Akhirnya kesampaian juga bikin kumpulan oneshot buat OTP tercinta seperti di fandom sebelah. Yup, sebelum membuka chapter pertama, tentnunya aku peras otak dulu agar menghasilkan ide crita lebih dari satu, biar bisa update tentunya. Dan, gotcha, aku udah pnya 7 plot untuk ditulis! Tapi nanti pasti nambah seiring berjalannya waktu. Sebagai kumpulan oneshot, aku tidak menargetkan fic ini akan berstatus COMPLETE kapan dan pada chapter berapa. Karena itu juga, idenya bakal random. Jadi, bisa aza timeline-nya lompat-lompat, tidak harus selalu di Crisis Core. Sebagian besar dijamin canon banget sesuai ciri khasku, tapi entah juga kalau nantinya bisa dapet ilham bikin AU atau AR/Fanon. Yang jelas, oneshot-nya bisa manis, bisa sedih; ntar bergantian aza.

Oneshot pertama bertepatan dengan ultah Aerith yg jatuh hari ini, tanggal 7 Februari. Ntar Canon Note-nya baca di bawah kenapa tanggal tersebut pas banget buat Zerith moment. Sayang banget aku ga bisa bikin versi Zack-nya, SE tega banget sih Zack ga dikasih tanggal ultah, para anggota AVALANCHE aza pada punya! Btw daripda kebanyakan bacot, selamat membaca!


Tales of A Soldier and A Flower Girl

Oneshot fanfics collection of Zack Fair x Aerith Gainsborough

.

.

Compilation of Final Final Fantasy VII (c) Square Enix

Fanfic owned by Eleamaya


Title #1: Special Gift

Words: 2137

Timeline: during Crisis Core

Summary: Zack sudah berjanji akan merayakan ulang tahun Aerith, tapi…


Zack berlari kencang.

Ia terburu-buru dan nyaris selalu menabrak orang-orang yang diterabasnya. Lalu, ia akan berbalik sejenak untuk mengucapkan maaf sambil mengatupkan kedua telapak tangan di depan mulutnya. Ia sudah berlari dari tadi tapi belum juga sampai. Rupanya jarak antara gedung Shin-ra di sector teratas menuju platform bawah cukup jauh. Aneh, batinnya. Biasanya terasa lebih dekat. Dan Zack merasa ia tak boleh membuang waktu.

Itu karena hari ini berbeda dengan biasanya.

Dan lagi-lagi misi sialan itu memperpendek waktu yang ia punya. Zack bukan berarti tidak sepenuh hati menjalankan misinya, ia baru akan mengumpat jika misi itu benar-benar menginterupsinya saat ia sedang tidak kosong. Dan saat ia tidak ingin diganggu itu adalah saat ia tengah menghabiskan waktu bersama kekasihnya, Aerith Gainsborough. Memang sih sekarang bukan diinterupsi oleh panggilan telepon saat mereka sedang berkencan, kali ini misi itu membuat kunjungan Zack ke Aerith terlambat.

Kalau hari lain ia bisa menunggu hari besoknya, menelepon atau mengirim email bahwa pertemuan ditunda. Tapi tidak untuk hari berbeda ini. Ia sudah berjanji padanya. Tidak asal berjanji karena ia sudah memperhitungkan kapan misi kali ini selesai karena sebelumnya sudah bertanya pada Tseng. Bisa dibilang, Zack tidak pernah merencanakan sesuatu sebelum kepastian datangnya misi. Selama ini, ia datang begitu saja ke gereja Aerith jika dirinya memang tengah bebas tugas; kadang menelepon dulu kadang langsung membuka pintu tiba-tiba karena sudah bisa dipastikan Aerith selalu berada di sana untuk berkebun. Harusnya, ia sudah sampai di Midgar siang tadi. Kalau tidak, ia lebih baik membatalkan janjinya sebelum pergi. Mungkin gadis itu tak akan marah, Aerith selalu pengertian.

Tapi Zack sungguh-sungguh tak ingin mengecewakannya.

.

.

Flashback

"Haloooo..." sapa sebuah suara lembut mengangkat panggilan telepon.

"Hai, Aerith!" balas suara di seberang.

"Zack!" seru Aerith gembira."Apa kabar?"

"Minggu depan kau ulang tahun kan? Bagaimana kalau kita rayakan bersama?" tanya Zack langsung pada inti mengapa ia meneleponnya.

Aerith merasa mendapat kejutan. "Wah, kau ingat?"

"Tentu!" jawab Zack antusias. "Saat kita mengobrol lebih banyak di kencan kedua kita, tanggal ultahmu adalah salah satu informasi penting tentang Aerith Gainsborough yang tidak bisa disingkirkan dari otak brilian seorang SOLDIER kelas satu sepertiku."

"Heh, memangnya aku objek pengintaianmu apa?" semprot Aerith berlagak memarahinya.

"Hahaha..." Zack tertawa telah menggodanya.

"Aku senang, Zack, tapi apa kau tidak sibuk?"

"Yeah, pekerjaan pasti selalu ada. Kalau tidak, bagaimana aku bisa mendapatkan uang untuk acara kita besok? Minggu pertama Februari ini aku akan gajian."

"Seorang SOLDIER kelas satu ternyata bisa miskin juga ya?" sindir Aerith mengingat betapa pedenya Zack kalau sudah membicarakan kehebatan dan kebanggaannya sebagai SOLDIER. Ia jadi ingat saat kencan pertama dulu, dompet Zack sempat dicuri dan anak kecil yang mencurinya mengeluh bgitu tahu hanya ada sekian Gil di dalamnya. Maklum, habis untuk membelikannya parfum sih, kenang Aerith geli.

"Tenang saja," lanjut Zack menjaga dirinya tetap cool dari sindiran Aerith. "Aku akan meminta waktu khusus hari itu lalu kita bisa makan malam di luar."

"Aku tak sabar menantikan hari itu, Zack," kata Aerith dengan nada penuh harapan padanya.

End flashback

.

.

Itulah mengapa ia mati-matian mengejar waktu saat ini.

Nyatanya, hari telah menjelang larut malam. Dan sialnya, ia baru sadar kalau tidak membawa apa-apa selain pedang yang selalu tertempel di punggungnya. Awalnya saat menelepon dulu, Zack berniat untuk membelikan langsung apa yang diinginkan gadis itu sembari berkencan sebagai hadiah, sama seperti dulu ia memberinya pita. Sebab, ia berpikir kesibukannya itu membuatnya tak sempat menyiapkan kejutan. Sekarang ia tak tahu apakah masih sempat kencan keluar atau tidak. SOLDIER sendiri punya jam malam di asrama dan Aerith tentunya sudah harus pulang agar tidak membuat ibunya cemas (lagipula tak ada alasan ia masih berkebun sampai jam segini bukan?).

Begitulah akhirnya Zack sampai di gereja. Ia membuka pintunya pelan dan seperti dugaannya, sejauh mata lurus memandang sampai ke hamparan kebun bunga di depannya, ia tak melihat siapa-siapa di dalam. Biasanya ia melihat Aerith berjongkok di tengah sana, sedang tekun merawat bunga.

"Aerith?"

Tak ada jawaban selain gema suaranya sendiri. Zack pun tertunduk, tahu bahwa ia jelas terlambat. Meski besok ia bisa menemuinya dan meminta maaf, tetap saja tak ada yang bisa mengembalikan hari ini. Sesungguhnya Aerith tak minta apa-apa darinya, Zack sendiri yang seenaknya mengumbar janji dengan penuh percaya diri waktu itu. Aku telah menghancurkan harapannya, batinnya lesu.

Terdiam, Zack hendak berbalik. Tapi sesaat saat menolehkan kepala ke arah jajaran bangku di sebelah kanan, matanya menangkap sesuatu.

Tampak sebuah pita pink yang cukup mencolok tersemat di kepala coklat terlihat menyembul dari balik sandaran bangku.

"Aerith!" seru Zack terkejut sekaligus gembira. Astaga, ia masih di sini, batinnya. Tapi mengapa tadi tak ada jawaban?

Zack lantas bergegas menghampiri bangku yang dimaksud, nomor dua dari depan. Ia pun menemukan Aerith terduduk memejamkan mata dengan kepala miring ke kiri. Dengan hati-hati, Zack mendekat pelan dan duduk di sampingnya. Tak ada reaksi. Ia pun mengamati Aerith, merasakan desah napasnya yang teratur. Zack menghela napas lega, kekasihnya itu hanya sedang tidur. Ia lalu mengelus rambut Aerith, menyingkirkan poninya yang kusut ke belakang telinga gadis itu.

Sudah berapa lama ia menungguku, batin Zack. Mengapa ia tidak pulang saja? Apa ia sudah makan? Demi Gaia, aku benar-benar pacar yang buruk.

Menit demi menit berlalu, Zack masih menjaga Aerith di sampingnya. Ia tidak tahu apakah sebaiknya membangunkan Aerith atau tidak karena hari semakin malam, apalagi tidurnya sangat tenang dan nyenyak. Yang jelas, ia memutuskan acara malam ini tak bisa dipaksakan sebab ia bisa melihat wajah Aerith yang tertidur terlihat lelah. Sama halnya dengan Zack sendiri sebenarnya, ia belum sempat istirahat begitu sampai di Midgar tadi, bisa-bisa ia juga ketiduran di sini jika hanya diam saja. Begitulah, meski lelah, sifat energetiknya yang bagaikan anak anjing itu membuatnya gelisah. Ia sudah berkali-kali mengubah posisi duduk. Dan, akhirnya pandangannya kembali jatuh pada Aerith.

Jatuh pada bibirnya.

Mendadak, pikirannya berubah mesum. Zack tak kuasa menolak menatap paras Aerith. Di matanya, Aerith bagaikan malaikat, bidadari, dan segala keindahan yang ada di Gaia. Ia tak pernah lupa bagaimana pertemuan pertama mereka dulu, bahwa kata pujian itu terucap spontan saat mendeskripsikan wajah gadis yang membangunkannya dari pingsan itu dalam sekali lihat dulu. Zack sudah biasa melihat wanita cantik, seksi, maupun wanita dewasa di markas besar Shin-Ra; semua menarik perhatiannya. Namun tak ada yang bisa ia deskripsikan sampai ke tahap yang Aerith peroleh. Gadisnya itu begitu murni, suci, bercahaya; siapa lagi gadis seumurannya yang menghabiskan waktu di dalam gereja dan sanggup menanam bunga di tanah kumuh Midgar? Bagaikan seorang ibu Planet, predikat malaikat itu tentu tepat untuknya bukan? Rasanya ingin melindunginya dari segala keburukan yang ada.

Dan itu seharusnya termasuk dirinya sendiri, Zack tahu itu. Tapi ia ingat kencan pertama mereka saat mereka berhadapan begitu dekat di taman bermain. Sejujurnya, Zack menginginkan ciuman instan kala itu, itulah mengapa ia sengaja menggodanya untuk memandang bola matanya lebih dekat. Sayangnya Aerith menyadari Zack perlahan memajukan kepalanya sehingga gadis itu mendorongnya. Dilihat dari reaksinya, Zack bisa menebak bahwa Aerith menginginkannya juga meski malu mengakuinya. Kali ini mata Aerith tertutup dan Zack merasa dirinya harus berperan sebagai seorang ksatria berkuda putih yang membangunkan seorang putri tidur.

Begitulah, anak anjing nakal itu menghampiri bibirnya.

Dan, tepat saat jarak bibir keduanya hanya tinggal beberapa senti lagi, mendadak Aerith membuka kelopak matanya. Bongkahan emerald hijau miliknya langsung merekam pemandangan di depannya, sepasang mata biru langit yang sangat familiar.

"Zack?"

Seruan itu lantas membuat Zack terperanjat. "WHOA, Aerith!"

Zack lalu membelakangi Aerith secara kilat. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tak beraturan, keringat dingin mengucur keluar, dan tangan kirinya mencengkeram sandaran bangku. Ia tak mau dilihat begitu malu dan panik seperti itu. Astaga astaga astaga, apa yang tadi hampir aku lakukan hah, batinnya sambil mengelus dada.

Dengan tatapan menyelidik, Aerith memiringkan kepalanya menyaksikan tingkah kikuk Zack. "Hurray!" sorak Aerith kemudian sambil menepuk tangan, membuat Zack memberanikan diri menoleh menatapnya. "Jadi ini bukan mimpi kau datang?"

Zack hanya bisa sweatdropped dengan reaksi gadisnya, sepertinya Aerith tidak punya petunjuk tentang apa yang sebelumnya hampir terjadi. Tapi syukurlah, ia kira ia akan mendapat tamparan karenanya.

"Lalu kita akan kemana sekarang?" lanjutnya.

Zack tersentak mendengarnya. Ia tak menjawab dan justru memalingkan pandangannya, tak ingin menatap lurus Aerith karena takut melihat ekspresi kecewanya

"Ada apa?" tanya Aerith menyadari ekspresi Zack yang berubah drastis.

"Ini sudah larut malam, Aerith. Kupikir aku hanya bisa mengantarmu pulang sekarang, atau aku akan menghadapi amukan Nyonya Gainsborough karena berani memulangkan seorang anak gadis dini hari," jawab Zack masih berusaha menyelipkan gurauan.

"Oh, apa aku tertidur terlalu lama? Kenapa tak kau lekas bangunkan?"

"Bukan. Sejujurnya, aku baru saja sampai Midgar. Maaf, akulah yang terlambat. Aku yang mengacaukan semuanya," ucap Zack masih belum menatap mata Aerith kembali.

Aerith justru melihat kekecewaan Zack pada dirinya sendiri. Ia pun meraih pipi cowok itu dengan kedua tangan dan menengadahkan ke arahnya. "Kenapa minta maaf? Sejak awal, aku sudah tahu bahwa kau orang yang sangat sibuk, Zack. Kau datang, itu sudah cukup bagiku."

Zack pun menatap Aerith kembali, "Tapi, aku bahkan belum membawa apa-apa sebagai hadiah ulangtahunmu."

Aerith menggeleng. "Masih ada tahun depan, Zack. Ulang tahun itu bukan sekedar pemberian hadiah, itu hanya bonus. Seseorang ingat hari lahir kita, bahwa kita hadir di dunia ini, memiliki eksistensi; itulah esensinya."

Kalimat Aerith hanya bisa membuat Zack terpana, membuatnya semakin jatuh cinta padanya lagi dan lagi. Berkali-kali ia membatin, gadisnya itu benar-benar penjelmaan malaikat.

"Kau tahu, Zack?" lanjut Aerith beranjak dari bangku dan berjalan ke arah mimbar, berbicara membelakanginya. "Tahun lalu aku belum bertemu denganmu. Biasanya aku hanya merayakannya kecil-kecilan bersama ibuku. Kami membuat kue ulang tahun kecil dengan sebatang lilin di atasnya, tanpa hadiah. Belum pernah ada orang lain selain ibuku yang merayakan ulang tahunku. Karena itulah aku tahu hari ini akan berbeda, mendengarmu di telepon yang mengatakan kau akan merayakannya membuatku begitu gembira. Makanya aku bersikeras menunggumu dan lihat keputusanku tak salah bukan?"

"Yeah," ujar Zack mulai bisa tersenyum kembali, ia pun mengikuti Aerith pelan di belakangnya.

Aerith lalu menunjuk lubang besar di atap sambil menoleh ke arah Zack. "Mengenalmu, merasakan cinta pertama, dan juga kehadiranmu di sini adalah hadiah terbesarku tahun ini. Memiliki pacar yang selalu bisa diandalkan dan bisa menepati janji, demi Gaia, apakah kau malaikat bersayap yang jatuh dari langit, Zack?"

"Hei, sebutan malaikat itu kurang tepat..." kalimatnya terpotong. Kaulah yang seorang malaikat, Aerith, batinnya. Kau membuatku yang pacar buruk ini menjadi terlihat istimewa. "...Aku ini pahlawan super atau ksatria berjubah baja."

Dan mereka berdua pun tertawa lepas.

Sampai kemudian suara tawa itu diinterupsi oleh suara yang lain.

Kruuukkkkk...

"Astaga, Zack, kau belum makan?"

"Eh, iya, tadi aku memang langsung ke sini."

Aerith berjalan kembali ke arah bangku yang tadi, ada sebuah bungkusan di sana. Ia lalu menyodorkannya pada Zack. "Makanlah, tadi kubilang aku dan ibuku selalu membuat kue ulang tahun kan? Maaf, sudah kumakan sebagian saat menunggumu, tadinya sih untuk kita makan bersama."

Zack menatap kue di tangannya, kecil. Ya, sudah bekas dipotong Aerith setengah. Memang kurang sih kalau untuk mengisi perut besarnnya tapi itu masih jauh lebih baik. "Thanks, yang penting kau tidak terlambat makan, Aerith. Aku tidak mau kau sampai sakit gara-gara aku, oke?"

"Heh, aku tak sebodoh itu, tuan SOLDIER yang pintar," goda Aerith melihat Zack melahap kuenya.

"Oh, astaga," seru Zack tiba-tiba masih mengunyah. "Bagaimana bisa aku melupakah hal terpenting pada sebuah perayaan ulang tahun?"

"Tiup lilin?" sambung Aerith. "Sudahlah, kuenya lebih baik untukmu."

"Bukan, bukan itu." Zack segera menelan sisa kue di dalam mulutnya agar bisa mengucapkannya dengan jelas dan lantang. "Selamat ulang tahun, Aerith. Semoga semua harapanmu terpenuhi dan Gaia selalu memberikan yang terbaik untukmu."

"Terima kasih, Zack," ujar Aerith riang. "Betul juga, harapan dan doa."

Aerith lalu berbalik menghadap altar. Ia merapatkan kedua tangannya saling menggenggam di depan dada dan memejamkan mata sebentar. Harapan? Ia berpikir sejenak. Banyak: gerobak bunga, penjualan bunga sukses, baju baru dan senyum kebahagiaan orang-orang di Midgar dan seluruh Gaia yang bisa ia rasakan lewat bicaranya Planet. Tapi yang terpenting, ia ingin Zack masih bisa merayakan ulangtahunnya tahun depan, tahun depannya lagi, dan lagi. Ya, Zack masih akan menjadi kekasihnya dan selalu bersamanya sampai kapanpun. Begitulah Aerith mengakhiri doanya.

"Ngomong-ngomong kau harus tetap diberi hadiah," celetuk Zack.

"Zack, sudah kubilang..."

"Bagaimana kalau satu ciuman?" potongnya sambil mengacungkan jari telunjuk.

"Heh, itu konyol," balas Aerith cepat.

Kepala Zack bagai kejatuhan batu besar begitu mendengar jawabannya. Kenapa kesempatanku selalu gagal? Apa itu karma karena tadi sempat ingin mencuri ciuman darinya?

"Lagipula, kue bekasku kan sudah kau makan," lanjut Aerith dengan isyarat menyentuh bibirnya sendiri.

Holy crap, Zack baru menyadarinya. Siapa kini yg pintar menggoda sekarang?

Aerith pun melangkah gontai melewati Zack yang masih terbengong. Sampai di depan pintu, ia menoleh ke belakang memanggilnya, "Ayo, kau jadi mengantarkanku pulang kan, Tuan SOLDIER kelas satu yang gentleman?"

Zack pun menghampiri Aerith untuk keluar gereja bersama. Tak perlu mengumbar janji lagi pada Aerith, batin Zack. Tapi ia berjanji pada dirinya sendiri akan menebus kekurangan perayaan ulang tahun kali ini tahun depan, menjadi lebih baik lagi. Entah kejutan atau kado apa, yang jelas Zack ingin memberikan hadiah paling istimewa untuknya. Tahun depannya lagi dan lagi, selamanya ia ingin selalu dapat membahagiakan kekasihnya tercinta.

THE END


Huuu, kayaknya semanis apapun crita Zerith tetep aza rasanya berujung tragis setiap ngebaca harapan keduanya T^T.

Canon Note:

-Zack bertemu Aerith pada pertengahan tahun 2000 dan dia ke Nibelheim tanggal 22 September 2002. Jadi, fic ini bisa dimasukkan sebagai hidden canon; bahkan mereka melewatkan tanggal itu dua kali.

-Aerith bertemu Cloud pada awal Oktober 2007 dan ia meninggal pada akhir Desember di tahun yang sama. Sudah jelas, ga akan bisa dibikin hidden scene aktual buat Clerith atau perayaan ultah bersama party (Tifa dkk) selama timeline perjalanan FF7. Tapi kalau tanggal ultah dipake untuk fic Cloud dkk mengenang dia bisa kok^^. Kalau AU sih bebas.

Btw, aku lebih suka pakai istilah kekasih/pacar untuk mereka, ke depannya akan demikian juga. Bagaimanapun juga meski ga pernah terucap kalimat "I Love You" secara eksplisit di semua kompilasi, sejak awal di FF7 original game mereka terbukti mengklaim masing-masing adalah boyfriend and girlfriend (cek lagi ucapan Aerith ke Cloud di taman bermain sebelum ke tempat Don Corneo dan surat Zack di Gongaga). Makanya, aku kadang geli klo baca fic yg betapa tragisnya mereka mati tanpa pernah sempat saling mengungkapkan perasaan. Yahhh, mungkin aza berkali-kali kencan udah mereka anggap resmi "jadian" dengan sendirinya XD. Dua setengah tahun masa pacaran itu termasuk lama lho. Toh, seperti kata Tifa di Highwind, "Sometimes words are not the only way to express your feeling."

Maaf kalau A/N-nya kebanyakan, maklum chapter pertama butuh banyak penjelasan. Terima kasih sudah membaca sampai bawah, jangan lupa review^^.