Attention.
Kalau matahari sudah terbenam dan bulan sudah benar-benar tinggi di angkasa, telepon Jun akan berdering. Kira-kira pukul 23.00. Jun hanya punya dua pilihan, mengabaikannya atau mematikan teleponnya. Mengangkat panggilan itu bukanlah suatu pilihan lagi bagi Jun. Benar-benar tidak ada lagi niat untuk meladeni dia yang memanggilnya selarut ini. Tapi, hari ini berbeda. Jun sedikit mabuk malam ini, karena Wonwoo yang sudah lama tak dijumpainya mengajaknya minum-minum tadi sore.
Pukul 23.00, Jun mengangka teleponnya yang berdering. "Selamat malam. Jun yang bicara." katanya spontan. Sudah menjadi kebiasaan Jun untuk bicara seperti itu saat mengangkat telepon, apalagi ia tengah mabuk. "Tumben sekali kau angkat teleponku, ge." sebuah suara yang agak tinggi menyapa gendang telinga Jun. Senyum Jun sirna. "Apa yang kau inginkan, Hao?" Jun bertanya dengan suara rendah.
"Aku tidak boleh rindu, ge?" tanya suara di seberang sana. Xu Minghao. Ia satu tahun lebih muda dari Jun. Hal ini menjelaskan mengapa ia memanggil Jun gege. Jun tertawa kecil. "Boleh kau rindu. Tapi tak perlu kau telepon aku setiap malam kan?" tanya Jun sambil merebahkan diri di tempat tidurnya. "Kalau gege tahu aku akan menelepon setiap malam, mengapa tak gege matikan saja teleponnya? Apa gege juga menunggu telepon dariku?" tanya Minghao hati-hati.
Jun terdiam. Kata-kata yang dilontarkan Minghao begitu saja tak bisa ia bantah. "Ge?" suara Minghao kembali menyapa Jun yang sudah setengah tertidur. Jun tersenyum kecil. Gigi rapinya tak menampakkan diri. Hanya ada beberapa kerutan di samping bibirnya. Itulah senyum Jun yang paling tulus. Ia mengangguk pelan. "Bisa jadi selama ini hanya aku yang rindu, Hao. Bisa jadi kau hanya tidak suka saja aku akan menikah." kata Jun.
Tidak ada jawaban dari seberang sana. Jun duduk kembali, membenarkan posisi duduknya dan mulai menyadarkan ditinya kenbali. Apa yang sudah kukatakan??? pikirnya. Kepanikan memenuhi dirinya, tapi semuanya sudah terlambat. Jun telah mengatakannya. Mengapa pula ia angkat telepon jahanam itu? Jun sedang mencaci maki dirinya sendiri saat suara Minghao menyadarkannya. "Maaf, ge." katanya. Jun mengernyitkan dahinya. "Apa?" tanyanya.
"Gege benar. Aku hanya tidak suka gege akan menikah. Aku sudah menyukai orang lain, ge. Maaf aku meneleponmu terus. Aku akan berhenti. Terima kasih telah merindukanku, ge. Tolong hidup dengan bahagia setelah menikah nanti. Oh ya, ge? Jangan undang aku, ya?" jelas Minghao. Jun baru saja hendak meminta maaf dan meminta Minghao untuk kembali padanya saat sambungannya terputus.
Jun mencoba untuk menelepon beberapa kali sampai akhirnya dia menyerah. Tidak ada jawaban. Keesokan harinya, pukul 23.00, Jun menunggu telepon dari Minghao.
Telepon darinya tak pernah datang.
Tidak keesokannya, tidak keesokannya lagi.
Tidak di hari pernikahannya.
Tidak selamanya.
"You just want attention. You don't want my heart. Maybe you just hate the thought of me with someone new. Yeah, you just want attention. I knew from the start. You're just making sure I'm never getting over you."
