Lensa Berembun
Detective Conan (c) Aoyama Gosho
Kazami Yuuya x Furuya Rei
.
.
.
.
I.
Furuya Rei 's POV
.
.
2 tahun lewat sudah. Sampai kapan tragedi itu berencana untuk menghantui hidupku?
Malam dan siangku?
Mimpi dan sadarku?
Nyenyak dan bangunku?
Mengapa memori buruk akan senyum perpisahannya begitu jelas terpatri dalam sanubariku? Mengapa ia suka sekali mendadak muncul, lalu membuyar emosi menjadi beribu-ribu bulir bening yang terjun bebas mengarungi pipiku?
...
Ckrek.
"...!"
Refleks aku berpaling, kala ekor mataku memergoki kilat putih blitz kamera menginterupsi temaram lembayung jingga. Kurang ajar benar! Siapa yang lancang sampai tega mengabadikan wajah memalukanku yang tengah murung tersedu, matang dari batang hidung sampai daun telinga, mata sembap membengkak, berhias jejak airmata pula?!
"Sia—"
"MAAFKAN SAYA!"
Satu kepala hitam jabrik menunduk tanpa disuruh. Memaksaku untuk menelan bulat-bulat seribu omelan yang sudah berancang-ancang di ujung lidah. Anak itu, anak lelaki yang membungkuk di depanku itu, meminta ampun dengan tenor yang terdengar gemetar—dan sekejap aku mengerti alasan mengapa ia begitu ketakutan.
Jaket almamater yang nampak rapi, wangi, lagi baru. Sulaman tahun angkatan di lengan kanan. Ditambah lencana itu! Benda simbolis yang baru tahun ini dirancang untuk digunakan oleh klub fotografi. Aah, rupanya mahasiswa baru. Yah, kudengar setiap tahunnya klub fotografi memang menyuruh junior-juniornya untuk mengasah teknik fotografi mereka terlebih dahulu sebelum pelatihan utama klub—
Tunggu, mengesampingkan aktivitas semacam itu, tetap saja ia mahasiswa baru dan ia sudah berani melanggar tatakrama, kesopansantunan antarmahasiswa (apalagi aku seniornya!) yang semestinya dijaga? Kelakuan mahasiswa baru tahun ini sungguh membuat kami, para senior, geleng-geleng kepala!
"...saya... juga tidak paham mengapa saya memutuskan untuk memotret kakak yang tengah menangis,"
Haah, lagi? Semakin kemari, generasi muda semakin lihai bersilat lidah. Mencari-cari alasan. Bila memang itu maumu, aku akan mendengarkan. Tetapi jangan senang dulu, kau tetap akan kubuat menyesal nantinya.
Kubendung gerutu dalam hati, penasaran alasan seajaib apa yang akan kudengar kali ini.
Klise memang, tidak beda dari gombal-gombal ringan nan menggelikan yang berulangkali terucap dalam drama romansa,
namun rupanya Tuhan berkehendak lain, sehingga alasan yang mengalun mulus dari pita suaranya sukses membuat pipiku bersaturasi—jauh, jauh, jauh lebih ranum dibandingkan sebelumnya.
"—kak Furuya Rei, engkau begitu mempesona."
.
.
.
.
.
.
.
Author's note:
rencananya akan diupdate 2-3 hari sekali dengan format drabble begini. Mari ramaikan kapal (angsa) KazAmu *nyengir lalu melipir*
