Karena semenjak semesta diciptakan, segalanya telah ditakdirkan...

.

.

.

Serendipity

.

A TaeKook FanFiction by Rain

.

.

.

Jungkook menguap lebar ketika keluar dari area apartemen sederhana yang ditinggalinya. Ia baru tidur tiga jam dan harus bangun pagi karena ada mata kuliah yang harus ia hadiri. Sepanjang perjalanan menuju halte bus, Jungkook hanya menggerutu, mengutuk kehidupannya yang terkadang begitu absurd, namun pemuda itu mau tak mau harus menjalaninya demi bertahan hidup.

Gerutuannya terhenti ketika ia mendengar suara gonggongan anjing yang cukup nyaring di bawah pohon momiji yang Jungkook lewati. Ketika menengok ke atas pohon guna melihat objek apakah yang membuat anjing itu menyalak ribut, Jungkook melihat seekor kucing yang bertengger di salah satu dahan. Rupanya kucing tersebutlah yang di incar si anjing sejak tadi.

Awalnya Jungkook ingin acuh, tapi gonggongan anjing tersebut tak mau berhenti dan kucing yang sepertinya tengah terluka di atas pohon membuat Jungkook tersentuh. Akhirnya Jungkook turun tangan mengusir anjing itu dengan lemparan kerikil hingga hewan tersebut lari menjauh.

Pemuda Jeon kemudian menghela napas lega. Dan atensinya kembali teralih ke atas pohon.

"Halo kucing kecil, kemarilah. Anjing berisik itu sudah ku usir. Ayo turun, jangan takut."

Kucing dengan corak belang tiga -hitam, coklat dan putih- itu mengeong pelan. Bola matanya yang berwarna abu-abu sejenak menatap Jungkook ragu, sebelum kemudian merangkak turun perlahan dan melompat ke arah kedua lengan Jungkook yang terbuka lebar.

Jungkook menangkapnya lalu tergelak, "kucing pintar." Ia mengusak bulu-bulu halus kucing tersebut dan pandangannya kemudian jatuh ke arah kaki kiri si kucing, "oh, kau terluka." Jungkook duduk di pinggir trotoar dan meletakkan si kucing di pangkuan. Kucing itu sendiri terlihat begitu tenang dan terus menatap Jungkook dengan kedua mata bulatnya yang lucu. "Baiklah kucing manis, apakah kau punya Tuan, hm?"

Jemari Jungkook kemudian menyentuh collar yang kucing itu kenakan, ada bandul berwarna emas dengan ukiran rumit dan nama 'TaeTae' yang tertera di belakangnya.

"Taetae? Itu namamu?"

Kucing itu lantas mengeong, seolah menjawab pertanyaan yang Jungkook ajukan. Kepalanya lalu menyundul tangan Jungkook pelan, meminta pemuda Jeon kembali mengelusnya.

Jungkook menurutinya, mengusak kepala kucing tersebut gemas. "Kau menggemaskan sekali." Ia lalu mengangkat tubuh kucing dewasa itu hingga wajah mereka sejajar. "Sebaiknya kita ke klinik hewan untuk mengobati lukamu. Setelah itu kita cari siapa Tuan pemilikmu, kau setuju Taetae?"

Dan kucing bernama Taetae itu kembali mengeong sebagai jawaban.

.

.

.

Pemuda Jeon keluar dari klinik hewan dengan senyuman lega di wajahnya. Syukurlah luka yang di alami Taetae tidak terlalu parah. Di tatapnya kucing belang tiga yang kini tengah terlelap di dekapannya, Jungkook jadi teringat dengan perkataan dokter yang merawat Taetae tadi.

Kucing calico jantan. Jungkook baru sadar jika kucing yang terlelap di dekapannya ini adalah seekor pejantan, hal yang tentunya amat jarang ditemui, bahkan langka. Perbandingannya nyaris 1:1000. Jadi kiranya siapakah pemilik kucing yang langka ini?

"Apa ku bawa pulang saja ya? Lagipula ini sudah sangat terlambat untuk masuk kelas." Jungkook bermonolog sendiri. Ia menyentuh dan mengetuk-ngetuk pelan hidung kemerahan Taetae yang tertidur pulas, lalu mengangkat bahu acuh. "baiklah, Taetae. Sudah ku putuskan, kau akan jadi penghuni apartemenku sampai pemilikmu di temukan."

.

.

.

Pukul tiga sore dan Jeon Jungkook baru bangun. Senyuman merekah di bibirnya ketika merasakan bahwa baru kali ini ia bisa tertidur begitu nyenyak. Ketika membuka mata, ia mendapati Taetae tengah duduk setengah berbaring menatapnya.

"selamat sore, Taetae. Apa kau lapar?"

Dan Taetae mengeong sambil mengekorinya bangkit dari tempat tidur kemudian menuju dapur.

Jungkook meraih mangkuk dan sekarton susu di dalam kulkas. "Hanya ada susu. Nanti malam akan ku belikan kau makanan selepas pulang kerja." Ia melirik jam yang bertengger di dinding. "Oh. Waktunya siap-siap."

Ia menyerahkan semangkuk susu itu pada Taetae. Membiarkan si kucing calico meminumnya dengan tenang sementara Jungkook melipir ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Beberapa menit setelahnya, Jungkook keluar dari kamar mandi dan susu dalam mangkuk Taetae telah tandas.

Bola mata abu-abu Taetae mengikuti dalam diam pergerakan Jungkook yang mondar mandir mengambil baju dan peralatan lain. Pemuda Jeon sendiri nampak tak menggubris eksistensi makhluk lain yang terus memperhatikannya penuh minat itu. Bahkan Jungkook dengan santainya tetap bersenandung, meskipun handuk yang menutupi bagian bawahnya merosot jatuh hingga pemuda Jeon tak tertutupi sehelai benangpun. Barulah ketika ia merunduk untuk mengambil handuk tersebut, si kucing yang sedari tadi diam, bersuara layaknya berseru.

Meow!

Jungkook terperanjat dan menoleh, hanya untuk mendapati Taetae yang duduk tegak sambil menatapnya lamat-lamat dengan kedua matanya yang bulat.

"Kucing mesum!" ujar Jungkook, seraya melemparkan handuk yang ia pungut hingga menutupi seluruh tubuh Taetae. Jungkook kemudian tergelak ketika kucing calico tersebut menggerung kesal lantaran tak bisa meloloskan diri dari handuk yang menutupinya.

Setelah usai berpakaian, pemuda Jeon akhirnya membantu menyingkirkan handuk tersebut. Si kucing Taetae langsung saja mengibaskan bulu-bulunya yang terkena handuk basah.

"Aku akan berangkat kerja sekarang. Kau baik-baik di rumah, hm? Jangan merusak atau mencakar barang apapun. Jadilah kucing baik sampai aku tiba di rumah tengah malam nanti, arrachi?" Jungkook berucap sambil merendahkan wajahnya. Mengelus kepala dan dagu Taetae, membuat Taetae menggerung manja kemudian menjilat belah bibirnya.

Meow!

Jungkook kembali terperanjat. Apalagi ketika Taetae kembali menjilat bibir pemuda Jeon kemudian mengecap dan menjilat bibirnya sendiri. "Hei, apa yang kau lakukan, kucing nakal?" tapi Jungkook akhirnya hanya terkekeh dan bangkit kemudian berjalan ke arah pintu.

"Aku pergi, ne. Annyeong..."

Dan figur Jungkook menghilang di balik pintu.

Manik keabuan Taetae mengamati dalam diam pintu yang tertutup. Lalu pandangannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Maniknya kemudian tertuju pada jendela di dekat sofa dan melangkahkan kakinya ke sana.

Setelah sampai, kaki-kakinya mulai mencakar-cakar pelan slot kunci yang tertempel, hingga kunci itu bergeser dan terbuka. Setelahnya, ia mendorong jendela tersebut dengan kepalanya untuk memberi celah dan meloloskan tubuhnya keluar dari sana.

.

.

.

Jungkook baru selesai dengan shift kerjanya di sebuah cafe tepat pada jam 12 malam. Setelah mengeratkan jaket hitam yang dikenakannya, pemuda Jeon lantas mulai berjalan menyusuri trotoar yang sepi. Biasanya Jungkook tak pernah melewati jalan ini, hanya saja ia ingin mampir dulu ke minimarket 24 jam untuk membeli makanan yang ia janjikan pada Taetae. Sedikit was-was, Jungkook mengamati sekitar. Jalanan itu memang dikenal cukup rawan. Terkadang ada beberapa berandal atau pemuda mabuk yang kerap nongkrong di sana. Di tambah penerangan jalan yang sedikit temaram, menambah suasana terasa semakin mencekam.

Tiba-tiba saja, bahu Jungkook di tarik dan punggungnya di hempas ke tembok di sudut gang. Seorang pria dengan brewok tipis menyeringai di depannya. "Halo, adik manis. Apa kau tersesat, eh?"

Bau alkohol tercium jelas dari mulut pria itu ketika bicara. Nalar Jungkook sontak menjeritkan tanda bahaya, terlebih ketika pria itu mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengacungkan benda tersebut ke arahnya. "apa kau punya uang? Pemuda manis sepertimu pasti punya banyak uang." Pria itu terkekeh setelahnya.

Jungkook gugup, ujung pisau itu sudah menyentuh dan menekan pelan bawah rahangnya, "Maaf paman. Ta-tapi aku tidak punya uang."

Pria itu lalu mendekatkan wajahnya, mengendus sisi leher Jungkook yang satunya. "Benarkah? Kalau begitu bagaimana jika kau buat aku senang dengan tubuhmu saja?" dan mulai menjilati bagian tersebut setelahnya.

Jungkook memejamkan mata erat-erat. Ia bisa saja melawan, tentu. Jungkook itu laki-laki. Tapi tidak dengan kondisi ujung pisau yang ditekan cukup kuat ke rahangnya saat ini, bahkan kulitnya sudah tergores dan mengeluarkan sedikit darah. Lagipula gang itu sangat sepi. Siapa yang akan menjamin Jungkook tak akan di lukai kemudian di perkosa lalu ditinggalkan begitu saja sampai mati? Oke, itu mengerikan. Jadi, Jungkook hanya diam sambil memikirkan cara untuk lolos dari pria mabuk dan cabul ini. Tapi sedetik kemudian, tubuh pria yang mengukungnya tiba-tiba saja terhempas ke belakang, di susul dengan suara geraman rendah yang menyapa pendengaran.

Pemuda Jeon terkejut bukan main, tapi ia berusaha memahami situasi yang terjadi dan ia mendapati seorang pemuda tengah berdiri di depannya, namun tatapan nyalang pemuda itu terarah pada pria mabuk yang terjerembab tak jauh dari mereka.

"Pergi." Suara pemuda itu terdengar datar dan dalam. "Pergi atau mati." Jungkook bahkan merinding sendiri mendengarnya.

Pria yang tersungkur mendecih kemudian berdiri. "Siapa kau yang mencoba jadi pahlawan, eh? Bocah." Lalu tanpa aba-aba maju sambil mencoba menghunuskan pisaunya ke arah pemuda di depan Jungkook.

Jungkook nyaris memekik, tapi pemuda di depannya sama sekali tak goyah dan dengan cepat menangkap tangan pria tersebut, memelintirnya kemudian menyentaknya sehingga terdengar bunyi 'krak' pelan di susul lolongan kesakitan si pria yang kembali terjerembab ke tanah.

"Kau ingin mati?" pemuda itu kembali berdesis dan pria di depannya bangkit kemudian lari ketakutan.

Suasana seketika sunyi. Jungkook masih terpaku menyaksikan yang terjadi tapi tubuhnya kemudian tersentak ketika pemuda yang menolongnya tadi sudah berdiri di depannya dalam jarak yang cukup dekat.

Cahaya bulan yang menyorot ke dalam gang membantu Jungkook mengenali ciri-ciri pemuda tersebut. Rambut gondrong ikalnya yang di semir abu-abu, kulit wajahnya yang sedikit kecoklatan, hidung mancung dan bibir merah alami yang menyunggingkan senyuman, juga tubuh tinggi semampainya yang dibalut kemeja merah polos lengan panjang dan celana gombrong hitam. Oh, jangan lupakan jejeran pearching dan anting panjang di telinga kirinya yang begitu menarik perhatian. Secara keseluruhan Jungkook akui pemuda di depannya ini tampan, meskipun penampilannya sedikit nyentrik dan urakan.

"Kau baik-baik saja?" pertanyaan dari pemuda itu menghentikan Jungkook dari kegiatan menelitinya. Saat menatap sepasang mata milik si pemuda, Jungkook baru sadar jika pemuda tersebut memiliki warna mata yang senada dengan rambutnya.

Abu-abu.

Sontak mengingatkan Jungkook pada eksistensi makhluk hidup lain di apartemennya, yang juga menjadi penyebab kenapa ia bisa berada dalam situasi seperti sekarang.

"Y-ya, aku baik. Dan... a-aku harus pulang." Jungkook menjawab tergagap. Ia berusaha mendorong dada pemuda itu menjauh dengan kedua tangannya karena seriously, jarak mereka sangatlah dekat.

Tapi alih-alih menjauh, pemuda tersebut malah semakin mendekatkan tubuhnya. Sepasang iris kelabunya bergulir ke arah rahang Jungkook yang berdarah, "Kau terluka."

Belum sempat Jungkook merespon, pemuda itu sudah lebih dulu merunduk kemudian memiringkan wajahnya untuk menjilat luka yang ada di bawah rahang pemuda Jeon. Membuat Jungkook menarik napas tercekat seketika.

Gila! Apakah setelah keluar dari mulut singa, Jungkook justru berakhir di telan buaya?

Jungkook ingin sekali berteriak, memaki dan menghajar pemuda itu membabi buta karena, Damn! Pemuda di hadapannya ini bahkan sama sekali tak memegang senjata. Tapi yang ada hanyalah Jungkook yang diam membatu karena tubuhnya yang seakan kaku seketika. Ia sudah bersiap akan melayangkan tendangannya ke arah selangkangan si pemuda jika sampai melakukan hal yang lebih jauh, tapi ternyata tidak. Pemuda itu menjauh dengan sendirinya ketika telah selesai menjilati luka Jungkook hingga tak lagi berdarah.

"Ku antar kau pulang." Lagi-lagi sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.

Jungkook masih setengah linglung dan syok ketika pemuda itu meraih tangannya dan mulai mengambil langkah keluar dari dalam gang sambil menariknya.

"Hei- kau. Tunggu dulu-"

"Kim Taehyung." Ucap pemuda itu tanpa berbalik, membuat Jungkook mengernyit. "Huh?"

Pemuda itu kemudian menoleh dan tersenyum tanpa menghentikan langkah mereka ataupun melepaskan genggamannya dari tangan Jungkook. "Namaku Kim Taehyung. Senang bisa membantumu."

Dan Jungkook urung protes dengan segala tingkah laku Taehyung yang absurd dan di luar perkiraannya itu.

.

.

.

Mereka telah sampai di depan pintu apartemen Jungkook, setelah sebelumnya sempat mampir lebih dulu ke minimarket.

"Jadi... Umm... Taehyung-ssi, terimakasih untuk bantuannya."

Taehyung terkekeh, mengibaskan tangan kirinya yang di perban, sementara tangan kanannya di masukan ke saku celana, "Bukan masalah, Jungkook-ah. Anggap saja kita impas."

Jungkook mengernyit bingung, "Maksudmu?"

"Nah, bukan apa-apa. Masuklah, sudah sangat larut sekarang. Dan mencium dari aroma makanan yang kau bawa, kucingmu pasti akan menyukainya."

Lagi, Jungkook mengernyit bingung, darimana Taehyung tau jika makanan yang ia beli ini untuk seekor kucing?

Tapi ia urung menanyakan pertanyaan tersebut dan memilih untuk pamit masuk, setelah sebelumnya membungkuk sekilas dan mengucap terimakasih sekali lagi pada Taehyung.

Pemuda Kim masih berdiri disana setelah pintu apartemen Jungkook di tutup.

"Kira-kira Jungkook menutup jendelanya lagi atau tidak ya?" gumam Taehyung, kemudian berbalik dan berjalan menjauh sambil bersiul.

.

.

.

Jungkook berdiri terdiam di depan pintu. Diangkatnya kantong plastik yang ia bawa kemudian mengendusnya. Makanan yang ia beli adalah ikan sarden kalengan, karena Jungkook tidak menemukan makanan khusus untuk kucing di minimarket tersebut. Walau diendus bagaimanapun, bau ikan itu tetap tak akan tercium. Jadi bagaimana mungkin Taehyung bisa mencium baunya dan berkata bahwa kucingnya akan menyukainya? Sedangkan saat di minimarketpun, Taehyung hanya menunggu Jungkook di luar tanpa tau apa yang pemuda Jeon beli di dalam.

Menggedikan bahu dan mencoba untuk acuh, akhirnya Jungkook melangkah masuk ke dalam.

"Aku pulang. Taetae?"

Sepi, tak ada tanda-tanda keberadaan makhluk berbulu itu di dalam. Apartemen Jungkook memang hanya terdiri dari satu ruangan yang cukup luas, dimana tempat tidur, dapur dan ruang menonton tv menjadi satu dan hanya dipisahkan oleh sekat.

"Kemana kucing itu?" gumamnya lalu berjalan ke arah pintu kaca geser yang mengarah ke balkon. Tidak ada. Lalu pandangannya bergulir ke sofa dan matanya menangkap pemandangan jendelanya yang sedikit terbuka.

Jungkook bergegas mendekat, lalu tertawa ketika menyadari bagaimana kucing itu bisa menghilang dari apartemennya. "Kucing langka yang sangat cerdas, eh?" bisiknya, kemudian menjauh dari jendela tanpa perlu repot-repot lagi menutupnya.

.

.

.

Suara kicau burung di pagi hari sedikit mengusik tidurnya, tapi itu belum cukup untuk membuat Jeon Jungkook membuka mata. Barulah ketika ia merasakan sesuatu melompat ke atas tubuhnya, Jungkook tersentak dan refleks membuka mata, hanya untuk menemukan kucing calico yang semalam menghilang, kini tengah duduk dengan santai di atas perutnya.

"Taetae?" Jungkook bangkit dan duduk di atas tempat tidur, "Ku pikir kau tidak akan kembali kesini." Ucapnya sambil mengusak rambutnya yang berantakan. Taetae duduk diam di pangkuannya sambil memperhatikan.

Meow.

Kucing itu mengeong, menatap Jungkook dengan mata bulatnya yang memelas, membuat pemuda Jeon berdecak.

"Iya, iya, aku tau." Jungkook lalu berdiri dan berjalan ke arah dapur dengan Taetae yang setia mengekor di belakang.

"ini." Katanya sembari menyerahkan sepiring ikan sarden yang dibelinya semalam. Taetae kembali mengeong senang dan mulai melahap makanan tersebut dengan tenang.

Jungkook memperhatikan gerak gerik Taetae dalam diam. Jika di perhatikan lebih teliti, kucing tersebut memang sangat berbeda. Jika kucing lain akan makan dengan lahap, cenderung terburu-buru dan berantakan, Taetae justru makan dengan begitu rapi dan tenang, seperti kucing berkelas dengan gayanya yang elegan. Ia juga tak berisik dan sering mengeong seperti kucing kebanyakan. Kalau dipikir-pikir, Taetae hanya akan mengeong untuk membalas ucapan Jungkook atau sekedar menarik perhatian Pemuda Jeon saja.

"Siapa pemilikmu sebenarnya? Apakah kau kucing bangsawan, Taetae?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bilah bibir Jungkook yang duduk bersila di hadapan si kucing.

Taetae menghentikan kegiatan makannya, lalu duduk tegak sambil menatap Jungkook dengan kepala yang di miringkan ke kanan, "Meow?"

Jungkook terkekeh, mengusap kepala Taetae. "Hari ini kuliahku hanya sampai jam tiga. Dan karena kerjaku libur, bagaimana kalau kita jalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama?"

"Meow!" Bola mata bulat Taetae mengerjap pelan dan Jeon Jungkook kembali terkekeh sambil menggeleng kemudian, menyadari kebodohannya yang berbicara dengan hewan, "Apa sih yang ku lakukan?" ia kemudian bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Menyiapkan diri untuk kembali memulai hari.

.

.

.

Jam istrahat sudah berlangsung sekitar 15 menit yang lalu dan Jungkook kini tengah berada di kantin kampus. Semangkuk ramyun yang telah tandas dan segelas jus strawberry yang tersisa separuh menjadi pendamping ketika manik kelam pemuda itu fokus pada laptop di depannya. Layarnya menampilkan beberapa artikel tentang kucing langka penghuni baru apartemennya. Sesekali pemuda yang mengenakan sweater putih dan snapback merah itu berdecak pelan ketika membaca suatu kalimat yang membuatnya terkesan, seperti misalnya kucing calico jantan yang eksistensinya begitu langka sampai dengan harganya yang berkisar puluhan juta. Jungkook jadi heran, kenapa sampai sekarang tak ada seorang pun yang mengaku sebagai pemilik dari Taetae meskipun Jungkook sudah membuat laporan tentang penemuan hewan tersebut selama tiga hari belakangan.

"Apa pemilik Taetae adalah seorang miliarder, sehingga kehilangan kucing langka yang mahal tak membuatnya cemas?" Jungkook bermonolog sendiri, "tapi Taetae itu kucing yang manis dan unik. Apa tidak sayang kehilangan kucing seperti itu?"

Kemudian atensinya beralih pada salah satu artikel yang menyebutkan jika kucing calico jantan bisa di anggap sebagai pembawa keberuntungan. Baik dari segi keuangan maupun kehidupan orang yang memeliharanya. Lagi-lagi Jungkook bergumam pelan, "Keberuntungan ya?"

Jenuh menatapi layar terus menerus, netranya lalu beredar ke penjuru kantin yang sudah tidak terlalu ramai. Kebanyakan meja di sana di isi oleh beberapa orang yang makan sambil berkelompok. Mengobrol dan bercengkerama. Beda dengan dirinya yang hanya makan sendirian. Memang Jungkook ini tipe orang yang pendiam. Sulit beradaptasi dan bergaul dengan orang sekitar. Tak punya teman dekat, hidupnya pun sebatang kara semenjak kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan 10 tahun silam. Membuat Jungkook sering kali tak dapat memungkiri bahwa dirinya merasa... kesepian?

"YAH! Jimin-ah, apa yang kau lakukan?!"

Pekikan yang cukup kencang di sudut sebelah kanan meja kantin menarik perhatian Jungkook. Di sana ada beberapa orang yang berkumpul dalam satu meja. Jungkook kenal mereka, para senior di kampusnya.

Kim Seokjin yang tadi berseru, pemuda dengan surai hitam itu tengah sibuk menjawil telinga pemuda bersurai blonde yang di panggil Jimin -Park Jimin-

"Aduduh, sakit Hyung. Aku hanya ingin tau apakah sugar glider peliharaanmu ini bisa terbang atau tidak." Jimin mengaduh, berusaha melepaskan jemari Seokjin dari telinganya.

"Yah! Tapi bukan berarti kau harus melemparnya!" Seokjin malah semakin menarik telinga Jimin sampai merah dan menghasilkan erangan kesakitan si empunya.

"JinSeok, sudahlah." Pemuda berlesung pipi di samping Seokjin mencoba melerai pertengkaran itu. Namanya Kim Namjoon, kekasih Seokjin.

Pemuda yang di panggil JinSeok lantas mendengus, tapi menuruti kekasihnya dan melepas jewerannya dari telinga Jimin, "Tapi Namjoon, kau lihat kan? Dia tadi berusaha melemparkan Odengie."

"Aku tidak melemparnya, Hyung!" Jimin menyela, masih punya cukup nyali juga ternyata. "Lagipula untuk apa sih kau bawa-bawa peliharaanmu ke kampus? Mau kau jadikan kelinci percobaan di ruang praktikum?"

"Yah! Apa kau bilang, hah?! Yah!" Dan Seokjin kembali berusaha menarik telinga atau apapun yang menempel di tubuh Jimin.

Kemudian dua orang lagi datang dan ikut bergabung di meja itu. Pemuda bernama Jung Hoseok juga Min Yoongi yang merupakan kekasih Jimin. Dan sudah bisa di tebak, meja itu menjadi semakin ramai dalam kelakar dan gelak tawa. Jungkook memperhatikan interaksi para Sunbae nya itu dalam diam dan dengan seulas senyum di wajah. Hatinya menghangat setiap kali melihat pemandangan yang seperti itu. Di sudut hatinya, pemuda Jeon merasa iri. Ia juga ingin berada dalam lingkup kehangatan yang seperti itu. Menjadi bagian dari sekelompok orang yang tengah bersenda gurau dan ikut membaur dalam kelakarnya. Tertawa bebas tanpa beban, tak perlu lagi merasakan apa itu kesepian.

Lagi, netranya bergulir membaca kalimat-kalimat dalam artikel di layar laptopnya.

"Keberuntungan, eh? Bisakah kau membawa hal itu padaku dan mengenyahkan rasa sepi ini dalam hidupku kalau begitu, Taetae?"

.

.

.

Jungkook melenguh pelan ketika merasakan sebuah beban yang menekan di atas tubuhnya, juga benda lunak dan basah yang terus menerus menyentuh permukaan bibirnya. Dalam keadaan setengah sadar dan mata yang masih terpejam, Jungkook berpikir kalau itu adalah Taetae yang tengah duduk di atas tubuhnya sambil menjilati bibirnya. Jadi, tanpa perlu repot-repot membuka mata, pemuda Jeon mengangkat kedua tangannya ke atas, bermaksud menyingkirkan Taetae dari tubuhnya. Namun, alih-alih menyentuh bulu-bulu halus milik Taetae, telapak tangannya justru menyentuh hal lain. Sebuah kulit, lebih tepatnya dada bidang seorang manusia karena Jungkook bisa merasakan degup jantung yang teratur di telapak tangan kanannya.

Alarm bahaya bergaung nyaring di kepala, menyentak seluruh kesadarannya. Secepat kilat Jungkook membuka mata dan mendapati paras seorang pemuda yang begitu dekat dengan wajahnya.

"AAAAAHHHH!!!!!"

Jungkook menjerit dan refleks mendorong juga menendang tubuh pemuda itu hingga terjungkal dan terjerembap ke bawah kasur. Napas pemuda Jeon memburu, ia bangkit duduk sambil merapatkan selimut di tubuhnya, selagi onyx sewarna jelaganya menatap waspada pada sosok yang kini tengah berusaha bangkit duduk di sisi kasurnya.

"K-kau?!" lagi-lagi Jungkook terperanjat ketika sosok tersebut telah menampakkan wajahnya. Jungkook kenal siapa pemuda tersebut, meskipun hanya sekali bertemu namun parasnya masih melekat di benak Jungkook. "Kim Taehyung?!"

Sosok yang di panggil Kim Taehyung itu tersenyum. Menyamankan posisinya yang duduk bersila di lantai sementara kedua lengan dilipat dan bertumpu di pinggir ranjang. Manik keabuannya menatap Jungkook yang masih syok dengan binarnya yang jenaka.

"Kau Kim Taehyung yang waktu itu kan?" Jungkook kembali memastikan, "bagaimana kau bisa ada di sini? Dari mana kau masuk dan-" mata bulat Jungkook bergulir mengamati penampilan tamu tak di undang itu dan pupilnya melebar seiring jeritnya yang memekakkan telinga.

"KENAPA KAU TAK MEMAKAI BUSANA?!"

Taehyung kembali tertawa kemudian bangkit dan merayap naik ke atas ranjang. Tatapan jenakanya berubah menjadi tatapan predator buas dan Jungkook ciut seketika. Sekuat tenaga Jungkook berusaha untuk tidak melarikan matanya memandangi tubuh telanjang Taehyung yang begitu indah bak pahatan dewa. Alhasil Jungkook hanya menutup mata sampai ia merasakan bahwa Taehyung berada tepat di depannya.

"Jeon Jungkook." Taehyung menyebut namanya dengan suara beratnya yang dalam, membuat Jungkook seketika meremang. "buka matamu dan temukan sendiri jawabannya."

Jungkook menurut. Perlahan-lahan membuka mata dan paras Taehyung seketika memenuhi pandangannya. Wajah mereka begitu dekat sehingga Jungkook bisa merasakan napas hangat Taehyung menerpa wajahnya dan juga aroma tubuh Taehyung yang membuat pemuda Jeon nyaris kepayang saking menggodanya.

"Kau yang mengajakku ke sini, Jeon. Ingat?"

Jungkook mencoba menjawab tapi tergagap. Manik abu-abu Taehyung seolah menghipnotisnya. Dari jarak sebegini dekat, Jungkook bisa melihat dengan jelas paras Taehyung yang begitu tampan. Begitu sempurna seolah Taehyung itu adalah sosok yang tak nyata.

Netranya kemudian tak sengaja bergulir ke bawah dan Jungkook menemukan pemandangan ganjil di sana.

Di leher Taehyung melingkar sebuah collar yang terlihat familiar. Collar berwarna merah dengan bandul berukiran rumit berwarna emas. Collar yang dipakai Taetae, kucingnya.

"i-itu kan..." Jungkook mencicit pelan. Ragu-ragu, ia menyentuh bandul tersebut kemudian membaliknya. Benar, ada nama Taetae terukir di sana. Jadi, apa maksudnya?

Lagi, pemuda Jeon menatap wajah Taehyung yang kini tengah tersenyum separuh menatapnya. Bola mata itu entah kenapa juga terasa familiar.

"Meow."

Taehyung mengeluarkan suara mengeong pelan dan Jungkook terperanjat. Suara itu...

Pemuda Kim terkekeh pelan, jemari panjangnya mengelus permukaan wajah Jungkook yang memucat.

"Kau tau kenapa kucing calico jantan itu sangat langka?" Taehyung berbisik rendah kemudian mendekatkan wajahnya.

Jantung Jungkook bertalu. Perlahan-lahan spekulasi di luar nalar memasuki pikirannya. Bola mata keabuan yang serupa, tingkah Taetae yang berbeda dari kucing kebanyakan, juga collar Taetae yang kini melingkar di leher Taehyung. Tidak mungkin kan kalau mereka...

Sebuah kecupan Jungkook terima di bibirnya, di susul jilatan sensual dan kuluman lembut yang membuatnya pening seketika. Saat Taehyung menjauhkan wajahnya, Jungkook bisa melihat seringai terpoles sempurna di bibir pemuda tersebut seiring bisikan lembut yang mengalun di telinga.

"Karena mereka itu istimewa..."

Dan Jeon Jungkook kehilangan kesadarannya.

.

.

.

.

END or TBC ?

.

.

.

A/N :

Annyeong...

Sesuai dengan judulnya, ff ini terinspirasi dari lagu Serendipity nya Chiminie...

tadinya mau post 1 ff lagi berhubung hari ini hari yg spesial buat saya sendiri khukhu... tapi sayangnya cma ff ini aja yg jadi /plak

Anyway... How about this fict?