Disclaimer: all Naruto characters belong to Masashi Kishimoto-Sensei.
Genre : Romance/Supernatural
Chara : You'll see.. nyahaha!
Yup! Saya kembali lagi dengan fic baru. Fic ini niatnya sih bakal jadi 5 ch. dengan tiap menceritakan pasangan yang berbeda-beda. Doakan saja biar saya gak mendadak terkena sindrom malas buat melanjutkan. Hahaha.
Well, tanpa banyak omong lagi…
Enjoy the story!XD
Konoha Gakuen – Perguruan Konoha.
Sebuah perguruan terkenal yang terdiri dari Kindergarten sampai dengan High School. Sekolah terkemuka yang sudah berdiri puluhan tahun. Banyak orangtua lulusan sekolah itu yang kemudian menyekolahkan anak-anaknya di almamater mereka tersebut. Benar-benar suatu sekolah yang tidak diragukan lagi kredibilitasnya.
Tapi…
Apa kau tahu bahwa di bagian High School dari perguruan ini memiliki suatu legenda yang cukup unik?
Tidak?
Kalau begitu biar kuceritakan sedikit padamu.
Di tengah-tengah tangga antara lantai 1 dan 2, terdapat sebuat jam kuno. Jam tersebut berbentuk sebuah jam tinggi dengan pemberat yang mengayun-ayun di bawahnya. Konon, jam tersebut tetap berjalan walaupun tidak disetel puluhan tahun. Yah, soal itu sih bisa jadi bohong. Dan memang bukan itu legenda yang kumaksud.
Yang ingin kusampaikan adalah…
Saat kau mendengar jam tersebut mendadak berdetak dengan keras yang diikuti suara lonceng yang berdentang dua kali, maka saat itulah kau akan mengalami suatu perjalanan waktu yang tak terduga.
Kau percaya?
.
.
.
TIME ~The Reason~
NaruSaku : The Reason Why They Should Always Be Together
"Naruto! Kau BAKA!" sembur Sakura saat melihat pemuda yang telah berpacaran dengannya selama 1 tahun datang ke atap sekolah setelah lewat 15 menit lebih dari waktu perjanjian. "Aku menunggumu di sini sampai mau karatan! Ke mana saja kau, Baka?"
"E.. E.. S- Sakura-chan.. Maaf aku lupa. Aku tadi ke kantin sebentar bersama Kiba dan Shikamaru dan…"
"LUPA? LUPA KATAMU?" bentak Sakura lagi dengan urat yang sudah menyembul di sekitar pelipisnya.
"M-maafkan aku!" ujar Naruto sambil menyengir dan menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya.
"Kau pikir cukup dengan minta maaf? Aku menunggumu di sini sampai 15 menit! 15 menit, Naruto!" ujar Sakura kesal sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Ugh! Aku.. Aku nggak mau tau lagi tentangmu! Dasar Naruto Baka!"
Sakura-pun segera berlari ke arah pintu atap sambil membawa sebuah bungkusan yang sedari tadi tidak menarik perhatian Naruto. Naruto sendiri yang kurang peka, malah hanya bisa kepergian kekasihnya sambil menghela nafas. Bagaimanapun, ini bukan kali pertamanya perempuan berambut merah muda itu marah-marah padanya.
Kedua orang ini sudah dekat sejak kecil karena kedua orangtua mereka saling mengenal satu sama lain. Sewaktu hubungan mereka masih sebatas teman-pun, tidak jarang keduanya terlibat dalam adu mulut yang cukup parah. Mereka saling menyayangi, itu sudah pasti. Tapi ada saja bahan yang perdebatan yang kemudian membawa mereka ke dalam adu mulut yang sengit.
Di mata Naruto, hal sesepele apapun dapat mengundang emosi Sakura. Tapi kadang Naruto sering tidak menyadari kalau hal yang sepele baginya, bukanlah hal yang sepele bagi gadis itu. Dan ketidakpekaan pemuda itulah yang sering kali membuat Sakura merasa jengkel setengah mati.
Biasanya, pertengkaran mereka hanya akan bertahan selama satu atau dua hari karena usaha apapun akan Naruto lakukan untuk mengembalikan mood gadis yang amat disukainya itu. Tapi tampaknya kali ini Sakura sudah begitu kalap dan lelah dengan pertengkaran mereka yang seolah tidak ada habisnya. Belum lagi ketidakpekaan Naruto yang tidak kunjung 'sembuh' meskipun mulut Sakura sudah berbusa untuk memberitahu pemuda itu.
"Sakura-chan!" panggil Naruto yang akhirnya memutuskan untuk tidak berlama-lama berdiam diri dan mengejar Sakura.
Setelah jarak mereka cukup dekat, Naruto langsung menarik tangan Sakura yang tidak memegang bungkusan.
"Hei!"
"Lepasin! Mending kau segera kembali ke pacarmu yang sebenernya! Entah Kiba atau Shikamaru itu!" ujar Sakura keras kepala sambil menarik tangannya.
Sakura kembali berjalan cepat menuruni tangga dengan Naruto yang tetap mengejar di sisinya. Sekejab saja, adu mulut di antara mereka menarik perhatian beberapa siswa yang berada di dekat mereka. Tapi siswa-siswi sekolah itu seolah sudah terbiasa untuk menyaksikan 'pemandangan' yang cukup sering itu. Mereka hanya melirik sekilas sebelum berlalu begitu saja.
"Hei, Sakura-chan! Aku kan hanya terlambat 15 menit! Dan lagipula, begitu aku ingat aku langsung berlari ke tempat itu! Lari 5 tingkat! 5 tingkat lho, Sakura-chan!" ujar Naruto sambil mengangkat tangannya dan menunjukkan jumlah 5 dengan jari-jarinya.
Sakura melirik Naruto sekilas. Badannya memang cukup basah oleh keringat. Tapi itu tidak menjadikannya excuse untuk semudah itu mendapatkan kata maaf darinya.
"Lalu kenapa? Aku juga menunggumu 15 menit di bawah sinar matahari! Kau kira aku enak-enakan menunggumu, hah?"
"Yah… Kenapa kau memilih tempat panas itu?" balas Naruto entah polos entah bodoh. Sudah tau Sakura tengah marah besar, ia malah seolah memprovokasi gadis berambut merah muda tersebut.
TIK.
Sakura mengertakkan gigi-giginya.
TIK!
"Dasar…"
TIK!
"NARUTO BAKAA!" teriak Sakura sambil melempar bungkusan yang cukup berat tersebut ke arah dada Naruto.
TENG. TENG.
Keterkejutan Naruto karena dilempar bungkusan tersebut oleh Sakura berganti menjadi keterkejutannya akibat bunyi lonceng yang ia ketahui berasal dari jam tua yang ada di belakangnya saat ini. Tidak hanya Naruto yang kaget, Sakura-pun merasakan hal yang sama. Keduanya pun menatap bingung, bercampur kesal, karena jam yang tiba-tiba berbunyi tanpa melihat situasi ini. Untuk beberapa saat lamanya, mata keduanya terpaku pada detik jam yang mendadak bergerak mundur dengan cepatnya. Terus berputar sampai akhirnya putaran tersebut berhenti dan jam bergerak dengan normal kembali.
Kekagetan yang dirasakan keduanya pun berhenti seiring berhentinya keanehan yang terjadi pada sang jam. Sakura kembali menyadari amarahnya pada Naruto dan ia langsung berlari ke bawah, meninggalkan pemuda berambut kuning jabrik itu.
"A…" ujar Naruto saat melihat kekasihnya sudah lari. Tapi kali ini ia urung langsung mengejar Sakura dan memilih untuk berjongkok dan melihat bungkusan yang tadi dilemparkan Sakura padanya.
"I..ni…?" tanya Naruto pada dirinya sendiri. Mata birunya terbelalak, menatap tak percaya pada bungkusan yang cukup berat tersebut.
Sebuah kotak bekal dua tingkat.
Dan begitu Naruto membuka isi salah satu kotak, yang pertama menarik perhatian Naruto adalah sebuah bentuk hati berwarna hitam di tengah-tengah landasan berwarna putih. Nori berbentuk hati di tengah-tengah nasi putih yang tampak menggoda. Meskipun sudah agak berantakan akibat dilempar Sakura tadi, tetap saja bekal tersebut masih menarik minat untuk dimakan.
"Kh! Sakura-chan!" teriak Naruto sambil terburu-buru membereskan bungkusan itu lagi dan berlari ke bawah. Naruto menengok ke kanan dan kiri sebelum memutuskan untuk berlari ke kanan, ke arah di mana kantin sekolah terdapat.
Begitu Naruto sudah melesat, Sakura mengintip dari arah ruang kesehatan sekolah yang ada di arah kiri. Gadis berambut merah muda itu kemudian menghela nafas saat mata hijaunya menatap punggung Naruto yang sudah terburu-buru lari.
"Baka…" gumamnya kecil dan penuh kesedihan.
"Yah… Aku memang baka," ujar sebuah suara yang mendadak ada di belakang Sakura.
Jantung Sakura berdetak sedikit lebih cepat karena kaget. Ia segera menengok dan dengan terbata-bata ia berkata, "Eh.. M-Maaf! Aku bukan mengata-ngataimu!"
"Ng? Oh! Gakpapa. Kebetulan, aku memang sedang merasa bodoh saat ini!" ujar cowo berambut kuning yang agak jabrik itu sambil tersenyum sedih.
Sedikit mirip Naruto memang. Hanya saja, bagian rambut yang menutupi telinganya membuatnya berbeda dari kekasih Sakura. Lagipula pemuda di hadapannya ini tidak memiliki tiga garis lengkung di masing-masing pipinya. Jelas ia bukan Naruto.
Meskipun demikian, Sakura tetap merasa pernah melihat pemuda ini. Bukan hanya karena ia mirip Naruto tapi karena ia merasa memang pernah melihatnya. Sialnya, Sakura tidak ingat di mana dan kapan ia pernah bertemu pemuda ini.
"Eh? Kau murid kelas 1?" tanya pemuda di hadapan Sakura itu dengan tampang menyelidik. "Tampangmu asing sekali?"
"Hah?" Sakura mengerjab-ngerjabkan matanya dengan heran. "Aku kelas 2 koq!" ujar Sakura lagi.
"Masa?" seru pemuda itu sambil terbelalak. Alisnya kemudian berkerut sebelum ia memegang dagunya seolah ia tengah berpikir dengan keras. "Aneh," ujarnya lagi, "Padahal aku juga kelas 2. Tapi aku merasa nggak pernah melihatmu! Padahal kau tampak mencolok dengan rambut seperti itu…"
"Oh? Ini?" ujar Sakura sambil memegangi rambut pendeknya. Pemuda itu tersenyum mengangguk. Sakura-pun menanggapinya dengan balas tersenyum.
"Ngomong-ngomong, tadi kau mengatakan 'baka' untuk siapa sih?" tanya pemuda misterius itu lagi sambil berjalan ke arah tangga. Ruang kelas 1 dan 2 ada di lantai 2. Karena ia dan Sakura sama-sama kelas 2, maka ia pikir Sakura tidak keberatan kalau ia mengajaknya ngobrol sambil berjalan menuju ke kelas mereka.
Sakura memang tidak keberatan. Ia mengikuti pemuda itu saat si pemuda mulai menapakkan kakinya selangkah demi selangkah menaiki tangga. Tapi, setelah sampai di lantai 2 pun, Sakura tak kunjung menjawab pertanyaan ringan yang dilontarkan pemuda-misterius-mirip-Naruto itu.
Si pemuda tampak kebingungan dengan reaksi Sakura. Tapi kemudian ia menyeringai sambil bersender ke salah satu jendela yang ada di lorong lantai 2 tersebut.
"Hahaha! Bertengkar dengan pacarmu ya?"
Sakura tersenyum tipis.
"Rasanya nggak ada hari tanpa pertengkaran kami…" ujar Sakura lemah.
Pemuda itu melihat Sakura dengan tatapan tertarik. Tapi mendadak Sakura menggeleng.
"Kau sendiri?" Sakura bertanya balik pada pemuda tersebut. "Kenapa kau tadi mengatakan bahwa kau sedang merasa bodoh?"
"Sama denganmu," jawab pemuda itu santai. Ia kemudian melirik ke arah salah satu plang yang berada di atas salah satu kelas. Plang tersebut bertuliskan '2-1'. Sejenak Sakura melihat ke plang tersebut sebelum mata emerald-nya kembali melirik ke arah si pemuda tadi.
Rupanya kini tatapan pemuda tersebut sudah beralih, ke salah satu gadis yang tengah berjalan mendekat. Gadis itu tampak asik berbincang dengan rekan sesama gadis di sebelahnya. Asli, gadis itu sangat cantik. Sakura yang perempuan saja rela mengakui kecantikan gadis itu.
Tapi begitu si gadis itu melihat Sakura, sebuah kerutan muncul di alisnya. Lalu dengan suaranya yang terdengar sinis, si gadis itu berkata, "Enak sekali ya jadi cowo! Begitu putus dari pacarnya, dia bisa langsung dapetin cewe lain!"
Sakura tentu saja bingung dengan perkataan gadis tersebut. Tapi kebingungannya tidak lama-lama begitu ia menyadari raut wajah si pemuda tadi berubah.
"Cemburu?" ujar si pemuda itu membalas sambil tersenyum dengan polosnya. Meskipun demikian, Sakura bisa menangkap kesinisan di sela-sela wajahnya yang tampak tidak berdosa.
Si gadis cantik berambut merah panjang itu terdiam sesaat tepat sebelum ia memasuki kelas dengan plang bertuliskan '2-1' di atasnya. Pemuda di samping Sakura itu hanya menyeringai sambil memperhatikan gerak-gerik tubuh gadis tersebut. Sementara, teman-teman si gadis sudah menyingkir saat merasakan aura-aura kemarahan mulai mencuat dalam diri si gadis.
"Say whatever you want, Namikaze!" ujar gadis itu lagi sambil melirik ke si pemuda hanya dari sela-sela bahunya.
"I will, U-zu-ma-ki-sa-n!" jawab si pemuda itu lagi setenang yang ia bisa.
Setelahnya, si gadis tersebut melangkah masuk ke dalam kelasnya dengan kaki yang sedikit dihentak-hentakkan karena kesal. Si pemuda hanya bisa tersenyum lirih dengan tatapan yang sedih.
Berbeda lagi dengan Sakura yang langsung melongo mendengar kedua nama tadi disebutkan.
Yang benar saja!
Namikaze?
Uzumaki?
Bukankah itu adalah marga ayah dan ibu Naruto sebelum menikah?
-o-o-o-o-o-
Di saat yang nyaris bersamaan, di sebuah kantin, Naruto juga tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat mendengar sebuah nama disebutkan.
"Bi.. Bisa ulangi lagi?"
Gadis berdada besar di depannya mengulangi jawabannya dengan heran, "Senju Tsunade!"
"Lalu.. P-pacarmu?"
Gadis itu semakin mengerutkan alisnya. Lalu dengan cepat ia menambahkan, "Mantan! Namanya Haruno Jiraiya! Si mesum paling brengsek di sekolah ini!"
Mulut Naruto kini sudah menganga dengan sempurna. Kalau bukan mimpi, ini pasti mimpi! Tidak ada jawaban lain selain ini adalah mimpi! Tidak mungkin kan dia bisa berada di saat ayah dan ibu Sakura masih mengenyam pendidikan SMA-nya?
Dengan ragu-ragu, Naruto mencubit pipinya sendiri, sekuat tenaga.
"Sakit!" serunya sambil melepaskan cubitannya.
Ini.. Bukan mimpi!
Kalau begitu… Kenapa bisa…?
Time-slip?
"Hei? Kau gakpapa? Kau terlihat pucat!" ujar si perempuan berdada besar itu-Tsunade- sambil menyentuhkan punggung tangannya pada dahi Naruto.
"Ng.. Nggak, nggak, nggak! Aku gakpapa!" ujar Naruto sambil mengibaskan kedua tangannya dan menggelengkan kepalanya sekuat yang ia bisa. Gadis itu hanya bisa mendelik curiga. Tapi begitu Naruto menunjukkan cengirannya, Tsunade langsung menghela nafas.
"Lalu? Sampai mana kita tadi?" ujar Tsunade lagi sambil menyentuhkan ibu jari dan telunjuknya ke bawah dagu.
"I.. Itu… Kita belum mulai bicara apa-apa koq," jawab Naruto gugup, "Tadi kau baru menarik kerah bajuku karena mengiraku orang lain dan mendadak pacar, maksudku, mantan pacarmu datang dan menyingkap rokmu lalu kau marah-marah padanya. Kemudian kau memperkenalkan namamu dan…"
"Ya! Gimana dengan namamu sendiri? Kau siapa?" potong Tsunade sambil mengangkat sebelah kakinya untuk dia tumpangkan ke kaki yang lain. Spontan saja pergerakan gadis bertubuh seksi itu mengundang perhatian beberapa pemuda yang mencuri-curi pandang ke arahnya. Apalagi rok sekolah-nya bisa dikatakan mini dan mengumbar paha gadis itu dengan sedikit jelas. Meskipun demikian, Tsunade sendiri terlihat tidak ambil pusing dan mengabaikan tatapan liar para pemuda serigala itu.
Naruto menelan ludahnya. Begitu mengetahui siapa nama gadis di depannya ini, dia jadi ragu-ragu untuk menyebutkan namanya. Bagaimana tidak? Gadis di hadapannya ini, juga mantan pacar gadis ini, dikenali Naruto sebagai orangtua dari kekasihnya-Sakura. Dan seingat Naruto, ayah serta ibunya juga satu sekolah walaupun beda angkatan dengan ayah dan ibu Sakura. Ayah dan ibu Sakura lebih tua 1 tahun dibandingkan ayah dan ibunya.
Jika benar ia sedang mengalami time-slip sampai ke masa-masa di mana ayah dan ibunya, serta ayah dan ibu Sakura bersekolah, artinya ia tidak boleh gegabah kan? Salah satu langkah saja dan keduanya tidak akan lahir.
Tidak! Naruto jelas tidak mau hal tersebut terjadi.
"E.. eh.. N-Naruto! Namaku Naruto!" jawab Naruto sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
"Itu nama margamu?" tanya Tsunade lagi sambil meletakkan sebelah tangannya di bawah dagu.
"Bu-bukan sih. Itu nama kecillku! Hahaha!" jawab Naruto sambil tertawa getir.
"Oh…" ujar Tsunade sambil menyeringai. "Jadi gakpapa nih kupanggil Naruto aja?"
Naruto mengangguk cepat.
"Kau kelas berapa, Naruto?" tanya Tsunade lagi.
Belum sempat Naruto menjawab, mendadak mantan pacar Tsunade, Jiraiya, datang kembali. Pemuda berambut putih dengan tampang mesum itu kemudian merangkul leher Naruto sebelum berkata, "Sebaiknya kau berhati-hati ama cewe di hadapanmu! Dia itu monster siput keriput dalam wujud perempuan berdada besar!"
Sekejab, Tsunade langsung bangkit berdiri dari kursinya dan mengejar Jiraiya yang sudah berlari menjauh.
"TUNGGU! DASAR KAU BRENGSEK MESUM!" teriak Tsunade sambil mengejar Jiraiya. Bahkan, di luar dugaan Naruto, gadis berambut pirang yang dikuncir dua itu langsung mengangkat salah sebuah kursi yang senggang untuk dilemparkannya ke arah Jiraiya.
Naruto melongo di tempat sebelum suatu panggilan dari suara yang dikenalnya menyebutkan namanya.
"NARUTO!"
Naruto menoleh.
"Sakura-chan!" seru Naruto dengan seringai senang di wajahnya. Sakura mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum ia menengok ke kanan kirinya. Matanya tampak mengamati orang-orang yang ada di kantin itu sekilas. Setelah terlihat puas, ia menarik Naruto menjauh dari kantin, menuju ke suatu tempat yang sepi.
Untuk sesaat, Sakura menengok ke kanan kiri, memastikan bahwa tidak ada orang lain di sekitar mereka. Tampangnya terlihat sedikit kalut dan waspada sebelum Naruto berkata.
"Ano.. Sakura-chan…"
"Naruto!" ujar Sakura cepat sambil menengok ke arah Naruto, "Kau sadar apa yang sedang terjadi kan?"
"Eh?" tanya Naruto polos.
"Aku tanya, kau sadar kan kalau kita ini lagi mengalami time-slip?"
Naruto mengangguk-angguk kaku. Sakura kemudian kembali mengalihkan tatapannya. Ia memegang dagunya seolah tengah berpikir kenapa kejadian ini bisa terjadi padanya dan Naruto.
"Ada yang lebih penting, Sakura-chan," ujar Naruto perlahan, "Tadi aku melihat… Kaa-san dan Tou-san-mu sedang bertengkar di sana!"
Sakura melepaskan pegangan tangannya pada dagunya. Ia terbelalak sambil melihat ke arah Naruto.
"Aku.." ujar Sakura sedikit ragu-ragu, "Aku juga melihat Tou-san dan Kaa-san-mu tadi. Dan kupikir.. Kondisi mereka juga jauh dari baik!"
"Eh? Benarkah?" tanya Naruto spontan yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Sakura.
"G-gawat! Mereka harus dibuat berbaikan lagi kan?" ujar Naruto yang terlihat panik.
Sementara, Sakura yang masih belum menyadari kenapa Naruto panik hanya bisa berkata, "Nggak usah sepanik itu juga kan? Lagian, itu urusan mereka! Biar saja mereka menyelesaikan urusan mereka sendiri! Kenapa kita harus repot? Urusan kita aja belum beres! Mending kita mikir gimana cara supaya bisa balik ke zaman kita dan menyelesaikan urusan kita sendiri!" ujar Sakura yang tiba-tiba saja teringat persoalannya tadi dengan Naruto dan langsung menatap pemuda itu dengan sinis.
"Bukan urusan kita?" seru Naruto tidak percaya. "Kalau mereka bertengkar dan nggak berbaikan juga, itu bakal jadi urusan kita, Sakura-chan!"
"Memang ke…"
Sakura terdiam. Wajahnya berubah pucat.
"Kita nggak bakalan lahir?" gumam Sakura pelan.
Naruto mengangguk-angguk dengan penuh semangat.
"Holy sh*t!" umpat Sakura dengan tidak sabaran. "Sekarang kita harus gimana?"
Kali ini Naruto yang memasang 'pose' berpikir.
"Bantu mereka.. Berbaikan?"
"Caranya?" tanya Sakura lagi. Bukan itu yang ia harapkan untuk bisa ia dengar. Tentu saja itu harus dilakukan. Yang sebenarnya menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara untuk membantu kedua pasang manusia yang tengah berseteru tersebut?
"Aku nggak tahu, Sakura-chan? Kau kan yang lebih pintar dariku!" protes Naruto yang sama sekali tidak malu mengakui kalau dia memang lebih bodoh daripada Sakura.
Sakura sudah hendak menghantam Naruto lagi saat itu. Tapi ia sadar, ini bukan waktunya untuk itu sehingga ia hanya bisa menghela nafas panjang.
"Untuk sementara, kita gencatan senjata!" ujar Sakura sambil berkacak pinggang. "Lalu kau… Bantu Tou-san dan Kaa-san-ku berbaikan sementara aku akan mengusahakan agar Tou-san dan Kaa-san-mu berbaikan juga!"
"Ng? Apa nggak sebaiknya aku membantu orangtuaku sendiri dan kau membantu orangtuamu sendiri?"
Sakura menggeleng. "Sebaiknya kita jangan sampai terlihat orangtua kita masing-masing! Kau nggak mau kan kalau terjadi sesuatu yang nggak kita inginkan hanya karena kita udah bertemu orangtua kita sebelum kita seharusnya lahir?"
Naruto sejujurnya agak pusing dengan penjelasan Sakura. Tapi ia mengangguk-angguk saja agar Sakura tidak marah-marah lagi di saat seperti ini.
"Baiklah," ujar Sakura sambil berdehem, "Pokoknya usahakan segala sesuatunya agar mereka bisa berbaikan kembali!"
-o-o-o-o-o-
"Mau ke mana, Sakura?" tanya pemuda yang kemudian diketahui Sakura bernama Namikaze Minato. "Bel sudah berbunyi lho? Kau nggak ke kelasmu?"
"Err…" ujar Sakura sambil menggaruk bagian tengkuknya. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Penting!"
Minato mengernyitkan alisnya. "Tentang?"
"Y-Yah… Masalah hidup dan mati! Lahir dan nggak lahir!" jawab Sakura sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Masalah hidup matiku dan Naruto sebetulnya!" batin Sakura.
"Segitunya?" tanya Minato terbelalak.
Sakura mengangguk cepat.
"Baiklah. Mau bicara di mana?"
Sakura menunjuk ke atas. Minato menyetujuinya. Tanpa keduanya sadari, si gadis berambut merah yang merupakan Uzumaki Kushina, dengan status mantan pacar Minato saat itu, mendengar percakapan mereka dan memutuskan untuk membuntuti. Dengan resiko membolos kelas tentunya.
Di atap.
"Hah? Berbaikan dengan Kushina?" ujar Minato sambil menyeringai tidak percaya. Sakura mengangguk cepat. "Oi, oi? Apa ini masalah hidup mati yang tadi kau bilang?"
"M-memang keliatannya nggak seperti keliatannya dan nggak seperti keliatannya, itu keliatannya begitu," jawab Sakura kebingungan. Setelah dipikir-pikir lagi, ia bahkan tidak mengerti apa yang baru saja dia katakan. "Maksudku," ujar Sakura lagi setelah mengatur nafasnya untuk menyingkirkan kegugupannya, "Eh… Temanku.. Bisa mati kalau kalian putus begitu aja!"
Minato semakin mengernyitkan alisnya.
"Jadi begini," lanjut Sakura, "Temanku itu mengagumi kalian berdua! Baginya, kalian itu the perfect couple lah pokoknya! Kalau sampai dia tahu kalian putus, pasti hatinya akan hancur! Dan bukan nggak mungkin dia bakalan menghilang dari muka bumi ini!"
"Bunuh diri maksudmu?" tanya Minato tampak tidak percaya. Sakura hanya tertawa getir.
"Nggak lahir sebenernya!" jawab batin Sakura.
"Aneh juga temenmu itu..." ujar Minato sambil mengelus-elus dagunya. "Apa dia itu… Yah.. Kau tau? Semacam obsesi? Padaku dan Kushina?"
"Iya, iya!" jawab Sakura meng-iya-kan begitu saja. Mau obsesi keq, mau frustrasi keq, ampe mau terasi juga Sakura tidak peduli. Yang penting, Minato dan Kushina harus segera berbaikan kembali. Tidak mau tahu caranya seperti apapun.
"Yah…"
"Nggak usah ikut campur urusan kami!" ujar sebuah suara dari balik pintu menuju atap.
Otomatis saja Minato dan Sakura menengok ke arah asal suara tersebut. Keduanya kemudian terbelalak mendapati Kushina yang sudah memandang mereka, terutama Sakura dengan tatapan galak.
"Kalau kau mau merebut Minato, ambil saja dia! Nggak usah pake basa basi dan menyuruhnya untuk kembali padaku!" ujar Kushina sinis.
"Bu-bukan begitu!" ujar Sakura cepat sambil mengibaskan kedua tangannya.
"Betul juga sih! Alasan tadi terlalu mengada-ada! Jadi Sakura-chan sebenarnya mau 'nembak' aku nih?" ujar Minato santai.
Kushina tampak mendelik marah mendengar perkataan Minato itu. Gadis itu sudah menunjukkan aura-aura membunuh yang membuat Sakura bergidik dengan hebatnya.
"Hiii…" ujar batin Sakura ketakutan. Gadis berambut pink itu bahkan sudah mengambil langkah mundur beberapa langkah.
Tapi tanpa melakukan apapun, Kushina langsung berbalik dan meninggalkan keduanya di sana. Situasi makin runyam. Dan Sakura baru berniat mengejar gadis satu itu sebelum suara Minato menghentikannya.
"Ah.. Lagi-lagi begini…" ujar pemuda itu sambil terduduk di lantai atap sekolah tersebut. "Maaf ya, Sakura-chan, kau jadi melihat pemandangan yang nggak mengenakkan!"
Sakura menatap Minato beberapa saat sebelum ia akhirnya mengambil tempat duduk di sebelah Minato.
"Sebenarnya.. Kalian bertengkar karena apa?"
Minato tersenyum.
"Kushina itu… Selalu menanggapi sesuatunya secara serius! Hal sepele-pun bisa membuatnya marah! Pertengkaran kami yang terakhir ini…." Minato membiarkan ucapannya tergantung beberapa saat sebelum ia menoleh ke arah Sakura. "Kalau kau mendengarnya kau pasti tertawa!"
Sakura menggeleng. Mana bisa dia tertawa di saat yang mengancam 'keberadaan' kekasihnya.
Minato menghela nafas sambil tersenyum kecil.
"Dia membuatkanku bekal yang rasanya sangat membunuh!" ujar Minato akhirnya, dengan sebuah seringai yang jahil.
"Ng?"
"Berkali-kali," sambung Minato lagi sambil melihat ke arah langit. "Yah, dia memang tomboy dan nggak gitu bisa mengerjakan urusan rumah tangga. Tapi, bukan itu yang kupermasalahkan." Minato berhenti sebentar untuk mengambil nafas. "Yang kulihat, setiap ada bekal baru yang ia berikan padaku, tangannya pasti penuh plester. Entah luka bakar, entah luka tergores, atau malah luka kepotong!"
Sakura mengangguk penuh pengertian.
"Sampai suatu hari aku bilang padanya bahwa ia nggak usah membuatkanku bekal. Dan yah.. Tiba-tiba dia marah. Dia bilang aku nggak menghargai usahanya dan segala macamnya. Padahal aku cuma nggak mau melihat dia terluka seperti itu. Tapi karena dia udah terlanjur marah-marah, aku jadi sedikit terprovokasi dan selanjutnya…"
Minato menghentikan kata-katanya dengan sebuah senyum. Tentu saja Sakura mengerti maksud kata-kata pemuda itu walaupun ia membiarkan kalimatnya menggantung.
"Kalau begitu… Ayo berbaikan lagi dengan Uzumaki-san!" ujar Sakura bersemangat.
"Eh?"
"Ini cuma salah paham kan? Makanya, kalian harus segera berbaikan kembali!"
-o-o-o-o-o-
"Nggak!" ujar perempuan berambut pirang itu dengan tegas.
"Oh? Ayolah Senju-san!" bujuk Naruto setengah mati.
Perempuan yang dipanggil Senju itu hanya menggeram sambil memelototi Naruto dengan galak. Saat itu, keduanya kembali berbicara di kantin. Tempat itu sepi, tentu saja. Karena selain keduanya, hanya ada beberapa petugas kantin yang melihat mereka dengan heran. Siswa-siswi lain? Sedang belajar di kelas masing-masing.
"Kenapa kau ngotot, heh?"
"S-Soalnya.. Kalau kau nggak berbaikan dengan Haruno-san. Teman.. Bukan! Pacarku bisa menghilang!" jawab Naruto jujur.
"Dan apa asosiasinya?" tanya perempuan itu lagi sambil menahan wajahnya dengan sebelah tangan.
"Eh.. Itu…"
Sekarang Naruto jadi kebingungan sendiri menjawab pertanyaan perempuan yang bernama lengkap Senju Tsunade itu. Dia menggaruk-garuk kepalanya dengan salah tingkah dan kemudian menunduk, seolah di lantai terdapat sebuah contekan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Tsunade, si gadis mulai mengetuk-ngetukkan jarinya dengan tidak sabar di atas meja. Ia menanti jawaban Naruto. Tapi karena jawaban tidak kunjung keluar dari mulut pemuda itu, akhirnya ia menghentikan ketukan jarinya dan langsung berdiri dari kursinya.
"Sudahlah! Apapun yang kau katakan, aku nggak akan mau balik ama si mesum itu! Aku nggak tau kau dibayar berapa ama dia buat mendesakku memaafkannya. Yang jelas, aku nggak akan mengubah keputusanku!"
"A.. a…" jawab Naruto tidak jelas. Yang jelas, pemuda satu itu merasa semakin panik saat itu. "Ja-Jangan begitu! Padahal kau masih menyayangi dia kan? Kalian saling menyayangi kan?"
Tsunade terdiam.
"Kenapa kalian harus bertengkar padahal kalian masih saling menyayangi?"
"Aku benci.. Ketidakpekaannya!" jawab Tsunade dengan wajah yang sedikit tertunduk. "Dia seenaknya saja mempermainkanku! Mengejek dan mengolok-olokku! Memang dia pikir aku siapa? Walaupun seperti ini aku juga kan.. Perempuan!"
Naruto terdiam.
"Kau mengerti kan? Kami nggak bisa cocok! Jadi.."
"Satu kesempatan lagi! Beri dia satu kesempatan lagi!" desak Naruto yang kali ini juga sudah berdiri dari kursinya. Kedua tangannya menekan meja sehingga badannya sedikit membungkuk.
Tsunade memandang Naruto dengan sedikit terbelalak. Dia heran, kenapa pemuda ini mati-matian memintanya kembali pada Jiraiya-sang mantan?
"Oi… Ceritamu soal pacarmu yang akan menghilang kalau aku nggak baikan sama Jiraiya itu.. Beneran?" tanya Tsunade sambil terkekeh kecil. "Kenapa kau serius sekali ingin aku berbaikan dengan Jiraiya sih?"
Naruto tidak menjawab dan hanya memandang Tsunade dengan tatapan paling seriusnya. Gadis satu itu sedikit tercekat. Tapi akhirnya ia menghela nafas.
"Baiklah! Kalau begitu, ayo kita bertaruuh terlebih dahulu!"
"Eh?"
"Kalau si bodoh Jiraiya itu bisa berhenti mengejek dan menggodaku dalam sehari saja, maka aku akan mempertimbangkan untuk kembali padanya! Gimana?" ujar Tsunade sambil menyeringai.
Seolah mendapat pencerahan, Naruto kembali bersemangat.
"Kapan dimulainya?"
Tsunade melirik ke jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kirinya.
"Sekarang," ujarnya sambil menyeringai ke arah Naruto, "Dan berakhir besok di jam yang sama!"
"Setuju!" jawab Naruto riang.
"Tapi, kalau dia mengejekku dalam rentang waktu itu, artinya kau kalah dan kau harus menceritakan segala sesuatu tentang yang kau sembunyikan dariku! Salah satunya, soal pacarmu itu!" ujar Tsunade sambil menyeringai geli. Bagaimanapun, ia tidak sepenuhnya percaya dengan cerita Naruto soal pacarnya yang akan menghilang hanya karena ia dan Jiraiya tidak berbaikan kembali. Menurut Tsunade, cerita itu tampak mengada-ada. Dan satu-satunya alasan Tsunade mengajukan taruhan itu adalah karena ia melihat keseriusan di mata Naruto.
"Kau setuju?" tanya Tsunade setelah memberikan Naruto sedikit waktu untuk berpikir.
Naruto tampak bersemangat dan ia pun mengangguk.
"Baiklah. Kita sudah setuju! Sekarang aku akan menetap sementara di ruang kesehatan sambil menunggu pergantian jam pelajaran!" ujar Tsunade lagi sambil beranjak berdiri. "Lalu.. Kau?"
"Nggak usah mengkhawatirkanku. Aku akan ke kelas nanti!" ujar Naruto sambil nyengir, memperlihatkan gigi-giginya yang putih dan cukup rapi.
Setelah itu, Tsunade melengos dan memasuki gedung sekolah untuk menuju ke ruang kesehatan sekolah sesuai kata-katanya.
Naruto sendiri awalnya tampak berpikir mengenai langkah yang selanjutnya akan dia lakukan. Setelah dia tau apa yang akan dia lakukan, ia pun mulai beranjak ke dalam gedung sekolah. Ia naik sampai ke lantai 3, di mana ruang kelas 3 berada. Naruto kemudian sedikit melongok ke dalam setiap kelasnya, berusaha mencari tahu di mana kelas dari pemuda yang bernama Haruno Jiraiya itu.
"Lho? Kau yang tadi siang bersama si monster dada itu kan?"
DEG!
Naruto berbalik sebentar untuk melihat pemuda berambut putih yang tengah menggenggam sesuatu semacam sapu tangan. Sepertinya pemuda itu baru dari toilet. Naruto pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk segera menarik pemuda itu ke ruangan yang sepi.
"O, oi! Apa yang mau kau lakukan?" seru pemuda bernama Jiraiya itu saat mendadak tangannya ditarik begitu saja oleh Naruto.
"Ada yang mau kubicarakan padamu! Sebentar saja!"
Jiraiya-pun tidak protes lagi setelahnya. Kebetulan saat itu adalah saat mata pelajaran yang dibencinya. Jadi dia sedikit tidak peduli kalau dia ditarik untuk membolos kelas saat itu.
"Lalu?" ujar Jiraiya saat Naruto sudah berhenti menyeretnya. "Ada keperluan apa denganku?"
"Kembalilah pada Senju-san!" seru Naruto tanpa basa-basi. Tentu saja Jiraiya langsung membelalakkan mata sipitnya mendengar pernyataan yang lebih mirip perintah itu.
Tak pelak lagi, tawa Jiraiya pun pecah pada akhirnya. Naruto tidak menganggap bahwa perkataannya itu lucu sehingga ia hanya bisa cemberut melihat reaksi Jiraiya.
"Oh! Si Tsunade itu yang memintamu melakukan ini? Hee... Kenapa nggak dia sendiri yang memintanya?" tanya Jiraiya sambil berkacak pinggang. "Pake kurir segala! Sok pemalu sekali dia!"
"Bukan begitu!" bantah Naruto cepat. "Dia sebenarnya mengatakan nggak mau balikan denganmu, tapi aku memaksanya!" ujar Naruto terus terang.
Tawa Jiraiya hilang. Lalu ia kembali berkata, "Kalau memang dia nggak mau, lalu kenapa aku harus mau?"
"Eh? Maksudku.. Dia sudah mau!" ralat Naruto. "Asalkan Haruno-san berjanji nggak akan mengejeknya selama 1 hari!"
"Kalau aku yang nggak mau?" tukas Jiraiya sambil memasukkan jari kelingking tangan kirinya ke telinga. Ia terkesan cuek dan tidak mau menanggapi persoalan ini dengan serius. Ia kemudian meniup bekas kelingkingnya itu sebelum ia menatap Naruto.
Naruto kembali memasang wajah seriusnya. Mata blue sapphire-nya tampak memohon secara tidak langsung. Melihat itu, Jiraiya jadi sedikit salah tingkah. Entah kenapa, pemuda di hadapannya itu seolah bisa membaca langsung ke dalam hatinya.
"Kau… Dan Senju-san…" ujar Naruto.
"Aaah! Stop, stop!" seru Jiraiya sambil mengangkat sebelah tangannya. Naruto memiringkan kepalanya sedikit. Kemudian, ia bisa melihat Jiraiya yang tampak merona . Pemuda berambut putih yang agak gondrong itu itu kemudian menggaruk-garuk pipinya dengan tatapan yang mengarah ke arah lain selain Naruto. Mulutnya tampak mengerucut sebelum ia berkata, "Jadi itu persyaratan yang dikatakan Tsunade? Nggak boleh ngejek dia selama 1 hari?"
Perlahan tapi pasti, senyum mengembang di wajah Naruto.
"YA!" jawab pemuda jabrik itu dengan senang. "Dimulai dari sekarang, berakhir besok di jam yang sama!"
"Baiklah! Akan kuturuti permainannya!" ujar Jiraiya sambil menghela nafas. "Lalu? Imbalannya kalau aku bisa menahan diri?"
"Ng? Ya jadian lagi ama dia kan?" jawab Naruto polos.
Sekali ini, Jiraiya tampak tidak puas. Ia kemudian mengangkat sebelah telunjuknya. "Aku keberatan! Masa aku nggak dapat apa-apa setelah berhasil menahan diri? Bilang pada Tsunade, kalau aku bisa menahan diri selama 1 hari ini, dia harus menuruti apapun permintaanku untuk 1 hari ke depannya!"
"Hah?"
"Sana bilang ama Tsunade!" ujar Jiraiya dengan sikap layaknya bos besar sedang menyuruh bawahannya bekerja.
Naruto menghela nafas.
"Kenapa jadi begini?" batinnya mendongkol sementara ia mengangguk dengan sangat terpaksa.
-o-o-o-o-o-
Bel berdentang, menandakan waktu pulang bagi siswa-siswi Konoha High School. Sakura memanfaatkan hal ini untuk menghampiri Uzumaki Kushina yang sudah akan beranjak pulang bersama teman-temannya yang lain. Untuk sesaat, Kushina mengacuhkan kehadiran Sakura. Tapi sedetik kemudian, gadis itu tampak berbicara pada teman-temannya dan menyuruh mereka pulang terlebih dahulu. Selanjutnya, Kushina berbalik dan langsung menghampiri Sakura.
"Lalu, apa maumu, Nona?" tanya Kushina sinis.
"Kupikir… Kau bisa menyediakan sebentaaaaar saja dari waktumu untuk berbicara denganku?" tanya Sakura dengan berhati-hati.
"Minato yang menyuruhmu?"
Sakura menggeleng. "Aku… Melakukan ini untuk diriku sendiri! Karena itu…"
Kushina terlihat tertarik dengan keberadaan Sakura. Ia memang masih marah pada gadis ini tapi entah kenapa insting perempuannya bilang kalau gadis ini bukanlah gadis seperti yang dipikirkannya. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis ini berniat merebut Minato. Yah? Siapa yang tahu hati orang sih? Dan setelah berpikir begitu, Kushina tetap saja tidak menurunkan kewaspadaannya pada Sakura.
"Ikut aku!" ujar Kushina sambil berjalan terlebih dahulu.
Sakura sudah akan mengangguk begitu pikirannya akan Naruto mendadak mengganggunya. Kalau ia pulang begitu saja, bagaimana dengan Naruto? Apa pemuda itu akan mencarinya? Mereka memang janjian akan bertemu lagi nanti di halaman sekolah yang sepi. Tapi Sakura lupa menyebutkan jam pastinya.
"Hei? Jadi mau bicara nggak?" tanya Kushina begitu ia sadar bahwa Sakura tidak mengikutinya dan malah berdiam layaknya patung.
"Eh? Oh! Ayo!"
Ah, Naruto juga bukan anak kecil yang akan menangis meraung-raung hanya karena ditinggal sebentar olehnya. Biar saja!
Dan akhirnya Sakura berjalan berdampingan dengan Kushina sampai gadis itu berbelok di suatu tikungan dan masuk ke dalam sebuah kafe bertuliskan 'Akamichi' di atasnya. Sakura mengamat-amati sebentar kafe ini. Ya, ia ingat. Kafe ini adalah milik salah satu temannya di sekolah. Rupanya sudah berdiri sejak lama juga kafe ini.
"Selamat datang! Ah, Kushina-chan!" sambut seorang anak berambut coklat, agak panjang, dan bertubuh agak gempal.
"Hei, Chouza! Lagi bantu jaga?"
"Begitulah! Nah, mau pesen apa nih?" tanya Chouza ramah sambil mengambil sebuah kertas kecil dan bolpoin.
"Teh jasmine!" ujar Kushina cepat. "Kau?" tanyanya pada Sakura.
"A-Anu.. Air putih aja!" jawab Sakura gugup. Ia tidak yakin kalau dia membawa uang saat itu. Di kantongnya tidak ada barang apapun kecuali sebuah handphone yang mati total sejak ia sampai di sini.
"Oke! Sebentar ya!" ujar Chouza sambil melangkah masuk ke dalam.
Kushina sendiri sudah mengambil tempat duduk di suatu pojokan yang tidak akan menarik perhatian banyak orang. Tempat itu juga tidak akan dilalui orang lalu lalang. Sakura menghela nafas lega, setidaknya pembicaraannya tidak akan menjadi konsumsi publik.
"Lalu? Mau bicara apa?"
Sakura sedikit tersentak sebelum ia berkata.
"Oh! Iya! Soal pacarmu…"
"Mantan!" potong Kushina sinis.
"Mantan," ulang Sakura lemah, "Dia nggak bermaksud merendahkanmu dengan menyuruhmu berhenti memasakkannya bekal!"
"Cih! Dia cerita padamu ya?"
Sakura mengangguk, "Sedikit."
"Dia bilang apa saja tentang aku?" selidik Kushina lebih lanjut.
Sakura ragu-ragu apa dia akan memberitahu pendapat Minato lebih jelas atau menyimpan itu untuknya sendiri saja. Untunglah, kedatangan Chouza dengan minuman yang mereka pesan memberi Sakura sedikit waktu untuk memikirkan jawaban apa yang harus diberikannya.
Akhirnya, Sakura memutuskan untuk menyampaikannya, dengan bahasa lebih halus yang dirancangnya sendiri.
"Namikaze-san itu sangat menyayangi Uzumaki-san," ujar Sakura memulai jawabannya, "Dia hanya khawatir melihat Uzumaki-san yang selalu terluka setiap kali membuatkan bekal. Dan.. Uhm.. Kurasa Uzumaki-san salah menanggapi hal tersebut sebagai bentuk ejekan?"
Kushina terdiam.
"Mungkin kadang.. Perempuan seperti kita memang tidak bisa melihat kesungguhan dalam setiap kata-kata atau tindakan seorang laki-laki. Yang kita lihat hanyalah 'ada sesuatu' di balik setiap tindakan yang mereka lakukan. Lalu kemudian kita marah-marah begitu saja tanpa mau membuka kesempatan bagi mereka untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi!" jelas Sakura panjang lebar. Sebuah senyum tipis yang terlihat sedih kini terpampang di wajah Sakura. "Harusnya, kita menanggapi segala sesuatunya lebih santai dan nggak terburu-buru menarik kesimpulan."
"Dari kata 'kita' yang kau gunakan, jangan-jangan kau juga…"
DEG!
Sakura sedikit tersentak saat mendengar kecurigaan Kushina. Mungkin tanpa sadar, Sakura membandingkan masalah Kushina dengan masalahnya sendiri. Dan dengan demikian, ia pun mendapat jawaban bagi masalahnya dengan Naruto.
Sakura tersenyum kecil. Meskipun demikian, Kushina dapat melihat kelembutan dalam senyuman gadis tersebut. Seolah salah tingkah, Kushina jadi memainkan jari-jarinya. Lalu ia memegang gelasnya dan langsung menenggak teh jasmine-nya dalam sekali teguk.
Sakura hanya melongo melihatnya. Dan gadis berambut merah muda itu semakin melongo saat mendengar Kushina berkata.
"Kurasa.. Kau benar! Aku.. Aku akan bicara pada Minato besok!" ujarnya dengan wajah yang sedikit merona kemerahan, membuat wajahnya jadi berwarna senada dengan warna rambutnya.
Sakura langsung menyunggingkan senyuman lebar. Sebuah senyum terbaiknya hari itu.
"Sebagai gantinya.." ujar Kushina lagi dengan sebuah senyuman yang mantap, "Kau juga harus menyelesaikan masalahmu dengan cowomu ya?"
-o-o-o-o-o-
"NARUTO!" teriak Sakura saat ia sudah melihat Naruto di halaman sekolah tempat mereka janji bertemu. Pemuda satu itu tampak sedang duduk di atas batu bata yang disusun mengelilingi bunga-bunga taman sebagai pembatasnya.
"Sakura-chan.." jawab Naruto lemas.
"Dengar!" ujar Sakura dengan bersemangat, "Kaa-san-mu sudah setuju untuk bicara baik-baik dengan Tou-san-mu! Kurasa besok mereka sudah akan berbaikan kembali."
Naruto tersenyum lemah. "Arigatou…"
Akhirnya Sakura menyadari kelesuan Naruto. Ia pun mengambil tempat duduk di sebalah Naruto dan bertanya pada pemuda itu mengenai apa yang terjadi padanya. Awalnya, Naruto hanya mengatakan bahwa ia kelaparan. Nyaris saja Sakura menghajarnya keras karena sudah membuatnya khawatir.
Tapi nyatanya, bukan cuma masalah lapar yang membuat Naruto tampak lemas seperti itu. Pasalnya, setelah ia menghabiskan isi bekal yang dibuatkan Sakura untuknya –ya, bekal dari tadi siang yang belum disentuhnya sama sekali sampai sekarang –Naruto tetap saja menunjukkan wajah lesunya.
"Ada apa?" tanya Sakura lagi. "Apa bekalnya.. Nggak enak?"
"Bukan, bukan! Bukan itu! Bekal buatan Sakura-chan sangat enak!" ujar Naruto tampak panik. Dia tidak ingin Sakura salah paham terhadap tingkah lakunya dan memperumit masalah yang tengah mereka hadapi.
"Lalu?" tanya Sakura sambil menyelipkan sebagian rambut merahnya ke belakang telinganya.
"Itu… Haruno-san dan Senju-san…"
Sakura mengernyit mendengar marga kedua orangtuanya disebut.
"Bertengkar makin parah!" ujar Naruto sambil menunduk dan kemudian mengacak-acak rambutnya dengan kasar, tampak frustrasi.
"Kenapa bisa?"
Naruto menceritakan kejadian yang terjadi antara Tsunade dan Jiraiya. Setelah Naruto memberi tahu syarat Jiraiya pada Tsunade, gadis itu kembali naik pitam dan meminta Naruto mengatakan agar Jiraiya tidak seenaknya. Sekali lagi, Naruto diminta menyampaikan pesan amarah Tsunade itu pada Jiraiya. Dan setelah itu, pemuda berambut pirang itu menjadi kurir dan berlarian di antara lantai 1 dan lantai 3. Mungkin itu alasan satu lagi pemuda itu bertampang lesu. Kelelahan.
"Dan yah.. Dalam sekejab mereka langsung saja bertengkar kembali saat bertemu waktu pulang sekolah tadi! Perjanjian dengan ibumu batal dan ayahmu itu semakin bertingkah konyol dan mengejek ibumu!" ujar Naruto mengakhiri ceritanya. Ia menghela nafas di saat akhir.
"A… Pa kau bilang?" tanya Sakura dengan mata yang terbelalak besar.
Naruto tidak berani mengulangi kata-katanya ataupun menatap Sakura. Ia hanya bisa menunduk dalam diam.
"BAKA!" teriak Sakura sambil berdiri dari posisi duduknya. "Gimana kalau mereka bener-bener nggak mau berbaikan? Gimana kalau sampai akhirnya mereka nggak menikah? Gimana kalau…"
"Sakura-chan!" bentak Naruto yang sudah berdiri saat itu. Ia langsung menarik Sakura ke pelukannya. "Aku.. Aku nggak mungkin membiarkan hal itu terjadi kan? Aku nggak mungkin membiarkan Sakura menghilang!"
"T-tapi.."
"Hari ini memang kesalahanku! Tapi besok aku masih akan mengusahakan sesuatu! Pokoknya, Sakura-chan percaya saja padaku!" ujar Naruto pelan sambil menjauhkan sedikit pelukannya dari Sakura. "Ya?"
Naruto menatap gadis di depannya itu dengan pandangan sayang. Sakura balik menatapnya dengan tatapan yang sedikit berkaca-kaca. Tapi akhirnya gadis itu mengangguk perlahan.
"Bagus!" ujar Naruto lagi sambil merangkum wajah Sakura dengan kedua tangannya, mengangkat wajah itu kembali dari posisi tertunduknya. "Pokoknya, Tou-san dan Kaa-san-mu pasti akan kubuat berbaikan kembali!"
Sakura menyentuh punggung tangan Naruto dengan lembut. "Bagaimana caranya? Kau ada ide?"
"Nggak! Sama sekali!" ujar Naruto yang berbalik lemas dan kemudian menghela nafas panjang.
Sakura mengernyit kembali mendengar jawaban itu. Lalu, masih dengan wajah yang tertunduk, Naruto melirik Sakura dengan mata birunya. Sebuah senyuman manis diperlihatkan cowo itu seraya berkata, "Tapi… Sakura-chan percaya padaku kan?"
Kali ini mata emerald Sakura sedikit membesar. Lalu sambil memukul kepala Naruto secara perlahan, Sakura menjawab dengan ketus, "Itu pertanyaan bodoh yang nggak perlu jawaban kan?"
Naruto terkekeh kecil.
"Tapi inget ya," ujar Sakura, "Bukan berarti aku udah memaafkanmu soal keterlambatan 15 menit itu! Kita cuma masih dalam masa genjatan senjata aja makanya aku mau berbaik-baik padamu!"
"Aww~! Sakura-cha~~n!" rengek Naruto manja.
"Yang lebih penting, Naruto… Di mana kita akan tidur malam ini?"
Seolah baru tersadar dengan hari yang mulai menggelap, Naruto hanya bisa menggeleng atas pertanyaan Sakura. Uang mereka tidak punya. Tempat tinggal juga tidak ada.
"Haah.. Nggak ada pilihan lain!" ujar Sakura sambil berkacak pinggang. "Kita akan menginap di sekolah! Di mana ya? Perpustakaan? Ruang kelas? Ruang musik?"
"Pokoknya jangan di ruang biologi dan ruang kesenian! Di sana banyak patung mengerikan!" usul Naruto cepat. Sakura mengangguk.
"Atau mungkin.. Kita bisa menginap di pos penjaga?" usul Naruto lagi setelah mendadak ia mendapat ide tersebut.
"Hah?"
"Tunggu sebentar ya, Sakura-chan! Aku akan bicara dulu dengan satpamnya!"
Naruto langsung berlari tanpa mendengar jawaban Sakura terlebih dahulu. Sakura hanya tersenyum kecil sambil mempercayakan hal tersebut pada Naruto. Dan kepercayaannya tidak dikecewakan. Naruto datang, setengah berlari sambil membentuk lingkaran dengan kedua tangannya. Ia berhasil membujuk satpam, entah bagaimana caranya.
Setidaknya, untuk malam ini, masalah tempat tinggal sudah teratasi. Dan untuk masalah makan, mereka masih bisa menahannya untuk satu hari. Tapi kalau untuk seterusnya mereka tertahan di tempat ini? Siapa yang tahu nasib mereka akan seperti apa?
-o-o-o-o-o-
Keesokan paginya, Naruto dan Sakura terbangun saat sekolah mulai terdengar ramai kembali. Rupanya Paman Satpam yang mengizinkan mereka tidur di pos-nya tidak tega membangunkan mereka pagi-pagi sehingga ia membiarkan Naruto dan Sakura terbangun dengan sendirinya. Seolah belum cukup kebaikan hatinya, Paman Satpam itu juga memberikan dua kotak bekal bagi Naruto dan Sakura. Demi Dewa Jashin yang tidak dikenal Naruto dan Sakura, mereka sangat berterima kasih pada Paman Satpam tersebut.
Setelah mengisi perut mereka, keduanya melakukan sedikit touch-up di kamar mandi sekolah. Memang tidak wangi, tapi setidaknya mereka sudah terlihat segar kembali.
Setelahnya, Sakura langsung menghampiri Naruto yang sudah menunggu di depan toilet wanita.
"Siap melakukan misi?" ujar Sakura sambil tersenyum kecil.
Naruto mengangguk cepat sambil mengacungkan jempolnya.
"Lho? Sakura ya?" ujar sebuah suara yang baru-baru ini dikenal Sakura.
Sakura dan Naruto menengok nyaris bersamaan. Tapi begitu melihat siapa yang memanggilnya, Sakura langsung menolehkan kepala Naruto agar orang tersebut tidak bisa melihat wajahnya.
"H-Hai! Ohayou Namikaze-san, Uzumaki-san!" sapa Sakura ramah sambil mulai mendorong punggung Naruto. Balasan Sakura hanya ditanggapi dengan anggukan lengkap dengan tatapan heran.
Tentu saja gerakan Sakura yang mencurigakan itu mengundang ketertarikan tersendiri bagi pasangan Minato-Kushina yang kini sudah terlihat bergandengan tangan kembali. Sakura mencoba menutup-nutupi tubuh Naruto sebelum gadis itu menendang pacarnya tersebut dan menyuruhnya berlari menjauh.
Naruto langsung melesat secepat yang ia bisa dan membuat Minato dan Kushina hanya bisa memandangnya bingung.
"Hei! Tung-…" seru Kushina yang sudah akan mengejar Naruto.
Tapi Sakura seolah menghalanginya dengan berkata, "Wah! Kalian udah baikan lagi yah? Untunglah!"
Kushina memandang Sakura curiga. "Hei, anak tadi…"
"Oh? Hahaha!" jawab Sakura sambil menggaruk bagian belakang kepalanya sedikit, "Itu… Yang waktu itu aku ceritain! Orang yang terobsesi ama hubungan kalian itu lho! Dia malu karena obsesinya pada kalian udah ketahuan. Makanya dia lari!" tambah Sakura asal.
"Koq gitu? Kalau dia nggak lari, kami juga kan nggak bakal tau kalau dia itu orang yang kau ceritakan! Kalau dia diam aja tadi, aku akan mengiranya sebagai pacarmu, Sakura!" ujar Kushina terus terang.
"Hahaha."
Sekali lagi, Sakura hanya bisa tertawa getir. Tampaknya insting Kushina itu memang tidak boleh diremehkan!
Tapi apa boleh buat. Kalau orangtua-anak itu bertemu sebelum saat yang seharusnya, Sakura tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi. Sebenarnya, dengan ia berada di tengah-tengah orang dari masa lalu ini saja sudah membuatnya tegang, takut kalau ia malah akan membawa perubahan pada masa depan. Tapi sekali lagi, apa boleh buat! Bukan keinginannya untuk ikut campur dalam masalah-masalah yang ada di masa lalu dan kalau dia sekarang malah mengurusi masalah pasangan lain dibanding masalahnya sendiri, itu karena ia sudah tidak punya pilihan.
Minato sedari tadi hanya terdiam sambil mengamati sosok pemuda yang berlari menjauh itu. Yang bisa ia tangkap hanya rambut kuningnya. Tapi entah kenapa, sosok pemuda misterius itu malah membuat Minato merasakan suatu kehangatan tersendiri. Ia kemudian hanya bisa menyunggingkan sebuah senyum yang ditujukannya entah pada siapa sebelum ia merangkul pacarnya kembali.
Kushina tersentak.
"Sudahlah! Nggak usah dibahas lagi kalau itu malah akan membuat Sakura kerepotan!"
Baik Sakura maupun Kushina kini sudah memandang Minato dengan tatapan aneh. Tapi Minato hanya menepuk-nepuk kepala Kushina sebelum ia melayangkan pandangnya ke arah Sakura.
"Aku sih nggak memaksa, hanya menawarkan kalau-kalau kau butuh bantuanku!" ujar Minato lembut. "Tapi kalau kau pikir kau bisa menyelesaikannya sendiri, atau setidaknya berdua dengan pacarmu, aku nggak akan ikut campur!"
Sakura terpesona mendengar ucapan bijak dari Minato itu. Sungguh, bagaimana bisa orang sebijak ini 'menghasilkan' anak seceroboh Naruto? Apa Kushina yang menurunkan sifat yang satu itu? Pemikiran yang jahat mengingat Naruto adalah pacarnya sendiri dan Kushina adalah.. Ehem.. Mungkin calon ibu mertuanya?
"Iya! Baiklah!" ujar Sakura sambil tersenyum, "Terima kasih Namikaze-san!"
"Hei? Setidaknya, boleh kutahu nama pacarmu?" tanya Kushina lagi.
Kalau hanya nama… Mungkin tidak akan kenapa-kenapa kan? Atau sebaiknya jangan?
Sekali lagi, Sakura harus berterimakasih pada Minato karena pemuda satu itu langsung menarik Kushina menjauh sambil berkata, "Jangan maksa Sakura-chan begitu. Lagian, kalau memang saatnya nanti, kita juga pasti akan tau koq! Ya kan? Sakura-chan?" Ucapan terakhir itu kemudian diucapkan Minato sambil mengedipkan sebelah matanya pada Sakura.
Setelah itu, Minato langsung menyeret pacarnya yang-masih-penuh-rasa-ingin-tahu itu menjauh. Sakura hanya bisa tersenyum kecil sambil bergumam.
"Aku jadi ingin cepat-cepat menyelesaikan masalahku dengan Naruto sehingga bisa berjalan berdampingan dengan damai lagi seperti kalian, Namikaze-san, Uzumaki-san!"
-o-o-o-o-o-
"Kau lagi!" ujar Tsunade yang baru sampai di bagian loker dan mendapati Naruto yang seolah sedang menunggunya. "Kali ini apa, hah?" sembur wanita seksi yang tengah memegang tas di belakang pundaknya.
Naruto menatap Tsunade dengan serius sebelum akhirnya pemuda itu.. bersujud di depan Tsunade.
"Kumohon!" kata Naruto dengan tegas dan yakin.
"H-Hei!" seru Tsunade sambil melihat ke kanan dan kiri-nya. Begitu ia mendapati bahwa teman-temannya tengah menatapnya keheranan, ia langsung mendekat ke arah Naruto dan langsung menarik anak itu keluar kembali dari gedung sekolah.
Setelah sampai di belakang gedung sekolah yang jarang dilalui anak-anak, kecuali preman, Tsunade kembali memasang tampang galaknya dan membentak Naruto.
"KAU GILA YA? APA YANG KAU PIKIRKAN SIH? JANGAN MEMBUATKU MALU DONG!"
"Gomen! Tapi…"
Tsunade tampak memijit-mijit kepalanya dengan tangannya yang bebas sebelum ia menghela nafas panjang. Lalu ia mendekat ke arah dahi Naruto dan memberikanya sebuah sentilan di dahi.
Naruto hanya bisa bertanya-tanya dalam hati apa maksud sentilan tersebut. Seolah menjawab pertanyaan yang tidak tersampaikan itu, Tsunade berkata.
"Sorry. Aku tau kau serius. Tapi menyerah saja! Jiraiya dan aku.. Memang nggak ditakdirkan untuk bersama! Kami terlalu banyak berbeda!"
"NGGAK! Kenapa kau berkata begitu? Aku dan Sakura-chan juga banyak perbedaan! Kami selalu bertengkar setiap hari! Tapi…. Aku nggak mau berpikiran kalau Sakura-chan bukanlah jodohku!"
Tsunade tampak terkejut sebelum sebuah seringai menghias wajahnya.
"Cieh! Siapa tuh 'Sakura-chan'? Pacarmu?" ujar Tsunade jail sambil menyikuti lengan Naruto.
Wajah Naruto mendadak memerah mendengar ejekan Tsunade tersebut. Tanpa menyangkal, Naruto berkata.
"YA! Dia.. Pacar yang sangat kusayangi!"
Tsunade tersenyum manis.
"Senangnya jadi 'Sakura-chan'! Punya pacar yang serius begini!"
"Eh? Yah.. Tapi kadang-kadang aku membuat dia marah sih! Kemaren aja contohnya, aku telat datang 15 menit dari waktu perjanjian kami gara-gara aku lupa! Aku malah ke kantin bersama teman-temanku! Padahal selama itu dia menungguku untuk memberikan bekal buatannya untukku! Aku memang bodoh, bisa lupa hal sepenting itu!" ujar Naruto sambil tersenyum lemah.
Tsunade terdiam mendengar cerita atau tepatnya curahan hati pemuda itu. Dia meletakkan sebelah tangannya di atas kepalanya sambil melirik ke arah lain. Mendadak tatapannya tampak tersita pada suatu sesuatu di balik tembok di dekat pipa pembuangan air hujan. Sesuatu itu tampak berwarna merah muda dan setelah mengamatinya beberapa saat, Tsunade yakin kalau itu adalah sosok manusia yang tengah bersandar pada tembok.
Entah kenapa, perempuan berdada besar itu mendadak tersenyum.
"Yah… Kurasa…" Tsunade terdiam sejenak, "Aku bisa mencoba bicara dengan si bodoh itu sekali lagi!" imbuhnya dengan perlahan dengan sebuah senyum kecil.
Perubahan sikap Tsunade itu tentu saja membuat Naruto bingung sekaligus takjub. Ia memasang tatapan 'terima-kasih-tak-terhingga-dengan-membinar-binar-kan-mata'-nya yang membuat Tsunade hanya bisa terkekeh geli.
"Tapi jangan berharap terlalu banyak aja! Karena si bodoh itu saking bodohnya sampai membuatku merasa bodoh juga sih!" ujar Tsunade sambil berkacak pinggang sebelah.
"Gakpapa!" ujar Naruto sambil mengepalkan kedua tangannya dengan bersemangat, "Selama kalian saling menyayangi, menjadi bodoh juga nggak masalah! Untuk saling menyayangi kan nggak perlu IQ tinggi!"
Tsunade lagi-lagi dibuat terbelalak dengan ucapan Naruto. Ia kemudian menggaruk pipinya sekilas sebelum ia menggumam untuk membenarkan perkataan Naruto.
"Yah! Kalau begitu.. Aku akan bicara padanya lagi sekarang! Doakan saja semua berjalan lancar!"
Naruto mengangguk.
"Dan kau!" ujar Tsunade lagi sambil membalik tubuh Naruto dan kemudian menendang pemuda itu sampai terjatuh. "Selesaikan urusanmu dengan pacarmu! Jaa!"
Tsunade beralih dari situ dengan setengah berlari. Ia tampak sedikit panik saat melihat jam tangannya. Naruto sendiri hanya bisa memperhatikan gadis itu dari sela punggungnya sementara ia masih telungkup. Begitu ia hendak bangun, matanya akhirnya menangkap sosok seseorang yang sedang menatap ke arahnya, dengan wajah yang sedikit merona.
"S-Sakura-chan…"
"Naruto.." ujar Sakura perlahan dengan posisi yang masih menyender di tembok.
"Sejak kapan kau di situ?" tanya Naruto sambil bangkit berdiri dan membersihkan pakaiannya sedikit.
Sakura tersenyum sambil menyelipkan sedikit rambutnya ke belakang telinganya.
"Sejak kau berkata nggak mau berpikiran kalau kau nggak berjodoh denganku!" jawab Sakura akhirnya.
"Eh?"
"Setelah kupikir-pikir, nggak ada salahnya kalau kita menyelesaikan masalah kita di sini…" ujar Sakura tanpa berpindah dari tempatnya berdiri sekarang. Justru Naruto-lah yang menghampirinya hingga kini mereka berdiri berhadap-hadapan.
"Sakura-chan.. Mau memaafkanku?"
Perlahan, Sakura mulai menunjukkan senyumannya.
"Sejak awal aku memang nggak bisa marah-marah terlalu lama padamu!" jawab Sakura sambil menunduk. Karena itulah ia tidak melihat cengiran lebar di wajah Naruto. Dan karena itu juga, Sakura hanya bisa terpekik pelan saat Naruto menariknya ke dalam pelukannya.
"Syukurlah!" ujar Naruto sambil mengeratkan pelukannya ke tubuh Sakura dan dagunya sedikit ia tempelkan di pundak Sakura. "Aku nggak bisa bayangin kalau Sakura-chan akan mengacuhkanku selama-lamanya!"
Sakura menggerakkan tangannya perlahan dan meraih punggung Naruto dengan kedua tangannya.
"Aku nggak mau pisah dari Sakura-chan! Kalau.. Kalau aku melakukan sesuatu yang membuatmu nggak suka…"
"Itu sih udah penyakitmu, Naruto! Kurasa kau nggak mungkin hidup tanpa melakukan sesuatu yang nggak kusuka!"
"Eh?" ujar Naruto sambil melepaskan pelukan mereka.
Berkat itu, Naruto bisa melihat wajah Sakura yang merona dan senyumnya yang terkembang. Bunga Sakura saja kalah indahnya dengan manusia bernama Sakura yang ada di hadapannya. Setidaknya itulah pikiran Naruto.
"Kita pasti masih akan sering bertengkar, beradu pendapat untuk sesuatu yang nggak penting. Tapi.."
"Tapi aku nggak akan pernah melepasmu, Sakura-chan!" potong Naruto menggantikan Sakura. Kini pemuda itu sudah menggenggam sebelah tangan Sakura dan tangannya yang lain ia gunakan untuk menyentuh pipi Sakura.
"Jangan pernah melepaskanku, Naruto! Kita.. Harus selalu bersama!" ujar Sakura lagi sesaat sebelum matanya mulai menutup setelah melihat Naruto yang semakin mendekat. Tangan keduanya yang saling bertautan kini menjadi semakin erat seolah enggan berpisah walau apapun yang terjadi saat itu.
Dan tidak lama kemudian, bibir keduanya sudah saling bertemu. Menyebarkan kehangatan tubuh sendiri ke pasangan masing-masing. Setelah ciuman pertama yang singkat itu selesai, keduanya saling tersipu dan tersenyum sesaat sebelum ciuman berikutnya menyusul. Untuk beberapa lama, mereka terus berciuman, hingga kekurangan oksigen menyadarkan mereka untuk segera berhenti.
Setelah itu, mereka berdua mengambil nafas cepat dan saling melempar tawa satu sama lain. Naruto mengusap kepala Sakura dan Sakura meninju perut Naruto perlahan. Keduanya kemudian saling bergandengan tangan dan beranjak ke dalam gedung sekolah.
"Sebenarnya.. Masih ada satu masalah Naruto!" ujar Sakura mendadak.
"Apa?" ujar Naruto yang tampak berseri-seri.
"Gimana kita pulang ke masa kita?"
GLEK!
"B-benar juga ya?" ujar Naruto sambil menatap gadis di sampingnya lekat-lekat.
"Seandainya kita terperangkap di sini… Gimana ya?" tanya Sakura lagi sambil menunduk dan memegangi dagunya.
"Hemhh…"
Awalnya Naruto pun tampak berpikir keras. Tapi kemudian, ia memperlihatkan cengirannya yang biasa sebelum berkata, "Aku sih nggak masalah! Selama Sakura-chan ada di sampingku, di mana-pun aku berada, nggak akan jadi masalah!"
"Gombal!" tukas Sakura sambil tertawa kecil.
"Aku serius lho!" protes Naruto yang tidak terima bahwa ungkapan tulusnya hanya dianggap gombalan oleh Sakura. Melihat protes Naruto, Sakura malah tambah melepaskan tawanya.
"Iya, iya!" jawab Sakura sambil menutup mulutnya sedikit dengan tangan bebasnya yang setengah terkepal.
Tanpa sadar, kaki mereka sudah melangkah sampai di dalam gedung. Mereka membicarakan berbagai kemungkinan sebelum mereka sadar bahwa mereka sudah berdiri kembali di depan sebuah jam kuno yang ada di antara lantai 1 dan lantai 2.
Keduanya kembali terdiam di tempat itu. Kemudian, keduanya saling berpandangan sebelum Sakura berkata.
"Hei, Naruto, apa kau pikir gara-gara jam ini kita sampai terlempar ke masa lalu?" tanyanya sambil setengah menyeringai.
Naruto melipat tangannya di depan dada dan kemudian mengangguk-angguk dengan serius.
"Sebenarnya sudah sejak awal aku kepikiran hal itu!" jawab Naruto yang jelas saja suatu bohong besar. Mana pernah ia berpikiran sejauh itu sementara yang ada di otaknya hanyalah Sakura sebanyak 90% sementara 9,9%-nya tentang kebutuhan dirinya seperti makan, tidur, dan main, berolahraga. Di luar belajar tentunya! Dan 0,1% sisanya? Yah.. Untuk hal-hal yang menurutnya tidak lebih berguna.
"Hehe!" jawab Sakura sambil menggeleng sekilas. "Masalahnya.. Apa dia akan berbaik hati mengantarkan kita kembali?" lanjut Sakura sambil memegang jam tersebut dengan tangannya. Ia tampak mengelus-elus jam tersebut.
Mendadak..
Suara jam jadi terdengar dengan amat jelas.
Sakura dan Naruto berpandangan dengan sedikit semangat dan harapan.
Lalu..
TENG!
TENG!
Jam itu kini berputar cepat searah putaran jarum jam dan kemudian berhenti setelah beberapa kali putaran. Jam itu-pun mulai bergerak normal seperti biasanya.
"Apa.. Yang terjadi?" tanya Sakura takut-takut.
Naruto hanya menggenggam tangan Sakura dan menggeleng. Untuk sesaat, keduanya masih terpaku memandangi jam tersebut.
"Sakura! Naruto! Kalian sedang apa sih? Bel dah bunyi dari tadi!" seru seseorang berambut jabrik dan bewarna coklat. Tato merah berbentuk segitiga terbalik di kedua pipinya langsung membuat Sakura dan Naruto menyadari bahwa itu adalah Kiba. Dan ia tampak berlari terburu-buru dari lantai 1 menuju ke lantai 2.
"Na-Naruto…" ujar Sakura masih sambil melihat punggung Kiba. Naruto tidak menjawab karena ia masih mencoba mencerna kenyataan yang diterima melalui mata biru-nya tersebut.
Tak lama, lewatlah Shikamaru sambil menguap lebar sebelum ia menatap Sakura dan Naruto yang masih tercengang tidak bergerak.
"Apa nih? Mau jadi manekin yang pamer kemesraan?" ujar Shikamaru sambil menyeringai. Tapi dia mengatakannya seolah tidak butuh jawaban karena dia langsung melengos begitu saja dan menaiki tangga ke lantai 2.
"Kita… Kita kembali!" seru Naruto riang setelah Shikamaru hilang dari pandangan.
Sakura langsung beringsut lemas dan terduduk di lantai.
"Syukurlah…" ujar Sakura akhirnya. "Syukurlah!"
Naruto memilih untuk berjongkok di depan Sakura sambil menyunggingkan senyumnya.
"Kenapa Sakura-chan? Baik-baik saja kan?"
"Baka! Aku cuma merasa lega karena kita sudah kembali! Nggak kebayang kalau kita harus tinggal di masa lalu begitu! Rasanya…"
Sakura tidak henti-hentinya menghela nafas lega. Sementara Naruto tidak henti-hentinya tersenyum lebar.
"Yah.. Buatku sih nggak masalah selama bersama Sakura-chan!" ujar pemuda berambut kuning yang selalu tampak bersamangat itu.
Sakura mengangkat wajahnya dan kemudian tersenyum. Naruto kemudian berdiri dan membantu gadis kekasih hatinya itu berdiri.
"Pokoknya, aku akan selalu bersama Sakura-chan! Biar anak kita di masa mendatang nggak bakal merasa ketakutan dan was-was dengan pemikiran bahwa dia nggak bakal lahir!" tambah Naruto lagi dengan polosnya yang membuat Sakura sukses memerah setelah mendengar kata 'anak kita'. "Itu juga kalau anak kita dapat kesempatan kaya kita buat kembali ke masa lalu!"
"Dasar Baka! Bisa-bisanya kau ngomongin soal itu! Itu masih lama tau!" sembur Sakura yang mengarah pada kata 'anak' yang tadi diucapkan Naruto.
"Apanya?"
Ingin Sakura menghantam kepala Naruto saat itu. Tapi ia urung, mengingat kelegaan yang sudah ia rasakan ini jangan sampai dinodai lagi oleh pertengkaran mereka.
"Nggak!" jawab Sakura cepat sambil memulai langkahnya menaiki tangga menuju lantai 2.
"Yang jelas, sepertinya Tou-san dan Kaa-san-ku juga sudah berbaikan yah di masa itu?" ujar Sakura lagi sambil mengamati tubuhnya yang sama sekali tidak mengalami perubahan. "Dan kurasa.. Aku harus mengucapkan terima kasih padamu! Arigatou ne?"
Naruto hanya mengangguk cepat di sebelah Sakura. Senyum tetap belum hilang di wajah pemuda aktif satu itu. Sekali ini, Sakura-pun tersenyum sebelum keduanya memutuskan untuk bergandengan tangan kembali.
Walaupun hanya beberapa saat sebelum tautan tangan mereka kembali terlepas karena harus memasuki kelas yang berbeda, tapi hati mereka yang telah tertaut sedemikian rupa tidak akan mudah untuk dilepaskan. Apapun yang akan terjadi ke depannya, selama mereka masih memegang kepercayaan akan perasaan untuk selalu bersama itu, mereka tidak akan pernah terpisah.
Naruto memang tercipta untuk Sakura dan Sakura adalah hadiah selamanya bagi Naruto.
Itulah sebabnya mereka harus selalu bersama.
Dengar?
Sang jam-pun berdentang pelan sebanyak satu kali seolah menyatakan kesetujuannya.
*** FIN***
HEAAAHHH!
Akhirnya, fic NaruSaku ini selesai juga. Hufft!
Gak nyangka jadinya sepanjang ini. Dan berhubung ini kali pertamanya saya bikin NaruSaku (termasuk Minato-Kushina dan Jiraiya-Tsunade), apa jadinya sedikit OOC ? Gimana pendapat minna-san? Saya sih mencoba menggabungkan sifat asli mereka dengan 'kelabilan' masa remaja. Jadi kalau agak kurang berkenan, maafkan saya ya?X(
Terus buat yang belum jelas, pasangan Jiraiya-Tsunade itu kelas 3 dan Minato-Kushina kelas 2. Soal nama belakang Jiraiya dan Tsunade..Sudah pasti saya cuma ngarang, soalnya saya gak tau nama belakang mereka sih. Dan Jiraiya jadi Haruno ngikutin nama 'anak'-nya di fic ini. nyahaha! Dan kalau yang masih bingung ama endingnya, Naruto dan Sakura itu berhasil kembali ke masa sekarang, tepat di saat yang sama sebelum mereka terlempar ke masa lalu (intinya, di masa sekarang belum lewat 1 hari pun, belum lewat 1 jam bahkan). membingungkan yah? Gomen kalau iya. moga2 sih readers jawabnya nggak. haha
Ohyah, tambahan aja, kotak bekel Sakura itu ketinggalan di masa lalu dan mereka baru sadar pas mau pulang sekolah. Dan dengan amat sangat terpaksa Naruto merogoh kocek-nya untuk membelikan Sakura kotak bekel yang baru, secara dia yang tanggung jawab buat megang kotak itu sebelumnya *gak penting banget sih, memang ada yang nyadar ama si kotak bekel?* :P
Well, fic gaje ini bakal berlanjut 4 chapter lagi (moga2 saya gak keburu males sih) dengan tokoh yang berbeda. Ada yang mau nebak siapa aja pasangan selanjutnya? Ehehehe…
Okay, review please?
Masukan dan kritik membangun amat sangat diharapkan. ;)
~Thanks for reading!~
