguap, mengantuk. Aku mendengar kekehan kecil dari samping kananku, kemudian menoleh pelan, menatapnya datar. "Apa?"
"Nii-chan bosan ya?" bisiknya pelan, binar dari iris emeraldnya jelas terpancar. Sementara rambut merah mudanya mengayun pelan, mengikuti gerakannya. Sakura menopang dagunya dengan tangan kanannya, kembali memperhatikan bocah durian itu berbicara.
Tangannya terketuk ke meja di depannya. Entah Sakrua sadar atau tidak, gadis itu menarik sebuah garis hayal dengan jari telunjuknya, membentuk symbol heart. Lalu aku menelusuri dari tangannya itu menuju matanya. Sorot fokusnya, terpancar ke arah Naruto. Sementara bibirnya menarik semacam senyuman lembut.
Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. Aku terdiam. Sesuatu menyesaki paru-paruku. Dadaku masih berdegup kencang, tapi ini beda. Biasanya setiap getarannya memaksaku untuk tersenyum. Namun sekarang, setiap getarannya seakan memaksaku untuk menonjok si ketua klub Teater.
.
.
.
Matahari sudah berada di barat, dan langit sudah menjadi oranye. Aku bergegas menuju sepedaku yang terparkir tak jauh dari gerbang sekolah. Aku menaiki sepedaku. Bersiap meninggalkan sekolah.
"Nii-chan!"
"Hn?" sahutku seperti biasa. Menoleh menatap sosok gadis yang berlari ke arahku. Sakura.
Sakura menunduk, kedua tangannya memegangi tas hitamnya. "Nii-chan, keberatan tidak kalau aku menumpang pulang?"
"Tidak. Naik saja," sahutku cepat, jempol kananku bergerak menunjuk ke arah belakangku.
Sakura tersenyum. "Benarkah?"
Aku mengangguk. "Cepat Cherry.."
Sakura memegangi pinggangku, membuat degup jantungku kembali berpacu cepat, kemudian kurasakan beban yang bertambah pada bagian belakang sepedaku. Samar-samar, ku dengar bisikan dari arah belakangku. "Cherry? Blackcherry?"
Aku terhenyak. Sial. Kenapa bisa keceplosan? Aku segera mengkayuh sepedaku, berseru sesaat. "Pegangan yang erat!"
Sakura serentak memeluk pinggangku. Sesaat aku sempat tersentak, lumayan terkejut dengan perlakuan spontannya, dan segera saja ku kayuh sepedaku, memacunya dengan kecepatan tinggi.
.
.
.
"Nii-chan bodoh! Hampir saja aku kira riwayatku tamat hari ini!"
Aku mendengarkan omelan yang keluar dari mulut Sakura, tersenyum tipis ala Uchiha sambil menatap ke arah Sakura. Gadis itu masih mencak-mencak kesal, merasa menyesal sudah memohon tumpangan padaku. "Kamu masih sehat kok."
Sakura berdiri di sebelahku, mencubiti lengan tanganku yang terbungkus jas sekolah. "Lihat rambutku jadi berantakan! Tadi Nii-chan juga hampir menabrak anak kecil yang melintas! Baka! Nii-chan ini sudah bosan hidup ya?"
Aku mendengus, mengejeknya. "Mana mungkin aku bosan hidup kalau ada kau yang.." aku terhenyak. keceplosan. Sementara Sakura melotot, menunggu lanjutan dari kalimatku. Aku meneguk ludah pahit, menyesal. "Yang bisa ku kerjai seperti ini."
"Huh!" Sakura menyilangkah kedua tangannya di dada, marah.
Tanpa ku perintah, tanganku terulur ke arah rambutnya, merapihkannya sebisaku. "Mau rambutmu berantakan atau rapi, tidak ada bedanya kok. Tetap Sakura."
Sakura terhenyak. Pipinya mulai merona kemerahan. Kemudian dia menunduk. "Terima kasih ya Nii-chan, maaf aku merepotkan Nii-chan."
Aku tersenyum tipis, segera kembali datar sebelum Sakura menyadari senyumanku. "Doita. Besok mau berangkat sama-sama?"
"Apa tidak merepotkan Nii-chan?" tanya Sakura pelan, mendongak perlahan. Sementara ku lihat dari jendela, bibi Haruno sudah mengintip kami.
"Tidak." Aku kembali menatap Sakura. "Mau?"
"Asal tidak merepotkan Nii-chan.." ucap Sakura sangat pelan.
"Kau sudah sering merepotkan aku, Sakura.." aku mendengus lagi.
Sakura menautkan kedua alisnya, tak setuju dengan ucapanku. "Memang ada yang menyuruh Nii-chan melakukan semua permintaanku?"
Aku menaikkan sebelah alisku. Tetap dalam garis Uchiha maner. Kemudian aku menepuk kepalanya pelan. "Tidak ada yang menyuruhku."
"Nii-chan benar sahabat Naruto-senpai?" suara Sakura melemah. Entah mengapa, ini seperti bukan Sakura yang biasanya. Bukan Sakura-ku yang biasanya. Eh? Kenapa dia membawa-bawa nama si Dobe?
"Kenapa si Dobe?" tanyaku pelan, mataku masih terpejam, menikmati semilir angin di atas balkon.
"Dia tampan ya?"
"Hn," sahutku malas.
.
Eh? Kok ada yang aneh?
.
Serentak aku menoleh menoleh ke arah Sakura, menatap gadis yang kini terlonjak hampir terjungkang kebelakang. Wajahnya terkejut bukan main, hingga membuatku terdiam, kembali pada Uchiha maner. "Nii-chan, bikin kaget saja.."
"Kau suka si Dobe?" tanyaku cepat, tak perduli pada ucapannya barusan. Detak jantungku memburu. Mempersempit paru-paruku.
Sakura menunduk, helai rambut merah mudanya menutupi wajahnya. "I-iya.."
Degup jantungku semakin menyiksa. Firasat burukku, memang benar. Aku kemudian menepuk pundaknya, meneguk ludah pahit lainnya dari kebodohanku. "Dia belum punya pacar kok."
Sakura tersenyum, senyum yang paling ku sukai. Dan jantungku, sepertinya tambah bersemangat. Dan berikutnya, kata-kata yang meluncur dari mulutnya, membuatku menyesali semua kemunafikkan pada diriku.
"Bantu aku jadian dengannya ya?"
Detik berikutnya, aku merasa kalau sekarang dadaku sudah di tekan dari berbagai arah, membuatku kesulitan bernafas.
.
.
.
Aku membaringkan badanku di kasur, headset masih terpasang di telingaku. Alunan lagu itu membuat lukaku semakin besar. Aku menutup kedua mataku dengan lenganku, menghalangi sinar lampu yang menyakiti mataku. Mataku memanas. Kenapa Sakura menyukai Naruto yang baru dikenalnya sehari ini? Mereka bahkan jarang berbicara ketika di sekolah! Bahkan Sakura baru bertemu dengan si Dobe hari ini!
Apakah Sakura tidak pernah sadar? Tak sadar kalau aku, yang sudah mengenalnya selama lima tahun ini, sangat menyayanginya, sangat mengaguminya? Ini semua salah! Sakura harusnya denganku!
Kenapa?
Aku terdiam, menarik nafas. Terlalu lelah.
.
O.O
.
"Sasuke!"
Aku menoleh spontan ke arah kiri, di mana sesosok pemuda dengan rambut pirang dan seragam yang tidak rapi itu berlari ke arahku. Pemuda itu masih berjarak sepuluh meter dariku, namun langkahnya seperti dipercepat. "Hn?"
"Sasuke, ada yang mau aku tanyakan!" ucap Naruto—pemuda di depanku yang sedang ngos-ngosan setelah berlari itu, kepadaku.
"Apa?" tanyaku datar. Ah sial, pikiranku masih terpacu pada hal kemarin.
.
"Bantu aku jadian dengannya ya?"
.
"Teme!"
Aku otomatis kembali dari lamunanku, menatap pemuda urakan di hadapanku yang menyandang jabatan ketua klub Teater ini. Entah mengapa, firasatku selalu jelek apa bila bertemu dengan Sakura dan Naruto. "Apa?"
"Kamu kenal Haruno Sakura kan?" tanyanya cepat.
Jantungku berdebar kencang saat namanya di sebut. Entah reflek atau bukan. Aku mengangguk. "Tetanggaku."
"Oh ya?" Naruto nyengir. "Pacarmu?"
"Bukan pacarku.." aku memutar bola mataku. 'Tapi calon pacarku!'
"Oh.." Naruto tersenyum. "Dekat?"
"Hn," sahutku seadanya, mulai tidak menyukai arah pembicaraan ini. Entah mengapa, perasaanku mengatakan kalau kalimat yang akan diucapkan Naruto setelah ini, bukanlah hal yang cukup baik
"Benarkah?" Naruto tersenyum sangat lebar. Membuatku agak risih. Kemudian aku menyandarkan punggungku di tembok. "Kalau begitu, bisa bantu aku mendekatkan diri dengannya?"
Tuh kan, apa ku bilang?
Dadaku bergemuruh. Tanganku mengepal erat. Sementara aku tetap mempertahankan stoic face-ku. Sepertinya aku sedikit menyesal menyuruh Sakura agar satu sekolah denganku. Hn.
.
O.O
.
Aku memasukkan roti melon ke dalam mulutku. Kemudian seseorang terkikik melihat tingkahku. "Heh Sasuke, kau makan seperti nggak dikasih makan tiga hari tau!"
"Hn?" Aku melirik kawan-kawan yang semeja denganku. Tenten—gadis yang barusan nyeletuk, tertawa nyaring, diikuti Kiba dan Naruto. Aku hanya mendelik tajam, kembali memakan roti melonku.
Naruto tiba-tiba terdiam, sementara roti daging di tangannya masih menganggur. "Eh? Sakura!"
Pemuda berambut mirip buah durian itu berdiri, melambaikan tangannya pada seseorang jauh di belakangku. Aku ikut menoleh ke arah yang di tuju Naruto. Gadis berambut merah muda sedang berjalan ke arah kami.
Aku kembali berbalik, memakan lagi roti melonku. Degup jantungku terpacu cepat lagi. Tanganku gemetar. Sakura duduk di sebelah Naruto, tepat di depanku. Ia tersenyum ke arah kami. Naruto melirik tangan Sakura yang membawa satu bungkus roti melon. "Eh, Sakura suka roti melon ya?"
"Hm?" Sakura melirik tangannya, melirikku sesaat. "Suka sekali."
"Kamu seperti Sasuke saja.." Naruto tersenyum, mengacak-acak rambut Sakura ringan, lembut.
Dadaku memanas. Degup jantungku semakin cepat, semakin menyesakiku. Singkirkan tanganmu dari Sakura, dobe!
"Sasuke."
Aku menoleh, menatap Tenten yang duduk di sampingku. Gadis itu menunjuk ke arah tanganku, sementara matanya menatapku aneh. "Roti melonnya kenapa diremas begitu?"
Aku melirik ke arah dua tanganku, dimana disitu ada setengah roti melon yang sudah tidak jelas bentuknya. Aku melempar sisanya ke meja, berdiri. "Aku mau ke kelas dulu."
Tidak tidak, mana aku sanggup melihat ke akraban Sakura dan Naruto?
Mereka itu kenapa sih? Tidak bisakah bertemu denganku tanpa kontak fisik? Sialan.
Aku mempercepat langkahku, mengarah ke koridor utama. Ingin segera kembali ke kelas. Muak. Kantin menjadi sumpek semenjak kejadian tadi. Aku membutuhkan udara segar. Ah, kenapa sih? Aku menyesali semua tindakanku!
"Sasuke!"
Aku tersentak, hampir saja aku menubruk sosok gadis yang entah sejak kapan menghalangi langkahku. Rambut indigonya mengayun pelan, mengikuti satu langkah mundurnya. Mata amethystnya menatapku kaget. "Eh? Hinata?"
"Aku mau kasih pengumuman." Hinata menarik nafasnya pelan, sembari membetulkan kemejanya yang agak kusut. "Kamu dan band kamu terpilih menjadi pengisi di acara penyambutan murid baru nanti."
Aku melotot. "Yang benar?"
"Iya." Hinata mengangguk, memperkuat ucapannya. "Persiapkan ya, lusa sudah harus bisa tampil. Simpan tenagamu."
Aku mengangguk. "Kau sudah kasih tau Neji, Suigetsu, dan Naruto?"
"Baru Neji dan kamu. Sisanya bisa kamu kasih tau sendiri?" Hinata mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku jasnya, mencoret sesuatu di sana. "Oke?"
"Hn." Aku menepuk pundak Hinata. "Berjuang juga ya, Ibu Ketua Pelaksana. Semoga acaranya lancar."
"Terima kasih," ucap gadis itu sambil tersenyum. kemudian ia kembali memasukkan buku kecilnya ke dalam saku jasnya. "Eh, aku duluan ya. ada yang mau ku beli di kantin."
"Oke," jawabku, kemudian kami berlalu, masing-masing menuju arah yang berlawanan. Barusan, barusan sekali, aku merasa ada sesuatu di mata Hinata. Bukan dalam wujud fisik, tapi sesuatu yang mungkin jarang ku perhatikan.
Aku mempercepat langkahku, teringat akan Neji dan Suigetsu yang mungkin sekarang sudah berada di kelas, menunggu hasil dari apa yang barusan Hinata beritahu padaku. Sekejap, aku merasa ucapan Hinata barusan seperti mengikis rasa sebalku. Good job, Hyuuga.
Aku menuju kelas secepat yang aku bisa. Yah, untungnya kelasku dapat di capai dengan mudah. Terletak di bangunan pertama, tapi sialnya, ada di lantai tiga. Aku menaiki tangga dengan kecepatan yang bisa aku raih. Tangga demi tangga. Tiba-tiba pikiranku teracu lagi pada Sakura. Sedang apa dia dengan Naruto di kantin?
Ah, sudah cukup berpikir tentang Sakura. Naruto menyukainya, dan aku tak boleh egois. Tumben sekali aku berpikir dewasa..
Aku sampai di lantai tiga, dengan cepat aku masuk ke kelas, mataku dengan sigap menangkap bayangan coklat tua dan putih. Aku segera menghampiri mereka berdua. "Eh kalian, Hinata tadi sudah memberi tahukannya padaku!"
"Iya, kita lulus seleksi!" Suigetsu melonjak, berjingkrak di depanku.
Aku duduk di meja di sebelah meja Neji. "Debut Blackcherry cukup baik sepertinya."
"Haha, karena ada aku, jadinya Blackcherry bisa lulus seleksi!" Suigetsu kembali melontarkan kalimat, merasa aku cuekin mungkin?
Neji terkekeh kecil. "Awal yang baik. Berarti kita harus persiapan. Acaranya kan lusa."
"Hn," sahutku datar seperti biasa.
Suigetsu merenggut. "Ah, aku malas.."
"Baka!"
BLETAK!
Aku cukup terkejut mendapati wajah Suigetsu yang agak hitam membentuk persegi panjang pada bagian tengahnya. Sementara kini mata Neji tertuju pada si pelempar. Sosok berambut pirang tengah tertawa terbahak di depan papan tulis, menertawai wajah kacaunya Suigetsu. Buru-buru Suigetsu mengambil penghapus whiteboard itu, melemparnya balik ke arah Naruto. "Sialan kau durian!"
Naruto bergerak lincah mengitari kelas, menghindari segala serangan dari Suigetsu. Sementara bocah mirip ikan hiu itu mulai mengejar Naruto membabi buta. Benar-benar masa kecil yang diulang kembali.
Suigetsu meraih penghapus whiteboard yang tadi ia lempar, kembali akan melemparnya ke arah Naruto. "Kemari kau Haruno Sakura!"
Aku terhenyak.
Jadi Suigetsu tahu kalau Naruto suka sama Sakura?
What the..
"Sasuke.."
Aku menoleh, mendapati Neji yang kini terfokus pada adegan kejar-kejaran ala anak kecil yang sedari tadi dilakukan oleh Suigetsu dan Naruto. Aku menyahutinya. "Apa?"
"Bukannya Cherry dalam nama Blackcherry, adalah Haruno Sakura, tetanggamu itu?" ucap Neji datar, sementara kedua iris amethystnya masih fokus pada dua bocah tersebut. Tiba-tiba kepalanya bergerak, mendongak menatapku. "Kenapa bisa si durian yang mencuri start duluan?"
Aku hanya diam. Bingung harus menjawab apa.
"Baka Sasuke, sepertinya kau tidak pantas mendapatkan ranking pertama di sekolah ini," ejek Neji ringan. "Hal sepele seperti itu saja kau tidak tau jawabannya."
"Memangnya kau tau?" aku melirik Neji tajam, sementara dua tanganku tersilang di depan dada.
"Hn." Neji mendehem. "Jawabannya karena kau lamban, bocah Uchiha.."
Aku menarik sebelah alisku. "Lamban?"
"Hn," Neji mengangguk. "Harusnya selama lima tahun ini kau bisa merubah statusmu dengan Sakura.."
Aku memutar bola mataku, menarik nafas panjang. "Aku tidak ingin terburu-buru.."
"Munafik."
Aku menoleh cepat, kembali menatap Neji. "Apa maksudmu?"
"Kau munafik." Neji menunjukku dengan telunjuk tangan kanannya. Sementara seringai terbentuk di bibirnya. "Terlalu munafik sampai rela gadismu direbut Naruto.."
Aku menarik kepalaku kaget. Segera saja aku mendengus, membantah. "Aku bukannya mu—"
"Kalau sudah begini, kau mau apa? Tetap mendekati Sakura dengan resiko dijauhi Naruto, atau menjauh dari Sakura dan membiarkan bocah durian itu memiliki Sakura?" Neji memotong cepat, menjejaliku dengan ultimatum buatannya. "Pick one."
Aku kembali terdiam. Ini sudah cukup menjadi PR bagiku.
.
To Be Continued
.
OOC GILAA
Gomennasai
Maaf
Saya sudah peringatkan akan OOC
Cuma berharap, ada yang sudi membaca fic ini :D dan meninggalnya semacam feedback.
Then, see you in last chapter :)
