UNWAVERING
Chapter 1
KAIHUN KAIHUN KAIHUN
:
:
:
Untuk kalian semua yang cinta Sehunie dan Jonginie
.
.
.
=Seoul International High School=
Aku menghela nafas dengan bosan, mengingat keputusan orangtuaku yang seenaknya memindahkanku ke sekolah sialan ini. Kenapa aku bilang sialan? Jelas saja sialan karena sekolah ini memiliki rating yang tinggi, dengan jumlah anak blasteran korea-negara lain yang lebih dominan. Sedangkan aku? Aku fully korean meskipun banyak yang bilang wajahku seperti bukan wajah anak Korea, seperti bule, katanya. Bule apanya? Bahkan bahasa Inggrisku saja pas-pasan menurutku, meski nilai TOEFL ku diatas 500, tapi tetap saja aku sangat awkward saat bicara dalam bahasa Inggris. Rating tinggi berarti persaingan yang tinggi juga. Di sekolahku dulu yang cuma standar nasional saja peringkatku berada di tengah. Apa aku akan berada di peringkat terakhir di sekolah ini? Astaga aku tak mengerti apa motif orangtuaku memindahkanku kesini.
Jangan kalian pikir karena rating sekolah ini tinggi maka murid-muridnya baik semua. Aku tak mengatakan mereka buruk, hanya saja sedikit buruk. Kau tahu? Disini ada semacam sistem bully, meski itu memang hal wajar di negara ini. Tapi memangnya kau hidup di jaman apa sih sampai-sampai harus repot mengurusi dan mengatur hidup orang lain? Tak bisakah mereka hanya diam dan mengurusi hidup mereka sendiri? Kalau bisa, aku lebih memilih hidup sendirian. Karena menghadapi orang lain itu melelahkan. Apa? Aku tidak mengatakan aku lelah dengan orangtuaku, ya. Hanya saja, ya begitu. Tapi lain halnya dengan menghadapi crush, kekasih, atau orang yang kau sukai. Ah bicara tentang crush, aku jadi ingat kakak kelas yang aku sukai di sekolah lamaku dulu. Bagaimana kabarnya, ya?
Salah satu alasan kenapa aku menolak pindah ke sekolah ini juga karena crush ku itu. Aku menyukainya sejak awal tahun ajaran baru. Dia tinggi dan tampan sekali, suaranya sangat berat, sedikit tidak sinkron dengan wajahnya yang kadang terlihat idiot. Dia juga multi-talented sekali. Nyaris semuanya bisa dia mainkan, main basket, sepak bola, drum, gitar, DJ-ing, piano, bahkan memainkan hati wanita juga dia bisa. Sungguh! Aku tak bohong masalah dia yang bisa memainkan hati wanita. Beberapa wanita di sekolahku dulu banyak yang patah hati karenanya. Kenapa aku bisa suka dengannya? Entahlah aku juga tak mengerti. Tapi sepertinya aku memang menyukai tipe lelaki yang nakal seperti itu. Pasti akan bangga sekali kalau kau bisa menaklukkan lelaki yang seperti itu. Tapi bagaimana aku bisa menaklukannya jika aku hanya seorang pecundang yang memandanginya dari kejauhan? Ditambah sekarang aku berbeda sekolah dengannya. Sial sekali. Aku belum ikhlas.
Menjadi murid baru di pertengahan semester itu sangatlah tidak menyenangkan. Saat yang lain sudah membiasakan diri dengan keadaan, aku baru masuk dan tidak mengetahui apa dan siapapun. Bahkan sistem bully itu baru aku ketahui saat aku dilabrak beberapa kakak kelas karena mengaca di locker room. Serius! Mereka melabrakku hanya karena aku mengaca. Mereka pikir mereka siapa melarangku untuk berkaca. Aku berkaca untuk merapikan pakaianku, bukan untuk bersolek seperti mereka. Cih, penampilan mereka bahkan sangat murahan dengan dandanan super tebal seperti itu. Aku baru tahu kalau anak blasteran itu ternyata kampungan juga. Pasti kalian berpikir aku hanya mengolok mereka dalam hatiku, 'kan? No no no, sayang. Aku mengatakannya langsung dihadapan mereka. Kalian pikir aku pengecut? Aku tak peduli siapa mereka. Itu hakku untuk menggunakan fasilitas sekolah dan mereka sama-sama murid sepertiku.
Ada lagi kejadian dimana aku mendapatkan tepuk tangan yang sangat merendahkan dari orang-orang yang berada di kantin. Ternyata, anak kelas 10 sepertiku tidak diperbolehkan menginjakkan kaki di kantin, dan kami harus membawa bekal sendiri dari rumah. Aku tak tahu akan hal itu dan aku terbiasa membeli makan di kantin. Ternyata sekolah ini sesuatu sekali. Mereka mengatakan entah hal apa sambil bertepuk tangan kearahku, yang aku tahu kalimat-kalimat itu sangat merendahkan. Kalian tahu apa yang kulakukan? Aku memberi mereka jari tengah setelah aku mendapat pesanan makananku dan pergi meninggalkan kantin yang mendadak hening dengan angkuh. I'm not an easy target, bae. Laki-laki maupun perempuan disana sama saja. Tapi laki-laki yang ikut membully itu banci menurutku. Pasti sesuatu yang menggantung diselangkangan mereka sudah tidak ada, atau ukurannya lebih kecil dari kelingkingku.
Seminggu sudah aku berada di sekolah ini dan aku tak mengenal siapapun. Aku malas berkenalan dan hanya mengingat-ingat siapa mereka dari wajahnya, atau saat para guru mengabsen sebelum kelas dimulai. Aku tak peduli dengan nama, yang penting saat aku bertemu mereka aku menyapa atau bersikap ramah pada mereka kurasa aku sudah cukup santun dengan hal itu. Aku tak punya teman untuk sekarang, dan aku tak peduli. Aku mandiri, jika mereka mau berteman denganku, ayo berteman, jika tidak ya aku sendiripun tak akan mati.
Bel istirahat makan siang sudah berbunyi, tapi aku tidak keluar kelas maupun mengeluarkan bekalku. Oh, aku tak bawa bekal, dan sial sekali perutku keroncongan. Aku masih sering lupa kalau sekolah ini harus bawa bekal. Jadilah aku hanya duduk di bangku ku sendirian di dalam kelas –tidak sendiri juga sih, ada seorang kutu buku juga di sini tapi duduknya jauh dari tempatku—sambil memandang keluar jendela dengan malas. Jendela kelasku mengarah tepat ke lapangan basket outdoor–hanya dipisahkan oleh koridor dan taman—dan saat itu ada beberapa anak laki-laki yang sedang bermain permainan bola tangan itu. Sepertinya mereka kakak kelasku, dilihat dari sikap mereka yang santai sekali menginjakkan kaki di lapangan. Ingat sistem bully itu kan? Hal itu juga berlaku di lapangan.
Aku tak mengerti apa yang ada di pikiran para lelaki itu sampai-sampai di siang yang terik seperti ini mereka bermain basket dengan menggunakan seragam mereka. Kemeja dan celana panjang, beberapa diantara mereka bahkan masih memakai jasnya. Ewwh, pasti bau sekali keringat mereka nanti saat didalam kelas. Tapi mereka terlihat sangat menikmatinya, mereka tidak bermain serius dan hanya mengerjai temen-temannya dengan trik-trik yang kadang terlihat konyol. Menghibur juga, aku jadi lupa dengan perut keronconganku.
Aku masih saja asyik menonton permainan mereka dari balik jendela, sesekali tertawa dengan tingkah bodoh mereka yang seperti berlomba melakukan trik-trik aneh untuk memasukkan bola kedalam ring ataupun untuk melewati blocking dari lawannya sampai mataku bertatapan dengan salah satu dari mereka. Entah aku kehilangan akal sehatku atau apa, tapi aku berani bersumpah bahwa waktu bergerak lambat sekali. Mata lelaki itu terlihat sangat dingin, tapi juga hangat disaat yang bersamaan. Meski dari jarak yang agak jauh, aku tahu bahwa lelaki itu memiliki postur tubuh yang sempurna, dengan sepasang kaki yang sangat jenjang, badan ramping yang terlihat kuat dan bahu yang kokoh. Lengan bajunya dilipat berantakan hingga siku, menampilkan tangannya yang kekar sekali. Kulitnya berwarna coklat yang eksotis, bibirnya sangat sensual dan dia memiliki rahang yang sangat tegas. Rambutnya berantakan karena terlalu banyak bergerak, ditambah sedikit basah yang membuatnya terlihat seperti habis mandi. Seksi sekali. Who is he? A greek's god? Dia tampan sekali dan aku tak akan menyangkalnya sedikitpun.
Aku masih memperhatikannya bahkan saat dia sudah kembali bermain dengan teman-temannya. Dia lincah dan senyumnya saat tertawa manis sekali. Aku menyukainya dengan tiba-tiba, dan kurasa hanya dengan pandangannya tadi aku sudah melupakan crush ku di sekolah lamaku itu. Aku ingin dia jadi kekasihku. Pasti asyik sekali ya punya kekasih yang tampannya seperti itu. Tunggu, kenapa rasanya aku jadi murahan sekali? Tapi aku benar-benar menyukainya! Jantungku berdetak tak karuan sedari tadi aku memandanginya, dan kurasa pipiku memerah malu. Ya Tuhan.
Aku memantapkan hatiku untuk menjadikannya crush ku dan aku bersumpah akan menyatakan perasaanku padanya apapun yang terjadi. Aku tak mau jadi pengecut cinta lagi seperti kemarin dan aku berjanji akan menjadikan si kakak tampan itu sebagai kekasihku. Tapi sepertinya niat terakhirku itu harus aku hapus saat melihat si kakak tampan menerima botol minum dari seorang gadis dan tidak protes saat gadis itu mengelap keringatnya. Bahkan si kakak tampan itu malah tersenyum dan kelihatan seperti bermanja-manja padanya. Ewh! Siapa gadis itu? kekasihnya? Astaga kenapa aku selalu menyukai lelaki yang sudah punya kekasih, sih? Tapi aku yakin gadis itu kekasihnya. Ya Tuhan bagaimana ini? Apa aku harus merebut kekasih orang? Tapi kan mereka hanya sepasang kekasih, bukan pasangan suami istri. Masih ada kemungkinan bagi mereka untuk putus, kan? Dan lagi yang namanya sepasang kekasih itu belum legal dimata negara, dan kurasa aku punya kesempatan.
Kenapa sih? Aku bukan gadis jahat perebut lelaki orang, kok. Aku hanya mencoba peruntunganku. Siapa tahu si kakak tampan itu sebenarnya adalah jodohku. Iya aku tahu kalau memang jodoh tak akan pergi kemana, tapi aku geregetan dan kurasa karena hormon pubertasku juga aku rasanya ingin sekali memilki kekasih. Tuhan, maafkan Oh Sehun yang manis ini, ya. Kurasa aku akan merusak hubungan sepasang kekasih.
.
.
.
Aku bingung harus darimana aku memulai menggali informasi tentang si kakak tampan itu, padahal dua hari sudah berlalu. Aku tidak terlalu mengenal banyak orang disini dan aku juga tidak terlalu suka menanyai orang tentang berita apapun. Kadang cerita dari orang itu suka dilebih-lebihkan atau dikurangi, makanya aku lebih suka mencari informasi sendiri. Tapi masalah yang satu ini aku blank setengah mati. Entah karena aku gugup atau memang Tuhan menutup otakku karena niat jahatku tadi. Oh ayolah, aku hanya mencari jodohku.
Wait, sepertinya aku bisa memanfaatkan portal data milik sekolah ini. Aku yakin ada data murid yang umum disana. Melalui smartphone ku, kubuka portal itu dan dengan telaten mencari satu persatu dari foto dan data yang aku temui. Sekarang jam pelajaran olahraga dan aku terlalu malas untuk pergi ke lapangan. Lagipula sistem nilai dan absensi sekolah ini seperti kuliah, jadi terserah dirimu saja ikut masuk kelas atau tidak. Guru tak akan tanggung jawab karena bisa dibilang kau bertanggungjawab atas dirimu sendiri, seperti kuliah. Ya ampun, banyak sekali murid disini. Akhirnya setelah sekian halaman yang aku buka, aku menemukan foto si kakak tampan itu. Aih! Fotonya di buku sekolah saja tampan sekali. Kalian pasti tahu maksudku, 'kan? Tak semua orang terlihat tampan atau cantik di buku sekolah. Bahkan crush ku yang di sekolah lama itu terlihat seperti ilmuwan gila di buku sekolah kami. Padahal aslinya tampan sekali! Eh tapi masih lebih tampan si kakak tampan ini.
Kim Jongin
XI science 2
Basketball Team Captain
Heh? Kapten tim basket? Gila orang itu pasti terkenal sekali. Tapi kenapa aku baru mengetahuinya? Kudengar tim basket sekolah ini hebat dan merupakan langganan tim yang mewakili Seoul dalam pertandingan tingkat nasional. Ah aku ingat! Sekolahku yang dulu dikalahkan oleh sekolah ini kemarin, aku menonton pertandingannya. Tapi kenapa aku tak mengingat ada si kakak tampan itu ya? Eh, kak Jongin, maksudku. Ya ampun pipiku memanas hanya karena menyebut namanya!
Aku menggerakkan jariku untuk meng-click hashtag #basketball dan muncullah beberapa artikel sekolah yang berkaitan dengan tim basket. Satu persatu kubuka dan kubaca dengan teliti, nyaris semua artikel itu terdapat nama Jongin. Mulai dari awal Jongin masuk ke klub basket, kemenangan tipis sekolah ini karena Jongin yang melakukan three point shoot di saat-saat terakhir, sampai pengangkatan Jongin menjadi kapten tim basket. Hebat juga tim jurnalis sekolah ini. Dan foto-fotonya. Gila! Kualitas fotografi mereka hebat sekali! Atau karena ada Jongin di dalamnya jadi foto itu terlihat sangat amazing. Tapi yang jelas moment dari setiap foto itu sempurna sekali. Haruskah aku masuk klub jurnalis juga? Aku suka fotografi sebenarnya. Ah tapi tidak. Jurnalis kan memberitakan semuanya, bukan hanya basket.
Ah sialan, mataku melihat sesuatu yang buruk. Sangat buruk. Ada satu berita yang judulnya sialan sekali. Bahkan aku tak sudi membacanya dua kali. Tapi aku penasaran dan aku sedikit menyesal pada akhirnya. Didalam berita itu terdapat Jongin yang memegang piala dengan seorang gadis yang mencium pipinya. Jongin tersenyum lebar sekali dan sama sekali tidak terganggu dengan gadis yang menciumnya di hadapan umum. Oh, itu gadis yang tadi memberikan botol minum pada Jongin. Jadi gadis itu benar pacarnya. Artikel ini brengsek tapi berguna juga. Ah aku jadi kesal. Wajah gadis itu cantik tapi jutek sekali. Tipe-tipe wajah yang suka membully adik kelas. Kalau aku bertemu dengannya dan dia melabrakku entah untuk alasan apapun, aku akan menjambak rambut panjangnya itu.
Aku menghembuskan nafas lelah dan menyimpan smartphone ku di dalam saku. Daripada aku mengomel tak jelas di depan benda persegi itu, lebih baik aku berkeliling sekolah, siapa tahu aku bertemu si Jongin tampan itu. Mungkin saja saat aku berjalan di koridor tiba-tiba kami bertabrakan dan dia mengambilkan smartphone ku yang terjatuh, saling memandang dan akhirnya jatuh cinta. The hell, itu cliche sekali.
Saat langkah kakiku sampai di locker room, aku seperti mendengar suara seorang lelaki dan seorang perempuan yang berbicara, suara mereka seperti di tahan, mungkin agar tidak ada satupun yang mendengar. Ini kan jam pelajaran, kenapa ada yang keluyuran di sini? Eh tapi aku juga keluyuran. Apa mereka sedang berpacaran? Wow, hebat sekali membolos saat jam pelajaran untuk berpacaran, aku mau coba juga nanti dengan si kakak tampan.
Kulangkahkan kakiku dengan mengendap-endap dan bersembunyi di loker yang memiliki jarak terdekat dengan mereka. Entah kenapa aku melakukannya tapi rasanya aku ingin sekali mencuri dengar pembicaraan mereka. Sayangnya, aku tak dapat melihat wajah mereka.
"Kau sudah mendapatkan posisimu sebagai ketua team cheerleader, dan kurasa aku tak perlu lagi menjadi kekasihmu."
Itu suara si lelaki. Wow, suaranya manly sekali. Apa wajahnya tampan juga?
"Ayolah! Kau tahu aku harus tetap menjadi kekasihmu untuk mempertahankan posisiku!"
Aku mendengar suara si wanita, suaranya sepertinya menuntut sekali. Dan pembicaraan apa ini? Menjadi sepasang kekasih untuk mempertahankan posisi? Ya ampun, masih jaman ya sistem hierarki seperti ini?
"Aku menyetujui rencana ini hanya sampai kau menjadi ketua. Kenapa statusmu masih kekasihku sampai sekarang?"
"Mengertilah, Jongin! Kau tahu aku sangat menginginkan posisi itu!"
Sepertinya wanita ini mulai emosi, suaranya sedikit naik. Entah kenapa rasanya aku ingin sekali mengomentari dalam hati tiap kalimat yang mereka lontarkan. Tunggu! Jongin? Jongin si kakak tampan?
"Aku tak mau melanjutkan ini. Ini sudah terlalu jauh dan aku sudah terlampau risih. Kau sahabatku, dulu. Tapi aku tak mengenalmu lagi sekarang. Kenapa kau sangat ambisisus seperti ini?"
Apa ini benar suara si kakak Jongin? Suaranya benar-benar terdengar sangat manly dan ada sedikit rasa husky disana. Tapi yang sangat kental terasa adalah nada sedihnya. Aku jadi ingin memeluk dan menghiburnya.
"Mengertilah, Jongin! Kau tahu aku ingin masuk ke universitas itu melalui beasiswa cheerleading, dan salah satu requirement mendapat beasiswa itu adalah dengan pernah menjabat sebagai ketua tim minimal 1 periode. Periodeku belum selesai. Tetaplah menjadi kekasihku. Setidaknya sampai periodeku berakhir."
Aku tak mendengar suara apapun untuk beberapa saat. Sangat hening dan rasanya aku gatal sekali untuk keluar dari persembunyianku.
"Siapapun kau, berhentilah bersembunyi. Aku bisa melihatmu dengan jelas."
Tiba-tiba si lelaki mengeluarkan suaranya dengan sedikit keras, seperti bicara pada orang yang agak jauh. Behenti bersembunyi? Siapa? Aku? Aku menunjuk dadaku sendiri dengan refleks, ditambah wajah bodoh penuh tanya sambil menengok kanan kiri ku mencari orang lain yang mungkin juga sedang bersembunyi sepertiku.
"Iya kau, memang ada siapa lagi yang bersembunyi selain dirimu?"
Wait what? Jadi selama aku bersembunyi dia sudah melihatku? Astaga aku yakin pasti wajah pokerku tak dapat menutupi ekspresi bodohku saat ini. Sialan. Tapi kenapa aku bisa ketahuan? Ah entah. Yang jelas aku harus menunjukkan diriku. Dengan perlahan aku melangkah keluar dari balik sisi loker dan menghadap mereka berdua. Ehm, bisakah aku mengumpat saat ini? Atau mungkin menenggelamkan diri di lumpur menjadi opsi yang lebih baik. Karena what a fucking coincidence yang aku lihat saat aku keluar dari persembunyianku adalah benar-benar Jongin si kakak tampan. Sialan dia tampan sekali aku sampai ingin menangis. Oh, dan juga si wanita itu ternyata gadis yang tadi memberikan botol minum padanya, yang menurut artikel sekolah adalah 'pacarnya' Jongin. Tapi aku meragukan hubungan mereka berdasarkan hasil curi dengarku tadi.
"Kenapa kau bersembunyi?" si kakak tampan bertanya langsung padaku. Tuha, aku semakin suka padanya. Suaranya sangat sempurna.
"Eung, aku tak ada niat mencuri dengar. Tadinya aku hanya ingin keliling-keliling sekolah ini. Bagaimana kau bisa tahu aku bersembunyi?" Aku bertanya dengan wajah polosku, karena jujur saja aku benar-benar bersembunyi tadi.
"Lain kali bersembunyilah di tempat yang tidak memiliki cermin. Aku bisa melihatmu dengan jelas."
Si kakak tampan itu menjawab dengan sedikit menahan tawanya sambil menunjuk ke arah cermin di sebelah kananku dengan dagunya. Dibandingkan shock karena ketahuan bersembunyi dan mencuri dengar, aku lebih shock karena melihat senyuman si kakak tampan secara langsung. Dan itu ditujukan untukku, 'kan? Boleh aku berbangga hati? Ya ampun kalau bisa aku ingin benar-benar meleleh.
"Kalian pacaran?" Tanyaku karena aku memang benar-benar penasaran. Artikel mengatakan mereka sepasang kekasih, tapi perdebatan mereka yang aku dengar tadi sepertinya hubungan itu hanya sandiwara.
"Iya." "Tidak."
Mereka menjawab pertanyaanku secara bersamaan tapi berbeda jawaban. Si wanita dengan kata iya dan si lelaki dengan kata tidak.
"The hell kalian tidak sinkron sekali. Setidaknya kalau kalian memang ingin berbohong sepakatilah satu jawaban yang sama." Maafkan aku, aku tak bisa menahan jiwa sarkartisku.
Si kakak tampan hanya menghela nafasnya sementara si wanita itu terlihat kesal sekali dan malah menatapku dengan tajam.
"Berpura-puralah kau tidak mendengar apapun. Kalau satu saja aku dengar berita yang aneh tentang hubunganku dan Jongin, aku tak akan mengampunimu."
"Memang apa yang akan terjadi padaku kalau aku menyebarkannya? Aku 'kan menyebarkan kebenaran. Malah sepertinya kau yang membohongi publik." Jawabku setengah menantangnya. Aku tak suka kebohongan dan aku juga tak suka bully. Ditambah aku tak suka wanita itu yang seenaknya saja memerintahku.
"Bisakah kau berhenti membully orang lain? Aku semakin tak mengenalmu." Yang ini suara Jongin, wajahnya terlihat lelah dan seperti kecewa. Aku jadi ikut sedih melihatnya. Berani sekali wanita itu membuat kakak tampanku bersedih.
"Kenapa kau membelanya?" wanita itu malah meninggikan suaranya.
"Sudahlah, aku tak mau bicara lagi denganmu."
Wanita itu mendesis kesal dan melangkah pergi dari locker room itu dengan berapi-api. Dia bahkan menabrak pundakku dengan sengaja. Brengsek sekali. Ya ampun berapa banyak aku mengumpat hari ini? Maafkan mulut hamba cantikmu ini, Tuhan.
Setelah kepergian wanita itu, aku masih berdiri disana dengan awkaward. Berdua dengan si kakak tampan yang beberapa kali menghembuskan nafas lelah sambil memasukkan tangannya ke dalam kantung celananya.
"Kau mendengar semuanya?" Tanyanya padaku.
"Eumh, i don't know? Tapi kalau maksudmu adalah bagian kekasih dan ketua cheerleader, ya. Aku mendengarnya." Jawabku sambil mengendikkan bahu. "Kalian benar-benar berpacaran?" Jujur aku penasaran sekali. Dan aku berharap jawabannya adalah tidak.
"Kalau kau mendengar bagian itu, kurasa kau mengerti apa jawaban dari pertanyaanmu itu."
Aku berjanji mulai besok akan pergi berdoa dengan giat. Ah tidak, mulai sore ini aku akan berdoa dengan giat dan bersyukur kepada Tuhan ku yang memberiku pencerahan sekaligus jalan yang mulus ini. Aku yakin aku tidak salah mengartikan percakapan 'rahasia' mereka tadi. Dan aku yakin harapanku tadi adalah jawaban si kakak tampan ini. Rasanya bibirku akan berdarah karena aku mengigitnya terlalu kencang sebagai upaya menahan senyumanku yang terlalu lebar. Aku tak bisa menyembunyikan kebahagiaanku dan sungguh rasanya aku ingin sekali memeluk orang dihadapanku ini. Memeluknya dengan erat dan memutar-mutar badan kami seperti film india itu.
Wajah terkejut si kakak tampan ini benar-benar tak bisa aku lupakan! Matanya sedikit membola dan menatapku dengan tidak percaya kala aku mengucapkan kalimat yang sedari kemarin ingin kukatakan.
"Kak jongin! Jadi pacarku, yuk!"
.
.
.
_ahra 14/10/2016
Akhirnya aku update juga. Setelah sekian lama laptopku berada di bengkel.
Senang sekali banyak respon positif dari kalian.
Satu persatu review tidak bisa aku balas, tapi aku membacanya dengan teliti. Inti dari review kalian adalah menyuruhku untuk update cepat. Aku lambat ya? Hahaha
Dan juga tentang rasa penasaran kalian dengan sifat Sehun di ff ini. Sedikit sudah aku jelaskan di chapter 1 ini, ya. Semoga kalian puas untuk saat ini.
Salaaam
