Sudah tidak terhitung berapa banyak waktu yang dihabiskan Baekhyun untuk berpikir. Bukan, bukan tentang kariernya yang menjulang dan membuatnya naik pangkat lagi hanya berselang dua bulan dari kenaikan pangkatnya yang terakhir. Bukan juga perkara orangtuanya yang memaksa pulang karena rindu. Dan ini juga tidak ada hubungannya dengan rencananya untuk berlibur bersama Kyungsoo dan Junmyeon, sahabatnya.
Sesuatu yang mengganggu pikiran Baekhyun adalah, Chanyeol.
Park Chanyeol, pria yang sudah menemaninya dalam tiga tahun ini. Ah tidak, mungkin hampir memasuki tahun keempat.
Chanyeol, yang berjiwa bebas dan lebih suka berpetualang hingga memilih profesi sebagai fotografi ketimbang duduk di ruangan kantor yang membosankan. Chanyeol yang lebih suka berlibur ke pedalaman daripada bersenang-senang di atas wahana taman bermain. Chanyeol, yang pernah dicintainya.
Orang bilang, tahun keempat adalah masa-masa krusial dalam suatu hubungan.
Empat, berarti mati.
Itu pula yang dirasakan Baekhyun sekarang.
Mereka masih hidup di rumah yang sama. Mereka masih tidur di ranjang yang sama. Hanya saja, perasaan mereka tak sama lagi.
Tak ada lagi degup jantung yang menggebu-gebu saat Chanyeol menciumnya dengan panas. Tak ada lagi perasaan hangat saat Chanyeol menyetubuhinya. Tak ada lagi perasaan cemburu yang teramat sangat saat melihat Chanyeol berduaan dengan model fotonya.
Mereka terpecah. Dan Baekhyun percaya, hubungan ini tak bisa direkatkan lagi.
Oleh karenanya, malam itu, Baekhyun meyakinkan dirinya untuk berpisah.
Chanyeol menggandeng tangannya seperti layaknya pasangan normal saat mereka berjalan beriringan menuju restoran pasta kesukaan mereka. Chanyeol tetap tersenyum dan tertawa seperti biasanya saat Baekhyun melontarkan guyonan. Yang lebih lucu ada, Chanyeol bahkan mengecupnya tanpa ada kesan aneh.
Mereka bertingkah seperti pasangan yang dimabuk cinta, padahal sebaliknya, mereka sedang karam.
"Chanyeol.." Baekhyun memanggil nama kekasihnya dengan lembut saat pelayan itu meninggalkan mereka. Ia bersyukur Chanyeol memesan tempat privat malam itu.
"Hmm?"
"Tidak apa-apa."
Meski begitu, Baekhyun masih tidak sanggup untuk mengatakannya. Makan malam ini seharusnya menjadi makan malam yang romantis, terlebih saat Chanyeol baru saja pulang dari Cape Town untuk memotret.
Mungkin ia bisa menunggu sampai mereka tiba di rumah.
Baekhyun terdiam, dengan tangannya yang ditautkan oleh tangan besar Chanyeol. Ia bahkan merasakan gesekan ibu jari Chanyeol di punggung tangan.
"Baekhyun, ayo kita berpisah."
Deg!
Baekhyun hampir tidak percaya dengan pendengarannya, sampai-sampai kedua bola matanya membesar dan menatap Chanyeol dengan intens.
"Maafkan aku." cicit Chanyeol.
Lidah Baekhyun masih kelu.
"Kau boleh menyalahkanku setelah ini. Kau bahkan boleh membenciku."
Chanyeol pikir, Baekhyun akan membencinya? Untuk apa?
"Maafkan aku, Baekhyun-ahh. Maafkan aku kalau hati ini tidak lagi sama seperti dahulu."
Oh, apakah mungkin Chanyeol mengira Baekhyun begitu mencintainya? Apa Chanyeol mengira Baekhyun masih memiliki rasa yang sama seperti bertahun-tahun yang lalu?
Naif, itu yang membuat Baekhyun tersenyum.
"Ya, Chanyeol-ahh. Ayo kita berpisah mulai sekarang.
FIN.
Jangan benci aku sehabis ini ya..
Pertanyaan pertama: Adakah yg tahu lagu apakah yg membuatku membuka laptop dan langsung mengetikkan ficlet ini?
Pertanyaan kedua: Apa kalian sering insomnia?
Pertanyaan ketiga: Keberatan kalau aku mengunduh Chanyeol's side dari ficlet ini?
