"Cepat siapkan air panas, beberapa handuk dan kain besih!" pekik seorang wanita sambil berjalan cepat menuju sebuah ruangan yang terlihat dari jauh sudah dipadati orang. Seakan baru teringat sesuatu, wanita itu menjentikkan jarinya, "ah! Jangan lupa handuk kecil untuk menyeka keringatnya. Dan beritahu Suzuha-chan untuk segera ke kamar Nee-sama secepatnya." Wanita itu berjalan melewati seorang nenek bersurai abu-abu – karena dimakan usia – yang sedang menatap langit cerah dipenuhi bintang yang bersinar sangat terang tidak seperti biasanya.

"Ohh, sungguh anak yang malang. Dari semua waktu, kenapa dia harus terlahir disaat seperti ini?" gumam nenek itu. Sekilas terlihat setitik cairan bening disudut matanya yang bermanik cokelat. "Kami-sama, apa salah anak ini?" nenek itu tak henti-hentinya menatap langit. Jika diperhatikan, pandangan nenek itu hanya tertuju pada satu bintang yang sinarnya terlihat paling terang diantara yang lain.

Wanita yang sedang berjalan terburu-buru tadi awalnya berniat untuk mengabaikan. Tetapi entah kenapa, langkah kakinya terhenti saat melihat ekspresi nenek itu yang terlihat sangat sedih dan menyesal. "Kaa-sama, percuma mempertanyakannya sekarang. Itu tidak akan mengubah apapun. Dan jangan bertanya pada Kami-sama, sudah berapa kali kukatakan? Lagipula kita sudah bersiap dengan semua hal buruk yang mungkin terjadi. Sekarang kita hanya perlu fokus membantu Nee-sama untuk melahirkan bayinya," ucap wanita itu sedikit kesal. Baru selangkah hendak melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda, dia menoleh kembali ke arah nenek yang dipanggilnya 'Kaa-sama'. "Kaa-sama, sebaiknya Kaa-sama segera menemani Tou-sama. Sepertinya, saat anak itu lahir gelombang aneh akan menghampiri rumah ini dan mungkin akan berpengaruh pada kesehatan Tou-sama." Wanita itu menoleh ke sosok pria bersyal orange yang sejak tadi mengikutinya. "Shigehiro-kun, jangan lupa mengingatkan yang lain untuk bersembunyi di ruang tengah. Aku sudah menyiapkan kekkai disana." Wanita itu kembali melangkah menuju ruangan yang semakin gaduh itu. Samar-samar dia mendengar suara teriakan seorang wanita didalamnya.

"Himeko-sama!" sahut gadis berkimono putih dengan rambut merah muda yang digerai hingga punggung. Jepitan putih berhias kepingan salju tersemat di atas telinga kirinya. Gadis itu terlihat membawa wadah berisi es di tangannya.

Wanita yang dipanggil Himeko-sama berhenti tepat di depan pintu ruangan. Dia menoleh ke kanan, melihat wadah yang dibawa oleh gadis manis di depannya. "Satsuki-chan, sebaiknya kau letakkan wadah itu sekarang." Gadis yang ditegur berekspresi bingung. Himeko memijit kepalanya pelan, "aku tau kau ingin membantu. Tapi jika semua air hangatnya kau bekukan, tidak akan ada air yang bisa digunakan Nee-sama nanti."

Gadis itu terkesiap dan segera menatap isi wadahnya. Padahal, beberapa detik yang lalu wadah itu bersisi air yang masih sangat panas, tetapi kini semuanya sudah berubah menjadi es dalam sekejap. "Sumimasen, Himeko-sama."

Wanita itu menatap sosok pria tua berwajah ramah di samping Satsuki. Pria itu mengenakan yukata berwarna coklat gelap. "Shirogane-san, dimana Nii-sama sekarang?"

Pria itu tersenyum sejenak, "Ketua sedang menghadiri rapat penting sekarang."

Aura hitam menguar tiba-tiba, semua orang yang berada di sana seketika mejauh dari posisi Himeko sekarang, terkecuali Shirogane, Shigehiro, dan Satsuki. Wajah Himeko benar-benar mengerikan saat ini. Sesuatu di punggungnya menggeliat. Hampir saja dia lepas kembali kalau saja suara teriakkan kesakitan seseorang di dalam ruangan di depannya tidak tertangkap indra pendengarannya. Seketika suasana kembali normal, aura hitam menghilang tanpa jejak dan sesuatu di punggung Himeko berhenti menggeliat. Himeko menghela nafas, cukup keras. Dia lalu berbalik. "Untuk selanjutnya serahkan padaku dan Suzuha-chan. Kalian semua ikuti semua ucapan Shigehiro-kun dan segera menjauh dari tempat ini." Dia melirik Satsukii dan Shirogane yang sepertinya tidak berniat meninggalkan tempat, "ini berlaku juga untuk semua petinggi yang berada di rumah ini," lanjutnya.

Himeko kemudian berbalik dan segera membuka pintu, semua yang berdiri di depan ruangan itu segera berjalan menjauh sesuai instruksi Shigehiro. Himeko kembali menghela nafas kemudian memperbaiki gulungan rambutnya yang sedikit acak-acakkan. "Dasar laki-laki payah!" umpatnya pelan sebelum melangkah menuju tengah ruangan, tempat seorang wanita bersurai biru muda sedang terbaring kesakitan.

"Apa kau baru saja mengejekku, Himeko?" suara seseorang tiba-tiba terdengar. Himeko sempat menghentikan langkahnya. Sedetik kemudian dia kembali berjalan.

Himeko tersenyum sinis ke arah jendela. "Huh, kukira kau tidak akan datang karena ketakutan dan membiarkan Nee-sama berjuang sendirian. Aku baru saja berniat memanggilmu 'Nakimushi-chan' mulai besok."

Tiba-tiba angin berhembus kencang dari jendela ruangan itu, membawa beberapa kelopak sakura yang entah dari mana, masuk ke dalam dan mendarat mulus di samping futon yang dituju Himeko,"kau pikir aku tega membiarkan Ayaka sendirian? Aku bukan suami yang seperti itu," kembali suara itu terdengar. Lalu tiba-tiba, hanya sekejap mata, di atas kelopak sakura itu duduk seorang pria tampan berekspresi datar dan bersurai hitam. Menatap Himeko yang berdiri tak jauh darinya.

Himeko mendengus, sungguh bukan sikap yang sesuai dengan usianya saat ini. "Kukira kau ada pertemuan penting?" Himeko berniat menyindir.

"Ya. Tapi tidak sepenting Ayaka dan anakku yang akan lahir malam ini," pria itu membalas dengan kalem.

Himeko mendecih cukup keras. Di belakangnya seakan-akan ada api yang membara, sedangkan lawannya hanya menatapnya tidak tertarik. Jika diperhatikan dengan seksama, ada kilatan listrik yang membentang diantara mereka, tetapi tidak berlangsung lama. Karena teguran wanita lain yang berada di ruangan itu segera mengalihkan perhatian mereka.

"Bisakah kalian hentikan pertengkaran kekanak-kanakkan kalian untuk saat ini saja?! Ini benar-benar menyakitkan! Sesuatu seperti menariknya untuk segera keluar! Aku mulai kehabisan tenaga!" wanita itu menjeda mengambil nafas dengan cepat. "Setelah anakku lahir, aku tidak akan keberatan atau menghentikan kalian jika kalian ingin memulai perang dunia ketiga. Jadi, cepat bantu aku sekarang," ucapnya lagi dengan suara yang semakin melemah.

Sepasang kakak beradik itu sejenak saling tatap, saling meyakinkan diri tentang tujuan mereka bertemu di ruangan ini sekarang. Mereka kemudian mengangguk bersamaan. Himeko sekarang duduk dibagian bawah futon yang digunakan Ayaka sebagai alas berbaring. Dia segera melipat kedua kaki Ayaka menjadi posisi siap untuk melahirkan. Tak lama kemudian,pintu diketuk seseorang. Tanpa menoleh, Himeko segera berteriak, "Suzuha-chan! Kenapa lama sekali! Cepat masuk! Aku sudah mulai melihat kepalanya!"

Tanpa menunggu lama, pintu segera dibuka dan menampilkan sosok gadis bersurai hitam panjang sedang membawa beberapa peralatan yang akan digunakan Himeko untuk membantu persalinan kakak iparnya.

"Yukio-kun, ini sakit sekali. Seharusnya tidak sesakit ini," rintih Ayaka sambil menggenggam erat tangan suaminya yang dengan setia duduk di sebelahnya sambil mengusap bulir-bulir keringat yang membasahi keningnya.

"Tenanglah, Ayaka. Aku yakin kau bisa. Kau wanita yang kuat. Bertahanlah, sebentar lagi kau akan bertemu dengan anak kita. Kau pasti bisa," kalimat Yukio benar-benar diucapkan dengan nada yang menenangkan, cukup untuk membuat Ayaka merasa sedikit tenang dan aman.

Disisi lain, Himeko masih sibuk dengan calon keponakannya yang akan segera menatap dunia. "Suzuha-chan, tambah handuknya! Sepertinya anak ini cukup cerdas untuk mengetahui ibunya sedang berjuang. Aku yakin dia akan segera keluar," Himeko menarik nafas, sedikit tersenyum lega. Ayaka mulai bernafas teratur dan bersiap-siap untuk melakukan dorongan. Nii-samanya juga tak henti-hentinya membisikkan kata-kata menenangkan untuk istrinya. "Suzuha-chan, segera sediakan selimut untuk keponakanku!"

"Ha'i, Himeko-sama!" balas Suzuha.

"Nee-sama, ayo kita mulai. Nee-sama pasti bisa," Himeko menatap meyakinkan yang dibalas dengan anggukan dari Ayaka.

Sementara itu di ruang tengah, tempat para penghuni rumah yang lain sedang berlindung di bawah kekkai buatan Himeko, Satsuki dan Shigehiro sedang duduk dengan ekspresi cemas di wajahnya.

"Apa kau yakin Ayaka-sama dan Tuan Muda akan baik-baik saja?" ucap Satsuki, beberapa benda di sekitarnya mulai membeku sejak beberapa menit yang lalu.

Shigehiro yang berdiri cukup jauh dari Satsuki karena hawa dingin yang dikeluarkannya, memilih memegang syalnya sambil menatap keluar jendela, "kurasa tak ada yang bisa kita lakukan selain berharap tidak ada hal buruk yang terjadi malam ini."

"Kalian tak perlu khawatir. Cucuku tidak selemah yang kalian kira. Tentu saja itu berlaku juga untuk menantuku," suara seseorang tiba-tiba menginterupsi, membuat suasana menjadi hening dan semua yang berada di ruangan itu menunduk hormat pada kakek tua yang sudah duduk tepat di tengah ruangan. Nenek bersurai abu-abu juga duduk di sampingnya.

"Choro-sama," sahut beberapa orang masih dengan menunduk hormat.

"Sudah waktunya," ucap nenek yang bersurai abu-abu sambil menerawang ke arah ruangan tempat Ayaka sedang berjuang.

Tidak lama kemudian, sesuai prediksi, suara tangisan bayi terdengar di seluruh penjuru rumah yang sempat diselimuti keheningan itu. Mendengarnya beberapa orang mulai bersorak penuh sukacita dan hendak bergegas menuju ruangan asal suara sebelum suara satu orang menghentikan mereka.

"Jangan ada yang meninggalkan kekkai! Ini perintah Himeko-sama! Jangan ada yang melangkah keluar kekkai satu langkahpun sampai Himeko-sama datang! Kembali ke posisi kalian!" pekik Shigehiro cepat. Yang mendengarnya segera kembali ke posisi mereka masing-masing. Sedetik setelah mereka terduduk, suara ledakan tiba-tiba menyerang pendengaran mereka, membuat beberapa diantara mereka terjatuh sambil berusaha menutupi telinga. Tak lama setelah itu, sebuah gelombang putih mengejutkan melewati seluruh wilayah rumah dan membuat tubuh mereka lumpuh sesaat. Semuanya terkena dampak, tak terkecuali sepasang kakek nenek yang memiliki kekuatan dan kekuasaan tertinggi di rumah itu.

"Anak ini benar-benar…" gumam sang kakek kagum.

_Yoru no Ryokan_


YORU NO RYOKAN

Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi-sensei

Story and OCs belongs to Miho Haruka

Rated: T+

Pairing: AkaKuro, etc.

Warning: BL, OOC, typo(s), gaje, OC, abal-abal, etc.

Genre : Supernatural, Romance, little bit Humor

Summary: Irrashaimase!/Disambut oleh pemilik penginapan yang memikat hati, selamat datang di Penginapan Yoruya/Pagi Kuroko Tetsuya, malam Kuroko Tetsumi. Mana yang kau pilih?/Badsummary/BL


_Yoru no Ryokan_

Malam hari, tak seperti di tempat-tempat lain pada umumnya, Penginapan Yoruya terlihat semakin ramai. Beberapa tamu terlihat terus berdatangan, baik yang kasatmata maupun yang tak kasatmata. Penginapan Yoruya memang berbeda dengan penginapan yang lain. Penginapan ini setiap hari selalu menerima tamu khusus yang tidak biasa dari berbagai golongan. Meski tak begitu terkenal, beberapa tokoh terkemuka di Jepang juga selalu memilih tempat ini baik untuk sekedar berisitirahat dari rutinitas kerja mapun untuk menghabiskan waktu liburan.

Selain karena pelayanan yang diberikan sangat memuaskan dan berpusat pada kenyamanan dan kepuasan pelanggan, gaya penginapan ini juga membuat beberapa pelanggannya merasakan nostalgia dengan suasana Jepang dimasa lalu tetapi tidak mengabaikan perkembangan jaman. Ketika memasuki halaman penginapan yang cukup luas ini, para pelanggan akan disuguhkan pemandangan taman luas beserta kolam ikan yang berada di beberapa tempat terpisah. Beberapa kolam itu juga diberi jembatan yang menghubungkan kedua sisinya agar para pelanggan bisa menikmati pemandangan dari atas kolam. Di kolam itu tumbuh beberapa bunga teratai yang ajaibnya setiap hari selalu saja mekar.

Lalu, memasuki gedung penginapan, pelanggan akan disambut oleh beberapa nakai1 berkimono manis berwarna biru muda dan diantar menuju kamar masing-masing sesuai pesanan. Makanan yang disuguhkan juga sangat menggugah selera dan diberikan dengan gaya Jepang tradisional. Penginapan ini juga memiliki permandian air panas alami, entah bagaimana si pemilik menemukan sumber air panas di wilayah yang jarang terdapat titik sumber air panas itu. Intinya, Penginapan Yoruya bisa disandingkan dengan penginapan terkenal lainnya di seluruh Jepang.

Tetapi bukan hanya gaya dan pelayanan Penginapan Yoruya yang menarik bagi pelanggan, pemilik penginapan yang dipanggil Okami-sama oleh para pegawai dan pelanggan Penginapan Yoruya, jugalah yang membuat penginapan itu tak henti-hentinya menerima pelanggan.

Saat malam hari, pemilik penginapan akan berkeliling menyapa para pelanggan dengan menggunakan kimono indah berbahan sutra berwarna hitam berhiaskan motif kupu-kupu bersayap biru. Setiap kali sang pemilik lewat, semua pasang mata takkan berpaling dari sosoknya yang bersurai baby blue panjang – turunan dari sang ibu – yang gulung dan dihias dengan beberapa hiasan rambut berwarna hitam. Kedua manik biru langit miliknya juga mampu membuat apapun yang dilihatnya tak bergerak karena terpesona pada keindahannya. Dan seakan masih kurang memikat, kulit putih pucat dan bersinar yang diwariskan oleh sang ayah semakin membuat sang pemilik penginapan menjadi sosok yang selalu dipuja dan diagung-agungkan.

Dan seperti biasanya, malam ini sang pemilik penginapan kembali melakukan tugasnya. Selesai menyapa seluruh pelanggannya, dia segera beranjak menuju pintu masuk penginapan, menyambut tamu yang akan datang bersama para nakai kepercayaannya.

Pintu otomatis penginapan terbuka, menampilkan sosok pemuda berbadan tinggi kekar dengan surai cokelat dan menampilkan ekspresi ramah dan bersahabat.

"Irrashaimase, Okyaku-sama," sahut Okami dan para nakai dibelakangnya sambil menunduk sopan. Senyuman diberikan, kecuali Okami yang sejak dulu memiliki ekspresi datar.

Pemuda yang masih berdiri di depan pintu itu tersenyum dengan wajah yang sedikit memerah saat melihat gadis bersurai baby blue di depannya. "W-wahh, aku tidak menyangka akan disambut langsung oleh Okami-sama sendiri," ucapnya sedikit gugup.

Okami masih menatap datar tanpa ekspresi. "Jangan berlebihan, Teppei-san. Hari ini ada urusan apa? Apa kau ingin memesan kamar atau langsung ke rumah utama?" tanya Okami tanpa basa basi, bahkan tanpa mempersilahkan tamunya melangkah lebih jauh lagi dari depan pintu. Meski begitu, tak ada yang berani menegur atau menyalahkan tindakannya.

Para nakai dan petugas di meja resepsionis tau betul bahwa tamu yang baru datang itu adalah salah satu dari sekian orang yang termasuk dalam list tamu khusus.

Tamu yang bernama lengkap Kiyoshi Teppei itu segera terduduk dengan satu lutut menyentuh lantai, kepalanya ditundukkan. Baru akan mengucapkan satu kata, Okami kembali bersuara.

"Melihat sikapmu, sepertinya kau ada urusan dengan rumah utama. Baiklah, aku akan mengantarmu. Berdirilah," ucap Okami yang langsung dituruti oleh Kiyoshi.

Tanpa membuang waktu mereka langsung berjalan menuju sebuah koridor yang hanya boleh dilewati oleh orang-orang tertentu saja dan selalu dijaga ketat oleh dua orang penjaga. Mereka melewati beberapa kolam ikan yang tiba-tiba beriak meski tak ada hewan yang hinggap diatasnya atau angin yang berhembus. Kiyoshi sempat memperhatikan kolam-kolam itu cukup lama.

"Apa anggota klan yang lain masih tinggal disini?" tanya Kiyoshi membuka percakapan saat mereka sedang berjalan di koridor yang menghubungkan penginapan dengan rumah utama.

Cukup lama hingga Kiyoshi memperoleh jawaban dari pertanyaannya. "Apa kau tidak bosan menanyakan hal yang sama berulang kali, Teppei-san? Rasanya setiap aku mengantarmu ke rumah utama, kau pasti menanyakan hal itu," ucap Okami. Meski kata-katanya cukup tajam, tapi karena diucapkan dengan nada datar, membuat Kiyoshi merasa tidak pantas untuk tersinggung atau marah.

Setelah itu, suasana menjadi hening hingga mereka sampai di depan pintu ruangan yang menjadi tujuan Kiyoshi datang malam ini. Kiyoshi benar-benar tidak bisa menemukan topik yang bagus untuk dibicarakan dengan gadis yang lebih muda setahun darinya itu. Saat Okami hendak membuka pintu, Kiyoshi teringat satu topik yang harusnya dia bahas sejak tadi.

"Okami-sama, kudengar besok kau mulai masuk SMA. Dan kata Ogiwara-kun, kau memilih SMA yang sama denganku. Benarkah?" pertanyaan Kiyoshi menghentikan gerakan tangan Okami yang hendak meraih pintu geser di depan mereka.

Okami berbalik, menatap Kiyoshi tepat di mata. Sedetik wajah Kiyoshi memerah. "Ya. Aku sengaja memilih SMA Seito karena jaraknya tak jauh dari rumah utama. Selain itu, Okaa-sama, Otou-sama , dan yang lain akan merasa cemas jika aku bersekolah di yang tempat jauh."

Kiyoshi menggaruk tengkuk yang tidak gatal, "benar juga."

Okami kembali berbalik. Dia lalu duduk di lantai diikuti Kiyoshi. "Otou-sama?" sahut Okami. "Kiyoshi Teppei-san ingin menemui Otou-sama," lanjutnya.

"Tetsumi, ya? Aku tau, biarkan dia masuk," titah dari seseorang yang berada di dalam ruangan.

"Hai'i, Otou-sama." Sebelum membuka pintu, Okami menoleh ke arah Kiyoshi, "Teppei-san, jika kau masih sayang nyawa, sebaiknya jangan memanggilku 'Okami-sama' saat berada di rumah utama. Aku tidak akan tanggung akibatnya jika kau sampai didengar oleh Himeko-basama."

Kiyoshi menelan ludah, mendengar nama Himeko disebut membuat kenangan traumatisnya dengan cepat mengisi kepalanya. Wajahnya juga mulai memuncat, "aku mengerti."

Tanpa membalas, Tetsumi membuka pintu dan mempersilahkan Kiyoshi masuk. Tetsumi sempat menunduk hormat pada sang ayah dan hendak menutup pintu sebelum penggilan sang ayah menghentikannya.

"Apa kau sudah akan tidur setelah ini?" Tetsumi mengangguk menjawab pertanyaan ayahnya. "Begitu ya. Kupikir kau bisa menemani Otou-sama dan Teppei-kun berdiskusi malam ini. Aku ingat, besok kau mulai masuk SMA, ya," ucap ayahnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Sumimasen, Otou-sama. Saya harus tidur tepat waktu agar besok tidak terlambat," jawab Tetsumi lalu menunduk, pamit undur diri.

"Aku mengerti. Sebelum tidur pastikan kau bertemu Ayaka dan beritahu Satsuki dan Shigehiro tentang jadwalmu besok," titah sang ayah.

"Hai'i, Otou-sama." Tetsumi yang sudah melangkah keluar ruangan segera menutup pintu.

Kini ruangan itu hanya berisi dua orang yang masing-masing memasang wajah serius, meski yang bersurai hitam tidak terlalu terlihat serius.

"Apa yang ingin kau laporkan, Teppei-kun?" tanya Kuroko Yukio, sang pemilik rumah dan ketua klan Kuroko.

Wajah Kiyoshi semakin serius dan mulai terlihat menakutkan, "Hai'i. Ini tentang sekelompok onmyouji yang pindah ke wilayah ini beberapa hari yang lalu."

_Yoru no Ryokan_

Pagi hari awal semester baru, semua sekolah menyambut siswa siswi baru mereka sejak berada di depan pagar. Beberapa anak terlihat sangat bersemangat memasuki gerbang sekolah dengan terburu-buru, sisanya berjalan dengan santai karena upacara pembukaan semester baru akan dimulai sejam lagi.

Diperempatan tak jauh dari gedung sekolah, dua orang siswa berseragan SMA Seito berjalan pelan sambil melakukan aktivitas masing-masing. Yang bersurai merah asyik memperhatikan wilayah sekitarnya sedangkan yang bersurai hijau sibuk mendengarkan siaran Oha Asa dari radio ponselnya. Pemuda bersurai hijau tiba-tiba tersentak. Dia lalu melirik pemuda bersurai merah di sampingnya.

"Akashi," panggil pemuda itu yang dibalas dengan gumaman. "Menurut Oha Asa, hari ini kau akan bertemu dengan 'seseorang' nanodayo. Dan lucky itemmu hari ini adalah tabloid wisata edisi terbaru nanodayo. Untungnya tabloid itu tersedia di toko tempat aku membeli kotak pensil ini, jadi aku sekalian membelikannya untukmu, bukan berarti aku peduli nanodayo," ucap Midorima Shintarou, pemuda bersurai hijau sambil memperbaiki letak kacamatanya yang sama sekali tidak melorot itu. Tangan kanannya menyodorkan majalah yang dimaksud ke arah pemuda bersurai merah yang sepertinya mengabaikan ucapannya.

Karena lama diabaikan, Midorima nekat memasukkan paksa tabloid itu ke dalam tas pemuda merah.

"Shintarou, kau tau aku tidak mempercayai hal-hal yang seperti itu," ucap Akashi Seijuurou, pemuda bersurai merah. Samar-samar aura gelap menguar di sekitarnya. Dia cukup terganggu dengan ulah Midorima.

"Aku tau nanodayo," balas Midorima tapi tidak memindahkan tabloid itu dari dalam tas Akashi.

Tidak peduli, Akashi membiarkan majalah itu tetap berada dalam tasnya. Mungkin saja akan berguna suatu saat nanti.

Tak terasa mereka sudah hampir berada di depan pagar SMA Seito. Saat hendak melangkahkan kaki memasuki halaman sekolah, pandangan Akashi teralihkan pada satu sosok yang sedang berdiri memandangi kelopak sakura yang sedang berguguran. Entah apa yang terjadi, tetapi pandangan Akashi benar-benar tidak bisa berpindah dari sosok bersurai baby blue itu. Dilihat dari seragamnya, sosok pemuda itu juga bersekolah di SMA Seito. Kulit pemuda itu terlihat bersinar meski pucat. Tubuhnya juga cukup kecil untuk ukuran tubuh laki-laki, abaikan tinggi tubuhnya yang hanya beberapa senti lebih pendek dari tubuh Akashi. Perhatian Akashi semakin terpaku saat melihat kedua manik biru langit milik pemuda itu. Kedua manik itu menampilkan kesan jujur dan tegas tetapi juga ramah dan lemah lembut, meski wajahnya terlihat tanpa ekspresi.

Sedang asyik mengagumi sosok ciptaan Kami-sama di depannya – Akashi sampai mengabaikan keberadaan Midorima yang hanya bisa menungguinya kembali berjalan –, pandangan Akashi terganggu saat melihat sebuah lengan berkulit tan sedang merangkul sosok memukau itu. Melihatnya membuat alis Akashi mengerut dan sesuatu di dalam dirinya ingin berteriak tidak terima, bahkan tangannya mulai mencari keberadaan gunting kesayangannya di dalam saku celana. Seakan tak cukup, sepasang lengan milik gadis bersurai merah muda dengan entengnya memeluk salah satu lengan sosok bersurai baby blue, kini kening Akashi berkedut. Dan seperti masih kurang, kemunculan pemuda bersurai orange kecoklatan yang mengajak pemuda baby blue berbicara akhirnya membuat Akashi lepas kendali. Dia butuh pelampiasan untuk melepas gunting-guntingnya. Tetapi mengingat lokasinya yang masih berada di depan pagar sekolah, Akashi memilih menunda amarahnya dan menyimpannya rapat-rapat. Saat waktunya tiba, dia akan melampiaskannya pada orang yang tepat.

"Akashi, kau baik-baik saja nanodayo?" tanya Midorima bingung.

"Ya, tentu saja," jawab Akashi sambil mengalihkan pandangannya dan kembali melanjutkan perjalanan menuju gedung sekolah.

Sementara itu, sosok yang sejak tadi diperhatikan Akashi tiba-tiba merasakan sesuatu sedang berjalan memasuki wilayah sekolah. Merasa hal itu bukan sesuatu yang mengancam, pemuda itu mengabaikannya.

"Tetsuya-sama, hari ini kita akan makan siang bersama di atap sekolah. Kiyoshi-san juga akan ikut bersama kita," sahut Ogiwara Shigehiro. Syal yang selalu dikenakannya terlilit rapi di lehernya.

"Oi, Shigehiro! Tetsu kan sudah bilang untuk memanggilnya tanpa menggunakan '-sama'. Kau ingin kejadian sewaktu SMP terulang lagi?" tegur Aomine Daiki, pemuda bersurai biru gelap dengan kulit tan. Salah satu lengannya masih merangkul pemuda bersurai baby blue.

Shigehiro tiba-tiba merasa kesal, terutama saat mendengar cara Aomine memanggil pemuda bermanik biru langit itu, "Kau sendiri apa-apaan memanggilnya dengan 'Tetsu'? Tidak sopan juga ada batasnya, Aomine."

"Apa kau bilang?" balas Aomine.

Kilatan petir mulai terlihat, pemuda bersurai baby blue menghela nafas. "Kalian berdua, hentikan itu," tegurnya yang dengan cepat dipatuhi oleh kedua pemuda yang sedang bersitegang itu. Mengalihkan pandangannya pada sosok gadis bersurai merah muda yang sejak tadi terus tersenyum, Momoi Satsuki, pemuda bersurai baby blue kembali menghela nafas, "Momoi-san, jika kau terus memelukku seperti itu, sebelum memasuki kelas aku akan benar-benar membeku."

Senyum di wajah gadis itu perlahan memudar, teringat dengan kekuatannya. "Gomen, Tetsu-kun," sahutnya sambil melepaskan pelukannya. Dia tiba-tiba merasakan sesuatu mengelus kepalanya lembut.

"Asal kau mengerti dan tidak lepas kendali, itu sudah cukup. Ini bukan berarti aku ingin menjauh darimu," ucap pemuda bersurai baby blue. "Ini berlaku bagi kalian juga, Aomine-kun, Ogiwara-kun. Aku ingin kalian bertiga bersikap selayaknya teman padaku saat kita berada di sekolah. Kalian mengerti?"

"Hai'i!" jawab ketiganya bersamaan.

_Yoru no Ryokan_

"Namaku Aomine Daiki, dari SMP Seika. Aku tinggal di kompleks Perumahan Yoru. Olah raga yang kusukai basket. Kalimat kesukaanku adalah 'yang bisa mengalahkanku adalah aku sendiri'. Itu saja," ucap Aomine saat sesi perkenalan diri di kelas 1A.

Setelah upacara pembukaan selesai, para siswa siswi wajib memasuki kelas yang telah di tentukan. Setelah keluar dari aula, para siswa siswi memadati papan pengumuman yang berisi pembagian kelas mereka. Momoi sempat menangis saat mengetahui dirinya tidak sekelas dengan pemuda baby blue. Selain Momoi, Ogiwara juga bernasib sama. Hanya Aomine yang nasibnya cukup baik hari ini.

"Selanjutnya Midorima Shintarou-kun," panggil Nijimura Shuzou, wali kelas 1A tahun ini.

Pemuda bersurai hijau dan memakai kacamata berdiri dari duduknya. Bangkunya terletak di deretan ketiga meja ketiga dari belakang. "Midorima Shintarou desu. Beberapa hari yang lalu aku pindah ke wilayah ini nanodayo. Aku tinggal tiga blok dari sekolah ini nanodayo. Yoroshiku," ucap Midorima kemudian kembali duduk. Saat berdiri tadi semua pasang mata menatap ke arah Midorima, terutama pada tempat pensil berwarna terang di tangan kanannya.

"Selanjutnya, Akashi Seijuurou-kun,"

Pemuda bersurai merah dengan warna manik mata yang berbeda perlahan berdiri dari duduknya. Pandanganya tidak berhenti menatap pemuda yang sejak masuk kelas terus memandangi langit dari jendela di sampingnya.

"Nee, nee. Kelas kita ikemennya banyak, ya. dua orang yang sebelumnya juga ikemen. Tapi dengan tipe yang berbeda. Akashi-kun juga ikemen, apalagi wajah dan manik dwiwarnanya itu. Aku tidak tahan melihatnya," sahut salah seorang gadis mencuri waktu untuk sekedar curhat pada gadis lain di sebelahnya yang sejak tadi manggut-manggut mengiyakan.

"Tapi kok rasanya ada aura yang aneh disekitar Akashi-kun? Aku merasa seperti ada sesuatu yang membuat kita ingin menjaga jarak dengannya," sahut gadis lain yang ikut-ikutan mengobrol.

"Akashi Seijuurou. Aku absolut dan selalu menang, karena aku selalu menang maka aku selalu benar. Dan," jeda sejenak, Akashi kembali melirik pemuda di sudut kelas dekat jendela disana, "aku tidak menerima penolakan."

Aomine merasa ada sesuatu yang berbahaya dari dalam diri Akashi. Dia juga jadi setingkat lebih waspada sejak mengetahui Akashi tidak melepaskan pandangnnya dari pemuda baby blue yang duduk di sebelahnya.

"Kagami Taiga-kun," ucap Nijimura setelah Akashi kembali duduk.

Pemuda bersurai merah gradasi hitam yang duduk di bangku di depan pemuda baby blue berdiri, membuat perhatian si pemuda teralihkan dari objek yang sejak tadi dilihatnya. Kening Akashi kembali berkedut melihat kejadian itu.

"Kagami Taiga. Aku baru saja pindah dari Amerika. Senang bertemu kalian," perkenalan yang singkat dari pemuda yang memiliki proporsi badan hampir sama dengan Aomine. Setelah dia kembali duduk, pemuda di belakangnya kembali menatap langit di luar sana.

"Selanjutnya – "

"Lho? Sensei? Bukannya Kagami-kun siswa terakhir di kelas ini? Aku tidak melihat ada siswa lain yang belum memperkenalkan diri," sahut seorang gadis bersurai hitam yang duduk di kursi paling depan.

Nijimura tersenyum kecil, jangan bilang dia menggunakan kekuatannya. Atau mungkin tidak, karena sejak dulu keberadaannya memang sering terlewatkan oleh orang lain, batin Nijimura.

"Tinggal seorang lagi. Kuroko Tetsuya-kun, silahkan memperkenalkan diri,"

Orang yang dimaksud Nijimura segera berdiri. Seketika seisi kelas gaduh seakan-akan melihat suatu penampakan di depan mata. Kagami yang duduk di depan Kuroko juga seketika berjengit kaget mengetahui sejak tadi ada orang yang duduk di belakangnya.

"Tunggu, tunggu! Sejak kapan anak itu ada disana?"

"Aku tidak melihatnya memasuki kelas!"

"Hawa keberadannya benar-benar tipis!"

"Aku pikir kita kelebihan satu kursi!"

"Nee, nee. Jangan-jangan dia anak yang jadi gosip itu ya?"

"Ah! Aku ingat! Gosip tentang Pangeran Phantom dari SMP Seika,"

"Iya yang itu! Tapi kalau dilihat dari dekat, daripada pangeran dia lebih pantas disebut putri!"

"Aku rasa juga begitu. Surai baby blue yang terlihat lembut itu. Ditambah kulit pucat yang bersinar. Belum lagi proporsi tubuhnya!"

"Aku tidak mimpi kan? Dia benar-benar laki-laki kan? Ini kesempatan untuk memperbaiki keturunan!"

"Curang! Aku juga!"

"Mulai hari ini dia akan menjadi idolaku!"

Suara gaduh yang dihasilkan penghuni kelas tidak berhenti sampai Nijimura mengetuk-ngetukkan ujung buku absen ke atas meja. "Shizukani!" tegurnya. Saat kelas menjadi tenang, Nijimura kembali menatap Kuroko yang masih setia berdiri. "Silahkan, Kuroko-kun."

"Hajimemashite –"

"KYAAA!" kalimat Kuroko terpotong karena teriakan para gadis yang tidak kuasa mendengar suara lembut nan merdu dari pemuda bermanik sewarna langit di pojok kelas sana.

Lagi-lagi Nijimura harus mengetuk ujung buku absen di atas mejanya. "Shiizuukanii!"

Saat kelas kembali tenang, Kuroko kembali melanjutkan. "Hajimemashite, Kuroko Tetsuya desu. Seperti Aomine-kun, aku lulusan SMP Seika. Yoroshiku onegaishimasu."

Setelah Kuroko kembali duduk, para siswi kembali bersorak. Sepertinya pembatas mereka telah lepas karena sejak Aomine memperkenalkan diri, mereka telah bersusah payah menahan diri agar tidak histeris berjamaah. Pembatas mereka hampir saja lepas saat Akashi memperkenalkan diri, beruntung masih bisa diatasi. Tetapi sepertinya kerena terlalu ditahan dan sudah tidak mampu lagi, pembatas itu lepas saat giliran Kuroko Tetsuya memperkenalkan diri. Alhasil, hingga setengah jam kemudian kelas masih tetap gaduh dan membuat Nijimura sedikit emosi di hari pertama dirinya menjadi wali kelas.

Sementara itu, karena merasa bosan, sejak kelas mulai gaduh Aomine membawa kursinya mendekati kursi Kuroko. Mereka berbincang-bincang akrab dan mengabaikan keadaan lingkungannya. Kagami yang samar-samar mendengar percakapan mereka jadi tertarik dan ikut dalam lingkaran percakapan itu. Mereka bertiga terlihat sangat akrab di hari pertama sekolah. Mereka ngobrol dan tertawa dengan bebas, kecuali Kuroko, dan sama sekali tidak merasakan aura aneh yang menguar dari tubuh seseorang tak jauh dari mereka.

Bersembunyi dibalik kegaduhan kelas, manik dwiwarna Akashi tiba-tiba berkilat tajam sambil memandangi kelompok yang sedang tertawa lepas di pojok kelas sana. "Tidak akan kulepaskan," ucapnya pelan.

"Akashi," panggil Midorima sambil menghampiri bangku Akashi. "Kau sudah menentukan akan masuk klub mana nanodayo?"

Akashi tersenyum, atau lebih tepatnya menyeringai, membuat Midorima bergidik ngeri. "Tentu saja."

_Yoru no Ryokan_


Nakai : Panggilan untuk pegawai atau pelayan wanita yang bekerja di Ryokan (lebih jelasnya silahkan di search di internet ^^)

Kabar baik! FF baru lagi! Hehehehe ^^
Tenang saja, FF yang lain tak akan terlupakan, saya akan berusaha updet kilat /Yeah!/

Ditunggu reviewnya, Minna-san to Senpai tachi…. ^.^

Dan semoga ceritanya memuaskan MInna-san dan Senpai tachi :D
Typo(s) dideteksi, mohon dimaafkan /hehehe/

TBC or DELETE?