Yoooo minnaaa! Megumi is back! New story new day #flowerflower

Enjoy it!

Naruto is belongs to Masashi Kishimoto

This story is belongs to Ayume Megumi

Summary : Aku telah menikah dengan seorang yang sangat menyebalkan. Bagaimana tidak, bayangkan saja jika kau sudah memiliki kekasih, tapi takdir menuntunmu untuk menikah dengan orang lain. Dan lagi suamiku itu adalah dosenku sendiri. Namanya adalah 'Uchiha' Itachi.

Pairing : ItaSaku

Warning : KDRT, unfaithful, dilemma, university life, after marriage, no rate M

Hope you like it #wink

* My Lecturer is My Husband *

-o0o-…

.

.

.

.

.

-Sakura's POV-

Namaku Haruno Sakura, aku adalah mahasiswa kedokteran semester 2 di Tokyo University. Kalian tahu, di usiaku yang masih sangat belia, aku telah menikah. Dia bukan pacarku, bukan juga teman dekatku. Dia adalah seseorang yang sangat menyebalkan. Apa pun yang dia lakukan, di mataku dia selalu terlihat menyebalkan. Aku bukan istri durhaka yang mengecap suaminya menyebalkan dengan tanpa sebab. Coba bayangkan, jika kau sudah memiliki kekasih yang sangat kau sayangi sepenuh hati, namun takdir menuntunmu untuk menikah dengan orang lain yang bahkan belum kau kenal. Dan yang paling membuatku tak habis pikir adalah dia, suamiku, adalah dosenku sendiri. Namanya adalah 'Uchiha' Itachi.

Laki-laki dengan perawakan tegap dengan mata yang tajam, dan rambut panjangnya yang hitam khas 'Uchiha' pada umumnya. Seorang mantan CEO muda di Uchiha Corporation. Mengapa kubilang mantan? Karena semenjak Uchiha Corp bangkrut, ia beralih profesi menjadi dosen Kalkulus. Mata kuliah yang begitu menyebalkan dan membuat kepala pening seketika. Beruntungnya, mata kuliah ini hanya ada di semester-semester awal.

Dan yang paling membuatku sangat membenci 'Uchiha' adalah ketika aku sudah terang-terangan menolak rencana pernikahan kami, 'Uchiha' yang kini menjadi suamiku dengan enteng menyetujuinya. Hei, kau kira aku manusia menyedihkan sepertimu yang tidak punya pacar, sehingga dengan mudahnya menyetujui rencana pernikahan laknat seperti itu? Tentu saja Tou-sanku menjadi sangat bahagia dan tetap melanjutkan pernikahan kami. Yah… usia pernikahan kami baru saja berjalan satu minggu, dan disetiap harinya aku berulah agar Itachi menceraikanku. Tapi kenyataannya, dia masih tetap bertahan. Tidak akan kubiarkan 'Uchiha' itu menang. Lihat saja ulahku berikutnya, wahai suamiku yang sabar.

.

.

.

.

.

-Author's POV-

Seperti biasa, selama satu minggu ini Itachi yang selalu menyiapkan makan pagi maupun makan malam untuk dia dan istrinya. Kali ini dia sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja makan. Jam di dinding sudah menunjuk angka 8 pada jarum jam dan angka 12 pada jarum menit, tetapi Sakura belum juga pulang. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya pintu rumah mereka terbuka dan menampilkan seseorang yang telah dinanti Itachi.

"Sebelum tidur makanlah terlebih dahulu", Itachi mengawali pembicaraan.

"Makanlah sendiri, aku sudah makan malam dengan Sai", ketus Sakura sembari melepas jaket yang ia kenakan.

"Sai? Siapa Sai?" tanya Itachi dengan nada menginterograsi.

"Kekasihku." jawab Sakura dengan entengnya.

"Kekasih?" dengan segera Itachi menghampiri Sakura dan menarik pergelangan tangan gadis itu agar mereka bisa saling berhadapan.

"Apa yang kau lakukan Uchiha?"

"Mengapa kau tidak izin padaku?"

"Untuk apa aku izin padamu? Apa hakmu?"

"Aku suamimu."

"Suami? Cih! Jangan bercanda. Kau menikahiku agar bisa menyelamatkan keluargamu dari kemiskinan kan?

"Apa maksudmu?"

"Jangan pura-pura bodoh, aku tahu kau tidak sebodoh itu, Uchiha", balas Sakura dengan segala penekanan dalam kalimatnya.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu Sakura", kali ini Itachi yang mencoba mengalah dan meredam emosinya yang sudah sampai ubun-ubun.

"Kau memanfaatkanku, kekayaanku, ayahku, semuanya! Aku tahu ayahku dan ayahmu dekat, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya menyetujui pernikahan kita. Kau tahu aku tidak mencintaimu bukan? Dan setelah menikahiku, bukankah ayahku memberikan 50% sahamnya pada perusahaan ayahmu? Aku merasa seperti orang yang telah dijual oleh ayahku sendiri, kepada seorang Uchiha seperti dirimu."

"Sakura kau salah faham, aku tidak menikahimu karena hartamu. Aku benar-benar mencintaimu, Sakura."

"Kalau kau sunguh mencintaiku, bukankah seharusnya kau membiarkanku bahagia? Tapi apa? Justru kau membuatku menderita!"

"Lalu apa maumu?"

"Ceraikan aku!"

"Aku tidak bisa melakukan hal itu, aku tidak akan menceraikanmu."

"Kalau begitu jangan campuri urusanku, dan biarkan aku bersenang-senang dengan Sai. Aku mencintainya, bukan dirimu, Uchiha."

Setelah mengatakan itu cengkraman Itachi pada pergelangan tangan Sakura pun terlepas. Ia membiarkan sang istri untuk pergi ke kamar mereka. Bukan kamar mereka, melainkan kamar Sakura seorang lebih tepatnya. Karena selama tinggal di rumah ini, Itachi tidur di kamar tamu. Tentunya baik keluarga Haruno maupun Uchiha, tidak ada yang tahu kalau mereka tidur di kamar yang berbeda. Dan juga tidak ada orang lain yang mengetahui bahwa hubungan keduanya lebih dari sekedar hubungan dosen dan mahasiswanya, kecuali keluarga mereka sendiri serta beberapa orang yang mereka anggap seperti keluarga.

"Ukhh!" rintih Itachi sembari memegangi kepalanya yang terasa berotasi layaknya bumi. Kepalanya terasa pening mendengar semua perkataan Sakura. Jujur saja ini adalah kali pertama kedua pasangan tersebut terlibat perdebatan. Dan kali pertama pula keduanya bicara panjang lebar, karena selama pernikahan mereka keduaya saling diam dan jarang bicara satu sama lain.

Tak lama kemudian ponsel Itachi berdering dan menampilkan panggilan atas nama Uchiha Sasuke pada layarnya. Dengan segera Itachi mengangkat telepon dari adik kesayangannya itu.

Selamat atas pernikahanmu, baka Aniki. Kau tahu kan selama pernikahanmu aku sedang ujian? Jadi gomen ne, aku baru bisa menghubungimu sekarang. Dan yaahhh aku masih belum bisa pulang ke Jepang.

"Tidak apa-apa Sasuke. Bagaimana kabarmu disana?", sahut Itachi sedikit bahagia mendapatkan telepon dari adik yang lama tak ia jumpai.

Tentu saja aku baik-baik saja, Aniki. Bagaimana dengan pernikahanmu? Kau pasti sangat bahagia. Apa putri keluarga Haruno itu memperlakukanmu dengan baik?

"Tentu saja aku bahagia, istriku sangat baik otouto", suara ringan dan meyakinkan dengan otomatis keluar dari mulut Itachi saat mengucap kalimat itu. Mati-matian ia tahan amarah yang sedari tadi ia pendam.

Aku senang sekali mendengarnya, Aniki. Lagipula mana ada wanita yang menolak seorang seperti dirimu.

Itachi hanya terdiam mendengarkan asumsi-asumsi dari adik semata wayangnya itu. Karena pada kenyataannya yang ia katakan adalah sebuah kebohongan. Tidak ada kata bahagia dalam pernikahannya, dan Sakura juga tidak memperlakukannya dengan baik selayaknya seorang istri terhadap suaminya.

Aniki, kenapa kau diam?

"Ah tidak. Aku hanya mengantuk, baka Otouto", Itachi merasa harus mengakhiri percakapan ini sebelum berbincang lebih dalam dan kebohongannya akan dengan mudah terbongkar oleh adiknya.

Hn. Aku tahu, Aniki. Kau pasti ingin segera menghabiskan malammu dengan istrimu bukan? Baiklah-baiklah, aku tidak akan menganggu waktu kalian berdua. Selamat bersenang-senang, baka Aniki.

Tuuuttt…

Sambungan telpon keduanya pun akhirnya terputus.

.

.

.

.

.

.

.

Sinar mentari menunjukkan sinarnya, membuat seorang gadis berambut merah jambu menyipitkan kedua matanya karena merasa terganggu oleh sang mentari yang telah muncul untuk menyinari bumi.

"Ukhh, jam berapa ini?" gumam Sakura pada dirinya sendiri. Lalu dengan segera gadis itu meraih ponselnya untuk sekedar melihat pukul berapakah saat ini, dan matanya membulat sempurna tatkala ia melihat layar handphone menunjukkan pukul 07.30 pagi. Gadis itu langsung melompat dari tempat tidurnya dan dengan langkah tergesa-gesa berlari menuju kamar mandi mewahnya. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian gadis itu dengan segera menuruni anak tangga untuk menuju ke ruang makan.

"Hei Itachi, bagaimana mungkin kau tidak membangunkanku, hah? Kau tahu aku ada kuliah mata kuliahmu jam 08.00 pagi ini", Sakura berteriak sekencang-kencangnya agar objek yang menjadi sasaran kemarahannya itu bisa mendengar. Namun, setelah sampai di ruang makan orang yang dicarinya tidak ada. Ia hanya menemukan segelas susu dan sepotong roti bakar yang telah dihidangkan di meja makan.

'Sial, bagaimana mungkin dia meninggalkanku?' batin Sakura. Dengan segera gadis itu meraih roti dan meminum segelas susu dengan tergesa-gesa. Tanpa mau membuang waktu lagi, ia menyergap kunci mobilnya dan segera menancapkan gas untuk pergi ke Tokyo University.

.

.

.

.

Malang bagi Sakura karena pagi ini lalu lintas terlampau padat sehngga ia tidak bisa dengan leluasa ngebut di jalanan.

"Cih, sudah jam 07.55. Lima menit lagi kuliah akan dimulai. Awas kau Itachi!" gerutu Sakura di dalam mobilnya.

Setelah melalui padatnya lalu lintas Tokyo, sampai juga Sakura di kampusnya. Tanpa menunggu lagi ia segera berlari menuju ruang perkuliahan dimana suaminya mengajar.

.

.

.

.

.

Krieeeeettt…

Suara pintu terbuka, menampilkan sesosok gadis yang sedikit berantakan karena harus mengejar waktu dan berjibaku dengan padatnya lalu lintas.

"Haahh…haahh…. Maaf sensei, saya terlambat", ujar Sakura sambil menundukkan kepalanya.

"Berapakah toleransi atas keterlambatan mata kuliah saya, Haruno?"

"10 menit sensei."

"Dan berapa menit keterlambatanmu hari ini?" tanya Itachi pada istri, ah bukan, pada mahasiswanya.

"20 menit sensei."

"Jadi?"

"Yaa yaaa… Baiklah, saya akan keluar ruangan dan berdiri di samping kelas", ujar Sakura yang paham benar hukuman apa yang diperoleh jika terlambat masuk di kelas suaminya. Namun, sebelum gadis itu mencapai gagang pintu, Itachi terlebih dahulu menghentikannya.

"Tunggu, nona Haruno," ujarnya.

"Apalagi sensei?" dengan malas Sakura berbalik kembali menatap suami, bukan bukan, dosennya.

"Kau tidak perlu keluar ruangan."

"Hah? Benarkah?" gadis bermahkota pink yang berada di dekat pintu keluar kelasnya itu merasa sedikit lega. Ia pikir mungkin dosennya memberikan pengecualian untuk dirinya.

"Tidak perlu keluar ruangan, kau hanya perlu mengerjakan ini", Itachi menyodorkan lembaran yang berisi berbagai soal hitungan Matematika. Dengan sedikit ragu, Sakura menerima lembaran itu dan matanya pun membulat sempurna tatkala melihat jumlah soal yang harus dikerjakannya.

"Ya Tuhan 50 SOAL?" teriak Sakura yang spontan membuat seisi ruangan tertawa karenanya.

"Sensei, kau tahu aku tidak menyukai kalkulus. Satu soal saja begitu susah, bagaiamana mungkin kau memberiku tugas sebanyak ini? Lebih baik aku keluar ruangan daripada harus mengerjakan soal-soal laknat ini." cerca Sakura pada Itachi yang memancing bisik-bisik teman seangkatannya. Merasa bahwa Sakura telalu berani pada dosen mereka, karena pada kenyataannya tidak ada satu pun mahasiswa di Tokyo University yang dapat mengajukan protes pada dosen mereka.

"Jika kau ingin bisa, maka perhatikan penjelasan saya dan silakan duduk haruno", perintah Itachi.

Ingin sekali Sakura membantahnya kali ini. Namun ia tahu ini di kampus, bukan di rumah. Jika berdebat terlalu berlebihan pasti akan lebih mencurigakan. Ia tidak mau rahasia terbesarnya diketahui banyak orang.

Dengan langkah yang dihentak-hentakkan karena amarahnya yang membuncah, Sakura segera mengambil posisi duduk disebelah Ino, sahabat pirangnya.

"Hei jidat, kau berani sekali hari ini. Keren tau nggak!" bisik Ino.

"Keren apanya? Itu harus kulakukan, biar dosen itu tidak semena-mena."

"Semena-mena apanya? Salah sendiri kau terlambat."

"Cih, kenapa kau selalu membela Uchiha itu sih, Pig?"

"Karena Itachi sensei tampan", ujar Ino sambil menjulurkan lidahnya di depan Sakura seolah mengejek.

"Tampan darimana? Kurasa kau harus memeriksakan kedua matamu, Pig."

"Justru kau yang seharusnya memeriksakan kedua matamu, Jidat! Lihatlah, dia tampan sekali." Mata Ino berbinar sambil memandang ke arah Itachi yang sedang membelakangi para mahasiswa karena sedang menulis di papan. "Posturnya tinggi, dadanya bidang, hidungnya lancip sekali. Coba lihat lebih dekat, bulu matanya lentik, kulitnya putih bersih, rahangnya kuat. Dan yang paling indah adalah bagian rambut sensei, sepertinya halus sekali bahkan lebih halus dibanding rambutku."

"Kau bilang seakan-akan kau pernah memegang rambut Itachi sensei aja, Ino."

"Yaah, aku memang tidak pernah memegangnya sih. Tapi, apa kau tahu bagian apa yang paling menawan dari Itachi sensei?"

"Entah, kurasa tidak ada satu pun bagian dari dirinya yang menarik."

"Astaga jidat!" Ino dengan segera menepuk dahinya karena tidak menyangka bahwa Sakura tidak bisa membedakan orang tampan dan tidak. Dengan suara yang sangat kecil Ino mendekatkan bibirnya ke telinga Sakura dengan harapan gadis itu mampu memahami apa yang akan dia katakan.

"Jidat, fokuskan matamu ke kedua mata Itachi sensei, lalu turunkan pandanganmu ke bibirnya yang tipis, merah dan merekah itu." dengan mendengarkan apa yang dikatakan Ino maka penglihatan Sakura pun sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh teman pirangnya itu. "Itulah kedua bagian yang sangat menarik darinya, Jidat. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya mencium dan melumat bibir Itachi sensei. Aku rasa akan nikmat sekali", ujar Ino sambil terkikik.

"MENCIUM? TIDAK BOLEH!" teriak Sakura seketika.

Tukkkk!

Sebuah tutup spidol papan tulis meluncur tepat di dahi sakura.

"Aaaww!" ringisnya.

"Dilarang ribut di kelas saya, dan apa itu maksudnya mencium? Mencium apa? Dan apanya yang tidak boleh?" tanya Itachi mulai curiga dengan mahasiswa yang sedari tadi ia rasa tidak memperhatikan apa yang sedang ia ajarkan.

"Mungkin maksudnya tidak boleh mencium bapak kali! Hahaha!" ujar Shikamaru yang mengundang tawa seisi ruangan.

"DIAM!" bentak Itachi yang membuat seisi ruangan pun terdiam. Jujur saja ini pertamakalinya Itachi membentak dengan suara keras, dan sukses membuat semua mahasiswanya terdiam seketika.

"Ukh!" setelah membentak seluruh mahasiswanya terlihat Itachi yang memegang kepalanya seperti menahan kesakitan. 'Sakit sekali dari semalam. Sial! Sepertinya vertigoku kambuh.' umpatnya dalam hati.

"Sen-sensei tidak apa-apa?" ujar Ino yang langsung menghampiri Itachi dan memberikan sebotol air mineral. "Minum dulu sensei", Ino nampak khawatir melihat Itachi yang sedikit menunduk dan memegangi kepalanya.

"Hn. Arigatou." balas Itachi sambil menerima botol air mineral dari Ino dan segera meminumnya.

"Baiklah, pelajaran kali ini usai lebih awal karena saya kurang enak badan. Tapi saya berjanji di pertemuan berikutnya saya akan menambah jam pelajaran kita."

"Yahhhh….." riuh seisi ruangan.

"Dan karena tadi kalian membuat keributan di kelas saya, maka akan saya beri tugas tambahan. Kerjakan halaman 45 poin A sampai E. Kumpulkan dipertemuan berikutnya, selamat pagi."

"Pagi sensei." suara para mahasiswa terdengar kecewa.

Itachi pun segera meninggalkan tempatnya. Dengan masih memengangi kepalanya, Itachi melihat seisi ruangannya tampak berputar-putar dikepalanya. Baru saja berjalan beberapa langkah, Itachi terhuyung ke depan. Untung saja ada Ino yang menahan badannya agar tidak terjatuh.

"Sensei benar tidak apa-apa?" tanya Ino sambil memegangi bahu Itachi.

"Aku baik-baik saja, Yamanaka", Itachi masih meringis menahan sakit.

"Apa perlu saya antar ke klinik?"

"Tidak, antar saya ke ruangan saya saja. Saya hanya butuh istirahat."

"Baik, mari saya antar Anda ke ruangan, Sensei." ujar Ino sambil meletakkan tangannya di pinggang Itachi, sedangkan tangan Itachi ia posisikan di bahunya untuk menahan badan pria tersebut. Setelah keduanya berlalu dan meninggalkan kelas, suasana riuh kelas pun dimulai.

"Hey Saku, bukannya temanmu itu terlalu berani ya?" tanya Kiba pada Sakura.

"Berani apa maksudmu?"

"Berani dekatin dosen lah, haha." jawabnya sambil tertawa renyah. "Si Ino itu, apa dia menyukai Itachi sensei?" untuk kali kedua Kiba bertanya lagi pada Sakura yang sedang membereskan mejanya dan bergegas untuk keluar kelas.

"Entahlah, kurasa bukan urusanku", ketus Sakura sambil melenggang pergi menuju kantin. Karena memang jam kuliah sedang kosong dan tempat yang paling bermanfaat saat ini tentunya kantin kampus.

Sementara dibelakang Sakura, riuh anak-anak yang bergerombol entah untuk melihat pemandangan apa.

"Lihat lihat! Bukannya itu Itachi-sensei? Wah beliau kenapa?" barulah Sakura sadar bahwa yang menjadi fokus objek teman-temannya adalah Itachi suaminya dan Ino sahabatya. 'Wah, laki-laki itu memang brengsek!' batin Sakura kesal.

Itachi terus berjalan dengan dipapah oleh Ino, tanpa melihat sekelilingnya. Sebenarnya ia pun tahu bahwa saat ini banyak pasang mata yang melihat kearahnya. Tapi, ia tidak ingin ambil pusing karena yang terpenting saat ini adalah ia harus meminum obatnya untuk meredakan sakit kepala yang semakin menjadi-jadi ini.

"Itachi? Kau kenapa?" sapa Kakashi yang tidak sengaja berpapasan di koridor kampus.

"Biasalah", jawab Itachi dengan santai.

"Kambuh lagi? Sebaiknya kau jangan banyak pikiran", saran Kakashi sembari menepuk-nepuk pundak Itachi. "Yamanaka-san, segera bawa Itachi-sensei ke kantornya. Lihat, banyak orang yang memandang kalian. Kalau tidak segera, akan tersebar gosip bahwa 'seorang dosen memiliki hubungan dengan mahasiswinya'. Benar kan Itachi?" tanya Kakashi sambil tersenyum jahil ke arah Itachi. Sedangkan yang dipandang hanya mendecih.

"Baik sensei!" Ino semakin mempercepat langkahnya agar sampai di ruangan Itachi. Setelah keduanya sampai, Ino pun mendudukkan Itachi di tempat duduk miliknya.

"Ada yang perlu saya bantu lagi, Sensei?"

"Tidak. Terima kasih, Yamanaka. Kau boleh keluar", dan dengan segera Ino melangkahkan kakinya keluar sedangkan Itachi membuka laci meja kerjanya untuk mengambil beberapa obat pereda sakit kepalanya. Setelah meminum semuanya, ia pun menyandarkan kepalanya pada kursi dan menutup matanya untuk sejenak.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk." ujar Itachi lemas.

"Kau tidak apa-apa?" setelah mendengar siapa yang berbicara, Itachi pun membuka kedua kelopak mataya.

"Aku tidak apa-apa, keluarlah."

"Kau yakin?"

"…."

"Jangan mengacuhkanku!"

"Keluarlah, Sakura. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu."

"Kau tidak seharusnya meminta tolong kepada Ino untuk membawa ke ruanganmu."

"Apa-apaan kau ini? Apa sekarang kau ingin berlagak sebagai seorang istri?"

"Istri? Tentu saja tidak. Aku sudah bilang berkali-kali bahwa aku tidak mencintaimu. Jadi jangan bermimpi apa pun."

"Kalau begitu keluarlah dan jangan pedulikan aku."

"Itachi, kau…"

"Keluarlah nona Haruno, aku lelah." ujar Itachi sambil menutup kedua matanya lagi. Ia benar-benar tidak ingin berdebat dengan Sakura saat ini, ia hanya ingin istirahat.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Hey, Jidat! Kemana saja kau?" tampak Ino melambaikan tangannya kearah Sakura. Kemudian ia menepuk-nepuk tempat duduk disampingnya agar Sakura dapat duduk disebelahnya.

"Hey kenapa diam saja? Kau mau pesan apa? Biar aku pesankan ke ibu kantin ya?" tanya Ino menawarkan menu ke Sakura.

"Orange juice saja, Pig", jawab Sakura.

Setelah beberapa menit menunggu pesanan mereka berdua pun telah sampai. Kemudian keheningan meyelimuti keduanya sampai akhirnya Sakura membuka suara.

"Pig, apa kau benar-benar meyukai Itachi sensei?"

"Pfftttt!" hampir saja Ino memuntahkan air minumnya karena pertanyaan serius dari Sakura.

"Kenapa tertawa? Jawab pertanyaanku!"

"Kenapa kau jadi penasaran sekali, Jidat?"

"Ah tidak, bukannya nanti aneh kalau dosen berhubungan dengan mahasiswanya? Aku kan sahabatmu, pasti gosip-gosip itu akan berimbas kepadaku."

"Apanya yang aneh? Astaga, Itachi sensei masih 25 tahun dan aku 19 tahun. Tidak ada yang salah dengan itu. Yah, kecuali kalau Itachi sensei sudah punya pacar tentu aku akan mundur teratur."

"Mundur teratur?"

"Ya, mundur teratur. Baiklah-baiklah, aku memang menyukai Itachi sensei, Jidat. Tapi aku pun tahu diri, mana mugkin beliau menyukai gadis sepertiku?"

"Sepertinya kau memang harus mundur teratur, Ino."

"Hm? Kenapa? Apakah Itachi sensei punya seorang pacar?"

"Bukan hanya pacar, Itachi sensei sudah punya seorang istri." ujar Sakura dengan tenang sambil menyesap orange juicenya.

"Istri? Ba-bagaimana kau tahu?"

"M-mungkin? Ehehe…" tawa Sakura sambil gelagapan.

"Dasar kau ini! Kau membuat jantungku hampir copot. Selama janur kuning belum melengkung, tentu aku masih punya kesempatan, kan? Dukung aku, Jidat. Supaya aku bisa suskes mendapatkan hati Itachi sensei. Kau sih enak sudah punya Sai-kun. Tolong aku ya…ya...?" wajah Ino memelas sambil memegang tangan Sakura.

'Sial, dia itu suamiku, Pig!' batin Sakura.

.

.

.

.

.

.

.

.

to be continue

Yosh! Chapter 1 selesai. Bagaimana minna, apa masih ada typo atau ketidaksesuaian terhadap EYD? Mohon maaf atas segala keterbatasan kami. Review please~~