- Disclaimer-
VOCALOID 2 © Yamaha

-Fiction-
PURE LOVE © dark 130898

Genre: Romance

Rated: T

Pairing: Rin X Len, Len X Miku

Summary: "Cinta itu tercipta dengan sendirinya. Dan tidak bisa dihilangkan dengan sengaja. Benar kan? Jadi kau tak perlu berusaha keras untuk tak mencintaiku lagi. Kau hanya perlu menjalani waktu seperti biasanya ". Aku sangat mencintai gadis berambut panjang itu. Tapi aku juga tak tega untuk mengacuhkan perasaan kembaranku. Aku tahu betapa sakitnya Rin saat mengetahui aku begitu menyukai , typo.

Check It Out!


CHAPTER 1:

Warning: Len, Miku, Rin = 13 years.

" Len!" kudengar suara lembut seorang gadis dari belakang. Aku mengenali suara itu. "Tunggu sebentar."

Aku berhenti dan berbalik ke arahnya. Jantungku berdetak kencang. Memang itulah reaksiku jika menatap matanya. Aku sendiri juga tidak tahu kenapa. "A-apa?" tanyaku gugup.

"Aku tahu kau ini memang siswa yang jenius," Katanya, membuatku malu. " Karena itu, aku ingin minta bantuan padamu." Lanjutnya.

"Ba- ba- bantuan?" dia mengangguk, " Bantuan apa?"

"Yah... kurasa selama ini kau tahu bahwa aku memang... siswa yang bodoh di matematika." Sampai saat ini, aku masih belum menangkap jelas apa inti pembicaraan kami sekarang, "Karena itu... apa pulang sekolah nanti kau punya waktu? Aku masih belum mengerti tentang materi bab ini..." katanya sambil malu- malu. Wajahku pun kut blushing.

" Yah...i-itu.. boleh saja."

" Nanti, pulang sekolah di kelasmu, ya! Setelah semuanya pulang!" Miku pun berlari lenyap meninggalkanku. Jantungku masih berdebar, apa lagi mengingat senyum manis yang tertoreh di wajahnya tadi.

Kata- kata terakhirnya tadi, 'setelah semuanya pulang!' itu bukan maksudnya 'kita hanya berdua setelah orang lain sudah pulang' kan..?

Aku, Len Kagamine, adalah seorang lelaki yang punya kembaran seorang perempuan, dan kadang aku merasa aku adalah lelaki terpayah di sekolah ini. Kenapa? Karena aku tidak berani menyatakan perasaanku pada gadis kelas sebelah, Miku. Miku memang cantik. Populer. Jago bahasa Inggris dan Prancis. Nilai pelajaran sejarahnya pun selalu seperti aku, yang Cuma bisa matematika. Itu pun kadang- kadang.

Sudah hampir 2 tahun aku mengenalnya. Dan sudah hampir 2 tahun aku memendam perasaan suka padanya. Aku menyukai Miku sejak tes penerimaan siswa baru di Voca- gakuen ini. Kalau diingat, waktu tes penerimaan siswa, dia duduk di depanku. Saat itu tak sengaja aku menjatuhkan lembar soal. Dan kertas itu terbang hingga jatuh ke hadapan kakinya. Dia segera mengambil soalku, dan tersenyum sambil menyerahkanya kembali padaku. Hatiku mulai terpesona olehnya. Dan aku sangat sedih karena tidak bisa sekelas dengan Miku.

Hubunganku dengan Miku memang tidak akrab. Kami tidak setiap hari bertemu. Paling kita Cuma bisa bertemu saat jam istirahat, kebetulan sama- sama ada di kantin . Itu pun tidak saling menyapa. Karena dia telah sibuk bergurau dengan teman- temanya. Sementara aku, Cuma bisa melihat dia tanpa disadarinya. Memang tidak sepenuhnya tidak kenal. Setidaknya dia jadi tahu namaku karena ekstrakulikuler yang kami ambil itu sama. Tapi sekarang, ia sudah berhenti dari ekskul tersebut.

Setelah pelajaran usai, aku duduk diam di dalam kelas. Menunggu Miku datang ke kelasku, sesuai perjanjian kita tadi.

Kelas mulai sepi, dan kelamaan jadi kosong. Hanya aku yang ada di dalam sini. Dan...

KLEEK!

" Len?"

" A-Ah, ba-bab mana yang tidak kau mengerti, Miku?" aku basa- basi, coba membuka percakapan di antara kami.

Dia segera duduk di bangku hadapanku. Jantungku mulai bereaksi lagi. Dia menatap mataku. Aku membuang muka, berharap dia tak melihat semburat merah di pipiku.

" Len... matamu bagus, ya. Warnanya biru."

BLUSH!

Ini pertama kalinya aku dengar Miku memujiku. Aku segera berbalik badan, pura- pura mencari sesuatu di tas-ku.

" Ini. Yang ini aku belum mengerti. Gimana caranya?" dia menunjuk soal nomor 3 di halaman 87. Yah, kucoba untuk menjelaskan padanya.

" Ini? Ini sih, mudah saja. Kau hanya perlu membagi 360 dengan 15, setelah itu, hasilnya tinggal dibagi 7. Mudah kan?" Aku berusaha menjelaskan sebisa mungkin,dan menghilangkan rasa grogi-ku di hadapan Miku

" Oooh.. kalau nomor ini?"

" Bagaimana kalau kita bahas semuanya biar kau lebih mengerti?"

Dan, aku pun menjelaskan semuanya pada Miku. Entah telah berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk mengajari Miku. Dan entah apa sebabnya...
sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan adanya Miku di sekitarku. Jantungku tidak lagi berdebar cepat. Aku mulai bisa bergurau denganya. Aku mulai nyaman dengan keberadaanya di sini.

Lalu...

"Nah, sekarang, semuanya sudah mengerti kan?" Aku bicara tanpa memperhatikan Miku. Namun Miku tak menjawab, "Miku?" Aku melihat ke arahnya, dan kutemukan dia...
tidur pulas di mejanya.

Ha ha

Wajah tidurnya itu berbeda sekali dengan dia yang biasanya. Aku seolah melihat sosoknya yang berbeda, sosoknya yang belum pernah kulihat sebelumnya.

"Miku..."

Aku hanya bisa menatap wajah tidurnya yang polos. Miku memang cantik. Bahkan saat dia tertidur pulas. Takut- takut aku menyentuh rambut panjangnya. Ya. Ini pertama kalinya bagiku menyentuh rambut seorang wanita. Bahkan aku belum pernah menyentuh rambut Rin sama sekali (meski dia adalah kembaranku). Lembut. Wangi rambutnya sampai tercium di hidungku. Baru kutahu ternyata rambut wanita itu sebegini indahnya.

Aku menyingkirkan helai rambut yang turun menutupi sedikit wajahnya. Anehnya,saat ini aku mulai terbiasa. Tidak grogi seperti dulu lagi. Tapi sekarang aku malah bingung. Apa yang harus kulakukan? Ada di kelasku sendiri hanya berdua dengan gadis yang sejak lama kucintai? Dan kini dia tertidur di hadapanku. Apa yang harus kulakukan?

Sekali lagi kutatap paras cantiknya. Menyingkirkan poni yang ada di keningnya. Dan mengecupnya lembut dengan perlahan, agar dirinya tidak terbangun. Kini ku mantab dengan perasaan ini. Ini adalah perasaan cinta yang tulus padamu. 'Aku mencintaimu, Miku...' kataku dalam hati.

" Tadaima"

" Okaeri." Rin menyambutku dengan ekspresi datar, atau lebih tepatnya 'ngambek'. tidak biasanya dia masang tampang begitu saat aku pulang. "Baru pulang? Kemana saja?" sepertinya Rin benar- benar ngambek padaku. Tapi kenapa?

" Tadi ada teman yang memaksa diajarkan matematika. Terpaksa aku hartus membantunya kan?"

" Jangan bohong padaku, Len." Katanya.

" Aku tidak bohong. Sungguh." Sejujurnya aku memang berbohong. Miku tidaklah memaksaku. Tapi aku tak menolak permintaanya karena aku memang tak bisa menolak apa pun yang diminta oleh gadis yang kucintai. Aku sendiri juga tak tahu kenapa.

" Aku mengenalmu lebih lama daripada dia. Bahkan sejak kau lahir, aku sudah mengenalmu, kan? Terlihat jelas di matamu bahwa kau berbohong." Rin berlari meninggalkanku –masuk ke kamarnya yang ada di lantai 2, di sebelah kamarku juga. Lalu disusul suara tutupan pintu yang kasar dan keras.

Rin benar- benar marah padaku.

Memangnya aku salah apa?

Aku menyusulnya ke lantai 2, dan mengetuk pintu kamarnya.

" Rin? Rin, ini aku. Bukalah pintunya." Tidak ada jawaban. Aku tahu dia masih di dalam.

Aku coba mengetuknya lebih keras.

" Rin? Apa kau baik- baik saja? Ada apa, sih? Aku tidak mengerti. Kenapa?"

Tak lama kemudian...

KLEEK...

" Len? Ah, maaf. Aku tidak mendengarmu tadi. Maaf menunggu lama. Kenapa?" dia membuka pintu kamarnya, memasang ekspresi seperti biasa. Sambil mengucek matanya yang berair. Dia tersenyum, dan aku tahu itu senyum palsu.

" Rin."

" Ya?"

" Kenapa kau menangis?"

" Tidak. Aku tidak menangis,kok."

" Jangan bohong. Terlihat jelas di matamu. Kenapa? Apa aku yang salah?"

" Tidak. Bukan karena dirimu."

" Lalu?"

Aku duduk di tepi ranjangnya, sementara Rin ada di sebelahku.

" Aku Cuma... memikirkan perasaan Kaito." Jelasnya. Kaito? Kenapa Kaito? Sudah jelas dia marah padaku tadi.

" Kau... menyukai Kaito?"

" Bukan begitu. Kaito cerita padaku. Sudah sejak lama dia menyukai Meiko. Dan baru- baru ini, Kaito melihat Meiko mencium Gakupo saat dia tertidur. Menurutmu, bagaimana perasaan Kaito sekarang?" tanya Rin. Sepertinya ada yang aneh dengan pertanyaan ini.

" Hancur." Jawabku singkat.

" Hancur. Ya, kau benar. Kau tahu, perasaanya sekarang benar- benar Hancur."

" Maksudnya? Aku masih tidak mengerti."

" Bayangkan jika Kaito adalah dirimu. Sakit,kan?"

"Ya. Mungin. Jadi, kau menangis karna perasaan orang lain?"

" Ya. Kasihan Kaito."

Tapi, setahuku, Rin tidak pernah sampai segitunya peduli pada orang. Meskipun peduli, tapi aku tak pernah melhatnya sampai ikut menangis. Jangan- jangan... cerita tadi hanyalah sebuah kiasan? Atau sebenarnya...

" Rin."

Aku menatap matanya dengan serius. Memegang bahunya agar menghadap ke arahku sekarang. Sepertinya aku menyadari sesuatu.

" Siapa yang kau maksud 'Kaito'? dan siapa 'Meiko' dan 'Gakupo'nya?"

Kami setetes air bening keluar dari sudut matanya. Rin menangis. Ya. Samar- samar aku menangkap maksud dari cerita palsuna Rin di hadapanku.

" Aku." Katanya berusaha menahan tangis.

" Siapa?"

" Mungkin aku harus mengatakanya sekarang. Aku tak bisa lagi menahan ini semua sendirian, Len. Dan aku mau kau mengetahui yang sebenarnya." Tangisnya tak terbendung lagi. Aku menyenderkan kepalanya di bahuku. Rin menangis sejadi-jadinya di bahu kananku. Kuusap rambutnya agar dia sedikit tenang.

" Ceritakanlah. Jika itu mampu membuatmu lega, aku mau mendengarkanya."

" Aku.. A-Aku..." Rin terbata- bata mengatakan kalimat di tengah isak tangisnya.

" Coba tenangkan Katakan apa yang ingin kau katakan."

Rin menghela nafas,

" Aku menyukaimu, Len." Kami terdiam. Tak ada yang mulai bicara. Lalu Rin menambahkan, "lebih. Lebih dari saudara. Aku benar- benar mencintaimu."

" Rin.."

Rin berdiri. Ia mengulurkan tangan, aku menyambut uluran tanganya. Lalu aku ditariknya agar berdiri. Dan Rin memeluku dengan erat. Kami membisu. Yang terdengar hanya isak tangis Rin yang memenuhi ruangan.

"Hiiks.. hiikks... Len..."

Aku membalas pelukanya. Sambil membelai rambut Rin untuk pertama kalinya. Aku memejamkan mata, coba bayangkan betapa sakitnya perasaan Rin mengetahui apa yang kulakukan pada Miku tadi.

" Len... aku mencintaimu. Kau tahu, kan, bagaimana perasaanku saat ini? Kuharap kau bisa mengerti dan menghargai perasaanku, Len.." Rin masih terus menangis dalam pelukanku. Aku sadar. Di saat seperti inilah dia sangat membutuhkanku. Tapi...

Rin melepas pelukan kami. Lalu mengajaku duduk di ranjangnya.

" Maafkan aku."

" Kenapa? Kau tidak bersalah padaku, Rin."

" Justru akulah yang salah." Rin masih tetap menyalahkan dirinya sendiri. "Seharusnya aku tidak mencintaimu. Kita ini saudara. Seharusnya aku tak pernah mencintaimu sampai seperti ini. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana caranya agar aku tak lagi mencintaimu sampai seperti ini?"

" Rin." Aku menatapmatanya serius, "Satu hal yang baru kusadari. Cinta itu tercipta dengan sendirinya. Dan tidak bisa dihilangkan dengan sengaja. Benar kan? Jadi kau tak perlu berusaha keras untuk tak mencintaiku lagi. Kau hanya perlu menjalani waktu seperti biasanya. Tak usah menghiraukan perasaan yang itu." Aku mencoba menasihatinya, sekaligus menasihati diriku sendiri.

" Tidak bisa. Aku tak ingin terus- terusan mencintai kembaranku sendiri. Aku tak bisa menghiraukan perasaan ini. Sakit. Rasanya sakit jika kau dekat dengan wanita lain. Apa lagi...Miku."

" Rin. Aku sendiri juga tidak tahu caranya. Bagaimana caranya menghilangkan perasaan kita pada orang lain?"

" Maafkan aku, Len. Aku juga sampai mengganggu urusanmu dengan Miku. Aku selalu berusaha untuk menghentikan perasaan ini. Mungkin butuh waktu yang lama."

" Ya. Aku tahu. Berusahalah. Ingat, kita ini saudara kembar, Rin."

Aku berdiri. Menggapai gagang pintu kamar Rin dengan tangan kiriku. Namun ternyata, Rin menahan tanganku yang satunya. Aku menatapnya. Kami saling bertukar pandang.

Dia menariku dan...
mencium bibirku dengan lembut sambil menangis.

Ciuman pertama yang amat berkesan bagiku. Aku Cuma bisa terdiam, ikut memejamkan mata dan mearasakan lembut bibirnya yang menyentuh bibirku.

Ciuman pertamaku...
diambil oleh kembaranku sendiri.

Chapter 1

- Tzuzuku-

Vee~

Saya masih bingung endingnya mau gimana. Enaknya Len sama Miku atau Rin, ya? Atau Rin sama Kaito aja? Ah, saya sendiri masih bingung... Minta Riview dan request buat endingnya fict ini, ya... ((Banyak riview, banyak rejeki))

Saya bikin chapter ini sekitar jam 1 malem, jadi harap maklum kalau ada typo-nya. Saya sangat menghargai riview dari semua orang. Oh iya. Readers jangan mikir kalau dark 130898 itu orangnya 'romantis dan melo banget' ya. Gini- gini aya anaknya brutal, nista, preman, *halah* nggak kok, bercanda. Yang jeals saya bukan orang yang polos- polos banget meskipun kadang childish. -.-

Di balik layar:

Rin: Len...

Len: Apa?

Rin: Kayaknya gue nggak suka sama lo,deh, Len..

Len: Iye. Gue juga nggak segitunya sama Miku.

Len & Rin: Dan siapa yang udah bikin Rin suka sama Len, dan Len suka sama Miku nyampe segitunya..? *Deathglare ke dark*

Dark: Eh...

Rin: Kok rasanya gue ngenes banget di fict ini...