Disclaimer © Masashi Kishimoto
Revenge by zeelockser
WARNING : Alternate Universe
PROLOGUE
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
Alvienna
Dalam dunia ini tak pernah ada satu pun orang yang terlahir dengan kebencian dalam dirinya. Kebencian datang melalui keterkaitan antara hal yang satu dengan yang lainnya. Hal yang menjadi alasan mengapa sebuah kebencian itu ada, baik disengaja maupun tak disengaja.
Di Alvienna terdapat sebuah kota yang bernama Vonvosco. Kota aneh yang hanya dapat merasakan satu musim saja, ya satu musim saja. Hanya musim salju dan tak ada yang lainnya.
Orang-orang itu, orang-orang yang terlahir pada masanya dulu mengatakan bahwa hal tersebut merupakan sebuah kutukan yang dilakukan nenek moyang mereka karena ada salah satu dari mereka yang melakukan kesalahan. Entah benar atau tidak.
Walaupun jika kita mencoba untuk mengaitkan hal berupa kutukan tersebut dengan keadaan yang mereka alami sekarang tak akan ada gunanya, pasalnya tak ada satupun warga daerah Vonvosco yang mencoba untuk menghilangkan kutukan terdsebut. Karena secara keseluruhan, Vonvosco nampak sangat indah. Meski Vonvosco hanya terlihat seperti jalan setapak dengan gundukan salju di sebelah kanan dan kiri jalannya.
Sehingga banyak dari mereka yang tidak ingin mengubahnya menjadi sediakala seperti daerah mereka sebelum terkena kutukan tersebut.
Kota itu dipimpin oleh seorang penguasa, yang mereka bilang ia adalah penguasa terbaik selama mereka hidup di dunia ini. Tak ada ketakutan maupun kecemasan yang terpatri jelas di wajah para penduduk di sana sejak orang itu menjadi penguasa Vonvosco. Dibawah pimpinannya, rakyat mereka makmur dan berbahagia.
Namun nampaknya hal tersebut tak akan bertahan lama.
"Kumohon,.. Hiks," Seorang anak laki-laki berusia sekitar tujuh tahun terduduk di kursi yang terdapat di ruang makan rumah megahnya dengan kedua tangan yang diikat ke belakang, di sisi kiri dan kanan bahunya terdapat dua orang pria bertubuh tambun yang bertugas untuk menahannya ketika ia berdiri dari kursinya. "Kumohon lepaskan ayah dan ibuku!"
Tak ada balasan, yang ada hanyalah seringaian orang-orang yang jelas-jelas tak menutupinya dari anak laki-laki itu.
Di belakang anak laki-laki itu terduduk di lantai seorang pelayan rumahnya dengan memeluk sang kakak laki-laki yang pingsan karena terlibat perkelahian terlebih dahulu. Nampak darah segar mengalir tepat di dadanya yang berusaha ditutupi oleh seorang pelayannya tadi.
"Kumohon jangan lakukan itu kepada mereka!" Lagi-lagi teriakan anak itu memenuhi ruang makan rumah itu, terlihat urat-urat menegang di sepanjang leher mulusnya muncul.
"Melakukan apa, anakku?" Tanya seorang pria yang berdiri beberapa langkah di depannya tadi lalu berjalan ke arah kedua orang tuanya, kedua tawanannya tak melakukan perlawanan sama sekali. Bahkan tak mengeluarkan sepatah kata pun dari tadi.
Anak laki-laki itu tak bisa menahannya lagi, ia tak bisa melihat orang tuanya yang babak belur tak melakukan perlawanan sama sekali, bahkan tak mengatakan apapun untuknya yang dari tadi menangisi mereka. Suara pelayannya yang juga menangis malah menambah perih di hatinya, "Ayah! Ibu! KATAKAN SESUATU!"
.
.
.
"Kami mencintaimu, nak,"
Sebuah pedang menembus tubuh mereka dari arah belakang. Darah terlihat mengalir keluar dari bibir mereka yang pucat.
Anak laki-laki itu menatap nanar ke arah orang tuanya. Ia tak sanggup berkata-kata lagi.
Mungkinkah ini akan menjadi akhir dari hidupnya yang bahagia itu?..
000
.
.
.
TBC
